Você está na página 1de 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep CSA pertama kali dikembangakan pada tahun 1987 oleh departemen
internal audit sebuah perusahaan minyak di Kanada Gulf Canada Resources Ltd.
Penerapannya pada waktu itu dalam bentuk suatu pertemuan yang dihadiri para
karyawan dan manager perusahaan yang difasilitasi oleh staf senior internal
auditor untuk membahas fokus masalah yang menghambat pencapaian tujuan atau
risiko di masing-masing departeman serta rencana tindakan yang perlu dilakukan
untuk mangatasinya. Proses CSA ini terus dikembangkan dan dirasakan
manfaatnya karena dapat mengungkapkan masalah-masalah yang luas yang
mencakup dalam konsep pengendalian risiko. Konsep CSA menurut Sawyer
digambarkan sebagai berikut : Konsep CSA tersebut dapat diartikan bahwa sebuah
proses dimana karyawan dan manajemen di tingkat lokal dan eksekutif terus
menerus

menjaga

kesadaran

semua

faktor

material

yang

cenderung

mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, sehingga memungkinkan mereka


membuat penyesuaian-penyesuaian yang tepat untuk meningkatkan indepensi,
objektivitas dan kualitas dalam proses tersebut, serta tata kelola yang efektif,
maka diharapkan auditor internal terlibat dalam proses tersebut dan bahwa mereka
secara independen melaporkan hasil-hasilnya ke manajemen senior dan dewan
komisaris.
1.2 Rumusan Masalah
Penerapan tekhnik Control Self-Assessment (CSA) perlunya penerapan pada
karyawan dan menganalisis pengaruh langsung yang terjadi setelah penerapan
Bencmarking pada pada perusahaan.
1.3 Tujuan Penulisan
Maksud dari penulisan ini adalah memperoleh pengetahuan tentang Pengendalian
diri serta benchmarking pada internal audit.

BAB II

LANDASAN TEORI
1.1 Control Self Assessment (CSA)
CSA merupakan proses yang dilakukan secara rutin (tahunan) dengan
partisipasi karyawan pada berbagai level untuk menilai efektivitas organisasi
dalam mencapai tujuan. Dalam Information System dan Control Journal yang
diterbitkan oleh Information System Audit and Control Association (ISACA)
disampaikan bahwa CSA merupakan salah satu mekanisme Internal Control untuk
menguji efektifitas Internal Control. Selain itu, CSA juga bertujuan agar karyawan
memiliki kesadaran akan risiko pada bisnis yang dijalankan serta secara rutin dan
proaktifmengevaluasiInternalControl.
Berdasarkan tiga definisi tersebut dapat diartikan bahwa CSA merupakan
mekanisme yang dilakukan terus menerus untuk mengevaluasi kehandalan sistem
Internal Control dan efektivitas pencapaian tujuan organisasi, yang melibatkan
karyawan dan manajemen organisasi, serta difasilitasi oleh audit intern sebagai
pihakindependen.
Ada beberapa metode CSA yang biasa digunakan. Menurut IIA ada tiga
macammetodeCSAyaitu:
Facilitated team workshop, workshop CSA yang melibatkan tim yang mewakili
tingkatan dan disiplin ilmu yang berbeda dalam unit bisnis, proses workshop
melibatkan fasilitator, dalam hal ini auditor bersama manager dan pagawai
sebagai pelaksana proses bisnis untuk mengevaluasi Internal Control danrisiko.
Surveys, CSA dengan menyebarkan kusioner kepada partisipan CSA untuk
mengetahui dan mengidentifikasi kelemahan pengendalian dan risiko, serta
mengembangkan cara-cara untuk mengelola dan miminimalkan risiko yang ada.
Management produce analysis self assurance, pendekatan manajemen unuk
mendapatkan informasi dan analisa bussines process, risk management, activity
and control procedure, Analisa diarahkan oleh manajemen dan ditetapkan oleh tim
untuk melakukan workshop dan survey, hasil analisa manajemen dikombinasikan
dengan hasil workshop CSA dan hasil survey untuk mengingkatkan pengendalian.
2

Dalam Information System dan Control Journal yang diterbitkan oleh Information
System Audit and Control Association (ISACA) disampaikan bahwa beberapa
organisasi telah mengembangkan model CSA untuk proses-proses yang
berhubungan

dengan

IT,

tiga

diantaranya

adalah

sebagai

berikut:

1. NIST Model, The US National Institute of Standards and Technology


(NIST) mengembangkan kuesioner CSA pada bulan September 2001.
Kuesioner tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan CSA untuk
beberapaperusahaan.
2. CobiT Mode, dikembangkan oleh IT Governance Institute. Standar ini
dapat digunakan untuk mengimplementasikan Internal Control yang
berbasis CSA. Pada dasarnya CobiT adalah sebuah Control Framework
dan tidak menyediakan panduan dalam mengembangkan metode CSA
secara langsung, namun CobiT Management Guidelines menyediakan
mekanisme penilaian berdasarkan pada model kematangan (Maturity
Model) yang dapat digunakan dalammengembangkandanmemantauCSA.
3. Business Process Model, setiap proses bisnis mempunyai risiko kegagalan.
Model CSA ini didasarkan pada identifikasi risiko dari masing-masing
proses dan pengendalian terhadap risiko tersebut.
2.2 Benchmarking
Benchmarking adalah sebuah proses untuk melakukan analisis terhadap
kegiatan operasional internal untuk mengidentifikasi area yang membutuhkan
perubahan positif dalam program perbaikan berkelanjutan dengan tujuan
memperbaiki area yang diidentifikasi tersebut sehingga dapat menjadi yang
terbaik. Dengan demikian, proses benchmarking dimulai dari analisis kegiatan
operasional yang ada, identifikasi area untuk perbaikan positif dan pembentukan
standar kinerja untuk mengukur kegiatan (Reider, 1999) Hal utama yang harus
diperhatikan untuk mencapai tujuan benchmarking adalah pemangku kepentingan
(stakeholder) yaitu setiap orang yang memiliki kepentingan terhadap kegiatan
operasional yang sedang berlangsung, setiap orang yang merasakan dampak dari
hasil kerja auditor dan setiap orang yang bergantung pada perusahaan baik dari
pihak internal maupun eksternal yang menetapkan kinerja yang diharapkan dari
3

auditor dan merupakan penilai kualitas dari hasil kerja auditor. Hasil
benchmarking memberikan pimpinan, manajemen dan karyawan data yang
dibutuhkan untuk alokasi sumber daya yang efektif dan untuk fokus strategi.
Proses benchmarking juga memberikan ukuran yang objektif untuk menentukan
suksesnya tujuan, sasaran, dan rencana detil internal perusahaan maupun ukuran
kinerja eksternal dan kompetitif. Ada 2 (dua) jenis benchmarking yaitu:

1. Internal Benchmarking
Yang dimaksud dengan internal benchmarking adalah analisis praktek
yang ada dalam berbagai kegiatan operasional perusahaan untuk
melakukan identifikasi atas kegiatan, driver (pemicu suatu kegiatan dalam
rangkaian kegiatan tertentu) dan kinerja yang terbaik yang ada dalam
perusahaan. Dalam melakukan studi benchmarking internal sebagai bagian
dari kegiatan audit internal, beberapa dasar yang dapat digunakan sebagai
perbandingan dengan praktek saat ini adalah sebagai berikut:
Perbandingan antara individu yang melakukan fungsi yang sama
dalam satu unit kerja.
Analisis perbandingan antara unit kerja yang berbeda dalam

perusahaan yang melakukan fungsi yang serupa.


Perbandingan dengan standar industri.
Perbandingan dengan standar benchmark

yang

sudah

dipublikasikan.
Perbandingan untuk menguji kewajaran.
2. Eksternal Benchmarking
Yang dimaksud dengan eksternal benchmarking adalah benchmarking
antara kegiatan operasional perusahaan dengan perusahaan lain, yang
secara khusus ditujukan untuk mengembangkan rekomendasi audit. Ada
beberapa macam eksternal benchmarking yaitu:
Benchmarking kompetitif yang ditujukan untuk melakukan
identifikasi bagaimana saingan langsung perusahaan melakukan

kegiatan operasionalnya.
Benchmarking industri

yang

ditujukan

untuk

melakukan

identifikasi kecenderungan, inovasi dan ide-ide baru yang ada

dalam industri untuk mendukung penciptaan kinerja yang lebih

baik.
Best in class benchmarking dengan mempelajari praktek baru dan
inovatif dari industri-industri lain. Benchmarking ini mendukung
perbaikan berkelanjutan, peningkatan level kinerja dan pergerakan
menuju praktek terbaik dan dapat mengidentifikasi peluang untuk
perbaikan yang positif.

BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengertian dari COSO, yang dimaksud dengan CSA adalah
sebuah proses dimana tim karyawan dan manajemen, di tingkat lokal dan
eksekutif, terus menerus menjaga kesadaran semua faktor material yang

cenderung mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, sehingga memungkinkan


mereka membuat penyesuaian-penyesuaian yang tepat. Untuk meningkatkan
independensi, objektivitas, dan kualitas dalam proses tersebut, serta tata kelola
yang efektif, maka diharapkan auditor internal terlibat dalam proses tersebut dan
bahwa mereka secara independen melaporkan hasil-hasilnya ke manajemen senior
dan dewan komisaris.
Alat dan Teknik yang Digunakan
Ada lima komponen kunci untuk rapat kerja yang sukses. Pertama, fasilitator akan
melakukan wawancara dengan manajemen dan partisipan lainnya sebelum
pertemuan dimulai. Kedua, tim yang menghadiri rapat kerja tersebut
membutuhkan waktu untuk berpikir dan menggali ide-ide yang muncul.
Komponen ketiga bisa muncul bila peserta puas karena masalah mereka telah
diidentifikasi dan dibahas. Komponen keempat adalah mengembalikan dengan
segera ringkasan pembahasan dan pengumpulan suara, jika ada, ke peserta.
Komponen kelima dan terakhir yang menentukan kesuksesan adalah tindakan.
Independensi, Objektivitas, dan Etika Fasilitator
Meskipun CSA umumnya menyebabkan hubungan auditor/fasilitator dengan klien
menjadi lebih dekat, tetapi sangat penting untuk tetap menjaga independensi dan
objektivitas. Fasilitator juga harus menjaga etika mereka sendiri dalam 2 hal
penting. Pertama penting mengakui bahwa CSA bergantung pada keterbukaan
partisipan dan kejujuran mereka sendiri mengenai individu-individu. Aspek yang
kedua adalah bahwa mereka juga manusia dan bisa berbuat salah sehingga perlu
mengelola potensi konflik kepentingan yang ada.

Hubungan antar-CSA dan Kegiatan Audit Internal yang Lain


Berbeda dengan kegiatan audit konvensional, CSA memiliki lingkup yang luas,
mengumpulkan informasi yang material secara tepat dan interaktif, dan
menghabiskan sedikit waktu untuk verifikasi dan pelaporan. Dari sudut pandang
manajer audit, CSA merupakan metode penentuan risiko yang cepat dan biasanya

andal di tingkat makro tetapi tidak seperti beberapa alat audit, CSA tidak
dirancang untuk penyelidikan lebih dalam. Bila CSA dilakukan secara
berkesinambungan di organisasi maka CSA merupakan alat ideal untuk
mengidentifikasi risiko dan bidang-bidang bernilai tinggi yang akan bermanfaat
untuk

dilakukan

audit.

Partisipan

rapat kerja biasanya

pandai

dalam

mengidentifikasi bidang-bidang masalah utama.


Kesulitan-kesulitan
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh CSA antara lain: terlalu banyak rapat kerja
dan kurangnya memadainya analisis, tidak menepati janji atau membuat terlalu
banyak janji, tidak sensitif terhadap kebutuhan dan kekhawatiran partisipan,
terlalu dalam masuk ke dalam masalah tanpa tahu caranya mengatasi masalah itu.
Metode BenchmarkingProses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah
satu metode yang paling terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah
metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp, dalam bukunya The search for
industry best practices that lead to superior performance. Productivity Press .
1989.Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12
tersebut bias diringkas menjadi 6 bagian utama yakni :
Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses,
fungsi, output dsb.
Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa.
Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan
sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki
informasi turnover karyawan sukarela.
Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa. Anda
bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah finansial yang
mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
Lakukan

survey

pada

industri

untuk

pengukuran

dan

praktek

yang

dilakukan.Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk

mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang diidentifikasi
di langkah awal.
Kunjungi best practice perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek
usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu
konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.Setelah
mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara
pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi
untuk implementasinya.Mamfaat benchmarkBeberapa manfaat benchmark adalah:

memperbaiki proses kritis yang ada dalam bisnis


memantapkan tujuan yang berorientasi pada pelanggan
menumbuhkan antusias staf dengan melihat yang terbaik
mengidentifikasi peluang-peluang baru yang terkadang muncul setelah

membandingkan.
menjadi lebih berdaya saing.
memperpendek siklus perbaikan proses bisnis dengan percepatan
pembelajaran

Dasar pemikiran perlunya benchmarking


Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara sistematis, terus
menerus, dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang dilakukan
secara diam-diam, kegiatan patokduga merupakan tindakan legal dan tidak
melanggar hukum. Dalam dunia bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak
dilakukan secara langsung dan mentah-mentah. Benchmarking memang dapat
diartikan sebagai meniru dari paling hebat untuk membuatnya sebagai referensi
8

(Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh kerjasama antar dua buah institusi
(perusahaan) untuk saling menukar informasi dan pengalaman yang sama-sama
dibutuhkan Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut
kesiapan fisik dan mental pelakunya. Secara fisik , karena dibutuhkan
kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan
benchmarking secara akurat. Sedangkan secara mental adalah bahwa pihak
manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan
pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik
ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merjer atau akusisi, sehingga
memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan.
Proses Benchmarking terdiri atas lima tahap yaitu:

Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking;


Identifikasi mitra benchmarking;
Pengumpulan informasi;
Analisis; dan
Implementasi

Beberapa Kendala
Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung memakan
waktu (time consuming) ,maka kendala yang terutama dalam melakukan
benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis,
kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan penggunaannya
secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun keterampilan) dalam
penyerapan praktek bisnis Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk
belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik. Kecenderungan ini
dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang berpengaruh
negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:

Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan


sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang

masing-masing unit.
Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan
disbanding budaya membagi keahlian.

Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu

organisasi.
Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk
melakukanknowledge sharing atau keterampilan

Langkah-langkah Melakukan Benchmarking


Secara umum tahap-tahap pelaksanaan dalam benchmarking dapat disampaikan
sebagai berikut :

Merencanakan proses benchmarking dan karakterisasi target yang akan dibenchmark


Pengumpulan dan analisis data internal
Pengumpulan dan analisis data eksternal
Peningkatan kinerja target benchmarking
Peningkatan secara berkelanjutan

BAB IV
KESIMPULAN
Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan Fisik dan
Mental. Secara Fisik karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan
teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan
secara Mental Adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri
bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan
10

kesenjangan yang cukup tinggi.Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus
diketahui oleh perusahaan maupun mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis
bahwa: Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan
mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat
melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang
lainnya.
Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahaan
lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar
kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking
juga berwujud perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik
dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.
Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik
manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll
Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman
dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk
melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis

11

Você também pode gostar