Você está na página 1de 41

PENDAPATAN (REVENUE)

TUGAS AKHIR

DOSEN

: ROSINTA RIA PANGGABEAN, S.S., S.E.,

M.AK
MATA KULIAH : F0812 TEORI AKUNTANSI

Oleh

STEPHANIE WIDJAYA

1601231945

Universitas Bina Nusantara


Jakarta
2015
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1
1.2
1.3
1.4

Latar Belakang............................................................................1
Tujuan Penulisan.........................................................................2
Manfaat Penulisan.......................................................................2
Sistematika Penulisan.................................................................2

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA.....................................4


2.1

Landasan Teori............................................................................4

2.1.1
2.1.2
2.1.3

Definisi Pendapatan....................................................................4
Pandangan Perilaku atas Pendapatan.........................................6
Pengakuan Pendapatan..............................................................7

2.1.3.1........................................................................Perspektif Historis
7
2.1.3.2.........................................Kriteria untuk Pengakuan Pendapatan
7
2.1.4
2.1.5

Pengukuran Pendapatan.............................................................9
Tantangan untuk Pembuat Standar...........................................13

2.1.5.1. Pengembangan dalam Pengukuran dan Pengakuan Pendapatan


13
2.1.5.2................................................................Pengukuran Nilai Wajar
14
2.1.5.3.......................................................Penyajian Laporan Keuangan
14
2.1.5.4...............................................Pengungkapan Laporan Keuangan
15
2.1.6
2.2
2.2.1
2.2.2

Isu-isu untuk Auditor.................................................................15


Tinjauan Pustaka.......................................................................16
Jurnal Internasional...................................................................16
Jurnal Nasional..........................................................................25

BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................. 36

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Akuntansi adalah sebuah bidang ilmu yang sangat bermanfaat dan

berguna bagi banyak bidang dan industri. Hampir di semua perusahaan


bahkan orang pribadi atau individu membutuhkan akuntansi, baik
akuntansi secara lengkap dan kompleks atau pun dalam bentuk tata buku
(bookkeeping). Menurut American Insitute of Certified Public Accounting
(AICPA) dalam Harahap (2003), akuntansi adalah seni pencatatan,
penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran
moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat
keuangan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya.
Dengan adanya akuntansi, sebuah perusahaan atau seorang
individu

dapat

mengetahui

pemasukan

(pendapatan)

dan

juga

pengeluarannya (beban) sehingga kemudian bisa mengetahui berapa


keuntungan atau kerugiannya. Selain memberikan informasi mengenai
keuntungan dan kerugian, akuntansi juga bisa memberikan informasi
mengenai kinerja sebuah perusahaan melalui penghitungan rasio-rasio
yang relevan. Akuntansi memberikan informasi yang sangat berguna bagi
user, baik internal maupun eksternal. Pengguna internal dari informasi
akuntansi antara lain adalah manajemen dan juga manajer. Sedangkan,
pengguna eksternal dari informasi akuntansi adalah investor, kreditur,
pelanggan,

pemasok,

karyawan,

dan

pemerintah.

Para

pengguna

informasi akuntansi membutuhkan informasi yang dapat diandalkan


(reliable), relevan, memiliki daya banding, dan juga konsisten yang
merupakan karakteristik informasi akuntansi menurut Statement of
Financial Accounting (SFAC) No.2.
Informasi akuntansi disajikan dalam bentuk laporan keuangan yang
terdiri dari laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan posisi
keuangan, dan juga laporan arus kas. Laporan laba rugi adalah laporan
yang memberikan informasi jumlah laba atau kerugian yang diderita
perusahaan dengan cara mengurangkan pendapatan yang diterma
perusahaan dengan beban yang dikeluarkan oleh perusahaan. Penulisan
ini

akan

membahas

lebih

lanjut

dan

lebih

mendalam

mengenai

pendapatan. Pendapatan di sebuah perusahaan dapat dihasilkan melalui


1

penjualan barang atau jasa, pendapatan bunga, sewa, royalti, serta


dividen.
Di Indonesia, ketentuan yang mengatur mengenai pendapatan
lebih lanjut diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No. 23 tentang Pendapatan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 23 tentang Pendapatan disetujui dalam Rapat Komite Prinsip
Akuntansi Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1994 dan telah disahkan
oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 7 September
1994.
1.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
Mengetahui definisi pendapatan dari para ahli dan sumber-sumber.
Mengetahui pandangan perilaku atas pendapatan.
Mengetahui mengenai pengakuan pendapatan.
Mengetahui mengenai pengukuran pendapatan.
Mengetahui tantangan yang dihadapi oleh pembuat standar.
Mengetahui isu-isu yang dihadapi oleh auditor.

1.3

Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah:
1. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan dan memperdalam pengetahuan yang
sudah ada mengenai pendapatan serta teori-teori yang relevan,
serta mendapatkan pemahaman baru mengenai pendapatan dari
jurnal-jurnal nasional dan internasional.
2. Bagi Dunia Pendidikan
Penulisan ini diharapkan bisa memberikan kontribusi penulisan
terbaru mengenai pendapatan dan diharapkan bisa menambah
pengetahuan bagi para pihak yang membacanya.
3. Bagi Pihak Lain
Memberikan landasan dan pedoman yang baik bagi pihak yang
akan membuat penulisan mengenai pendapatan atau pun pihakpihak

yang

tertarik atau

membutuhkan

informasi

mengenai

pendapatan untuk kegunaan lain.


1.4

BAB 1

Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibagi ke dalam tiga bab, yang dijelaskan sebagai
berikut:
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penulisan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan tinjauan pustaka

BAB 2

dari penulisan yang dilakukan.


LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab

ini

menjelaskan

teori-teori

yang

mendasari

topik

penulisan yang dipilih, yaitu pendapatan. Serta ringkasan


mengenai jurnal-jurnal baik nasional maupun internasional
mengenai pendapatan untuk memperkaya pengetahuan
BAB 3

mengenai pendapatan selain dari buku teks.


KESIMPULAN
Bab ini menyimpulkan penulisan yang dilakukan, yaitu
mengenai pendapatan.

BAB 2
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1
Landasan Teori
2.1.1 Definisi Pendapatan
Pendapatan berkaitan dengan peningkatan bruto dalam nilai dari
aset dan modal, dan peningkatan tersebut akhirnya berkaitan dengan
kas. Berkaitan dengan operasional utama dari bisnis, arus kas masuk
dibuat dengan dominasi produksi dan penjualan output entitas. Dua arus
utama yang berkaitan dengan operasional dari bisnis adalah:
3

1. Physical flow (Arus fisik)


Melibatkan peristiwa atau kejadian dari memproduksi dan menjual
output atau produk perusahaan.
2. Monetary flow (Arus moneter)
Melibatkan peristiwa atau kejadian

dari

peningkatan

nilai

perusahaan (berhubungan dengan produksi atau penjualan ke


konsumen atas output perusahaan).
Dapat disimpulkan bahwa pendapatan berkaitan langsung dengan
peristiwa atau kejadian moneter dari peningkatan nilai perusahaan, yang
timbul dari produksi atau penjualan output.
Definisi pendapatan dari berbagai sumber adalah:
1. Menurut IAS 18/AASB 118 Revenue paragraf 7
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi
ekonomi yang timbul dari aktivitas aktivitas normal entitas selama
entitas

selama

suatu

periode

jika

arus

masuk

tersebut

mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi


pemilik. Dalam IASB Framework, pendapatan (revenue) merupakan
bagian dari laba (income).
2. Menurut Zaki Baridwan dalam Buku Intermediate Accounting
Pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain aktiva suatu
badan usaha atau pelunasan utang (atau kombinasi dari keduanya)
selama

suatu

periode

yang

berasal

dari

penyerahan

atau

pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari kegiatan lain yang


merupakan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan
usaha.
3. Menurut M. Munandar ( 1981: 16 )
Sutau pertambahan aset yang mengakibatkan bertambahnya
ekuitas pemilik, tetapi bukan karena panambahan modal dari
pemiliknya, dan bukan pula merupakan pertambahan aset yang
disebabkan karena betambahnya liabilitas.
4. Menurut Eldon S. Hendriksen (2000: 374 )
Pendapatan didefinisikan secara umum sebagai hasil dari suatu
perusahaan.

Hal

itu

biasanya

diukur

dalam

satuan

harga

pertukaran yang berlaku. Pendapatan diakui setelah kejadian


penting atau setelah proses penjualan pada dasarnya telah
diselesaikan. Dalam praktek ini biasanya pendapatan diakui pada
saat penjualan.
5. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:236)
"Pendapatan adalah hasil penjualan barang

dan

jasa

yang

dibebankan kepada langganan atau mereka yang menerima.


6. Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011: p955)

Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang


timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode, jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal. Pendapatan memiliki
banyak nama seperti sales, fees, interest, dividends dan royalties.
7. Menurut Skousen, Stice dan Stice (2010: p161)
Pendapatan adalah arus masuk atau penyelesaian kewajiban
(atau kombinasi keduanya) dari pengiriman atau produksi barang,
memberikan jasa atau melakukan aktivitas lain yang merupakan
aktivitas utama atau aktivitas central yang sedang berlangsung.
Dalam IASB Framework, pendapatan (revenue) merupakan bagian
dari laba (income). Hal ini dibuat jelas di dalam paragraf 70 (a) dan 74
dari Framework, Laba adalah peningkatan dalam manfaat ekonomi
selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau tambahan dari
aset atau penurunan dari liabilitas yang menghasilkan peningkatan dalam
ekuitas, selain yang berkaitan dengan kontribusi dari partisipan ekuitas.
FASB mendefinisikan pendapatan sebagai arus masuk atau
peningkatan lain dari aset entitas atau penyelesaian dari liabilitas entitas
(atau kombinasi keduanya) selama suatu periode dari penyampaian atau
produksi barang, penjualan jasa, atau aktivitas lainnya yang merupakan
operasi pusat atau yang sedang berlangsung dari entitas.
Perbedaan keuntungan dan pendapatan:
1. Keuntungan (Gains)
Peningkatan dalam aset bersih (net assets) dari transaksi insidental
atau perifer dari peristiwa lain yang mungkin sebagian besar di luar
kendali perusahaan.
2. Pendapatan (Revenue)
Pendapatan berkaitan dengan operasi besar atau pusat yang
sedang berlangsung.
2.1.2
Pandangan Perilaku atas Pendapatan
Pendapatan mewakili peningkatan di dalam nilai total aset (atau
penurunan dalam nilai liabilitas) dan modal selain dari investasi
tambahan dari pemilik. Pendapatan umumnya muncul karena entitas
melakukan sesuatu untuk mewujudkannya. Pendapatan mengidikasikan
pencapaian perusahaan. Diukur dari kinerja bruto entitas sebagai bisnis
yang menghasilkan profit.
Beban dilihat sebagai

usaha

dari

perusahaan,

kemudian

pencocokan pendapatan dan beban menhasilkan profit, pencapaian


bersih

dari

perusahaan.

Hal

ini

adalah

pandangan

perilaku

dari

pendapatan, beban, dan keuntungan. Net accomplishment of firm


(Pencapaian bersih perusahaan):
1. Revenue = accomplishment
2. Expense = effort
3. Matching results in profit = net accomplishment
Sebuah titik dari pengakuan harus ditentukan, yaitu:
1. Critical event (Peristiwa penting)
Keuntungan diperoleh pada saat membuat keputusan paling
penting atau melakukan pekerjaan yang paling sulit dalam siklus
transaksi lengkap. Namun, peristiwa penting akan berada dititik
yang berbeda tergantung hakikat dari bisnis. Contoh: peristiwa
penting dari manufacturer (penjualan produk) berbeda dengan
peristiwa penting dari institusi keuangan (membuat pinjaman).
2. Akrual seluruh proses pendapatan
Proses pendapatan adalah seluruh aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan

untuk

menghasilkan

profit,

dilakukan

secara

keseluruhan. Ada perubahan terus-menerus dalam nilai total aset


dan modal dari aktivitas khusus yang dilakukan perusahaan di
dalam proses.

Purchase
of service
inputs

Production

Storage
of
product

Sale
on
credit

Collection
of
cash

Warranty

Figur 2.1 Earning Process Perusahaan Manufaktur


2.1.3
Pengakuan Pendapatan
Menurut pendapat Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011: p955)
"Prinsip pengakuan pendapatan mengindikasikan bahwa pendapatan
diakui ketika ada kemungkinan memberikan keuntungan ekonomi kepada
perusahaan dan keuntungan tersebut dapat diukur dengan andal."
Menurut Harnanto (2003: 389) mengenai pengakuan pendapatan
yaitu, Untuk dapat diakui, pendapatan harus sudah direalisasi (realized)
atau, dapat direalisasikan (realizable) dan sudah diperoleh (earned).
2.1.3.1 Perspektif Historis
Laba (Profit) bisnis ditentukan berdasarkan peningkatan
dalam nilai bersih. Padangan di atas digantikan oleh gagasan
bahwa

keuntungan

dan

pendapatan

harus

direalisasikan.

Perubahan ini muncul karena penggunakan aset tidak lancar


khusus oleh perusahaan menjadi signifikan dalam periode antara
6

Perang Dunia I dan 1930-an kemudian berkembang menjadi prinsip


pengakuan pendapatan (atau prinsip realisasi). Perbedaan antara
modal dan keuntungan muncul dari putusan pengadilan.
2.1.3.2 Kriteria untuk Pengakuan Pendapatan
Pertanyaan kunci yang harus ditanyakan adalah Pada titik
apa selama proses pendapatan (earning process) pendapatan
dapat dicatat sebagai diterima karena ada bukti yang cukup.
Pengakuan pendapatan dapat terjadi pada tahapan dalam operasi
perusahaan. Hal ini digariskan Coombes dan Martin sebagai
berikut:
1. Merancang ide.
2. Melakukan pembelian (Misalnya, persediaan).
3. Penerimaan pesanan sebelum memulai produksi.
4. Memulai produksi.
5. Secara progresif di seluruh produksi.
6. Penyelesaian produksi.
7. Menerima pesanan setelah menyelesaikan produksi.
8. Pengiriman barang ke pelanggan.
9. Penerimaan kas.
Pendapatan diakui pada beberapa titik di dalam siklus
pendapatan, contohnya:
1. Pada poin 5 di dalam industri bangunan untuk kontrak
konstruksi jangka panjang.
2. Pada poin 7 di mana tanggung jawab pembeli untuk
mengumpulkan barang dagangan.
3. Pada poin 8 pada sebagian besar kasus.
4. Pada poin 9 di mana praktek profesional dan untuk
penjualan kredit cicilan.

Figur 2.2 Siklus Operasi


7

Kriteria pengakuan didasarkan pada keinginan untuk kedua


informasi akuntansi yang relevan dan handal:
1. Terukurnya nilai aset
Pendapatan dapat dilihat sebagai arus
meningkatkan

nilai

dari

total

aset

dari

masuk

yang

perusahaan,

bersamaaan dengan peningkatan dalam ekuitas. Jika tidak


ada arus masuk dari nilai aset yang secara objektif bisa
ditentukan, pendapatan tidak dapat dihitung secara objektif.
Kebutuhan akan pengukuran yang dapat diandalkan atau
dapat

diverifikasi

telah

mengarah

pada

pendekatan

konservatif untuk menilai aset. Posisi paling konservatif


adalah peningkatan dalam nilai aset seharusnya dicatat
ketika benar-benar terealisasi. Di bawah akuntansi nilai
wajar, perubahan dalam nilai aset dilaporkan sebagai beban
atau pendapatan yang muncul dari kepemilikan aset. Hal ini
sejalan dengan pendekatan akuntansi akrual, tetapi tidak
sejalan dengan konservatisme biaya historis dan konsep
realisasi. Pengakuan tambahan dari perubahan dalam nilai
aset adalah kurang dari isu di mana ada pasar yang siap
untuk

aset,

seperti

saham

dalam

perusahaan

yang

diperdagangkan secara publik.


2. Adanya transaksi
Ketika pihak eksternal di dalam transaksi arms length
mengekspresikan

keinginan

untuk

membayar

sejumlah

harga untuk produk perusahaan, transaksi merupakan bukti


obyektif peningkatan nilai perusahaan. Pihak eksternal
memberikan bukti yang menguatkan nilai output. Kecuali di
dalam beberapa kasus, perusahaan harus menjadi partisipan
langsung dalam transaksi.
3. Penyelesaian substansial dari proses pendapatan
Kriteria ini tidak secara spesifik dikatakan dalam Framework,
berfokus pada gagasan bahwa pendapatan tidak dihasilkan
sampai perusahaan telah melakukan seluruh aktivitas yang
mana perusahaan mendapatkan pendapatan. Agar kriteria
ini dapat diaplikasikan, pendapatan tidak dianggap sebagai
telah diterima sampai perusahaan telah melakukan sesuatu.
2.1.4

Pengukuran Pendapatan

Framework,

paragraf

pengakuan pendapatan:
1. Besar kemungkinan

83,
bahwa

menyediakan
manfaat

dua

ekonomi

kriteria

untuk

masa

depan

berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke atau dari


entitas.
2. Item memiliki biaya atau nilai yang dapat diukur dengan handal.
IAS 18/AASB 118 Revenue memberikan kerangka kerja pengukuran
pendapatan sebagai berikut Pendapatan diukur pada nilai wajar dari
imbalan yang diterima atau piutang.
Kerangka kerja dari IAS 18/AASB 118 Revenue memberikan aturan
khusus untuk pengakuan dan pengukuran dari tipe-tipe yang berbeda
dari pendapatan, yaitu:
1. Penjualan barang dagang
2. Penjualan jasa
3. Bunga, royalti, dan dividen
Tabel 2.1 Aturan Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan dalam
IAS 18/AASB 118 Revenue, paragraf 14, 20, 29, dan 30
Sale of Goods (Penjualan Barang Dagang)
14. Pendapatan dari penjualan barang dagangan seharusnya diakui
ketika kondisi berikut sudah terpenuhi:
a. Entitas telah mentransfer ke pembeli resiko dan imbalan signifikan
dari kepemilikan barang.
b. Entitas tetap tidak meneruskan keterlibatan manajerial ke tingkat
yang biasanya terkait dengan kepemilikan atau melakukan
pengendalian efektif atas barang yang dijual.
c. Jumlah pendapatan dapat diukur secara handal.
d. Hal ini memungkinkan bahwa manfaat ekonomis terkait dengan
transaksi yang akan mengalir ke entitas.
e. Biaya yang terjadi atau akan terjadi dalam kaitannya dengan
transaksi dapat diukur secara handal.

Rendering of Services (Penjualan Jasa)


20. Ketika hasil dari transaksi yang melibatkan penjualan jasa dapat
diestimasi

dengan

handal,

pendapatan

terkait

dengan

transaksi

seharusnya diakui dengan referensi tahapan penyelesaian transaksi


pada tanggal pelaporan. Hasil dari transaksi dapat diestimasi secara
handal ketika kondisi berikut terpenuhi:
a. Jumlah pendapatan dapat diukur secara handal.
b. Hal ini memungkinkan bahwa manfaat ekonomis terkait dengan
transaksi akan mengalir ke entitas.
c. Tahap dari penyelesaian transaksi pada tanggal pelaporan dapat
diukur secara handal.
d. Biaya yang terjadi untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan
transaksi dapat diukur secara handal.
Interest, Royalties, and Dividends (Bunga, Royalti, dan Dividen)
Pendapatan dari penggunaan aset entitas lainnya menghasilkan bunga,
royalti, dan dividen seharusnya diakui dengan dasar yang ditetapkan
dalam ayat 30 ketika:
a. Hal ini memungkinkan bahwa manfaat ekonomis terkait dengan
transaksi akan mengalir ke entitas.
b. Jumlah pendapatan dapat diukur secara handal.
30. Pendapatan seharusnya diakui atas dasar:
a. Bunga seharusnya diakui menggunakan effective interest method
sebagaimana tercantum dalam AASB 139, paragraf 9 dan AG5AG8.
b. Royalti seharusnya diakui pada dasar akrual dalam kaitannya
dengan substansi dari perjanjian yang relevan.
c. Dividen seharusnya diakui ketika hak pemegang saham untuk
menerima pembayaran dibangun.
Penjualan barang dagang, titik penjualan adalah pada umumnya
titik paling tepat untuk mengukur dan mencatat pendapatan ketika
seluruh ketiga kriteria terpenuhi. Titik penjualan adalah ketika produk
telah diantarkan atau layanan telah dirender, atau ketika title beralih ke
pelanggan. Apa itu penjualan? Bagaimana kita tahu bahwa sebuah
penjualan telah terjadi? Peristiwa yang sering terjadi yang menimbulkan
penjualan adalah bahwa produk telah dikirimkan oleh penjual ke
konsumen, atau jasa telah dilakukan.
Seperti yang dinyatakan oleh Martin, Bukti yang dapat diverifikasi
oleh

pendapatan

pada

umumnya

terdiri

dari

transaksi

penjualan
10

eksternal,

sehingga

pendapatan

tidak

bisa

diakui

sebelum

titik

penjualan.
Apakah status atau title sebuah produk berpindah ke konsumen
untuk pertukaran dapat dikatakan sebagai penjualan?
1. Perpindahan status adalah salah satu aspek
dipertimbangkan

dalam menentukan

apakah

yang

harus

penjualan

telah

terjadi (IAS 18/AASB 118, paragraf 15), namun hal itu tidak bisa
ditekankan sebagai pertimbangan utama.
2. Pertimbangan utama dalam menentukan apakah penjualan yang
terjadi adalah substansi ekonomi dari transaksi atau peristiwa,
bukan bentuk legal.
Ada tiga pengecualian yang diterima untuk prinsip pengakuan
penjualan. Yaitu:
1. Revenue recognized during production (Pendapatan yang diakui
selama produksi)
Pendapatan dapat diakui secara bertahap dalam beberapa kasus
ketika produk masih dalam tahap produksi. IAS 18/AASB 118
mengijinkan pengakuan pendapatan berdasarkan percentage-ofcompletion method. IAS 11/AASB 111 Construction Contracts
memberikan pedoman penggunaan metode ini untuk kontrak
konstruksi jangka panjang. Pertentangan bahwa ukuran yang lebih
baik

dari

pendapatan

periodik

muncul

dari

penggunaan

percentage-of-completion method adalah tidak didasarkan pada


kriteria untuk pengakuan. Pendapatan dapat diakui hanya ketika
besar kemungkinan manfaat ekonomi akan mengalir ke entitas (IAS
18/AASB 118 paragraf 22). Penggunaan percentage-of-completion
method untuk kontrak konstruksi adalah tepat hanya ketika
estimasi

cukup

handal

dapat

dibuat

dari

tingkat

kemajuan

penyelesaian, biaya, dan pendapatan kontrak. Penekanan muncul


pada

kriteria

pengakuan

pertama,

yang

berkaitan

dengan

pengukuran dan kolektibilitas aset. Karena ada kontrak antara


pembeli dan penjual, pengukuran dari nilai total aset dari item
dibentuk. Sedangkan kolektabilitas adalah masalah penilaian. Hal
itu tergantung pada jaminan bahwa pembeli dapat diharapkan
untuk memenuhi kewajiban mereka. Estimasi utama adalah
percetange-of-completion. Tiga cara telah diidentifikasi untuk
membantu

menentukan

tahapan

penyelesaian

kontrak

(IAS

11/AASB 111, paragraf 30):


11

1) Proporsi biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang


dilaksanakan sampai tanggal perhitungan dibandingkan dengan
estimasi total biaya kontrak.
2) Survei atas pekerjaan yang telah dilaksanakan.
3) Penyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak.
Kriteria kedua dari pengakuan pendapatan (keterjadian transaksi)
dipenuhi dengan penandatanganan kontrak yang menetapkan nilai
total penjualan.
2. Revenue recognized at the end of production (Pendapatan yang
diakui pada akhir produksi)
Pengakuan pendapatan berdasarkan

akhir

produksi

daripada

penjualan adalah prosedur masuk akal jika produksi adalah


peristiwa penting dan penjualan berikutnya hanyalah sebuah
transaksi rutin yang akan diambil untuk diberikan.
3. Revenue recognized when cash is received after the sale is made
(Pendapatan yang diakui ketika kas diterima setelah penjualan
terjadi)
Metode angsuran dan metode cost recovery adalah prosedur yang
tepat

dalam

kaitannya

dengan

pengakuan

pendapatan

berdasarksan kas yang diterima setelah penjualan. Kas yang


diterima adalah jumlah pendapatan. Di bawah metode cost
recovery, jumlah beban sama dengan pendapatan yang diakui
sampai semua biaya tercakup. Sehingga, kas tambahan yang
diterima adalah profit. Metode angsuran dan metode cost recovery
mengungkapkan

posisi

konservatif

dalam

kaitannya

dengan

pengakuan pendapatan, karena kedua metode mengasumsikan


penjualan produk tidak merupakan bukti yang cukup bahwa
pendapatan telah diterima. Hanya penerimaan aktual kas dari
konsumen akan memenuhi persyaratan bukti. Di bawah metode
cost recovery, jumlah beban sama dengan pendapatan yang diakui
sampai semua biaya tercakup. Sehingga, kas tambahan yang
diterima adalah profit. Metode angsuran dan metode cost recovery
mengungkapkan

posisi

konservatif

dalam

kaitannya

dengan

pengakuan pendapatan, karena kedua metode mengasumsikan


penjualan produk tidak merupakan bukti yang cukup bahwa
pendapatan telah diterima. Hanya penerimaan aktual kas dari
konsumen akan memenuhi persyaratan bukti.
IAS 18/AASB 118 paragraf 20 mensyaratkan bahwa pendapatan
terkait dengan penjualan jasa harus diakui dengan mengacu pada tingkat
12

penyelesaian. Sehingga, pendapatan diakui di periode di mana jasa telah


diberikan. Paragraf 23 menyatakan bahwa entitas dapat membuat
estimasi yang dapat diandalkan, memungkinkan pengakuan pendapatan,
jika sudah memenuhi:
1. Hak dilaksanakan masing-masing pihak mengenai layanan yang
akan diberikan dan diterima oleh para pihak.
2. Pertimbangan yang akan dipertukarkan.
3. Masalah dan syarat penyelesaian.
Bunga, royalti, dan dividen dapat diakui ketika diterima, memenuhi
tiga

kriteria

pengakuan

(pengukuran,

penyelesaian

transaksi

dan

substansial). Namun, untuk beberapa item atau kasus, berlalunya waktu


menandakan pendapatan telah diterima. Dalam kasus ini, accrued
revenue dicatat. Contohnya adalah interest revenue. IAS 18/AASB 118
paragraf 30 menyatakan bahwa bunga accrued menggunakan metode
effective interest, royalti accrued dalam kaitannya dengan substansi
perjanjian relevan, dan dividen diakui ketika pemegang saham memiliki
hak untuk menerima pembayaran.
2.1.5
Tantangan untuk Pembuat Standar
2.1.5.1
Pengembangan
dalam
Pengukuran

dan

Pengakuan Pendapatan
IASB dan FASB memiliki proyek bersama dalam kaitannya
dengan pengakuan dan pengukuran pendapatan karena transaksi
pendapatan tidak dilayani dengan baik oleh panduan literatur yang
ada.
FASB dan IASB mengusulkan prinsip fundamental berikut
untuk pengakuan dan pengukuran pendapatan:
1. Entitas pelaporan seharusnya mengakui pendapatan dalam
periode akuntansi ketika mereka muncul dan mengukur
mereka menggunakan fair value pada tanggal mereka
muncul jika entitas dapat menentukan keterjadian dan
pengukuran dengan keandalan yang cukup.
2. Entitas pelaporan seharusnya mengukur pendapatan yang
muncul dari peningkatan aset atau penurunan liabilitas
menggunakan fair value atas peningkatan atau penurunan.
Prinsip-prinsip ini merupakan perpanjangan dari panduan
sebelumnya. Namun, mereka mencakup perubahan penekanan di
beberapa daerah, yang dapat menyebabkan perubahan dalam
praktek akuntansi. Contohnya:
1. Pendapatan diakui di periode ketika pendapatan itu muncul.
2. Pendapatan dari peningkatan aset atau penurunan liabilitas.
13

3. Pengakuan dan pengukuran pendapatan mereleksikan fair


value.
4. Pengukuran seharusnya dapat diandalkan.
Lebih lanjut, IASB telah secara tentatif setuju bahwa dua
kriteria harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan, yaitu:
1. Kriteria elemen, yang mensyaratkan perubahan dalam aset
atau liabilitas yang terjadi, yaitu:
1) Peningkatakan
dalam
aset

yang

terjadi

yang

meningkatkan ekuitas, tanpa investasi yang sepadan


oleh pemilik.
2) Penurunan
dalam

liabilitas

yang

terjadi

yang

meningkatkan ekuitas, tanpa investasi yang sepadan


oleh pemilik.
2. Kriteria pengukuran, yang mensyaratkan perubahan dalam
aset atau liabilitas secara tepat dapat diukur, yaitu:
1) Aset atau liabilitas diakui dengan atribut yang relevan.
2) Peningkatan dalam aset atau penurunan dalam liabilitas
dapat diukur dengan keandalan yang cukup.
2.1.5.2
Pengukuran Nilai Wajar
Menurut PSAK 23 Pendapatan, nilai wajar didefinisikan
sebagai jumlah suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas
diselesaikan antara pihak yang suatu liabilitas diselesaikan antara
pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai
dalam suatu transaksi wajar.
Berdasarkan model pengukuran atribut campuran, semua
pendapatan diukur pada nilai wajar pada saat akuisisi dan
sesudahnya dilakukan pada biaya historis atau menuliskan biaya
historis meskipun beberapa item kemudian diukur kembali ke nilai
wajar. Keuntungan dan kerugian diakui ketika mereka terjadi
bahkan jika mereka belum direalisasi.
2.1.5.3
Penyajian Laporan Keuangan
IASB dan FASB memiliki proyek bersama dalam kaitannya
dengan penyajian laporan keuangan. Proyek itu relevan dengan
diskusi

pengakuan

bagaimana
keuangan.
Dalam

item

pendapatan

dari

rangka

karena bersangkutan

pendapatan
pembahasan

dilaporkan
tentang

dengan

dalam

laporan

penyajian

laporan

keuangan, Board telah mencapai kesimpulan tentatif:

14

1. Sebuah laporan laba rugi tunggal atau laporan laba rugi


yang semuanya termasuk di mana semua perubahan aset
dan liabilitas akan diungkapkan.
2. Realisasi bukanlah dasar untuk pencantuman item.
3. Pengungkapan terpisah kinerja (arus pendapatan)

dan

pengukuran (penyesuaian pendapatan).


2.1.5.4
Pengungkapan Laporan Keuangan
Dalam PSAK 23 Pendapatan, entitas harus mengungkapan:
1. Kebijakan akuntansi yang dianut untuk pengakuan
pendapatan

termasuk

metode

yang

dianut

untuk

menentukan tingkat penyelesaian transaksi penjualan jasa.


2. Jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang
diakui selama periode tersebut termasuk pendapatan dari:
1) Penjualan barang.
2) Penjualan jasa.
3) Bunga.
4) Royalti.
5) Dividen.
3. Jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang
atau jasa dimasukkan dalam setiap kategori yang signifikan
dari pendapatan.
4. Pendapatan yang ditunda pengungkapannya.
2.1.6 Isu-isu untuk Auditor
Masalah utama untuk auditor berkaitan dengan pendapatan adalah
resiko mencatat pendapatan yang dilebih-lebihkan (overstated) oleh
manajer.
Pendapatan yang berlebihan dapat terjadi jika transaksi atau
peristiwa yang mendasari pencatatan pendapatan belum terjadi atau
tidak berhubungan dengan entitas, jumlah pendapatan belum dicatat
secara tepat, atau pendapatan untuk periode terkait dengan transaksi
untuk periode akuntansi mendatang.
Masalah utama adalah overstatement pendapatan oleh manajer
karena:
1. Niat untuk mengelabui pengguna
Pendapatan yang berlebihan dianggap sebagai masalah yang lebih
besar daripada pendapatan yang dikecilkan karena hal itu didorong
oleh manajer dalam usaha untuk menipu pengguna laporan
keuangan.
2. Bonus
Penipuan berasal dari tingkat tertinggi manajemen dan lebih
mungkin

terjadi

didasarkan

pada

atau

dilakukan

bonus

terkait

ketika

kompensasi

dengan

manajer

pendapatan

yang
15

ditargetkan, manajer menunjukkan minat dalam menggunakan


kebijakan akuntansi yang agresif untuk meningkatkan harga
saham, dan manajer memiliki sejarah melakukan analis dan orang
luar lainnya bahwa mereka akan mencapai agresif perkiraan
realistis.
3. Mengelola pendapatan
4. Terlalu optimisme
Melebihkan pendapatan dapat terjadi dalam standar akuntansi
dengan membuat estimasi yang terbukti terlalu optimis.
5. Penipuan
2.2
Tinjauan Pustaka
2.2.1
Jurnal Internasional
Will a New Revenue Model Defer Revenues on Standard
Warranties?
Penulis: Frank Ryerson III
Dipublikasikan oleh: www.cpajournal.com
Tahun: 2011
Tampaknya

kemungkinan

besar

GAAP

untuk

pengakuan

pendapatan akan berubah dalam waktu dekat. Sejak lama dianggap


sumber inkonsistensi dalam pengakuan pendapatan untuk transaksi yang
sama secara ekonomi, prinsip-prinsip pengakuan pendapatan saat ini
telah dimasukkan di bawah pengawasan oleh FASB dan International
Accounting Standards Board (IASB). Pada bulan September 2002, dewan
bersama-sama

melakukan

proyek

pengakuan

pendapatan.

Mereka

berharap untuk mengembangkan model pengakuan pendapatan tunggal


yang dapat diterapkan secara konsisten di berbagai industri.
Untuk berbagai alasan, dewan memilih untuk meninggalkan model
proses pendapatan tradisional. Di bawah model ini, pendapatan biasanya
diakui pada saat pendapatan direalisasi atau dapat direalisasi dan proses
pendapatan secara substansial telah selesai. Sebaliknya, dewan, melalui
perilisan diskusi mereka, "Preliminary Views on Revenue Recognition in
Contracts

with

Customers,

pada

bulan

Desember

2008,

telah

mengusulkan penggunaan model asset-liability. Menurut model yang


diusulkan, perusahaan akan mengakui pendapatan ketika memenuhi
suatu kontrak yang telah disepakati mengenai kewajiban kinerja dengan
mentransfer barang dan jasa kepada pelanggan. Transfer ini baik akan
meningkatkan aset kontrak entitas (piutang) atau mengurangi kewajiban
kontrak (pendapatan ditangguhkan). Hak dan kewajiban yang belum
16

dilakukan atas kinerja kontrak harus dilaporkan pada akhir periode secara
bersih, baik sebagai aset kontrak atau kewajiban kontrak.
Seberapa banyak, jika ada, dari prinsip-prinsip

pengakuan

pendapatan aset-kewajiban yang terkandung dalam rancangan eksposur


dewan akhirnya akan berakhir menjadi bagian dari GAAP dan IFRS?
Jawaban untuk pertanyaan ini cukup sulit. Konsensus umum responden
atas diskusi ini adalah untuk mendukung tujuan keseluruhan dewan yaitu
menciptakan

standar

pengakuan

pendapatan

diterapkan perusahaan secara konsisten


transaksi.

Sayangnya,

sejumlah

di

pihak-pihak

tunggal
berbagai
yang

yang

dapat

industri

dan

berkepentingan

termasuk beberapa dewan, merasa bahwa model yang diajukan dalam


diskusi dan disempurnakan dalam draft eksposur, sementara baik untuk
sebagian besar kontrak akan memberikan informasi yang kurang berguna
bagi pengambilan keputusan dari praktek yang dilakukan sekarang.
Mempersempit ruang lingkup analisis untuk akuntansi untuk jaminan
standar, apa yang akan diberikan di masa depan? Jawabannya masih
kurang jelas. Apa yang jelas adalah bahwa dewan responsif terhadap
banyak komentar yang diterima dari responden terhadap diskusi.
Sehubungan dengan jaminan standar, dewan mengubah posisi awal
mereka

dan

datang

untuk

menyimpulkan

bahwa

mereka

bukan

merupakan kewajiban kinerja terpisah. Perubahan ini tidak berarti bahwa


mereka mengubah praktik saat ini. Versi terbaru dari model yang
diusulkan masih menangguhkan beberapa pendapatan pada produk yang
dijual dengan garansi standar, bukan karena ada "garansi standar"
kewajiban kinerja yang belum terpenuhi, tetapi karena tidak semua
"produk" kewajiban kinerja ini belum terpenuhi di waktu pengiriman
produk.
Sehubungan

dengan

garansi

yang

diperpanjang,

mayoritas

responden menganggap hal itu untuk menjadi kewajiban-kinerja terpisah


- posisi yang konsisten dengan perlakukan mereka dalam model
pengakuan pendapatan yang diusulkan. Akhirnya, akan kah model
pendapatan

baru

menunda

pendapatan

pada

garansi

standar?

Berdasarkan analisis perundingan di masa lalu dan tindakan dewan,


tampaknya muncul dukungan yang kuat antara anggota dewan untuk
memiliki beberapa bagian dari pendapatan yang dihasilkan dari penjualan
produk, dengan garansi standar, ditangguhkan untuk periode ketika
garansi sudah terpenuhi. Akankah metode penangguhan digariskan
17

dalam draft eksposur dimasukkan ke dalam pembaruan standar akuntansi


dalam hal pengakuan pendapatan?
Accounting for Deferred Revenue Liabilities in PostBusiness
Combination Statements
Penulis: Josef Rashty and John O'Shaughnessy
Dipublikasikan oleh: www.cpajournal.com
Tahun: 2011
Perkembangan terkini dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum
(GAAP) untuk kombinasi bisnis telah, antara lain, memperluas penerapan
akuntansi nilai wajar. Hal ini penting untuk memahami dampak dari
pedoman penggabungan usaha mengenai perlakuan terhadap akun
kombinasi pasca-bisnis.
Kewajiban pendapatan tangguhan yang telah diakui oleh pihak
yang diakuisisi atau perusahaan pengakuisisi pada neraca pra-kombinasi
mereka tidak selalu memenuhi syarat sebagai kewajiban pendapatan
ditangguhkan dalam laporan keuangan pasca-kombinasi perusahaan
pengakuisisi. Pengakuisisi harus menentukan apakah kewajiban yang
diakui oleh pihak yang diakuisisi merupakan kewajiban kinerja kombinasi
pasca-bisnis, dan, jika demikian, nilai wajar kewajiban pendapatan
tangguhan tersebut harus tercermin dalam laporan keuangan. Pedoman
tentang hal ini tercakup dalam FASBs Accounting Standard Codification
(ASC) Topic 805, Business Combinations.
Standards (SFAS) 141(R), Business Combinations, diterbitkan pada
bulan Desember 2007, yang efektif untuk periode pelaporan tahunan
yang dimulai setelah tanggal 15 Desember 2008. Paragraf 20 SFAS 141
(R) (ASC 805- 20-30-1) mensyaratkan bahwa "perusahaan pengakuisisi
harus

mengukur

aset

teridentifikasi

yang

diperoleh,

kewajiban

diasumsikan, dan kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi


pada nilai wajar saat tanggal akuisisi mereka." Hal ini berlaku untuk
pendapatan

ditangguhkan,

yang

seringkali

merupakan

kewajiban

diasumsikan dalam akuisisi pasca-bisnis. Pedoman ini merupakan bagian


dari upaya konvergensi yang mencoba untuk membuat US GAAP
kompatibel dengan International Financial Reporting Standards (IFRS).
Sebelum penerbitan SFAS 141 (R), Emerging Issues Task Force (EITF)
Issue 3/1, Accounting in a Business Combination for Deferred Revenue of
an Acquiree, memberi bimbingan di daerah ini. SFAS 141 (R) digantikan
EITF 3/1, tapi itu tidak mengubah pedoman umum. Kedua pedoman
18

memerlukan 1) nilai estimasi wajar pada saat akuisisi dan 2) pengakuan


dari kewajiban ketika kewajiban kinerja ada.
Kewajiban pendapatan tangguhan yang telah diakui oleh pihak
yang diakuisisi atau perusahaan pengakuisisi pada neraca pra-kombinasi
mereka tidak selalu memenuhi syarat sebagai kewajiban pendapatan
ditangguhkan

dalam

laporan

keuangan

gabungan

pasca-bisnis

perusahaan pengakuisisi. Kewajiban kinerja dan nilai pasar wajar


berdampak pada jumlah kewajiban pendapatan ditangguhkan yang
pengakuisisi akan mengakui dalam akuntansi kombinasi pasca-bisnis.
Akibatnya,

pendapatan

dari

kombinasi

pasca-bisnis

perusahaan

gabungan mungkin jauh lebih rendah dari total pendapatan kedua


perusahaan jika kedua perusahaan digabungkan. Selanjutnya, hak
membeli kembali tidak hanya akan berdampak pada jumlah kewajiban
pendapatan tangguhan dan pendapatan selama periode kombinasi
pasca-bisnis, mereka juga dapat mempengaruhi laba melalui biaya
tambahan atau penghasilan.
IASB & FASB Convergence Project
Revenue Recognition
Penulis: David J. Gallistel, Tuan Phan, Geoffery D. Bartlett, and James L.
Dodd
Dipublikasikan oleh: scholar.google.co.id
Tahun: 2012
Pada akhir 1970-an, Financial Accounting Standards Board (FASB),
pembuat standar akuntansi di Amerika Serikat, mulai bekerja pada
kerangka
kemudian

konseptual
pada

pertama

tahun

1989,

profesi

akuntansi

nternational

itu.

Dua

Accounting

dekade

Standards

Committee (IASC), sebuah badan internasional yang hampir sama dengan


FASB dan pendahulunya untuk saat ini International Accounting Standards
Board (IASB), mengeluarkan versi dari kerangka kerja konseptual yang
berjudul, Framework for the Preparation and Presentation of Financial
Statements.
Pada tahun 2002, Perjanjian Norwalk antara FASB dan IASB memicu
awal sebuah proyek konvergensi di antara dua badan pembuat standar
(FASB, 2012). Tujuan dari proyek konvergensi adalah untuk "menciptakan
landasan yang kuat untuk standar akuntansi di masa mendatang yang
berbasis prinsip, konsisten secara internal, dan konvergensi internasional"
(IASB, 2012).
19

Ada banyak persamaan dan perbedaan ketika membandingkan


kriteria pengakuan pendapatan dari IFRS dan US GAAP. Persamaan dan
perbedaan adalah sebagai berikut: Kriteria Pengukuran - baik IFRS dan US
GAAP menggunakan pengertian nilai wajar untuk mengukur pendapatan.
Keduanya memiliki kriteria yang sama dalam hal pertukaran moneter.
FASB menyatakan bahwa pendapatan untuk pertukaran ini akan diukur
pada nilai wajar barang atau jasa yang diserahkan. IASB mengukur nilai
wajar item yang diterima. Jika nilai wajar tidak tersedia, entitas yang
menerima barang menggunakan nilai wajar dari aset yang dilepaskan.
Perbedaan utama dalam definisi ini dapat dikatakan untuk klausa
"kewajiban diselesaikan". Beberapa anggota dewan FASB berpendapat
metode pengukuran ini tidak akan menjadi pendekatan nilai wajar.
Pendekatan ini akan dianggap sebagai "nilai entri" bukan "nilai exit".
Kriteria pengakuan - FASB menyatakan bahwa pendapatan dapat
diakui ketika pendapatan dan ketika pendapatan diterima. IASB membuat
kriteria

yang

sangat

berbeda.

Pengguna

IFRS

dapat

mengakui

pendapatan apabila kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa depan


akan mengalir ke perusahaan, dan dapat diukur secara andal.
Definisi pendapatan - diekstrak dari SFAS no.5, standar FASB
membutuhkan arus kas masuk aktual atau diharapkan yang telah terjadi
atau akan dihasilkan dari operasi besar entitas yang sedang berlangsung.
Standar IFRS mendefinisikan pendapatan sebagai arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi selama periode yang timbul dalam rangka kegiatan
normal entitas.
Penjualan barang - kedua entitas menentukan bahwa pendapatan
dari transaksi jenis penjualan dapat diakui pada saat barang telah dikirim,
risiko dan manfaat yang ditransfer, kolektibilitas cukup terjamin dan
pengukuran dapat diandalkan.
Pengakuan pendapatan
menggunakan

pendekatan

kontrak
persentase

FASB

dan

penyelesaian

IASB

baik

mengakui

pendapatan ketika ada perkiraan yang wajar dari pendapatan dan biaya.
Perbedaan dalam kategori ini terletak dalam kasus di mana transaksi
tidak dapat ditaksir secara wajar. FASB menggunakan metode kontrak
selesai di mana IASB menggunakan metode laba nol. Metode laba nol
mengasumsikan istirahat bahkan mendekati kontrak ketika perkiraan
yang wajar tidak dapat diperoleh. Pengguna metode ini dapat merevisi
pendapatan dan beban ketika kontrak lebih dekat ke tahap penyelesaian.

20

FASB menggunakan beberapa standar untuk memandu pengakuan


pendapatan untuk jenis industri yang berbeda, sedangkan IASB hanya
menerbitkan dua standar untuk mengatasi subjek yang sama. Perbedaan
ini dapat dikaitkan dengan perbedaan mendasar dalam cara FASB dan
IASB menetapkan standar. Pendekatan standar akuntansi FASB adalah
pendekatan

yang

lebih

berbasis

pada

aturan

sementara

IASB

menggunakan satu prinsip yang lebih luas.


Does IFRIC 15 Matter? The Decision Usefulness of Accelerated
Revenue and Earnings Recognition
Penulis: Lau Chee Kwong
Dipublikasikan oleh: Asian Academy of Management Journal of Accounting
and Finance (scholar.google.co.id)
Tahun: 2013
Penelitian ini dimotivasi oleh penerbitan sebuah IFRIC industrispesifik yang adopsi diharapkan mempengaruhi secara signifikan praktik
pelaporan keuangan pengembang properti di Malaysia. Pertama, prinsip
pengakuan pendapatan yang ditentukan dalam IFRIC bertentangan
dengan prinsip dalam kebijakan pengakuan pendapatan yang ada dalam
praktek di antara para pengembang properti. Industri pengembangan
properti Malaysia umumnya mempraktekkan konsep buy-first dan konsep
build-later, digunakan di sebagian besar negara-negara lain, terutama
negara-negara dengan ekonomi maju (lihat Nik, 2009; Nordin, 2009).
Berdasarkan

praktek

menandatangani

Malaysia,

perjanjian

jual

pembeli

beli

(SPA)

properti
dengan

pertama

pengembang;

pengembang mulai membangun (atau terus membangun), dan pembeli


membuat pembayaran progresif sesuai dengan tahap penyelesaian.
Penyerahan properti terjadi ketika pembangunan properti selesai. Dalam
rekening pengembang properti, pendapatan diakui dengan stage-ofcompletion dasar, seperti yang ditentukan dalam standar pelaporan
keuangan,

FRS

201

Property

Development

Activities

(Malaysian

Accounting Standards Board [MASB], 2001), yang didasarkan pada GAAP.


Implementasi dari IFRIC 15 diharapkan dapat menghilangkan
praktik

yang

dilakukan

industri

dalam

mempercepat

pengakuan

pendapatan di antara pengembang properti Malaysia. Penghapusan atau


eliminasi yang direncakan dari praktik industri saat ini (percepatan
pengakuan) dan penggantian yang diusulkan oleh praktik pengakuan
21

yang lebih konservatif mungkin tidak memiliki konsekuensi ekonomi yang


signifikan,

setidaknya

dalam

jangka

pendek.

Kegunaan

keputusan

pelaporan keuangan berdasarkan pengakuan pendapatan yang ada


lemah, dan karenanya eliminasi akan memberikan beberapa manfaat.
Selanjutnya, kegunaan keputusan pengakuan pendapatan baru belum
dipastikan. Kegunaan keputusan dari laba yang dilaporkan adalah sebaik
arus kas operasi hanya ketika akrual dipertimbangkan. Oleh karena itu,
pertanyaan penting adalah apakah pengenalan praktik pendapatan dan
pengakuan

laba

yang

lebih

konservatif

cenderung

meningkatkan

kegunaan keputusan laba yang dilaporkan antara pengembang properti


Malaysia.
Pergeseran dari pengakuan percepatan pendapatan dan laba ke
koservatif mengurangi kebijakan pelaporan di antara para pengembang
properti Malaysia. Pada gilirannya, penurunan ini atas kebijakannya akan
mengurangi peluang manajemen laba berbasis akrual antara para
pengembang properti. Hal ini masuk akal untuk mengharapkan bahwa
perusahaan dapat beralih ke alternatif manajemen laba lainnya, yang
akan membantu mereka untuk memulihkan efek kehilangan keuntungan
bersih saat ini dari manajemen laba ketika peluang manajemen laba yang
ada berkurang (lihat Zhong et al., 2010). Dengan tidak adanya
keleluasaan untuk mengakui pendapatan dan laba di berbagai tahap awal
penyelesaian,

hal

itu

masuk

akal

untuk

memperkirakan

bahwa

pengembang properti akan merencanakan waktu penyelesaian proyekproyek mereka dalam cara yang memungkinkan pengembang ini untuk
mencapai pendapatan dan laba pengakuan di interval yang lebih pendek
(idealnya untuk setiap periode interim, setiap kali layak). Dengan kata
lain, kita cenderung melihat pergeseran dari manajemen laba berbasis
akrual dengan manajemen laba riil (lihat Cohen et al., 2008).
Sebuah pertanyaan yang masuk akal pada saat ini adalah sebagai
berikut: apa driver nilai yang signifikan jika laba yang dilaporkan dan arus
kas operasi tidak signifikan dalam mendorong tingkat pengembalian
saham dan harga pasar dari pengembang properti Malaysia? Dengan kata
lain, apa yang akan terjadi jika dan ketika valuasi saham pengembang
properti tidak lagi didasarkan pada indikator kinerja fundamental ini dari
perusahaan? Pertanyaan empiris ini juga menjamin penelitian di masa
depan. Dari perspektif yang berbeda, apa yang membuat penyedia modal
terus berpegang pada investasi mereka meskipun kurang menghargai
22

berkepanjangan investasi selama bertahun-tahun, seperti ditunjukkan


oleh kapitalisasi mereka dari lower-than-net-asset-value?
Differences and Similarities between IFRS and GAAP on
Inventory, Revenue Recognition and Consolidated Financial
Statements
Penulis: S. Sam Sekdi, Abby Smith, and Aissa Strickland
Dipublikasikan oleh: www.na-businesspress.com
Tahun: 2014
International Accounting Standrds Committee dibentuk pada tahun
1973 dan merupakan entitas pembuat standar internasioal pertama.
Kemudian muncul International Accounting Standards Board (IASB) pada
tahun 2001.
GAAP telah mendapatkan kritik karena terlalu kompleks, dan tidak
memberikan pedoman yang efektif (Munter, 2011). Adalah lebih dari 200
persyaratan pengakuan dan pengukuran pendapatan di bawah U.S GAAP
(www.fasb.org).
Di sisi lain, IFRS memiliki dua standar pendapatan dan empat
interpretasi yang dikritik karena tidak memberikan pedoman yang cukup
(Munter, 2011). Dua standar IFRS menekankan pada transaksi dalam satu
dari empat kategori: pejualan barang dagang, penjualan layanan,
penggunaan lain dari aset entitas, dan kontrak konstruksi. Di bawah IFRS,
pendapatan didefinisikan sebagai the gross inflows of economic benefits
during the period arising in the course of the ordinary activities of an
entity when those inflows result in increase in equity other than increases
relating to contributions from equity participants. (IAS 18). Sedangkan
GAAP menyatakan pendapatan sebagai revenue represents actual or
expected cash inflows that have occurred or will result from the entitys
ongoing operations. Both GAAP and IFRS require revenue to be realizable
and earned before it is recognized.
Namun, GAAP dan IFRS berebda ketika kriteria ini dipenuhi.
Pengakuan pendapatan dari penjualan barang dagang lebih sering terjadi
ketika pengakuan pendapatan dari sumber lain. Meskipun IRS dan GAAP
memikirkan bahwa pendapatan seharusnya direalisasi dan diperoleh
sebelum diakui, perbedaan dalam kriteria untuk menentukan pendapatan
seharusnya diakui dari penjualan barang dagang.
Perusahaan publik mengandalkan GAAP

ketika

mengakui

pendapatan dari penjualan baik ketika pengiriman terjadi, kepemilikan


23

telah dialihkan, dan ada bukti persuasif pengaturan biaya yang tetap atau
telah ditentukan, dan kolektibilitas cukup meyakinkan ((Staff Accounting
Bulletins, SAB Topic 13). Namun, di bawah IFRS, pendapatan diakui pada
saat risiko secara signifikan dan manfaat kepemilikan telah dialihkan
kepada pembeli, penjual tidak mempertahankan keterlibatan manajerial
atau kontrol atas barang yang dijual, jumlah pendapatan dapat diukur
dengan handal, aliran manfaat ekonomi kepada penjual di masa depan,
dan biaya terkait dapat diukur secara andal (IAS 18,14).
IFRS telah mengambil pendekatan yang lebih liberal dalam
menentukan kapan harus mengakui pendapatan dari penjualan barang.
Di sisi lain, pendekatan GAAP mewujudkan karakteristik kualitatif
keandalan dan relevansi dengan mengharuskan kontinjensi terjadi
sebelum pendapatan dapat diakui. Kriteria yang ditetapkan dalam GAAP
lebih baik memastikan kesetiaan representasional dan nilai prediktif
dalam laporan keuangan yang mencerminkan pendapatan dari penjualan
barang. Pengaturan beberapa-deliverable dicatat berbeda berdasarkan
IFRS dan GAAP.
Ada dua masalah pengakuan pendapatan umum yang berkaitan
dengan beberapa-deliverable pengaturan: 1) menentukan kapan untuk
memisahkan transaksi dengan beberapa-deliverable dan 2) menentukan
metode akuntansi yang tepat untuk mengalokasikan pendapatan ke
dalam komponen terpisah (Cleavland 2013). GAAP membutuhkan harga
jual menjadi dasar untuk alokasi pertimbangan untuk komponen yang
berbeda dari transaksi. GAAP membutuhkan bukti obyektif-vendor
spesifik nilai wajar dalam menentukan sebagai estimasi harga jual. Jika itu
tidak tersedia, bukti pihak ketiga dapat digunakan. Jika tak satu pun dari
barang-barang yang tersedia, perkiraan terbaik dari harga jual dapat
digunakan

dan

mengalokasikan

melarang

penggunaan

pertimbangan.

Namun,

metode
IFRS

residual

terus

untuk

mengizinkan

perusahaan untuk memilih penggunaan metode residual.


Perbedaan lain antara IFRS dan GAAP adalah akuntansi program
loyalitas pelanggan. Akuntansi program loyalitas pelanggan kemungkinan
besar akan memiliki hasil yang berbeda berdasarkan IFRS dan GAAP dan
karena itu menjadi masalah lain yang perlu ditangani sebelum benarbenar mengadopsi IFRS. IFRS membutuhkan dan GAAP memungkinkan
program loyalitas pelanggan yang akan dicatat sebagai pengaturan
beberapa

elemen.

GAAP,

bagaimanapun,

juga

memungkinkan
24

perusahaan untuk menggunakan model biaya tambahan, yang, tidak


seperti model pengaturan multiple element, hasil pendapatan kurang
ditangguhkan. Perusahaan menggunakan GAAP ingin mengkonversi ke
IFRS atau memperluas bisnis mereka ke pasar internasional, harus
merekonsiliasi

laba

mereka

dilaporkan

untuk

mencerminkan

penangguhan, jika tidak, ini bisa akhirnya mempengaruhi kelangsungan


hidup perusahaan dan kemampuannya untuk bersaing secara adil di
tingkat internasional . Financial Accounting Standards Board (FASB) dan
International Accounting Standards Board (IASB) berkolaborasi dan
mencoba untuk menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengakuan pendapatan
dan mengembangkan standar pendapatan umum bertujuan untuk: "1)
menghapus inkonsistensi dan kelemahan dalam persyaratan penerimaan
yang ada, 2) memberikan kerangka yang lebih kuat untuk mengatasi
masalah pendapatan, 3) meningkatkan komparabilitas praktik pengakuan
pendapatan di seluruh badan, industri, yurisdiksi, dan pasar modal, 4)
memberikan informasi yang lebih berguna untuk pengguna laporan
keuangan melalui peningkatan persyaratan pengungkapan, dan 5)
menyederhanakan penyusunan laporan keuangan dengan mengurangi
jumlah persyaratan yang menjadi acuan entitas "(FASB).\
2.2.2

Jurnal Nasional

Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan


Pendapatan dan Kesesuainnya dengan PSAK 23 pada Industri
Pertelevisian Tahun 2010 Studi Kasus: LPP TVRI
Penulis: Miracle Sonnia Priharyadi
Dipublikasikan oleh: Library and Knowledge Center (LKC) BINUS University
(www.library.binus.ac.id)
Year: 2012
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui metode
pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pendapatan yang diterapkan
TVRI dan mengetahui kesesuaian metode pengakuan, pengukuran, dan
pengungkapan pendapatan yang diterapkan TVRI dengan PSAK 23.
Metode pengakuan pendapatan yang diterapkan LPP TVRI adalah accrual
basis, kecuali untuk pendapatan dari sewa peralatan teknik dan non
teknik dan sewa rumah dinas yang diakui berdasarkan atas dasar garis
lurus selama jangka waktu sewa. Selain itu, untuk Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
25

Daerah (APBD), diakui berdasarkan cash basis. Pengakuan pendapatan


untuk kerjasama produksi dan atau penyiaran dengan pihak ketiga dan
iklan tidak sesuai dengan PSAK 23 karena pengakuan pendapatannya
tidak

konsisten

dan

masih

salah

untuk

transaksi-transaksi

untuk

penerimaan-penerimaan tersebut. Pengakuan pendapatan untuk liputan


tidak sesuai karena menurut PSAK 23 paragraf 27 jika hasil dari suatu
transaksi tidak dapat diestimasi dengan andal dan kecil kemungkinan
biaya yang terjadi akan diperoleh kembali, pendapatan tidak diakui dan
biaya yang terjadi diakui sebagai beban. Jadi seharusnya pada 102
awalnya beban harus diakui. Karena jika pendapatan langsung diakui
pada

saat

uang

telah

diterima,

hal

ini

merupakan

dasar

kas.

Pengungkapan berdasarkan PSAK 23 untuk transaksi pada LPP TVRI


secara keseluruhan belum lengkap karena pada paragraf
menyebutkan

bahwa

perusahaan

harus

mengungkapkan

34 (a)

kebijakan

akuntansi yang dianut untuk pengakuan pendapatan termasuk metode


yang dianut untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi penjualan
jasa. Pada catatan atas laporan keuangan hanya terdapat pengungkapan
atas kebijakan akuntansi yang dianut dan tidak ada pengungkapan atas
metode yang dianut untuk menentukan tingkat penyelesaian yaitu jadwal
rencana penayangan yang disebut bukti tayang atau bukti siar khususnya
untuk penerimaan dari kerjasama produksi dan atau penyiaran dengan
pihak ketiga dan penerimaan dari iklan. Kebijakan akuntansi untuk
penerimaan non operasional pun tidak diungkapkan pada catatan atas
laporan keuangan. Secara keseluruhan, masalah yang ditemukan oleh
Miracle Sonnia Priharyadi adalah tentang ketidakkonsistenan pelaksanaan
pembayaran yang terjadi dengan perjanjian 103 yang dibuat dengan
mitra. Hal ini khususnya terjadi pada transaksi kerjasama produksi dan
atau penyiaran dengan pihak ketiga dan iklan. Mitra bisa saja merubah
cara pembayaran dan TVRI akan mengikuti perubahan tersebut. Hal ini
bisa dibenarkan apabila ada hal yang memaksa mitra merubah.
Perlakuan Akuntansi Pendapatan dan Beban Berbasis SAK Etap
dan Implikasinya pada Laporan Keuangan KSP Duta Sejahtera
Penulis: Kadek Arsani dan Wayan Putra
Dipublikasikan oleh: E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana
(http://ojs.unud.ac.id/)
Year: 2013
26

Koperasi simpan pinjam merupakan jenis usaha yang sangat


mengandalkan
perkembangan

kepercayaan
dan

masyarakat

kelangsungan

usahanya.

untuk
Salah

menunjang
satu

indikator

koperasi yang baik adalah laporan keuangan yang wajar dan sesuai
dengan

standar

akuntansi

yang

berlaku.

Pendapatan

dan

beban

merupakan komponen laporan keuangan yang penting karena perbedaan


perlakuan

terhadap

pendapatan

dan

beban

akan

mengakibatkan

perubahan pada laporan keuangan yang dihasilkan. Standar Akuntansi


Keuangan yang diperuntukkan untuk entitas koperasi adalah SAK ETAP.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan
dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif
komparatif.
PSAK adalah standar yang digunakan dalam penyususnan laporan
keuangan. Berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan pada suatu
entitas, PSAK No. 27 tentang akuntansi perkoperasian tidak berlaku lagi,
pada Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan bulan Juni 2012, PSAK
No. 27 tidak tercantum. Disamping itu sesuai dengan surat edaran Deputi
Kelembagaan Koperasi dan UMKM RI Nomor: 200/SE/Dept.1/XII/2011
tanggal 20 Desember bahwa sehubunga pemberlakuan IFRS, maka
entitas Koperasi dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangannya
mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik (SAK ETAP).
Penyusunan laporan keuangan koperasi hendaknya berpedoman
pada standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntabilitas
publik. SAK ETAP terpisah dari SAK besar dimana SAK ETAP dalam
pedoman penyusunan laporan keuangan dibuat lebih sederhana. Menurut
Sen Yung (2010), dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak
kemudahan untuk perusahaan dibandingkan dengan PSAK dengan
ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Latar belakang disusunnya
SAK ETAP yang terpisah dari PSAK adalah karena PSAK (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan) yang mengadopsi International Financial
Reporting Standard (IFRS) terlalu kompleks jika diterapkan oleh usaha
kecil di Indonesia. Maka dari itu diperlukan standar yang lebih sederhana
dan memudahkan usaha kecil dalam penyusunan laporan keuangan.
Disamping SAK ETAP pada tahun 2010 diterbitkan PA-BPR
(Pedoman Akuntansi BPR) yang disusun oleh tim penyusun pedoman
akuntansi bank perkreditan rakyat Bank Indonesia atas kerjasama dengan
27

IAI. PA-BPR merupakan pedoman yang sifatnya lebih teknis yang memuat
penjelasan dan contoh-contoh perhitungan yang diharapkan dapat
mempermudah pemahaman terhadap SAK ETAP.
Badan usaha koperasi merupakan gerakan ekonomi kerakyatan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi
di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012. Koperasi
merupakan

kumpulan

dari

orang-orang,

bukan

kumpulan

modal

(Soemarso, 2008:204). Salah satu jenis koperasi adalah koperasi simpan


pinjam. Koperasi simpan pinjam merupakan jenis usaha yang memiliki
kegiatan usaha terbatas, dengan transaksi yang sederhana meliputi
penghimpunan

dana

dan

penyaluran

kredit

kepada

anggota

dan

masyarakat umum. Muhammad Khafid, dkk. (2010) mengatakan bahwa,


untuk mencapai tujuan-tujuan koperasi, maka pengelolaan koperasi harus
dilakukan dengan benar dan profesional. Salah satu tolak ukur koperasi
yang sehat adalah koperasi yang melakukan pengelolaan keuangan yang
benar. Sebagai sebuah lembaga ekonomi yang menghasilkan suatu
laporan keuangan maka masalah akuntansi koperasi merupakan salah
satu masalah penting yang ada di koperasi.
Selisih Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang
diperoleh selama satu tahun buku dikurangi dengan penyusutanpenyusutan

dan

biaya-biaya

dari

tahun

buku

yang

bersangkutan

(Sugiyarso, 2011:61). Pendapatan dan beban merupakan komponen


utama dalam laporan laba rugi. Menurut Scipper (2009), pendapatan
selalu menjadi item tunggal yang penting dalam suatu laporan keuangan.
Menurut Martin (2009), Publik Oversight Boards Panel dalam laporan dan
rekomendasinya menjelaskan bahwa beban menempati urutan kedua
setelah pendapatan sebagai akun yang paling sering mengalami salah
saji.
Pengakuan dan pengukuran pendapatan bunga pinjaman pada KSP
Duta sejahtera belum sesuai dengan SAK ETAP. Pendapatan bunga
pinjaman

pada

KSP

Duta

Sejahtera

yaitu

diakui

sebesar

Rp

2.040.411.690. Pengukuran pendapatan bunga pinjaman pada KSP Duta


Sejahtera ditetapkan 1,75 persen dari pinjaman yang diberikan. Jika
disesuaikan

dengan

Standar

Akuntansi

Keuangan

Entitas

Tanpa

Akuntabilitas Publik pendapatan bunga pinjaman diakui secara akrual,


dimana pencatatan bunga pinjaman kedalam rekening pendapatan pada
saat jatuh waktu sebesar persentase yang ditetapkan dari jumlah
28

pinjaman yang diberikan dikalikan dengan jumlah bulan dalam satu


periode dan dicatat sebesar Rp 2.273.621.147.
Pengakuan dan pengukuran pendapatan

provisi

dan

biaya

administrasi yang diterapkan KSP Duta Sejahtera belum sesuai dengan


SAK ETAP. Pendapatan jasa administrasi yang terdiri dari pendapatan
provisi dan pendapatan dari biaya transaksi atas pinjaman yang
diberikan. Pendapatan jasa administrasi yang diterapkan oleh KSP Duta
sejahtera ditetapkan 2 persen dari jumlah pinjaman yaitu 1 persen untuk
pendapatan provisi dan 1 persen untuk biaya transaksi. Pendapatan jasa
administrasi pada KSP Duta Sejahtera diakui pada saat realisasi kredit
dan tidak diamortisasi yang dinilai sebesar Rp 228.663.000. Sedangkan
menurut SAK ETAP pendapatan provisi diakui pada saat pinjaman
diberikan yang ditangguhkan terlebih dahulu kemudian diamortisasi
secara sistematis sesuai dengan jangka waktu kredit, yang diukur
sebesar jumlah pendapatan provisi dibagi jangka waktu pemberian kredit
yaitu sebesar Rp 17.338.601.
Pengakuan dan pengukuran pendapatan non-operasional pada KSP
Duta Sejahtera sudah sesuai dengan SAK ETAP . Pendapatan nonoperasional terdiri dari pendapatan dividen dan pendapatan nonoperasional lainnya yang diakui sebesar jumlah yang menjadi hak
koperasi

dan.

Pendapatan

dividen

sebesar

Rp

19.150.827

dan

pendapatan non-operasional lainnya sebesar Rp 16.780.600.


Dapat simpulkan bahwa perlakuan terhadap pendapatan pada KSP
Duta Sejahterabelum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas
Tanpa Akuntabilitas Publik.
Analisis Pengakuan, Pengukuran, Serta Penyajian Pendapatan
Premi Asuransi Syariah Berdasarkan PSAK 108 pada PT. Asuransi
Takaful Umum
Penulis: Annisa Rulitasari
Dipublikasikan oleh: Library and Knowledge Center (LKC) BINUS University
(www.library.binus.ac.id)
Year: 2013
Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui cara pengakuan dan
pengukuran, serta penyajian pendapatan premi atas produk asuransi
syariah pada PT. Asuransi Takaful Umum, untuk mengetahui apakah cara
pengukuran, pengukuran, serta penyajian pendapatan atas produk
asuransi syariah pada PT. Asuransi Takaful Umum telah sesuai dengan
29

PSAK

108

tentang

transaksi

akuntansi

asuransi

syariah,

untuk

mengetahui sistem pembagian keuntungan yang diterapkan perusahaan


berdasarkan hukum syariah.
Sebagai pelopor asuransi syariah di Nusantara, Takaful Indonesia
telah melayani masyarakat dengan jasa asuransi yang sesuai dengan
prinsip

syariah,

selama

lebih

dari

satu

dasawarsa,

melalui

dua

perusahaan operasionalnya: PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa


Syariah) dan PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum Syariah). PT
Syarikat Takaful Indonesia (Perusahaan) berdiri pada 24 Februari 1994
atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang
dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui
Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa
Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha
muslim Indonesia. Melalui kedua anak perusahaannya yaitu PT Asuransi
Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum, Perusahaan telah
memberikan jasa perlindungan asuransi yang menerapkan prinsip-prinsip
murni syariah pertama di Indonesia.
Menurut Sula (2009), menyatakan

bahwa

asuransi

syariah

merupakan salah satu lembaga keuangan syariah yang dapat berperan


sebagai

penerima

dan

pengelola

wakaf,

sekaligus

penyalur

hasil

investasi.
Pengakuan pendapatan berdasarkan PSAK 108: 1) Kontribusi dari
peserta diakui sebagai bagian dari dana tabarru dalam dana peserta.
(Paragraf 14), 2) Dana tabarru yang diterima tidak diakui sebagai
pendapatan,
menggunakan

karena
dana

entitas
tersebut

asuransi
untuk

syariah

tidak

keperluannya,

berhak

untuk

tetapi

hanya

mengelola dana sebagai wakil para peserta. (Paragraf 15), 3) Selain dari
kontribusi peserta, tambahan dana tabarru juga berasal dari hasil
investasi dan akumulasi cadangan surplus underwriting dana tabarru.
Investasi oleh entitas pengelola dilakukan (dalam kedudukan sebagai
entitas pengelola) antara lain, sebagai wakil peserta (wakalah) atau
pengelola dana (mudharabah atau mudharabah musytarakah). (Paragraf
16), 4) . Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai:
a. Dana syirkah temporer jika menggunakan akad mudharabah atau
mudharabah musyarakah; dan atau b. Kewajiban jika menggunakan akad
wakalah. (Paragraf 17), 5) Pada saat entitas pengelola menyalurkan dana
investasi yang menggunakan akad wakalah bil ujroh, entitas mengurangi
30

kewajiban dan melaporkan penyaluran tersebut dalam laporan perubahan


dana investasi terikat. (Paragraf 18), 6) Perlakuan akuntansi untuk
investasi dengan menggunakan akad mudharabah, atau mudharabah
musytarakah mengacu pada PSAK yang relevan. (Paragraf 19), 7) Bagian
kontribusi untuk ujroh/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan
labarugi dan menjadi beban dalam laporan surplus deficit underwrtiting
dana tabarru. (Paragraf 20).
Pengukuran setelah Pengakuan Awal pendapatan berdasarkan
PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah: 1) Penetapan
besaran pembagian surplus underwriting dana tabarru tergantung
kepada peserta secara kolektif, regulator atau kebijakan manajemen, 2)
Bagian surplus underwriting dana tabarru yang didistribusikan kepada
peserta

dan

bagian

surplus

underwriting

dana

tabarru

yang

didistribusikan kepada entitas pengelola diakui sebagai pengurang


surplus dalam laporan perubahan dana tabarru. (Paragraf 22), 3) Surplus
underwriting dana tabarru yang diterima entitas pengelola diakui sebagai
pendapatan dalam laporan laba rugi, dan surplus underwriting dana
tabarru yang didistribusikan kepada peserta diakui sebagai kewajiban
dalam neraca. (Paragraf 23), 4) Jika terjadi defisit underwriting dana
tabarru, maka entitas pengelola wajib menanggulangi kekurangan
tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian qardh tersebut
kepada entitas pengelola berasal dari surplus dana tabarru yang akan
datang. (Paragraf 24).
Penyajian menurut PSAK 108: 1) Bagian surplus underwriting dana
tabarru yang didistribusikan kepada peserta disajikan secara terpisah
pada pos bagian surplus underwriting dana tabarru yang didistribusikan
kepada peserta dan bagian surplus yang didistribusikan kepada entitas
pengelola

disajikan

secara

terpisah

pada

pos

bagian

surplus

underwriting dana tabarru yang didistribusikan kepada pengelola dalam


laporan perubahan dana tabarru.(paragraf 32), 2) Penyisihan teknis
disajikan secara terpisah pada kewajiban dalam neraca.(paragraf 33).
Pengungkapan pendapatan menurut PSAK 108 tentang akuntansi
transaksi asuransi syariah: 1) Entitas pengelola mengungkapkan terkait
kontribusi, mencakup tetapi tidak terbatas pada: 14 a. Kebijakan
akuntansi untuk: (i) Kontribusi yang diterima dan perubahannya; (ii)
Pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya b. Piutang kontribusi dari
peserta,

entitas

asuransi,

dan

reasuransi;

c.

Rincian

kontribusi
31

berdasarkan

jenis

asuransi;

d.

Jumlah

dan

persentase

komponen

kontribusi untuk bagian risiko dan ujroh dari total kontribusi per jenis
asuransi; e. Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana
tabarru. f. Jumlah pinjaman (qardh) untuk menutup defisit underwriting
(jika ada). (Paragraf 36), 2) Entitas pengelola mengungkapkan terkait
dengan dana investasi, mencakup tetapi tidak terbatas pada: a. Kebijakan
akuntasi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta; dan
b. Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam
pengumpulan dan pengelolaan dana investasi. (Paragraf 37), 3) Entitas
pengelola mengungkapkan terkait penyisihan teknis, tetapi tidak terbatas
pada: a. Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan
dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir); b. Dasar yang
digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan teknis dan
perubahan basis yang digunakan. (Paragraf 38), 4) Entitas pengelola
mengungkapkan terkait cadangan dana tabarru, mencakup tetapi tidak
terbatas

pada:

a.

Dasar

yang

digunakan

dalam

penentuan

dan

pengukuran cadangan dana tabarru. b. Perubahan cadangan dana


tabarru per jenis tujuan pencadangannya (saldo awal, jumlah yang
ditambahkandan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir); c.
Pihak yang menerima pengalihan saldo cadangan dana tabarru jika
terjadi likuidasi atas produk atau entitas; d. Jumlah yang dijadikan
sebagai dasar penentuan distribusi surplus underwriting. (Paragraf 39), 5)
Entitas pengelola mengungkapkan aset dan kewajiban yang menjadi
milik.
Pengakuan pendapatan premi asuransi umum syariah pada PT.
Asuransi Takaful Umum menggunakan metode accrual basis, dimana
pendapatan premi atau kontribusi tersebut telah diakui pada saat
penerbitan polis, yang artinya pada saat polis tersebut telah dibuat maka
pertanggungan telah dimulai. Untuk pencadangan teknis, perusahaan
mengacu pada PSAK 108 paragraf 26, dimana pencadangan teknis dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian menjadi cadangan kontribusi yaitu jumlah untuk
memenuhi klaim yang terkait dengan kontribusi nyang timbul pada
periode berjalan atau periode mendatang (penyisihan kontribusi yang
belum menjadi hak), cadangan klaim EKRS (Estimasi Klaim Retensi
Sendiri) yang merupakan klaim yang telah diaporkan tetapi belum diakui
atau klaim yang masih dalam proses, dan IBNR (incurred but not

32

reported), yaitu dana klaim yang sudah dibayarkan oleh nasabah tetapi
belum dilaporkan sampai akhir periode berjalan.
Perhitungan kontribusi dilakukan oleh Departemen Teknis PT.
Asuransi Takaful Umum. Pada bagian akuntansi, data yang tersaji sudah
berupa ledger yang telah dihitung secara sistematis oleh Departemen
Teknis. Perhitungan kontribusi pada PT. Asuransi Takaful Umum mengacu
pada suku kontribusi dimana suku kontribusi tersebut telah ditetapkan
dengan cara melihat data statistik resiko klaim selama 3(tiga) tahun ke
belakang. Perlakuan akuntansi terhadap dana kontribusi yang terapkan
oleh perusahaan yaitu dengan 75 mengakui dana kontribusi tersebut
sebagai bagian dari dana tabarru, Piutang premi telah diakui saat terbit
polis

atau

sebelum

perusahaan

menerima

pembayaran

kontribusi

tersebut dari peserta dan diungkap pada laporan keuangan sebagai


piutang

kontribusi

dalam

laporan

posisi

keuangan,

sedangkan

Pendapatan premi diungkap sebagai kontribusi bruto dalam laporan


keuangan pada laporan surplus underwriting dana tabarru, maka prinsip
ini sesuai dengan PSAK 108 paragraf 10. Perlakuan dana kontribusi untuk
ujroh

sama

hal

nya

dengan

perlakuan

akuntansi

terhadap

dana

kontribusi, yaitu dengan menggunakan metode accrual basic, beban


ujroh diungkap dalam laporan keuangan sebagai ujroh pengelola pada
laporan surplus underwriting dana tabarru dan Utang ujroh diungkap
sebagai piutang kontribusi dalam laporan keuangan pada laporan posisi
keuangan, maka prinsip ini sesuai dengan PSAK 108 paragraf 20.
Investasi pendapatan PT. Asuransi Takaful Umum seluruhnya
dilakukan pada instrumen-instrumen investasi syariah seperti deposito
syariah, reksadana syariah, dan pasar modal syariah sesuai dengan Fatwa
Dewan

Syariah

Nasional

nomor

53/DSN-MUI/III/2006

tentang

Akad

Tabarru, yaitu dengan cara mengumpulkan dana kontribusi yang masingmasing dibayar oleh peserta, kemuadian dana tersebut dikumpulkan
dalam satu rekening dana bersama yaitu dana tabarru yang tujuannya
adalah digunakan untuk membayar klaim peserta apabila ada peserta
yang

mangalami

kerugian.

Kumpulan

dana

tabarru

tersebut

diinvestasikan dengan menggunakan akad wakalah bil ujroh dimana


perusahaan asuransi lah yang diberi kuasa oleh para peserta untuk
mengelola dana mereka dan sebagai imbal jasa atas pengelolaan dana
tersebut

maka

peserta

dibebani

ujroh.

Jika

terdapat

surplus

76

underwriting, maka surplus tersebut dibagi-hasilkan kepada para peserta.


33

Sistem

pembagian

keuntungan

untuk

perusahaan

adalah

dengan

menginvestasikan dana tabarru yang berasal dari pembayaran kontribusi


peserta

berdasarkan

Fatwa

Dewan

Syariah

Nasional

nomor

52/DSNMUI/III/2006 tentang Akad wakalah bil ujroh pada Asuransi


Syariah, dana investasi tersebut ditambah ujroh yang dibayar lagi oleh
peserta kepada perusahaan dan surplus underwriting atas dana tabarru.
Sehingga perusahaan mendapatkan pandapatan dari 3 (tiga) sumber
yaitu keuntungan dari investasi dana tabarru peserta, ujroh atas kotribusi
peserta, dan surpus underwriting dana tabarru. Kemudian hasil tersebut
dikurangi

oleh

biayabiaya

administrasi

dan

biaya

operasi,

dari

perhitungan itulah dapat diketahui apakan perusahaan mendapat profit


atau mangalami (loss).
Analisis Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan Berdasarkan
PSAK No. 23 pada PT. Misa Utara Manado
Penulis: Saharia Samsu
Dipublikasikan oleh: Jurnal EMBA (www.ejournal.unsrat.ac.id)
Tahun: 2013
Pengakuan perlu dilakukan pada saat yang tepat atas suatu
kejadian ekonomi yang menghasilkan pendapatan, begitu juga jumlah
yang

diakui

haruslah

diukur

secara

tepat

dan

pasti

agar

tidak

mengakibatkan kesalahan informasi yang disajikan dalam laporan laba


rugi juga dalam pengambilan keputusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengakuan dan
pengukuran pendapatan pada PT Misa Utara Manado telah sesuai dengan
PSAK No. 23, sehingga penyajian laporan keuangan PT Misa Utara sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Metode
penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan menggunakan
data primer dan sekunder.
Perusahaan yang menjadi objek penelitian skripsi ini adalah PT.
Misa Utara Manado. PT. Misa Utara ini berlokasi di Jl. Hasanudin No. 13
Manado,

didirikan

di

Manado

pada

tanggal

13

November

1975

berdasarkan Akte Notaris T. Eddy Boham, SH, Nomor 28 pada tanggal 29


Juni 2005. PT. Misa Utara adalah perusahaan yang aktivitasnya bergerak
dalam bidang pelayanan jasa kurir atau jasa titipan dengan skala nasional
dan internasional yang berfokus pada pengiriman alat-alat berat. Pada PT.
Misa Utara, pendapatan yang diperoleh hanya berasal dari pendapatan
operasional perusahaan yaitu pendapatan yang bersumber dari aktivitas
34

utama perusahaan dimana imbalan diterima dalam bentuk kas atau


setara kas.
Terdapat dua kriteria pengakuan pendapatan menurut prinsip yang
berlaku umum. PT. Misa Utara dalam hal kebijakan mengenai pengakuan
pendapatan sebagai hasil dari penjualan jasa kurir atau jasa titipan lebih
mengacu pada pengakuan pendapatan berdasarkan konsep accrual basic,
yaitu pendapatan diakui pada saat telah terjadinya pendapatan dan biaya
pada periode yang bersamaan. Dalam hal menerima pembayaran
penjualan secara kredit yang diakui sama dengan penjualan tunai.
Perbedaannya hanya terletak pada piutang yang akan bertambah atau
berkurang jika kas diterima. Pengukuran pendapatan pada PT. Misa Utara
dilakukan dengan memandang nilai tukar dan jumlah uang yang
disepakati harus dibayar oleh konsumen pada saat terjadinya transaksi.
Nilai tukar yang disepakati merupakan ukuran terbaik bagi pendapatan
perusahaan pada saat terjadi penjualan jasa.
Pengukuran pendapatan pada perusahaan

ini

ditentukan

berdasarkan jenis pelayanan jasa, serta menunjukkan besarnya kas


ekuivalen yang akan diterima perusahaan. Dengan demikian, pengukuran
pendapatan telah sesuai dengan PSAK No. 23 Standar Akuntansi
Keuangan yang menyatakan bahwa pengukuran pendapatan diukur
dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang akan diterima oleh
perusahaan. Dalam pengukuran pendapatan yang diterapkan oleh
perusahaan PT. Misa Utara ini, menggunakan dasar pengukuran historis
dimana pendapatan dan beban diukur berdasarkan nilai wajar yang ada
pada saat penjanjian kontrak dibuat. Apabila terdapat tingkat perubahan
harga secara umum, misalnya terjadi kenaikan bahan bakar yang
mempengaruhi tingkat harga barang-barang dan jasa dalam masyarakat.
Namun hal ini sangat jarang terjadi, sehingga dapat ditentukan bahwa
dasar dalam pengukuran pendapatan dan beban yang digunakan oleh
perusahaan adalah dasar beban historis. Pendapatan historis diukur
dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima. nilai wajar
imbalan yang diterima atau dapat diterima ini diukur dengan nilai mata
uang. Mengenai kebijaksanaan penyisihan piutang tak tertagih, PT. Misa
Utara tidak menetapkan kebijaksanaan apapun meskipun kebijaksanaan
ini mengandung resiko yang besar mengenai kerugian yang akan diderita
perusahaan jika sewaktu-waktu terdapat perusahaan konsumen yang
pailit. Namun mengingat tenggang waktu untuk melakukan pembayaran
35

piutang

realtif

singkat,

perusahaan

menganggap

kemungkinan

pembayaran tidak tertagih sangat kecil.


Analisis Penerapan PSAK No. 34 (Revisi 2010) atas Pengakuan
Pendapatan pada Perusahaan Jasa Konstruksi PT MSU
Penulis: Cinthia Valentine
Dipublikasikan oleh: Library and Knowledge Center (LKC) BINUS University
(www.library.binus.ac.id)
Tahun: 2014
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui apakah pengakuan
pendapatan dengan menggunakan metode persentase penyelesaian
berdasarkan pendekatan fisik yang digunakan oleh PT MSU telah sesuai
dengan PSAK No. 34 (Revisi 2010) atas pengakuan pendapatan pada
perusahaan jasa konstruksi dan untuk mengetahui dampak perbedaan
antara pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode persentase
penyelesaian berdasarkan pendekatan fisik dan pendekatan biaya (cost
tocost) pada PT MSU. Kebijakan akuntansi yang terdapat dalam PT MSU
terkait dengan pendapatan adalah pendapatan atas jasa konstruksi diakui
berdasarkan

tingkat

persentase

penyelesaian

pekerjaan.

PT.MSU

mengadakan sebuah perjanjian dan kontrak dengan Dinas Pekerjaan


Umum Provinsi Riau. Berdasarkan keseluruhan kontrak yang telah
disetujui sesuai dengan surat perjanjian kontrak tahun 2012, maka
diketahui nilai kontrak pekerjaan yang akan diterima oleh PT. MSU adalah
sebesar Rp 750.011.252,34 (sudah termasuk pajak sebesar 10%) dengan
keuntungan pemborongan yang akan diterima oleh PT. MSU adalah
sebesar 16.24%. Setelah melakukan analisis menurut Cinthia Valentine,
PT.MSU

menerapkan

metode

persentase

penyelesaian

berdasarkan

pendekatan kemajuan fisik dalam mengakui pendapatannya.

Metode

persentase penyelesaian didasarkan pada estimasi kemajuan fisik atas


pekerjaan yang telah dicapai di lapangan. Estimasi kemajuan fisik ini
dituangkan dalam Laporan Prestasi Poyek (LPP) yang dibuat oleh Site
Manager beserta petugas pengawas lapangan. Berdasarkan pendekatan
fisik dalam metode yang diterapkan terdapat beberapa kelemahan, yaitu:
(1) taksiran penyelesaian kemajuan fisik yang dilakukan berdasarkan
opname lapangan, tidak menjamin keakuratan penilaian, (2) besarnya
pendapatan yang diakui hanya didasarkan pada kemajuan fisik saja tanpa
memperhatikan besarnya biaya yang terjadi, (3) dalam metode ini biaya
36

yang terjadi tidak dapat diatribusikan pada tahap penyelesaian pekerjaan


proyek

dalam

mengakui

pendapatan

periode

berjalan,

yang

menyebabkan pendapatan, beban dan laba konstruksi yang dilaporkan


tidak dapat diatribusikan menurut penyelesaian pekerjaan kontrak secara
proporsional. Hal ini masih belum sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No. 34 (Revisi 2010). Terdapat perbedaan yang
signifikan dalam mengakui pendapatan dan laba dalam periode berjalan
dengan menggunakan metode persentase penyelesaian berdasarkan
pendekatan fisik dan metode persentase 70 penyelesaian berdasarkan
pendekatan

biaya

(cost-to-cost).

Metode

persentase

penyelesaian

berdasarkan pendekatan biaya (cost-to-cost) sudah mengakui adanya


pendapatan dan laba sejak awal periode kontrak konstruksi. Walaupun,
pada akhirnya gross profit yang diterima oleh PT. MSU akan sama apabila
menggunakan

kedua

pendekatan

tersebut.

Metode

persentase

penyelesaian berdasarkan pendekatan biaya (cost-to-cost) memberikan


gambaran

yang

lebih

wajar

dalam

mengakui

pendapatan

jika

dibandingkan dengan metode persentase penyelesaian berdasarkan


pendekatan fisik karena berdasarkan pendekatan biaya (cost-to-cost)
mengakui pendapatan dengan memperhatikan besarnya biaya yang
terjadi atau biaya yang telah dicurahkan untuk mencapai tahap
penyelesaian

pekerjaan kontrak

dalam periode

berjalan.

Sehingga

perusahaan dapat membuat laporan laba rugi setiap akhir periode dan
sesuai dengan matching principle, yang menyatakan bahwa bebanbeban
harus diakui dalam periode yang sama sebagai satu kesatuan dengan
pendapatan dalam rangka penyajian laporan keuangan yang wajar.

BAB 3
KESIMPULAN

37

Berdasarkan

pembahasan

yang

ada,

maka

dapat

ditarik

kesimpulan dari penulisan ini, yaitu:


1. Pendapatan merepresentasikan arus fisik dan arus moneter.
Menurut IAS 18/AASB 118 Revenue paragraf 7, Pendapatan adalah
arus masuk bruto dari manfaat ekonomi ekonomi yang timbul dari
aktivitas aktivitas normal entitas selama entitas selama suatu
periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas
yang tidak berasal dari kontribusi pemilik. Dalam IASB Framework,
pendapatan (revenue) merupakan bagian dari laba (income).
Contoh dari pendapatan adalah penjualan, fees, bunga, dividen,
royalti, dan sewa. Pendapatan merupakan bentuk dari laba (yang
termasuk keuntungan) dan muncul dari aktivitas bisnis harian
perusahaan.
2. Pandangan perilaku

atas

pendapatan

menunjukkan

bahwa

pendapatan (dan profit) muncul dari sesuatu yang dilakukan oleh


perusahaan. Semua aktivitas perusahaan yang merupakan proses
pendapatan. Dalam proses ini, titik untuk pengakuan pendapatan
harus ditentukan.
3. Laba bersih ditentukan atas dasar peningkatan nilai bersih dari
perusahaan. Konsep dari laba dan definisi dikembangkan melalui
kasus pengadilan dan perbedaan antara modal dan pendapatan
muncul. Seiring berjalannya waktu, penekanan pada perubahan
dalam nilai bersih disusul oleh gagasan bahwa pendapatan harus
direalisasikan.

Kriteria

pengakuan

pendapatan

yang

pada

umumnya diterima berusaha keras untuk memandu akuntan kapan


pendapatan harus direalisasikan. Tiga kriteria tersebut adalah
pengukuran nilai aset, keterjadian transaksi, dan penyelesaian
substansial dari proses pendapatan.
4. Standar akuntansi seperti IAS 18/AASB

118

Revenue

telah

menyediakan pedoman spesifik mengenai pengakuan pendapatan.


IAS 18/AASB 18 menjelaskan bahwa ketika pendapatan diakui
dalam kaitannya dengan penjualan barang, penjualan jasa, dan
bunga,

royalti,

merupakan

dan

proses

dividen.
langsung

Pengakuan
karena

pendapatan

aktivitas

dan

bukan

keadaan

bervariasi dari bisnis.


5. Pembuat standar seperti IASB dan FASB menyatakan pandangan
bahwa transaksi pendapatan tidak dipandu dengan baik oleh
panduan

literatur

saat

ini.

Mereka

harus

mengidentifikasi
38

inkonsistensi dalam panduan yang ada dan perbedaan dalam


praktek.

Selanjutnya,

transaksi

menjadi

lebih

kompleks

membutuhkan ulasan pedoman saat ini. Sehingga, IASB dan FASB


memiliki proyek bersama dengan tujuan untuk memberikan
seperangkat

prinsip

komprehensif

untuk

pengakuan

dan

pengukuran pendapatan. Pembuat standar membuat penggunaan


yang lebih besar atas pengukuran fair value dalam standar saat ini
seperti IAS 39/AASB 139. Pengukuran fair value meningkatkan
keuntungan

dan

kerugian

yang

belum

direalisasikan

yang

dipertimbangkan sebagai bagian dari laba. Karena itu, penyajian


laba dari operasi secara terpisah dari itu menghubungkan ke
pengukuran ulang telah dipertimbangkan. IASB dan FASB telah
beekrja sama dalam proyek penyajian laporan keuangan yang
menyelidiki bagaimana menyajikan perubahan dalama aset dan
liabilitas dari transaksi dan peristiwa lain dalam laporan keuangan
dengan paling baik. Pendekatan aset liabilitas, bahwa laba diukur
sebagai perubahan dari net assets, menekankan pengurangan
lebih sedikit dalam istilah realisations and earned.
6. Overstatement pendapatan biasanya terjadi karena dorongan
manajer untuk mengelabui pengguna laporan keuangan. Hal itu
mungkin terjadi jika kompensasi manajer berdasarkan bonus yang
terkait dengan target pendapatan. Auditor perlu memperhatikan
hal-hal terkait dengan overstatement pendapatan.

39

Você também pode gostar