Você está na página 1de 9

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015

ISBN: 979-587-580-9

Analisis Kelayakan Pengelolaan Tanaman Tepadu Padi Gogo


di Daerah Aliran Sungai Batang Asai Provinsi Jambi
(Feasibility Analysis of Integrated Crop Management on Upland Rice
in Batang Asai Watershed Jambi Province)
Defira Suci Gusfarina dan Syafri Edi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi
unifi_28@yahoo.com
ABSTRACT
The productivity of national upland rice is still relatively low when compared to flooded
rice paddy. Dry land mainly in the watershed generally faces more severe
environmental damage, resulting in lower land productivity. Application of technology
through Integrated Crop Management (ICM) is expected to increase rice production in
the watershed and boost the farmers income. In applying the ICM technology, it is
necessary to know the feasibility of farming, both technically and financially. The
activities aimed to determine the financial viability of upland rice farming using ICM
technology that was held in Batang Asai watershed, Panti village, Sarolangun District,
Jambi Province MT 2012. The method used was direct observation in the field by
planting 1 ha upland rice using PTT technology and compare it with the farmers
methods. PTT technology deliver results 5,216 kg/ha of dry milled grain (DMG) and
farmers technology produced 2,170 kg/ha DMG, there is a difference of 3,046 kg/ha or
an increase in production of 58.40%. Analysis results of the farming using PTT
technology are B/C ratio of 1.42 and a R/C ratio of 2.42 while farmers technology are
B/C ratio of 0.43 and a R/C ratio of 1.43. Breakeven production of PTT technology is
2156.73 kg/ha, and farmers technology is 1521.67 kg/ha. Breakeven price of PTT
technology is Rp. 1240.45/kg and farmers technology is Rp. 2103.69/kg. Profits earned
on PTT technology is Rp. 9.1778 million and farmers technology is Rp 1.945 million,
or there is a difference of Rp. 7.2328 million, or an increase of 78.81%.
Keywords : watershed, Feasibility farming, upland rice, Jambi
ABSTRAK
Produktivitas padi gogo nasional relatif masih rendah bila dibandingkan dengan padi
sawah. Lahan kering terutama pada Daerah Aliran Sungai (DAS) umumnya
menghadapi masalah kerusakan lingkungan yang semakin parah, sehingga menurunkan
produktivitas lahan. Penerapan teknologi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) diharapkan mampu meningkatkan produksi padi di DAS sehingga
meingkatkan pendapatan petani. Dalam menerapkan teknologi PTT perlu diketahui
kelayakan usahataninya, baik secara teknis maupun finansial. Kegiatan bertujuan untuk
mengetahui kelayakan finansial usahatani PTT padi gogo yang dilaksanakan di DAS
Batang Asai, Desa Panti, Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi MT 2012. Metode yang
digunakan adalah observasi langsung dilapangan dengan menanam padi gogo seluas 1
ha menerapkan teknologi PTT dan membandingkannya dengan metode petani.
Teknologi PTT memberikan hasil 5.216 kg/ha GKG dan teknologi petani 2.170 kg/ha
GKG, terdapat selisih 3.046 kg/ha atau terjadi peningkatan produksi 58.40%. Hasil

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

analisis usahatani teknologi PTT B/C ratio 1,42 dan R/C ratio 2,42 dan teknologi
petani B/C ratio 0,43 dan R/C ratio 1,43. TIP teknologi PTT 2.156,73 kg/ha dan
teknologi petani 1.521,67 kg/ha. TIH teknologi PTT Rp. 1.240,45/kg dan teknologi
petani Rp. 2.103,69/kg. Keuntungan yang diperoleh pada teknologi PTT Rp.
9.177.800,- dan teknologi petani Rp. 1.945.000,- terdapat selisih Rp. 7.232.800,- atau
terjadi peningkatan sebesar 78.81%.
Kata kunci : Daerah aliran sungai, Kelayakan usahatani, Padi gogo, Jambi
PENDAHULUAN
Program produksi padi nasional masih terfokus pada lahan sawah. Sedangkan
sumbangan lahan padi gogo masih relative rendah (2,3 ton/ha) dibanding padi sawah
(4,3 ton/ha) (Rusdi et,al.,2009). Padi gogo merupakan salah satu komoditas pangan
yang dapat berproduksi di lahan kering. Pengembangan padi gogo di lahan kering
selama ini belum termanfaatkan secara optimal, dan dapat menjadi solusi dalam
mendukung ketahanan pangan. Pengembangan padi gogo merupakan salah satu upaya
yang cukup strategis untuk mendukung meningkatkan produksi beras secara nasional.
Lahan kering terutama di daerah aliran sungai (DAS) umumnya menghadapi
masalah kerusakan lingkungan yang makin parah sehingga menurunkan produktivitas
lahan, meningkatkan erosi dan sedimentasi, serta memacu meluasnya banjir pada musim
hujan. Oleh karena itu perlu adanya teknologi untuk mengembangkan lahan kering yang
sesuai dengan kondisi setempat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui
pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
PTT bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dari segi hasil dan
kualitas melalui penerapan teknologi yang cocok dengan kondisi setempat (spesifik
lokasi) serta menjaga kelestarian lingkungan. Perpaduan dari berbagai komponen
teknologi yang dirakit dan disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas padi gogo. Dengan meningkatnya hasil produksi
diharapkan pendapatan petani akan meningkat (BPSDMP, 2008).
Analisis finansial penting dilakukan karena salah satu penyebab rendahnya
tingkat kepercayaan petani terhadap teknologi PTT adalah kurangnya informasi
mengenai keuntungan finansial yang terukur dan dapat diterima oleh petani. Salah satu
tolak ukur untuk mengkaji kecocokan teknologi baru bagi petani adalah dengan
membandingkan teknologi introduksi atau teknologi yang diperbaiki dengan teknologi
petani (Meilian, 2004).
Melalui analisis finansial yang sederhana petani dapat lebih mudah melihat
keuntungan dari penerapan teknologi ini. Hasil analisis finansial biasanya lebih
memiliki daya tarik dari pada hasil analisis teknis sehingga petani dapat menyimpulkan
sendiri jika pengeluaran berupa input usahatani dapat memberikan keuntungan yang
lebih baik (Fitria, 2014). Selanjutnya dikemukakan bahwa, secara konseptual
produktivitas padi gogo dapat ditingkatkan melalui penerapan PTT, tetapi perlu ada
penelitian empiris yang dapat melaporkan kelayakan dan prospek pengembangan usaha
tani padi gogo dengan menerapkan teknologi PTT. Berdasarkan uraian tersebut diatas

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

dilakukan penelitian yang bertujuan, untuk mengetahui peningkatan produksi dan


analisis usahatani penerapan teknologi PTT dibandingkan dengan teknologi petani padi
gogo pada DAS Batang Asang Jambi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada DAS Batang Asai, Desa Panti, Kecamatan
Sarolangun Jambi, MT 2012. Lokasi penelitian termasuk agroekosistem lahan kering
dataran rendah iklim basah dengan jenis tanah Aluvial. Teknologi PTT dan teknologi
petani ditanam berdampingan dengan luas masing-masing 1 ha, terdiri dari empat orang
petani koperator, sekaligus sebagai ulangan. Masing-masing petani melakukan dua
teknologi, yaitu teknologi PTT dan teknologi petani (Tabel 1).
Tabel 1. Teknologi PTT dan Teknologi Petani Padi Gogo pada DAS Batang Asai.
Teknologi yang diuji
Komponen
No. Teknologi
Teknologi petani
Teknologi PTT
1.

Pengolahan tanah

2.
3.
4.
5.
6.

Varietas
Sistem tanam
Jarak tanam
Jumlah gabah
Pemupukan

7.

Waktu pemupukan

8.

Cara pemupukan

9.

Penyiangan

10.

TOT (herbisida, tebas,


bersihkan, dan ratakan)
Limboto
Jajar legowo 4 : 1
30 x 20 x 10 cm
3-5 biji per lubang
Pemupukan berimbang
berdasarkan status hara PUTK
dan alat bantu BWD (SP-36
175 kg/ha, KCl 75 kg/ha, Urea
75 kg/ha)
2 MST (SP-36, KCl dan
sebagian Urea) dan 8 MST
(sisa Urea lainnya)
Dilarik pada sisi tanaman 5-7
cm dari lubang tanam
Secara manual 4 dan 8 MST

TOT (herbisida, tebas, bakar


dan bersihkan)
Senimas (lokal)
Tegel
Tidak beraturan
5-10 biji per lubang
Urea 25 kg/ha dan SP-36 15
kg/ha

2 MST

Diletakkan disamping
tanaman
Tidak terjadwal

Pengendalian hama Berdasarkan konsep PHT,


Tidak terjadwal
dan penyakit (OPT) Karbofuran 10 kg/ha diberikan
waktu tanam langsung pada
lubang tanam
11. Panen
Setelah masak fisiologis
Setelah masak fisiologis
12. Pasca panen
Perontokan, pembersihan dan Perontokan, pembersihan dan
pengeringan
pengeringan
Keterangan :
TOT = tanpa olah tanah
OPT = organisme pengganggu tanaman
MST = mingggu setelah tanam
BWD = bagan warna daun
PUTK = perangkat uji tanah kering

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

Data yang dikumpulkan meliputi : (1) komponen hasil, (2) hasil dan (3) input
yang digunakan seperti jumlah dan harga bibit, pupuk, pestisida serta curahan tenaga
kerja. Hasil panen diambil secara ubinan dengan luas 5 x 5 m2, dengan ulangan
sebanyak 4 kali, kemudian ditransformasi kehektar.
Kelayakan finansial dianalisis menggunakan analisis imbangan penerimaan atas
biaya R/C Ratio dan analisis imbangan pendapatan atas biaya B/C Ratio, dihitung
dengan rumus Swastika, (2004) :
PxQ
Gross B/C = ----------- Bi
Dimana: P = Harga produksi (Rp/kg)
Q = Hasil produksi (kg/ha)
Bi = Biaya produksi ke i (Rp/ha)
Usahatani dianggap layak secara finansial jika nilai gross B/C > 1.
Analisis titik impas harga (TIH) dan titik impas produksi (TIP) digunakan untuk
membandingkan kemampuan suatu teknologi dalam mentolerir penurunan produksi atau
harga output sampai batas tertentu dimana penerapan teknologi tersebut masih
memberikan tingkat keuntungan normal menunjukkan keunggulan teknologi tersebut
dari segi produktivitas relatif terhadap biaya usahatani yang dikeluarkan. Nilai TIH dan
TIP dihitung dengan rumus (Rahmanto dan Adnyana, 1997) ;
TIP = Bi/HP dan TIH = Bi/P
Dimana : TIP = Titik Impas Produksi
TIH = Titik Impas Harga
B = Biaya usahatani
P = Produksi
HP = Harga output
i = Indeks komponen biaya

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman padi gogo dari dua teknologi yang diuji terdapat
perbedaan, terutama terhadap serangan penyakit. Teknologi petani terserang penyakit
blas leher malai 20,23% dan blas daun 34,26%, sedangkan teknologi PTT mendapatkan
serangan yang relatif rendah, blas leher 4,73% dan blas daun 8,21%. Teknologi petani
mendapatkan serangan hama walang sangit lebih tinggi dari teknologi PTT, karena
umur tanaman relatif lebih panjang (142 HST), sehingga hama dan penyakit dari
tanaman yang telah dipanen berpindah ketanaman varietas lokal Senimas, sedangkan
varietas Limboto menggunakan teknologi PTT lebih peka terhadap serangan hama
walang sangit dan penyakit blas daun serta blas leher. Tingginya intensitas serangan
blas leher malai, blas daun dan walang sangit disebabkan oleh faktor genetik tanaman
dan didukung oleh kondisi lingkungan akibat teknologi bubidaya yang dilaksanakan
seperti jarak tanam, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta iklim (Edi. S
2013).

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

Rendahnya intensitas serangan blas daun dan blas leher pada teknologi PTT,
karena varietas Limboto yang digunakan mempunyai ketahanan terhadap penyakit blas
daun dan blas leher, juga penggunaan pupuk pada teknologi PTT sesuai dengan
kebutuhan tanaman, berdasarkan hasil PUTK dan BWD, hal yang sama dikemukakan
oleh Kustianto et al., (2001) pemupukan berimbang akan memberikan pertumbuhan
tanaman yang optimal. Amril et al., (1993) mengemukakan apabila penggunaan pupuk
berlebihan terutama Nitrogen menyebabkan meningkatnya serangan penyakit blas.
Disamping penggunaan pupuk berdasarkan hasil PUTK dan BWD, paket PTT
untuk pengendalian hama lalat bibit pada waktu tanam diberikan Karbofuran langsung
pada lobang tanam, pada waktu pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan satu kali
penyemprotan dengan Buprofezin untuk pengendalian hama wereng coklat dan
Mankozeb untuk pengendalian blas, sedangkan pada pertumbuhan generatif tanaman
diberikan; (1) Fenobukarb untuk pengendalian walang sangit dan Mankozeb untuk
pengendalian blast dan (2) Imidakloprid untuk pengendalian walang sangit dan
Mankozeb untuk pengendalian blas, dosis yang digunakan sesuai dengan yang tertera
pada kemasan. Sedangkan Paket petani menggunakan Fenobukarb dan Deltametrin tiga
kali penyemprotan pada pertumbuhan generatif tanaman.
Komponen Hasil dan Hasil
Pengamatan terhadap komponen hasil dan hasil disajikan pada Tabel 2. Jumlah
anakan produktif teknologi PTT 17,32 batang per rumpun (btg/rpn), teknologi petani
17,20 btg/rpn. Panjang malai teknologi PTT 27,50 cm, teknologi petani 30,06 cm.
Jumlah gabah permalai teknologi PTT 191,33 butir, teknologi petani 204,56 butir,
sedangkan persentase jumlah gabah bernas permalai teknologi PTT 86,06%, teknologi
petani 58,39%. Berat 1000 butir teknologi PTT 27,70 g, teknologi petani 25,70 g. Hasil
gabah kering giling (GKG) teknologi PTT 5.216 kg/ha, sedangkan teknologi petani
2.170 kg/ha.
Tabel 2. Komponen hasil dan hasil teknologi PTT dan teknologi petani padi gogo
No. Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Anakan produktif (btg/rpn)


Panjang malai (cm)
Gabah permalai (butir)
Gabah bernas/malai (%)
Berat 1000 butir (g)
Hasil GKG (kg/ha)

Teknologi PTT

Teknologi Petani

17,32
27,50
191,33
86,06
27,70
5.216

17,20
30,06
204,56
58,39
25,70
2.170

Pengamatan terhadap komponen hasil seperti jumlah anakan produktif, jumlah


gabah per malai, persentase gabah bernas dan berat 1000 butir. Teknologi PTT
memberikan keunggulan dari Teknologi petani kecuali jumlah gabah per malai varietas
lokal lebih tinggi, namun demikian dari persentase jumlah gabah bernas teknologi PTT

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

memberikan angka yang lebih baik bila dibandingkan dengan teknologi petani, yaitu
86,06%, sedangkan teknologi petani 58,39%. Hasil tertinggi diperoleh pada teknologi
PTT 5.216 kg/ha sedangkan teknologi petani 2.170 kg/ha. Tingginya hasil teknologi
PTT didukung oleh komponen hasil yang relatif lebih baik dari teknologi petani.
Hasil teknologi PTT lebih tinggi dari hasil pengujian adaptasi beberapa varietas
dan galur harapan padi gogo pada tahun 2011 pada kawasan yang sama, varietas
Limboto memberikan hasil 2.850 kg/ha (Edi et al, 2011), terdapat selisih 2.366 kg/ha
atau terjadi peningkatan 83,02% dan lebih tinggi dari laporan BPS (2013) dimana ratarata produksi padi gogo di Provinsi Jambi 3.020 kg/ha, terdapat selisih dibandingkan
dengan teknologi PTT 2.196 kg/ha atau terjadi peningkatan hasil 72,71%. Terjadi
peningkatan hasil ini diduga teknologi PTT memberikan input yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman, seperti teknologi jajar legowo 4:1, pemupukan berimbang
menggunakan PUTK dan BWD. Terjadinya perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman
dari kedua paket teknologi yang diuji disebabkan teknologi yang diintroduksikan antara
dua teknologi ini berbeda, seperti varietas, sistem tanam, jarak tanam dan pemupukan.
Analisis Usahatani
Hasil analisis usahatani teknologi PTT dan teknologi petani disajikan pada Tabel
3. Pengeluaran terbesar diperoleh pada teknologi PTT Rp. 6.470.200,- terdiri dari
pengeluaran untuk sarana produksi berupa beli bibit padi gogo, pupuk dan pestisida Rp.
1.547.500,- atau 23,92% dari jumlah pengeluaran. Tenaga kerja terdiri dari biaya
persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman seperti pemupukan, penyiangan
dan pengendalian hama serta penyakit dan biaya panen serta prosesing hasil Rp.
4.334.500,- atau 66,99%. Pada teknologi petani jumlah pengeluaran Rp. 4.565.000,terdiri dari sarana produksi Rp. 690.000,- atau 15,12% dan tenaga kerja Rp. 3.460.000,atau 75,79% dari jumlah pengeluaran.
Terjadinya perbedaan jumlah pengeluaran dari dua teknologi yang diuji,
disebabkan berbedanya jenis dan jumlah sarana produksi yang diberikan seperti bibit,
pupuk dan pestisida. Hal ini berpengaruh terhadap curahan tenaga kerja, terutama pada
teknologi PTT. Sistem tanam jajar legowo dan pemupukan berimbang, memberikan
curahan tenaga kerja yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan teknologi petani.
Dari hasil analisis usahatani diperoleh keuntungan tertinggi pada teknologi PTT,
yaitu Rp. 9.177.800,- sedangkan teknologi petani Rp. 1.945.000,- terdapat selisih Rp.
7.232.800,- atau terjadi peningkatan 78,81%. Teknologi PTT memberikan B/C ratio
1,42 dan R/C ratio 2,42 sedangkan teknologi petani B/C ratio 0,43 dan R/C ratio 1,43.
Pada teknologi PTT nilai ini menunjukkan bahwa penerimaan kotor 1,42 kali lipat biaya
yang dikeluarkan atau pendapatan bersih yang diterima 2,42 kali lipat dari biaya yang
dikeluarkan. Angka R/C ratio 2,42 berarti bahwa setiap Rp. 100,- yang diinvestasikan
petani dalam berusahatani padi gogo diperoleh penerimaan sebesar Rp. 242,- atau angka
B/C ratio 1,42 berarti bahwa setiap Rp. 100,- yang diinvestasikan akan diperoleh
keuntungan bersih Rp. 142,-.

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

Tabel 3. Analisis Usahatani (Rp./ha) Teknologi PTT dan Teknologi Petani Padi Gogo.
No.
1.

2.
3.
4.
5.

Uraian
Pengeluaran
Sarana produksi
Tenaga kerja
Pajak dll.
Jumlah
Penerimaan
Harga jual GKG Rp. 3.000,-/kg
Keuntungan
B/C ratio
R/C ratio
Titik Impas Produksi (kg/ha)
Titik Impas Harga (Rp./kg)

Teknologi PTT

Teknologi Petani

1.547.500,4.334.500,588.200,6.470.200,-

690.000,3.460.000,415.000,4.565.000,-

15.648.000,9.177.800,1,42
2,42
2.156,73
1.240,45

6.510.000,1.945.000,0,43
1,43
1.521,67
2.103,69

Dengan mempelajari antara biaya produksi dan penerimaan dapat diketahui


tingkat keuntungan atau kelayakan usahatani padi gogo. Salah satu cara untuk
mengetahui variabel tersebut adalah dengan melakukan analisis Titik Impas Produksi
(TIP) dan Titik Impas Harga (TIH). Dengan cara ini diketahui pada tingkat produksi
harga minimal berapa usahatani padi gogo menguntungkan. TIP yang diperoleh
teknologi PTT adalah 2.156,73 kg/ha artinya bahwa usaha tani padi gogo di lokasi
kegiatan tidak akan mengalami kerugian kalau penurunan produksi tidak mencapai
2.156,73 kg/ha. Sedangkan nilai TIP untuk teknologi petani 1.521,67 kg/ha, hal ini
mengindikasikan bahwa usaha tani padi gogo dengan teknologi petani 1.521,67 kg/ha
tidak akan mengalami kerugian kalau penurunan produksi tidak mencapai 1.521,67
kg/ha.
Nilai TIH dari usaha tani padi gogo teknologi PTT adalah Rp 1.448,24/kg,
menunjukkan bahwa usahatani ini tidak akan mengalami kerugian kalau penurunan
harga tidak melebihi Rp 1.448,24/kg. Sedangkan nilai TIH usaha tani untuk teknologi
petani Rp. 2.103,69/kg, usaha tani ini tidak akan mengalami kerugian kalau penurunan
harga tidak melebihi Rp. 2.103,69/kg.
Indikator kelayakan teknologi mencakup tiga aspek yaitu; secara teknis mudah
diterapkan, secara sosial dapat diterima dan secara ekonomi menguntungkan (Swastika,
2004). Edi dan Gusfarina (2013), mengemukakan bahwa bermacam upaya dapat
dilakukan guna mendatangkan keuntungan usahatani padi gogo, diantaranya adalah
dengan menerapkan teknologi PTT padi gogo spesifik lokasi daerah aliran sungai yang
memberikan keuntungan usahatani lebih baik dari teknologi petani.
Hasil padi gogo dengan teknologi petani masih rendah bila dibandingkan dengan
potensi hasil yang seharusnya. Rendahnya hasil tersebut karena berbagai faktor
diantaranya lemahnya pengetahuan petani dalam budidaya tanaman padi gogo. Hasil ini

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

masih dapat ditingkatkan dengan menggunakann teknologi PTT padi gogo spesifik
lokasi daerah aliran sungai, yaitu : (1) penggunaan bibit unggul bersertifikat, (2)
pengelolaan lahan yang tepat tanpa olah tanah (TOT), (3) sistem tanam jajar legowo 4 :
1 (4) pemupukan berimbang berdasarkan PUTK dan BWD, (5) pengendalian hama dan
penyakit berdasarkan prinsip PHT dan (6) penanganan panen dan pasca panen.
KESIMPULAN
1. Teknologi PTT memberikan hasil 5.216 kg/ha GKG dan teknologi petani 2.170
kg/ha GKG, terdapat selisih 3.046 kg/ha atau terjadi peningkatan produksi 58.40%.
Tingginya hasil teknologi PTT didukung oleh pertumbuhan dan komponen hasil
yang relatif lebih baik dari teknologi petani.
2. Hasil analisis usahatani teknologi PTT B/C ratio 1,42 dan R/C ratio 2,42 dan
teknologi petani B/C ratio 0,43 dan R/C ratio 1,43. TIP teknologi PTT 2.156,73
kg/ha dan teknologi petani 1.521,67 kg/ha. TIH teknologi PTT Rp. 1.240,45/kg dan
teknologi petani Rp. 2.103,69/kg.
3. Keuntungan yang diperoleh pada teknologi PTT Rp. 9.177.800,- dan teknologi petani
Rp. 1.945.000,- terdapat selisih Rp. 7.232.800,- atau terjadi peningkatan sebesar
78.81%.
DAFTAR PUSTAKA
Amril B, A. Aziz dan Nasrun D., 1993. Teknologi pengendalian penyakit blas pada padi
gogo dilahan kering masam. Buku 2 Kinerja Penelitian Tanaman Pangan.
Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III Jakarta/Bogor 23-25
Agustus 1993. Hal 593-601.
Badan Pusat Statistik, 2013. Provinsi Jambi dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Provinsi Jambi Kerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi
Jambi.
BPSDM. 2008. Pedoman umum sekolah lapangan PTT padi. Deptan. Jakarta.
Edi S., Kamalia Muliyanti, Rima Purnamayani dan Suharyon. 2011. Penampilan
varietas dan galur harapan padi gogo pada daerah aliran sungai Batang Asai
Sarolangun Jambi. Prosiding Seminar Nasional BBP2TP Badan Litbang Pertanian
Kementerian Pertanian, Medan 2011.
Edi S., 2013. Kergaman varietas dan galur harapan padi gogo pada daerah aliran sungai
batang Asai Sarolangun Jambi. Jurnal Bioplantae. Fakultas Pertanian Universitas
Jambi Vo. 2 No. 3 Juli-September 2013. Hal 113-121.
Edi, S. dan Defira Suci Gusfarina, 2013. Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu dan
Paket Petani Padi Gogo pada Lahan Kering di Provinsi Jambi. Jurnal Bioplantae.

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN: 979-587-580-9

Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Vol 2 No. 4 Oktober-Desember 2013. Hal


161-168.
Fitria, Eka dan Ali, M.Nasir. 2014. Kelayakan Usahatani Padi Gogo dengan Pola
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Widyariset. 17 (3): 425434
Kustianto, B., E. Lubis, dan M. Amir. 2001. Pewarisan ketahanan terhadap blas dun (P.
Oryzae) isolat 26 pada beberapa varietas padi. Risalah Kongres Nasional XII dan
Seminar Ilmiah. Perhimpunan Phytopatologi Indonesia. Yogyakarta, 6-8
September 1993. P. 132-139.
Malian, A.H., 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakaan Finansial Teknologi
pada Skala Pengkajian, Makalah Pelatihan Analisis Finansial dan Ekonomi bagi
Pengembangan Sistem Usahatani Agribisnis Wilayah Bogor. 29 November 9
November 2004.
Rusdi M; Amran Muiz, Abdi Negara dan Ruslan Boi. 2009. Profil Dan Analisis
Ekonomi Usha Tani Padi Gogo di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah.
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Inovasi Tekhnologi Pertanian yang
Berkelanjutan Mendukung Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri di
Pedesaan. Palu, 10-11 November 2009.
Swastika, D.K.S., 2004.Beberapa Teknis Analisis dalam Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian.Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian.Vol.7, No 1.Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Rahmanto, B. dan M.O.Adnyana, 1997.Potensi SUTPA dalam meningkatkan
kemampuan daya saing komoditas pangan di Jawa Tengah. Makalah pada
Seminar Nasional Dinamika Ekonomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing
Sektor Pertanian di Bogor, 5-6 Agustus 1997.

Você também pode gostar