Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Jenis
Lembaga Negara
Industri/jasa Asuransi
Didirikan
1977 (sebagai ASTEK)
Jl. Jendral Gatot Subroto No. 79
Kantor pusat
Jakarta Selatan
Situs web
bpjsketenagakerjaan.go.id
Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan
yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan
sosial tenaga kerja.
BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), yang
dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT.
Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014.
BPJS Kesehatan dahulu bernama Askes bersama BPJS Ketenagakerjaan merupakan program
pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31
Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014,
sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2015.
Direktur utama saat ini adalah Elvyn G. Masassya.
Daftar isi
1 Sejarah
5 Filosofi jamsostek
6 Layanan Elektronik
7 Pranala luar
Sejarah
Sejarah terbentuknya BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama Jamsostek mengalami proses
yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja,
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan
bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan
Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial
(YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara
kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk
perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah
penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang
pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi
kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP
No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT. Jamsostek sebagai badan
penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan
dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen
UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan
rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi
maupun produktivitas kerja.
Kiprah Perusahaan yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di
Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT. Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4
(empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian
(JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga
kerja dan keluarganya.
Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah
menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan
Pensiun mulai 1 Juli 2015.[1].
Pada tahun 2014 pemerintah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sebagai program jaminan sosial bagi masyarakat sesuai UU No. 24 Tahun 2011, Pemerintah
mengganti nama Askes yang dikelola PT. Askes Indonesia (Persero) menjadi BPJS Kesehatan
dan mengubah Jamsostek yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Peristiwa kecelakaan
Sakit
Hamil
Bersalin
Cacat
Hari tua
Meninggal dunia
Hal-hal ini mengakibatkan berkurangnya dan terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau
membutuhkan perawatan medis.
Filosofi jamsostek
Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi risiko sosial ekonomi.
Kemandirian berarti tidak bergantung pada orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu
sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya, bila meninggal dunia.
Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain.
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html
Sejarah
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban
Negara - untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan
kondisi kemampuan keuangan Negara. Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya,
mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan
sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU
No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP)
No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan
kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964
tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969
tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga
kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk
perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah
penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang
pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi
kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP
No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan
penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan
dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen
UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan
rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi
maupun produktivitas kerja.
Kiprah Perusahaan PT Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif
Tenaga Kerja di Indonesia dengan memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup
Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT)
dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus
berlanjutnya hingga berlakunya UU No 24 Tahun 2011.
Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah
menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan
penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015.
Menyadari besar dan mulianya tanggung jawab tersebut, BPJS Ketenagakerjaan pun terus
meningkatkan kompetensi di seluruh lini pelayanan sambil mengembangkan berbagai program
dan manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan keluarganya.
Kini dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program BPJS Ketenagakerjaan tidak
hanya memberikan manfaat kepada pekerja dan pengusaha saja, tetapi juga memberikan
kontribusi penting bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia ok.
Sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang memenuhi perlindungan dasar
bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi:
Tenaga Kerja: Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan
keluarga
BPJS Ketenagakerjaan dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi
risiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai
perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia.
Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan orang
lain. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan
dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu
yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
Motto Perusahaan
Menjadi Jembatan Menuju Kesejahteraan Pekerja
rencana/pekerjaan/tugas
yang
telah
https://m.facebook.com/notes/universitas-borobudur-jakarta/undang-undangjaminan-dan-jenis-perlindungan-tenaga-kerja/546860785327961/
Pengertian Tenaga Kerja, Undang Undang dan Jenis Perlindungan Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat
pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat
termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya,
diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada
perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya
pentahapan kepesertaan.
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha
atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus
sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud
diselenggarakan dalam bentuk jaminan social tenaga kerja yang bersifat umum untuk
dilaksanakan atau bersifat
dasar, dengan bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana
yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
B.
Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja yaitu sebagai berikut : Zaeni Asyhadie,
Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2007, hal 78
1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan
mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya
sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial disebut juga
dengan kesehatan kerja.
2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk
menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh alatalat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai
keselamatan kerja.
3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usahausaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna
memnuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal
pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan
jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial.
1.
Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan sosial
karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan
terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh semaunya tanpa
memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai
mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi.
Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari
kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal
pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan dalam suatu hubungan kerja
menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan
pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU No
13 Tahun 2003.
2.
Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan
terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau
bahan yang dikerjakan.
Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk kepentingan
pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada
pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah.
Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan
kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyrakat akan
tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas. Ibid,
hal 84
Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah UU No 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan pelaksanaan undang-undang ini
belum ada sehingga beberapa peraturan warisan Hindia Belanda masih dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan warisan Hindia Belanda itu dalah
sebagai berikut : Ibid, hal 84
3.
Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan
S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan
Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang keselamatan
dan keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja.
Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap 1930.
Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian timah
putih kering.
Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban
Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan
kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang
lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu
jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor
formal.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja,
sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Indonesia, Undang-undang Jaminan SosialTenagakerja, No, 3 Tahun 1992 Pasal 10.
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang ( jaminan kecelakaan kerja,
kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelyanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan
kesehatan.
Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang Undang Nomor. 3 Tahun 1992
adalah : Lalu Husni, Pengantar hukum ketenaga kerjaan indonesia, ( Jakarta : PR Raja
Grafindo Persada, 2003 ), hal 122
Merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan. Pada
hakikatnya program jaminan soisal tenaga kerja dimaksud untuk memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang sebagian yang hilang.
Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain :
Indonesia, (Undang-undang jaminan soail tenaga kerja, 3 Tahun 1992.)
C.
1.
Kecelakaan Kerja maupun penyakit akibat kerja maerupakan resiko yang dihadapi oleh tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh
penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik
maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.
2.
Jaminan Kematian
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan
terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga
yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan
beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
3.
Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu bekerja. Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi
ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang penghasilannya rendah.
Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala
pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 ( lima puluh lima ) tahun atau memnuhi persyaratan
tersebut.
4.
Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika
dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penggulangan kemampuan
masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.
Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja
yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (oreventif), penyembuhan (kuratif),
dan pemulihan (rehabilitatif).
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelenggara_Jaminan_Sosial
Daftar isi
1 Kepesertaan Wajib
2 Dasar hukum
3 Sejarah pembentukan
4 Besaran iuran
5 Proses transformasi
6 Referensi
7 Pranala luar
Kepesertaan Wajib
Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama
minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS. [3]
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau
keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya
pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian.
Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan
Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja
informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib
mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada
2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri
Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung
segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.[4]
Dasar hukum
1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5
ayat (1) dan Pasal 52.
Sejarah pembentukan
Sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah menginginkan agar BPJS II (BPJS Ketenagakerjaan)
bisa beroperasi selambat-lambatnya dilakukan 2016. Sebagian menginginkan 2014. Akhirnya
disepakati jalan tengah, BPJS II berlaku mulai Juli 2015. Rancangan Undang-undang tentang
BPJS pun akhirnya disahkan di DPR pada 28 Oktober 2011. [5]
Menteri Keuangan (saat itu) Agus Martowardojo mengatakan, pengelolaan dana sosial pada
kedua BPJS tetap perlu memerhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, pemerintah mengusulkan
dibuat katup pengaman jika terjadi krisis keuangan maupun kondisi tertentu yang memberatkan
kondisi perekonomian.[6]
Besaran iuran
Di tahap awal program BPJS kesehatan, pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 15,9 triliun
dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan 86 juta warga miskin.[7]
Pada September 2012, pemerintah menyebutkan besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp22
ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus membayar iuran tersebut, kecuali
warga miskin yang akan ditanggung oleh pemerinta.[8].
Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong besaran iuran BPJS
menjadi Rp15,500, dengan alasan mempertimbangkan kondisi fiskal negara.[9]
Pemangkasan anggaran iuran BPJS itu mendapat protes dari pemerintah DKI Jakarta. DKI
Jakarta menganggap iuran Rp15 ribu per bulan per orang tidak cukup untuk membiayai
pengobatan warga miskin. Apalagi DKI Jakarta sempat mengalami kekisruhan saat
melaksanakan program Kartu Jakarta Sehat. DKI menginginkan agar iuran BPJS dinaikkan
menjadi Rp23 ribu rupiah per orang per bulan.[10]
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk Penerima
Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan pemerintah itu belumlah angka
yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak. IDI telah mengkaji besaran iuran
yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu sebesar
Rp38.000.[11]
Sementara itu kalangan anggota DPR mendesak pemerintah agar menaikkan pagu iuran BPJS
menjadi sekitar Rp 27 ribu per orang per bulan. [12]
Direktur Konsultan Jaminan Sosial Martabat Dr. Asih Eka Putri, menilai bahwa rumusan iuran
JKN belum mampu menyertakan prinsip gotong-royong dan keadilan. Formula iuran juga belum
mampu mengoptimalkan mobilisasi dana publik untuk penguatan sistem kesehatan, khususnya
penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan. [13]
Proses transformasi
Kementerian Sosial mengklaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang
berlaku pada awal 2014 akan menjadi program jaminan sosial terbaik dan terbesar di Asia.[14]
Namun pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh BPJS pada 2014 diperkirakan
terkendala persiapan dan infrastruktur. Misalnya, jumlah kamar rumah sakit kelas III yang masih
kurang 123 ribu unit. Jumlah kamar rumah sakit kelas III saat ini tidak bisa menampung 29 juta
orang miskin. Kalangan DPR menilai BPJS Kesehatan belum siap beroperasi pada 2014
mendatang.[15]