Você está na página 1de 24

BAB I

PENDAHULUAN

Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya
semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir
dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran
kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi
akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan
pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh
proses menjadi tua. Presbiopi merupakan kelainan pada mata yang kita kenal dengan
sebutan mata tua, di mana si penderita tidak dapat meliha benda dari jarak dekat dan
dari jarak jauh maupun membaca tulisan dengan ukuran yang agak kecil seperti
tulisan yang terdapat dalam koran atau majalah dengan jelas. Bertambahnya usia akan
mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja
pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan
tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh. Hal
ini disebabkan karena elastisitas lensa mata berkurang karena usia tua, yang pada
umumnya diderita oleh orang-orang yang sudah mulai memasuki usia 45 tahun
sampai dengan usia 50 tahun. Dan sekalipun telah menggunakan bantuan kaca mata,
namun bagaimanapun juga tetap saja akan merasa kurang nyaman, jika harus
membaca tulisan sekecil itu.

BAB II
LAPORAN KASUS

II. 1 Identitas Pasien


Nama

: Ny. P

Agama

: Islam

Usia

: 52 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Swasta

Status

: Menikah

Tgl Pemeriksaan

: 12 Januari 2016

No. RM

: 093748

II. 2 Anamnesis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 12 Januari 2016 di
Poli Mata RSUD Ambarawa.
Keluhan Utama
Melihat dekat terasa kemeng.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Ambarawa Poliklinik Mata dengan keluhan utama
melihat dekat mata terasa kemeng (pegal), sebelumnya belum pernah menggunakan
kacamata. Keluhan tambahan saat ini mata cepat lelah dan sakit. Sakit kepala
terutama di dahi saat membaca terlalu lama. Pasien juga mengeluhkan mata terasa
pegal jika membaca terlalu lama dan jika membaca harus di jauhkan agar dapat
melihat karena pada saat membaca dekat pandangan menjadi kabur dan kurang jelas.
Kadang disertai mata berair.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.
Riwayat alergi juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat katarak dalam keluarga
disangkal, riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal, riwayat diabetes mellitus
dalam keluarga disangkal.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien menyangkal menggunakan obat obatan rutin. Pasien juga sedang tidak
meminum obat obat apapun.
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien tidak meminum minuman beralkohol. Pasien jarang berolahraga.
II. 3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

Blood Pressure

: 130/90 mmHg

Heart Rate

: 72 x/menit

Respiratory Rate

: 18 x/menit

Term

: 36,2C

Status generalis
-

Kepala
Wajah

: Bentuk normocephal
: Nyeri ketok sinus (-), edema (-), wajah kanan dan kiri

simetris (+)
Telinga: Normotia, sekret -/-, gendang teliang intak +/+
Hidung
: Deviasi septum (-), Massa -/-, secret -/Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (+), coated tongue (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), uvula ditengah, arcus faring simetris kanan dan

kiri, Tonsil T1-T1


Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea ditengah

(+), JVP 5-2 cmH2O


Thoraks
:

o Pulmo :

Inspeksi

:
3

Statis : Normochest, lesi (-), dinding dada simetris


kanan dan kiri

Dinamis: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan


kiri, retraksi sela iga (-)

Palpasi

: Vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing

-/o Cor

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ICS V, thrill (-)

Perkusi

Abdomen

Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri ICS V linea midclavikularis sinistra

Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)

o Inspeksi

: Perut cembung, supel

o Auskultasi

: BU (+)

o Palpasi

: NT (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, shifting

dullness (-)
o Perkusi
-

Ekstremitas
o Atas

: Timpani pada seluruh lapang abdomen

:
: akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+

o Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+

Status Oftalmologi

:
Oculus Dexter

Pemeriksaan

Oculus Sinister

(OD)

(OS)

6/6

Visus

6/6

6/6

Koreksi

6/6

dengan koreksi:

dengan koreksi:

Add S +2.00
Baik ke segala arah

Gerakan bola mata

Add S +2.00
Baik ke segala arah

Normal

Suprasilia

Normal

Hiperemis (-)

Palpebra

Hiperemis (-)

Edema (-)

Edema (-)

Ptosis (-)
Hiperemi (-)

Ptosis (-)
Hiperemi (-)

Injeksi

Konjungtiva

Injeksi

Konjungtiva (-)

Konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (-)

Sekret (-)
Bulat (-)

Sekret (-)
Bulat (-)

Kejernihan (+)

Kejernihan (+)

Mengkilat (+)

Mengkilat (+)

Edema (-)

Edema (-)

Presipitat (-)

Presipitat (-)

Sikatrik (-)
Jernih kedalaman Camera oculi anterior

Sikatrik (-)
Jernih

Kornea

normal

kedalaman normal

Hipopion (-)

Hipopion (-)

Hifema (-)
Kripta (-)

Hifema (-)
Kripta (-)

Iris

Edema (-)

Edema (-)

Sinekia (-)
Normal

Sinekia (-)
Normal

Jernih (+)

Pupil
Jarak Pupil ODS :
Jauh

Jernih (+)

: 64 mm

Dekat : 62 mm
Lensa

II.4 Resume
Ny. P 52 tahun datang dengan melihat dekat mata terasa kemeng (pegal),
sebelumnya belum pernah menggunakan kacamata. Keluhan tambahan saat ini mata
cepat lelah dan sakit. Sakit kepala terutama di dahi saat membaca terlalu lama. Pasien
juga mengeluhkan mata terasa pegal jika membaca terlalu lama dan jika membaca
harus di jauhkan agar dapat melihat karena pada saat membaca dekat pandangan
menjadi jelas. Kadang disertai mata berair.
Hasil pemeriksaan :
Pemeriksaan
Visus
Koreksi kartu jaeger
jarak 30 cm

Oculi Dextra
6/6

Oculi Sinistra
6/7,5

Add S +2.00

Add S +2.00

II. 5 Diagnosis
ODS Presbiopi

Presbiopi
II. 6 Penatalaksanaan

Resep kacamata baca


Add S + 2.00
Jarak pupil jauh
Jarak pupil dekat

: 64 mm
: 62 mm

Pemberian kacamata sferis positif pada mata kanan dan kiri yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal dengan ukuran masing-masing sferis +2.00.

Edukasi
o Menjaga kesehatan badan dan mata
o Bila membaca jangan terus-menerus dan usahakan dalam posisi tegak
o Kacamata harus terus dipakai
o Penerangan haruslah sesuai, yang terbaik adalah penerangan dari atas
dan belakang

II. 7 Prognosis
a) Quo ad vitam

: bonam

b) Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

c) Quo ad functionam

: dubia ad bonam

BAB III
7

TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu
titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan
astigmatisma.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa
memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia.
III.2. Patofisiologi Kelainan Refraksi

Skema 2.1. Mekanisme Patofisiologi Kelainan Refraksi


III.3. Etiologi
Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata
lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau
di belakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan retina karena bola
mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di
belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan indeks
refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal, sinar
terfokus di depan (miopia) atau di belakang retina (hipermetropia). Kelainan indeks
refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa (cembung, diabetik).
Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal
sehingga terjadi perubahan pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang lebih berat
akan mengakibatkan pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan
di depan bintik kuning sehingga mata ini akan menjadi mata miopia atau rabun jauh.
Sedangkan kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata (flat) akan

mengakibatkan pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan


dibelakang bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat.
III.4 Tanda Dan Gejala Klinis
Sakit kepala terutama didaerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat
mengantuk, pegal pada bola mata, penglihatan kabur, mengerutkan dahi secara
berlebihan, sering menyipitkan mata, sering menggosok (mengucek) mata,
mengantuk, mudah teriritasi pada penggunaan mata yang lama, dan penglihatan
ganda.
III.5. Klasifikasi Refraksi
III.5.1. Miopia
a. Definisi Miopia
Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata
terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu
mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina. Miopia adalah suatu keadaan mata
yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang
datang dibiaskan di depan retina atau bintik kuning.
Miopiai disebut sebaga rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk
melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Secara fisiologis sinar
yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau
tidak jelas pada makula lutea. Miopia tidak sering pada bayi dan anak prasekolah.
Lebih lazim lagi pada bayi prematur dan pada bayi dengan retinopati prematuritas.
Juga, ada kecenderungan herediter terhadap miopia, dan anak dengan orangtua
miopia harus diperiksakan pada usia awal. Insiden miopia meningkat selama tahuntahun sekolah, terutama sebelum pada usia sepuluhan. Tingkat miopia semakin tua
juga cenderung meningkat selama tahun-tahun pertumbuhan.

10

b. Klasifikasi Miopia
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif didalam dioptri, dimana 1.00
dioptri merupakan kekuatan lensa yang memfokuskan sinar sejajar pada jarak satu
meter. Berdasarkan beratnya miopia: Miopia ringan - 3.00 dioptri, miopia sedang 3.00 - 6.00 dioptri, miopia berat - 6.00 - 9.00 dioptri dan miopia sangat berat - >9.00
dioptri.
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: Miopia stasioner, miopia yang
menetap setelah dewasa, miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata, dan miopia maligna yaitu miopia
yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau
sama dengan miopia pernisiosa = miopia degenerative sedangakan berdasarkan
bentuknya miopi di bagi menjadi : Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media
penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih
cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia
indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa
yang terlalu kuat, miopia aksial, miopia yang akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Pembagian berdasarkan
pembagian kelainan jaringan mata: Miopia simpleks, dimulai pada usia 7-9 tahun dan
akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh kurang lebih 20 tahun dan berat
kelainan refraktif biasanya kurang dari -5D atau -6D, miopia progresif, miopia
bertambah secara cepat (-4D/tahun), sering terjadi perubahan pada retina dan
biasanya terjadi bila miopia lebih dari -6D.
c. Etiologi Miopia
Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin), alergi,
penyakit mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di kelopak mata, pasca operasi
atau pasca trauma atau kecelakaan), herediter atau faktor genetik (perkembangan
yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal
kelahiran), kerja dekat yang berlebihan seperti membaca terlalu dekat atau aktifitas

11

jarak dekat, kurangnya faktor atau aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di
luar rumah, pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV, game),
sumbuatau bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan dari otot ekstra
okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang, pelunakan lapisan bola mata
bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang di hasilkan oleh pembuluh darah
dan bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan.
d. Patofisiologi
Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan bayangan jatuh di
depan retina.
e. Gejala Klinik Miopia
Penglihatan kabur untuk melihat jauh dan hanya jelas pada jarak yang dekat,
selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, kadangkadang terlihat bakat untuk menjadi juling bila ia melihat jauh, mengecilkan kelopak
untuk mendapatkan efek pinhole sehingga dapat melihat jelas, penderita miopia
biasanya menyenangi membaca, cepat lelah, pusing dan mengantuk, melihat benda
kecil harus dari jarak dekat, pupil medriasis, dan bilik mata depan lebih dalam, retina
tipis. Banyak menggosok mata, mempunyai kesulitan dalam membaca, memegang
buku dekat ke mata, pusing, sakit kepala dan mual .
f. Komplikasi
Ablatio retina terutama pada miopia tinggi, strabismus (mata juling),
ambliopia.
g. Pengobatan
Koreksi mata dengan miopia dengan memakai lensa minus/negatif yang
sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya
pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat diatasi dengan
pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif .
12

III.5.2. Hipermetropia
a. Definisi Hipermetropia
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang
makula lutea. Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata
terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di belakang retina. Hipermetropia adalah keadaan mata yang
tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi
jika kekuatan yang tidak sesuai antara bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan
lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina.
b. Klasifikasi Hipermetropia
Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti: Hipermetropia
manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal
yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas
hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia
manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan
koreksi kacamata maksimal. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia
dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang
hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata. Bila
diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan normal, maka otot
akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifes yang masih
memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. Hipermetropia
absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang
ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak
memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropi absolut.
Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (otot yang

13

melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia


laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar
komponen hipermetropia laten seseorang. Makin muda makin besar komponen
hipermetropia laten seseorang. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya
didapatkan sesudah diberikan siklopegia.
c. Etiologi Hipermetropia
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih
pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di
belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas :
Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek. Hipermetropia kurvatur, dimana
kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang
retina. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada
sistem optik mata.
d. Patofisiologi
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan
terfokus di belakang retina.
e. Gejala Klinik Hipermetropia
Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau
melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat. Sering mengantuk, mata
berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal.
f. Pengobatan
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan
koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih
memberi tajam penglihatan maksimal.
14

III.5.3. Astigmatisme
a. Definisi Astigmatisme
Astigmatisme adalah tajam penglihatan dimana didapatkan bermacam-macam
derajat refraksi pada bermacam-macam meredian sehingga sinar sejajar yang datang
pada mata akan difokuskan pada tempat yang berbeda. Astigmatisme adalah keadaan
dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak dipusatkan pada satu titik akan tetapi
tersebar atau menjadi sebuah garis. Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana sinar
yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang
pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik. Astigmatisme juga dapat
terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang
terlalu kuat pada bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan
kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka
dapat terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea.
b. Klasifikasi Astigmatisme
Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti: Astigmatisme regular adalah
suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak
lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini diakibatkan kornea yang mempunyai daya
bias berbeda-beda pada berbagai meridian permukannya. Astigmatisme ini
memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan
secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada
astigmatisme regular dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau
lingkaran. Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian saling tegak lurus. Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular.
Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi, atau akibat
kelainan pembiasan. Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu
keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder
negatif dengan sumbu horizontal (45-90 derajat).

15

Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda akibat perkembangan
normal dari serabut-serabut kornea. Astigmatisme tidak lazim (astigmat against the
rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimanana koreksi
dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau
dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat
kelengkungan

kornea

pada

meridian

horizontal

lebih

kuat

dibandingkan

kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.
c. Etiologi Astigmatisme
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak
lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan. Ketidakteraturan lengkung
kornea, dan perubahan pada lensa.
d. Patofisiologi
Akibat dari kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang
menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda.
e. Gejala Klinis Astigmatisme
Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan
satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan
kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan
celah kelopak mata, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah ,
astigmatisme tinggi (48 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia (Ilyas, 2006), gambar di kornea terlihat tidak teratur.
f. Pengobatan
Pengobatan denagn lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa
kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma untuk memberikan efek permukaan
yang ireguler. Pencegahan Kelainan Refraksi koreksi penglihatan dengan bantuan
kacamata, pemberian tetes mata atropine, menurunkan tekanan dalam bola mata, dan
latihan penglihatan : kegiatan merubah fokus jauh dekat.
16

III.6. Presbiopi
A.

Pengertian
Presbiopia adalah kondisi di mana mata menunjukkan kemampuan yang makin
lama makin berkurang untuk melihat benda dekat dengan jelas karena penuaan.

B. Etiologi
Presbiopia dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau lensa mata tidak
kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa.
Mekanisme nyata dari presbiopia tidak diketahui kepastiannya, bukti penelitian
lebih kuat mendukung berkurangnya elastisitas dari crystalline lens, walaupun
perubahan pada kelengkungan lensa dari pertumbuhan yang terus-menerus,dan
berkurangnya kekuatan daricilliary muscles ( otot yang membelokkan dan
meluruskan lensa ) juga didalilkan sebagai sebab.
C. Patofisiologi
Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan ( refraksi ) ketika melalui kornea dan
struktur-struktur lain dari mata ( kornea, humor aqueus, lensa, humor vitreus ) yang
mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina.
Mata mengatur ( akomodasi ) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya
bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat memerlukan
kontraksi dari cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi cilliary
bodyyang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar
cahaya dapat terfokuskan pada retina.
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau
lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya, menyebabkan kurang bisa
mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan mata saat melihat. Akibat gangguan
tersebut

bayangan

jatuh

di

belakang

retina.

Karena

daya

akomodasi

berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh.

17

Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot, sehingga dapat lelah.
Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan dalam tubuh. Derajat
kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas dan sinar cahaya dari suatu
objek yang sangat dekat individu tak dapat dibawa ke suatu focus di atas retina,
bahkan dengan usaha terbesar. Titik terdekat dengan mata, tempat suatu objek dapat
dibawa ke focus jelas dengan akomodasi dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat
berkurang selama hidup, mula-mula pelan-pelan dan kemudian secara cepat dengan
bertambanya usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10 tahun sampai sekitar 83 cm pada
usia 60 tahun. Pengurangan ini terutama karena peningkatan kekerasan lens, dengan
akibat kehilangan akomodasi karena penurunan terus-menerus dalam derajat
kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan. Dengan berlalunya waktu, individu
normal mencapai usia 40-45 tahun, biasanya kehilangan akomodasi, telah cukup
menyulitkan individu membaca dan pekerjaan dekat.
D.

Maniferstasi klinis
Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh dan
pada awalnya klien akan kesulitan membaca dekat. Dalam upaya untuk membaca
lebih jelas, maka klien cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan objek
yang dibacanya sehingga mencapai titik dekat klien, dengan demikian objek dapat
dibaca lebih jelas. Klien akan memberikan keluhan setelah membaca mata lelah,
berair dan sering merasa pedas.
Gejala umumnya adalah sukar melihat pada jarak dekat yang biasanya terdapat
pada usia 40 tahun, di mana pada usia ini amplitudo akomodasi pada klien hanya
menghasilkan titik dekat sebesar 25 cm. Pada jarak ini seseorang emetropia yang
berusia 40 tahun dengan jarak baca 25 cm akan menggunakan akomodasi maksimal
sehingga menjadi cepat lelah, membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca, dan
memerlukan sinar yang lebih terang.
Ketika individu menjadi presbiopia mereka mendapati perlu memegang buku
,majalah, surat kabar, daftar menu dan bahan bacaan lain agak jauh agar focus

18

dengan sebaik-baiknya. Ketika mereka melakukan pekerjaan dekat,seperti


menyulam atau menulis tangan, mereka mungkin merasa sakit kepala atau kelelahan
mata, atau maerasa letih.
Gejala pertama kebanyakan orang presbiopia adalah kesulitan membaca huruf
cetak yang halus, terutama sekali dalam kondisi cahaya redup; kelelahan mata ketika
membaca dalam waktu yang lama; kabur pada jarak dekat atau pandangan
dikaburkan sebentar ketika mengalihkan di antara jarak pandang. Banyak
penderita presbiopia telah lanjut mengeluh lengan mereka dirasa menjadi too
short untuk memegang bahan bacaan pada jarak yang nyaman.
Pemeriksaan Presbiopia
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan dengan
pemeriksaan presbiopia.
Cara :
a.

Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refraksi

bila terdapatmyopia, hipermetropia, atau astigmatisma, sesuai prosedur di atas.


b.

Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak baca ).

c.

Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca

huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
d.

Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.

E. Penatalaksanaan
Kacamata
Kacamata dengan bifocal atau Progressive Addition Lenses ( PALs ) adalah
koreksi yang paling umum untuk presbiopia. Bifokal mempunyai dua cara untuk
pemfokusan : bagian besar dari lensa kacamata untuk nearsightedness atau
farsightedness, sedangkan bagian terbawah lensa memegang preskripsi terkuat untuk
penglihatan dekat untuk pekerjaan dekat. PALs mirip denagan lensa bifocal,
19

tetapi PALs memberikan transisi penglihatan yang lebih bertahap di antara


preskripsi, dengan tidak ada garis visible di antara keduanya.
Kacamata baca adalah pilihan lain. Tidak seperti bifocal atau PALs yang sebagian
besar orang menggunakannya setiap hari, kacamata baca hanya digunakan selama
pekerjaan dekat.
Biasanya diberikan kacamata baca untuk membaca dekat dengan lensa sferis positif
yang dihitung berdasarkan amplitudo akomodasi pada masing-masing kelompok
umur :
+1,0 D untuk usia 40 tahun
+1,5 D untuk usia 45 tahun
+2,0 D untuk usia 50 tahun
+2,5 D untuk usia 55 tahun
+3,0 D untuk usia 60 tahun

III.7 Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi


1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan (Visus)
Subjektif: Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya
pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri, kartu Snellen
di letakkan di depan pasien, pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6
meter, dan satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji
mata kanan, dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang
masih dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa positif + 0,50 untuk menghilangkan
akomodasi saat pemeriksaan di depan mata yang dibuka, bila penglihatan tidak
tambah baik, berarti pasien tidak hipermetropia, bila bertambah jelas dan dengan
kekuatan lensa yang ditambah berlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien
menderia hipermetropia. Lensa positif yang terkuat yang masih memberikan
20

ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata tersebut, bila
penglihatan tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa negatif. Bila menjadi jelas,
berarti pasien menderita miopia. Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teringan
yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal, bila penglihatan tidak maksimal
pada kedua pemeriksaan untuk hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak
mencapai 6/6 atau 20/20 maka lakukan uji pinhole.
2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Subjektif: Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji kemudian
diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya, bila tidak
terjadi perbaikan penglihatan maka mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut karena
media penglihatan keruh atau terdapat kelainan pada retina atau saraf optik, bila
terjadi perbaikan penglihatan maka ini berarti terdapat astigmatisme atau silinder
pada mata tersebut yang belum dapat koreksi mata.
Objektif: Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan: Refraksionometer
merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau refraktor automatik yang dikenal
pada masyarakat alat komputer pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang diharapkan
dapat mengukur dengan tepat kelainan refraksi mata, retinoskopi adalah pemeriksaan
yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif untuk pemeriksaan refraksi
biasa. Retinoskopi merupakan alat untuk melakukan retinoskopi, guna menentukan
kelainan refraksi seseorang secara objektif. Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata
atau pupil pasien. Pada keadaan ini terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan
dikenal 2 cara retinoskopi yaitu Spot retinoscopy dengan memakai berkas sinar yang
dapat difokuskan dan Streak retinoscopy dengan memakai berkas sinar denagn
bentuk celah atau slit.
III.8. Pengobatan
Berbagai cara dan alat untuk memperbaiki tajam penglihatan untuk
membiaskan sinar sehingga sehingga terfokus pada bintik kuning yaitu:
1. Kaca Mata
21

Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan kerena
mudah merawatnya dan murah. Kerja kaca mata pada mata adalah minus kuat di
perlukan pada mata miopia tinggi akan memberikan kesan pada lensa benda yang
dilihat menjadi lebih kecil dari ukuran yang sesungguhnya. Sebaliknya memakai
lensa konveks atau plus pada mata hipermetropia akan memberikan kesan lebih besar.
Penderita astigmatisme akan mendapatkan perasaan tidak enak bila memakai kaca
mata.
Keluhan memakai kaca mata yaitu kaca mata tidak selalu bersih, mengurangi
kecerahan warna yang dilihat, mengganggu gaya hidup, mudah turun dari pangkal
hidung, dan sakit pada telinga. Keuntungan dan kerugian kaca mata kaca dibanding
plastik yakni kaca mata kaca mudah berembun dibandingkan kaca mata plastik, kaca
mata kaca lebih mudah pecah dibandingkan dengan kaca mata plastik, kaca mata kaca
lebih berat dibandingkan kaca mata plastik, dan kaca mata kaca lebih tipis
dibandingkan kaca mata plastik.
Kerugian memakai kaca mata yaitu menghalangi penglihatan perifer,
pemakaian dengan waktu tertentu, membatasi kegiatan tertentu, seperti olah raga, dan
kaca mata mudah rusak.
2. Lensa Kontak
Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan didataran depan koernea
untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Keuntungan pakai lensa kontak
yaitu pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dengan bayangan normal, lapang
pandang menjadi lebih luas, tidak membatasi kegiatandan lain-lain, keluhan memakai
lensa kontak yaitu sukar dibersihkan, sukar merawat, mata dapat merah dan infeksi,
sukar dipakai di lapangan berdebu, dan terbatasnya waktu pemakaiannya, serta
kerugian memakai lensa kontak adalah harus bersih, tidak dapat dipergunakan pada
silinder berat, alergi, mudah hilang,dan tidak dapat dipakai di daerah berdebu.

22

3. Bedah refraksi.
Bedah dengan sinar laser, radial keratotomy, karatektomi dan karatoplasti lamelar
automated (ALK).

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7 th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
5. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.
2011.
6. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
7. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.

24

Você também pode gostar