Você está na página 1de 15

ANALISIS EPIDEMIOLOGI

ANALISIS DATA PENELITIAN SURVEI KERACUNAN


PESTISIDA KECAMATAN X

Disusun oleh :
Novi Astriana

25010113120

Tuti Yuniatun

25010113120

Devita Melinda Nugraheni

25010113120120

Elfa Yesi Giovani

25010110120133

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

No

Nama

Seks

Umur
(Thn)

Pendidi
kan

Lama Mjd
petani
Penyempr
ot (Thn)

Lama
menyem
prot
(jam)

Frek.
Menye
mp rot
per
minggu

APD

TB
(cm)

BB
(kg)

Statu
s
Kera
cu
nan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Ani
Joko
Budi
Sinta
Trimah
Ronaldo
Messi
Lorenzo
Suwarno
Idion
Wahyono
Imam
Widi
Suprapto
Slamet
Surono
Wahyudi
Sofyan
Slamet
Parwono
Suroso
Mughotim
Setyadi
Fanudin
Qhosiah
Nur
Hidayanti
Rojanah
Matghoyim
Umayah
Mohamad
Abduh
Riyadi
Akhorodin
Madtauhid
Madhisan
Hadisusanto
M. Ridho
Lipen
M.Amin
Hermudin
Akhwanudin
Tukhalim

2
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

32
40
32
44
26
42
35
63
47
36
32
26
19
55
19

2
2
3
2
3
2
3
2
2
3
4
3
2
2
3

10
25
15
25
10
20
15
30
20
20
10
5
3
25
1

1.5
2
1
0.5
2
1
1
2
3
2
2
2
1
1
2

1
1
1
2
2
1
1
1
1
2
2
1
2
3
2

1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1

154
155
157
156
160
157
156
165
167
170
168
165
164
163
166

45
47
51
50
48
53
45
56
57
56
55
55
60
61
57

2
2
2
2
1
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
2
2

28
30
21
33
36
44
44
36
41
29

4
4
3
4
4
3
2
4
3
3

2
5
2
10
10
20
20
15
15
5

2
1
2
2
1
2
1
1
1
1

3
2
2
2
1
2
1
2
2
1

1
2
2
1
1
1
1
1
1
1

165
164
168
170
160
165
165
164
157
155

58
55
49
65
61
61
56
63
67
52

1
1
1
1
2
1
2
2
2
1

2
1
2
1

34
33
40
21

3
4
2
3

10
10
15
5

1
1
1
2

3
2
2
1

1
1
1
1

158
169
158
168

54
60
47
52

2
1
2
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

40
40
24
32
27
24
29
32
35
36
27

3
3
4
2
3
3
3
3
4
4
2

15
15
5
5
5
4
5
5
5
15
5

2
3
1
2
1
2
2
1
2
2
2

2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2

1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1

167
167
165
168
171
165
165
167
167
168
168

60
61
57
55
61
60
59
50
54
60
52

2
1
2
2
2
2
1
2
1
1
1

Survei penelitian mengenai keracunan pestisida di Kecamatan X menghasilkan data


seperti berikut :
Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis menggunakan uji Chi square dengan
tujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara variable bebas dan variable terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, lama
menjadi petani penyemprot, lama menyemprot, frekuensi lama menyemprot per
minggu, penggunaan alat pelindung diri dan indeks masa tubuh. Variable bebas ini
akan diuji hubungan dengan variable terikat yaitu kejadian keracunan pada petani
penyemprot.
Berikut ini merupakan hasil uji hunugan antara variable bebas dan variable terikat
:
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Keracunan
Jenis Kelamin
Laki-laki
19
Perempuan
2
Jumlah
21
p value = 0,226

Status Keracunan
Ya
Tidak
90,5%
9,5%
100%

14
5
19

Jumla

73,7%
26,3%
100%

h
33
7
40

Pembahasan:
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Chi square didapatkan p value
(0,226) > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan keracunan pestisida pada petani di kecamatan X. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rapael Ginting yang
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keracunan
pestisida. Dengan p value sebesar 0,417. Maka p value lebih besar dari 0,05
(0,417>0,05) sehingga Ha di tolak yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara jenis kelamin dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot Jeruk Di
Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo Tahun 2010. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang signifikan antara jenis kelamin dengan
keracunan pada penelitian yang dilakukan oleh Rapael Ginting.
Pendistribusian pekerjaan menyemprot pestisida ini sudah cukup baik
berdasarkan kerentanan keterpajanan menurut jenis kelamin. Dikarenakan efek

reproduksi lebih rentan dialami perempuan dibandingkan laki-laki, namun perlu


diwaspadai kebiasaan merokok sambil menyemprot pestisida yang lebih cenderung
dilakukan petani laki-laki lambat laun dapat meningkatkan risiko terjadinya
keracunan dan penyakit. Hal ini berarti bahwa kejadian keracunan pada petani
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin tetapi banyak disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal seperti pengetahuan yang rendah yang menjadikan para petani dalam
memperlakukan dan menangani pestisida kurang hati-hati sehingga beresiko
terhadap keracunan.

2. Hubungan Umur dengan Status Keracunan


Umur
(Tahun)
< 20
20-29
30-39
40-49
50-59
>60
Jumlah
p value = 0,494

Status Keracunan
Ya
Tidak
1
7
8
3
1
1
21

4,8%
33,3%
38,1%
14,3%
4,8%
4,8%
100%

1
4
7
7
0
0
19

5,3%
21,1%
36,8
36,8
0
0
100%

Jumla
h
2
11
15
10
1
1
40

Pembahasan :
Umur merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
keracunan pestisida organofosfat disamping jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan,
pengalaman ketrampilan, pemakaian Alat Pelindung Diri, status gizi dan praktek
penanganan pestisida. (Achmadi, 2005). Hal tersebut dikarenakan semakin tua usia
petani akan cenderung mendapatkan pemaparan yang lebih tinggi sehingga terjadi
penurunan fungsi organ tubuh termasuk enzim-enzim, terutama enzim cholinesterase.
(Manuaba, 2008).
Berdasarkan hasil uji Chi square, maka didapatkan p value <0,05 sehingga
dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian keracunan

pestisida pada petani penyemprot

di Kecamatan X. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mirzadevi tahun 2007 yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian keracunan pestisida pada
petani penyemprot hama di Desa Pedeslohor Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.
Hal ini bisa dijelaskan bahwa ada kemungkinan petani yang berumur lebih tua justru
lebih patuh dalam penggunaan APD atau mereka cenderung mengurangi frekuensi
dan lama penyemprotannya karena keterbatasan tenaga sehingga tidak terkena
keracunan pestisida.

3. Hubungan Pendidikan dengan Status Keracunan


Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SLTP
SLTA
PT
Jumlah
p value = 0,216

Ya
0
4
10
7
0
21

Status Keracunan
Tidak
0
19,0%
47,6%
33,3%
0
100%

0
8
8
3
0
19

0
42,1%
42,1%
15,8%
0
100%

Jumla
h
0
12
18
10
0
40

Pembahasan:
Berdasarkan hasil uji Chi-square, maka didapatkan p value <0,05 sehingga
dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian
keracunan pestisida pada petani penyemprot di Kecamatan X. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zuraida tahun 2008 yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
keracunan pestisida pada petani di Desa Srimahi Tambun Utara Bekasi serta pada
penilitian Handojo tahun 2000 yang juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara pendidikan dengan status keracunan pestisida petani penyemprot holtikultura
di Desa Koogokan Kecamatan Gatak Kabuupaten Sukoharjo tahun 2000.

Menurut penelitian Siti Aisyah Kurniasih tahun 2013 dijelaskan bahwa petani
pada umumnya baik yang berpendidikan tinggi maupun rendah menggunakan
pestisida sesuai kebiasaan di masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan yaitu melatih
petani berpendidikan tinggi sebagai contoh yang baik dalam penggunaan pestisida
agar dapat mengikuti petunjuk pemakaian pestisida.

4. Hubungan Lama Menjadi Petani Penyemprot dengan Status Keracunan


LamaMjd
Petanisemprot
< 5 tahun
5 tahun
Jumlah
p value = 0,597

Status Keracunan
Ya
Tidak
8
13
21

38,1%
61,9%
100%

7
12
19

37,5%
62,5%
100%

Jumla
h
15
25
40

Pembahasan
Lama menjadi petani penyemprot adalah lama waktu sejak responden aktif
sebagai petani penyemprot hingga saat penelitian dilakukan, dalam satuan tahun.
Responden dikategorikan lama jika telah menjadi petani selama lebih dari 5 tahun
karena pada kurun waktu tersebut , toksisitas kronis biasanya telah terjadi. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa masa kerja sebagai petani merupakan faktor risiko
terjadinya keracunan akibat pestisida pada petani. Tetapi pada penelitian ini hasil
analisis statistik bivariat menggunakan uji Chi-square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara lama menjadi petani penyemprot dengan kejadian keracunan pada
petani (p-Value= 0,597)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bekti Astuti
yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan keracunan
pestisida. Dengan p value sebesar 0,146. Maka p value lebih besar dari 0,05
(0,146>0,05) sehingga Ha di tolak yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara masa kerja dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot hama di Desa
Bumen Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang Tahun 2002. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang signifikan antara masa kerja dengan
keracunan pada penelitian yang dilakukan oleh Bekti Astuti.
Lama kerja sebagai petani penyemprot tidak berpengaruh terhadap kejadian
keracunan karena penggunaan pestisida dalam waktu yang singkat telah dapat
menimbulkan keracunan pada petani. Gejala keracunan kronik organofosfat timbul
akibat penghambatan kolinesterase dan akan menetap selama 2 6 minggu,

menyerupai keracunan akut ringan. Tetapi bila terpapar lagi dalam jumlah kecil dapat
timbul gejala yang berat. Untuk golongan karbamat, ikatan kolinesterase akan bersifat
sementara dan akan terlepas kembali dalam beberapa jam (reversibel), sehingga tidak
akan timbul keracunan kronik.
Hal ini berarti bahwa kejadian keracunan pada petani tidak dipengaruhi oleh
masa kerja sebagai petani tetapi dipengaruhi oleh intensitas paparan yang terjadi serta
rentang waktu penggunaan pestisida. Jika petani berhenti menggunakan pestisida
dalam waktu yang lama, maka keracunan akibat pestisida akan hilang dengan
sendirinya, karena ikatan pestisida di dalam darah akan terlepas kembali.

5. Hubungan Lama Menyemprot dengan Status Keracunan


Lama
Menyemprot
0,5
1
1,5
2
3
Jumlah
p value = 0,026

Status Keracunan
Ya
Tidak
0
5
0
14
2
21

0
23,8%
0
66,7%
9,5%
100%

1
12
1
5
0
19

5,3%
63,2%
5,3%
26,3%
0
100%

Jumla
h
1
17
1
19
2
40

Pembahasan:
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Chi square didapat kan p value <
0,05. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara lama menyemprot dengan
keracunan pestisida pada petani di kecamatan X. Hasil dari penelitian ini sejalan
dengan tori yang dikemukakan oleh Sartono (2002) yang menyatakan bahwa lama
penyemprotan yang tinggi maka akan meningkatkan risiko keracunan yang akan
dialami oleh petani. Hal ini dikarenakan semakin lama petani melakukan kegiatan
menyemprot pestisida maka semakin lama juga petani tersebut terpapar pestisida.
Paparan pestisida dapat masuk ke tubuh melalui saluran pernafasan maupun kulit.

Menurut Lubis (2007) dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh


lebih dari 3 jam, bila melebihi maka risiko keracunana akan semakin besar.
Sedangkan pada penelitian ini rata-rata lama penyemprotan sebesar 2 jam dan
sebagian besar petani tidak mengalami keracunan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara lama menyemprot pestisida dengan keracunan pada
petani.

6. Hubungan Frekuensi Menyemprot per minggu dengan status keracunan


F.menyemprot
minggu
1
2
3
Jumlah
p value = 0,496

Status Keracunan
Ya
Tidak
5
13
3
21

23,8%
61,9%
14,3%
100%

7
11
1
19

36,8%
57,9%
5,3%
100%

Jumla
h
12
24
4
40

Pembahasan:
Frekuensi penyemprotan menyatakan seberapa sering petani melakukan
penyemprotan dalam satu minggu. Semakin sering petani melakukan penyemprotan
dengan menggunakan pestisida, maka akan semakin besar pula kemungkinan untuk
terjadinya keracunan. Menurut penelitian Teguh Budi Prijanto (2009), semakin sering
petani melakukan penyemprotan, maka semakan tinggi pula risiko keracunannya.
Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Menurut Budiyono
(2015), batas ideal penyemprotan adalah 3 kali per minggu.
Berdasarkan hasil uji Chi-square, maka didapatkan p value <0,05 sehingga
dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi menyemprot per minggu
dengan kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot di Kecamatan X. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Budiyono tahun

2015 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi menyemprot per
minggu dengan kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot melon di
Ngawi. Hal ini bisa dijelaskan karena masih ada 36 orang (90%) dari 40 orang yang
menyemprot dalam batas ideal yaitu < 3 kali seminggu, maka semakin sering dan
lama untuk menyemprot akan mempengaruhi tingkat keracunan yang tinggi, jika
dilihat dari data maka frekuensi menyemprot masih dalam batas normal.
Seperti menurut Afriyanto (2009), pemaparan pestisida pada tubuh manusia
dengan frekuensi yang sering dan dengan interval waktu yang pendek menyebabkan
residu pestisida dalam tubuh manusia menjadi lebih tinggi, secara tidak langsung
kegiatan petani yang mengurangi frekuensi menyemprot dapat mengurangi
terpaparnya petani tersebut oleh pestisida.

7. Hubungan Pemakaian APD dengan Status Keracunan


Status Keracunan
Ya
Tidak

APD
Tidak Lengkap
Lengkap
Jumlah
p value = 0,398

19
2
21

90,5%
9,5%
100%

15
4
19

78,9%
21,1%
100%

Jumla
h
34
6
40

Pembahasan:
Pada saat kegiatan penyemprotan, petani dianjurkan untuk mengenakan alat
pelindung diri. Hal ini bertujuan untuk menghindari paparan pestisida secara
langsung mengani tubuh petani. APD merupakan seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari adanya
kemungkinan potensi bahaya atau kecelakaan kerja . Alat pelindung diri sangat
bermanfaat bagi orang yang bekerja dengan pestisida dengan tujuan untuk
mengurangi terjadinya paparan langsung antara tubuh dengan pestisida.
Berdasarkan hasil uji Chi-square, maka didapatkan p value > 0,05 sehingga
dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan alat pelindung diri
dengan kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot di Kecamatan X. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan tahun
2008 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan alat pelindung
diri dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot hama di Desa Ngrapah
Kcamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.
Teori yang dikemukakan oleh Sartono 2002 menyebutkan bahwa keracunan
pestisida dapat terjadi karena masuknya pestisida secara berlebih atau karena
mengabaikan prosedur keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja serta peralatan
kerja yang memadai . Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
penelitian ini penggunaan APD tidak berhubungan dengan keracunan pestisida karena

dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain standar penggunaan APD, kondisi
APD yang dikenakan, serta frekuensi penggunaan APD.
8. Hubungan Status Gizi dengan Status Keracunan
Status Keracunan
Ya
Tidak

Status gizi
Kurus
Normal
Over weight
Jumlah
P value = 0,258

4
17
0
21

19,0%
81,0%
0
100%

1
17
1
19

5,3%
89,5%
5,3%
100%

Jumla
h
5
34
1
40

Pembahasan:
Berdasarkan hasil uji Chi-square, maka didapatkan p value <0,05 sehingga
dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian
keracunan pestisida pada petani penyemprot di Kecamatan X. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penenlitian yang dilakukan Teguh pada tahun 2009 bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi dengan keracunan organofosfat pada keluarga petani di
Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar responden mempunyai status gizi
baik atau normal, sehingga responden cenderung mempunyai daya tahan tubuh yang
baik dan tidak mudah terkena anemia akibat paparan pestisida. Status gizi
mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin, artinya semakin buruk
status gizi seseorang maka semakin rendah kadar Haemoglobinenya. Buruknya
keadaan gizi seseorang juga akan berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan
meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi yang buruk menyebabkan
protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas sehingga mengganggu pembentukan
enzim kolinesterase.
Daftar Pustaka

Achmadi, Umar Fahmi. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: PT.
Kompas Media Nuswantoro.
Afriyanto dkk. 2009. Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Desa
Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Kesling, 8 (1): 10-14.
Budiyono, Nurjazuli, dan Heru Prastowo. 2015. Hubungan Faktor Pemaparan
Pestisida dengan Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Melon di
Ngawi.
Jurnal
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia
dalam
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=4700&val=431.
Diakses pada tanggal 12 April 2016.
Handojo, D. 2000. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida
Petani Penyemprot Holtikultura di Desa Koogokan Kecamatan Gatak
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2000. Tesis Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro
Kurniasih, Siti Aisyah, Onny Setiani, Sri Achadi Nugraheni. 2013. Faktor-faktor
Yang Terkait Paparan Pestisida dan Hubungannya Dengan Kejadian
Anemia Pada Petani Holtikuultura di Desa Gombong Kecamatan Belik
Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
wolume 12 Nomor 2 Tahun 2013.
Lubis, Halinda Sari. 2005. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Pestisida Golongan
Organofosfat pada Tenaga Kerja. Sumatera Utara : FKM USU.
Manuaba, I. B. Putra. 2008. Cemaran Pestisida FOSFAT-ORGANIK di Air Danau
Buyan Buleleng Bali. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran.
Runia, Yodenca Asti. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan
Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia Pada Petani
Hortikultura Di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Magister Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP.
Rustia, Hana Nika dkk. 2010. Lama Pajanan Organofosfat terhadap Penurunan
Aktivitas Enzim Kolinesterase dalam Darah Petani Sayuran. Jakarta: FKM
UI.
Sartono. 2002. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika
Teguh Budi Prijanto. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat
pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten
Magelang. Tesis : Universitas Diponegoro Semarang.

Zakaria, Mirzadevi. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keracunan


Pestisida pada Petani Penyemprot Hama di Desa Pedeslohor Kecamatan
Adiwerna Kabupaten Tegal. Semarang : Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Zuraida. 2011. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada
Petani Di Desa Srimahi Tambun Utara Bekasi Tahun 2011. Skripsi Program
Sarjana Universitas Indonesia.

Você também pode gostar