Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
..
KepadaYth.
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Kristen Papua Merauke
PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
NIM
Nama Mahasiswa
Progam Studi
: Ilmu Hukum
Fakultas
: Hukum
Judul
Mendaftarkan diri untuk menempuh ujian Skripsi pada semester Genap Tahun
Akademik 2014/2015.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
No
1
2
Nama Dosen
Merauke,
Mahasiswa
November 2015
..
NIM.
Jabatan
Pembimbing I
Pembimbing II
Tanda tangan
1.
2.
NIM
Nama Mahasiswa
Progam Studi
: Ilmu Hukum
Fakultas
: Hukum
Judul
2002
..
NIDN.
Nama Petugas
Tanggal
Tanda tangan
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing dan diterima untuk diajukan
kepada Panitia Ujian Skripsi yang dibentuk oleh Dekan Fakultas Hukum UKiP
Merauke, untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana
Hukum (SI) Ilmu Hukum.
Merauke,
November 2015
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
..
Mengetahui
DEKAN FAKULTAS HUKUM UKiP MERAUKE
..
NIDN. .
: .
NIM
: .
Program Studi
: Ilmu Hukum
Merauke,
November 2015
NIM : .
KATA PNGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Segala Rahmat dan
karunia-Nya dan dilimpahkan kepada Penulis sehingga Penulisan ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya sebagai pertanda langkah maju dan awal
perjuangan yang panjang. Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka mememuhi
salah satu persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas
Kristen Papuan (UKiP) Merauke pada Fakultas Hukum Program Studi Ilmu
Hukum dengan Judul Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Tinjau dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindunngan Anak .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini bisa terselesaikan berkat
bantuan banyak pihak baik dalam bentuk moril maupun materil dan bantuan
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini
penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya serta mengucapkan
terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. , selaku Rektor Universitas Kristen Papua (UKiP)
Merauke
2. Bapak , selaku Dekan Fakultas Hukum yang telah
memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sampai saat ini.
3. . selaku Ketua Program Studi Ilmu yang telah
membimbing dan menyemangati penulis sampai saaat ini.
4. Bapak .. dan Bapak . selaku Dosen
Pembimbing I dan II atas kesediaannya membimbing walaupun disibukan
dengan tugas pokok sehari-hari dan dengan senang hati dapat meluangkan
waktu untuk membimbing penulis hingga selesainya penulisan ini.
Akhirnya dengan kerendahan hati penulis mendoakan pihak yang terlibat dan
berjasa baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian studi dan
penulisan ini, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa Memberkati dan memberikan
imbalan yang setimpal budi baiknya.
Disadari bahwa penulisan ini tidak luput dari kekeliruan dan kesalahan oleh
karena itu sarana dan kritik dari semua pihak demi penyempurnaan sknipsi ini
penulis terima dengan senang hati dan kiranya penulisan ini dapat bermanfaat bagi
yang membutuhkannya.
Merauke,
November 2015
Penulis
DAYAR ISI:
IIJ%.1.Lt%1_I,LN PE1iGFSA1IA.N ea. I
PER.SEf IJIJIJAJ .
SURAT PERNYATAAN KEASLL4N lii
PJNG44I1TAR .. iv
D44.F[A.R ISI vii
BAB I PENDARULUAN
A. Latar Belakang Masalah I
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4
D. Sistematika Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAICA
A. Pengertian Anak 6
B. Pengertian Perlindungan Anak 14
C. Pengertian Perilaku Seksual Anak 15
D. Tahap-tahap Perilaku Seksual 21
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual 24
F. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan 30
G. Pendidikan Seks 33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat
pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah
berkembang dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya. Lebih buruknya
adalah salah satu dari pelaku tindak pidana pemerkosaan adalah orang
terdekat atau bahkan orang yang berada disekitar kita. Pemerkosaan
merupakan suatu perbuatan yang dinilai bertentangan dengan seluruh norma
yang ada, karena pemerkosaan dilakukan dalam suatu perbuatan yang
memaksakan seseorang (perempuan) untuk bersetubuh diluar perkawinan/
didalam perkawinan. Bahkan pemerkosaan adalah puncak dari pelecehan
seksual yang paling mengerikan yang bagi setiap perempuan adalah hal yang
menakutkan dan tidak seorang perempuan pun yang menginginkannya.
Tindak pidana pemerkosaan sering menimbulkan luka traumatik yang
mendalam.
Negara-negara peserta mengakui hak setiap anak yang disangka,
ditindak atau diakui telah menjadi korban atau melanggar hukum pidana
diperlakukan sesuai dengan martabat dan nilai-nilai anak, memperkuat
penghargaan anak pada hak-hak asasi manusia.1
yang mereka telah dapatkan. Orang tualah yang mempunyai tanggung jawab
besar terhadap anak-anaknya. Anak merupakan masa depan bangsa harus di
didik dan diasuh secara hati-hati dan benar.
Namun disela-sela perhatian besar orang tua, disaat anak menjadi
kebanggaan orang tua ternyata ada pihak lain yang membuat hati orang tua
menjadi terpukul atas tindakan yang dilakukan terhadap buah hatinya. Suatu
tindakan yang tidak diinginkan oleh orang tua dan tindakan itu membuat anak
berubah sikap. Tindakan yang dilakukan terhadap seorang anak adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh seorang individu yang ditujukan kepada
individu lain dan memungkinkan menyebabkan kerugian fisik dan psikologis,
tindakan seperti ini dinamakan suatu kekerasan.
Kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi dalam ejek-ejekan
tentang jenis kelamin tertentu terutama perempuan, sampai dengan tindakan
pencabulan dan akhirnya terjadi pemerkosaan. Berita tentang pencabulan dan
pelecehan seksual belakangan ini bukan sesuatu yang terlalu asing, bahkan
setiap hari selalu mewarnai media cetak maupun media elektronik. Korban
pelaku tindakan ini bukan hanya orang-orang dewasa tetapi juga pada anakanak yang masih dibawah umur.
Merebaknya tindakan kekerasan seksual terhadap anak di bawah
umur di sebabkan oleh orang-orang yang akal dan moralnya telah di
pengaruhi oleh sesuatu yang menyesatkan hingga mereka melampiaskan
nafsu bejatnya dan parahnya dilakukan terhadap anak di bawah umur. Anakanak yang sudah terlanjur menjadi korban tindak kekerasan seksual harus
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat di rumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana langkah perlindungan hukum bagi anak korban kekersan
seksual?
2. Bagaimana prosedur penyelesaian tindak kekerasan seksual terhadap anak
menurut Undang-Undang perlindungan anak?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagaia berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana langkah perlindungan hukum bagi anak
korban kekerasan seksual.
2. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian tindak kekerasan seksual
terhadap anak menurut Undang-Undang perlindungan anak.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB II
Tinjauan
Pustaka
meliputi
pengertian
anak,
pengertian
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Anak
Anak menurut kamus hukum adalah setiap manusia yang berusia di
bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam
kandungan apabila hal tersebut adalah hal kepentingan.2
Secara
Nasional
definisi
anak
menurut
perundang-undangan,
adat sama-sama menentukan seseorang masih anak-anak atau sudah dewasa bukan
dan usia anak. Hal ini karena masing-masing anak berbeda usia untuk mencapai
tingkat kedewasaan. Hukum islam menentukan definisi anak dilihat dari tandatanda pada seseorang apakah seseorang itu sudah dewasa atau belum. Artinya
seseorang dinyatakan sebagai anak apabila anak tersebut memiliki tanda-tanda
yang dimiliki oleh orang dewasa sebagaimana ditentukan dalam hukum Islam.
Dalam hukum adat Indonesia, batasan umur untuk disebut anak
bersifat pluralistik. Dalam artian kriteria untuk menyebut bahwa seseorang tidak
lagi disebut anak dan telah dewasa beraneka ragam istilanya.3
Ter haar, seorang tokoh adat mengatakan bahwa hukum adat
memberikan dasar untuk menentukan apakah seseorang itu anak-anak atau orang
dewasa yaitu melihat unsur yang dipenuhi seseorang,yaitu apakah anak tersebut
sudah kawin, meniggalkan rumah orang tua atau rumah mertua dan mendirikan
kehidupan keluarga sendiri.4
Pembatasan anak dan segi umurnya tidak selamanya tepat karena
kondisi umur seseorang dihubungkan dengan kedewasaan merupakan sesuatu
yang bersifat semu dan relative. Kenyataannya ada anak dan segi kemampuannya
masih terbatas akan tetapi dari segi usia anak tersebut telah dewasa. Oleh karena
itu, penentuan kedewasaan seseorang dan segi usia tidak tepat.
atau jabatan.
7. Mempersiapkan diri untuk persiapan perkawinan dan
berkeluarga
8. Mengembangkan konsep-konsep dan intelektual yang
diperlukan sebagai warga Negara yang kompeten
9. Secara sosial menghendaki dan mencapai kemampuan
bertindak secara bertanggung jawab.
10. Mempelajari dan mengembangkan seperangkat sistem
nilai-nilai dan etika sebagai pasangan untuk bertindak.8
7 Marlina, op cit, hal 47
8 Ahmad Juntika Nurihsan dan Mubiar Agustin, Dinamika Perkembangan Anak
dan Remaja, 2010 hal 19
suatu
perjalanan
perkembangan
didasari oleh hasrat seksual baik yang disalurkan dengan sesama jenis maupun
lawan jenis. Bentuk perilaku seksual dimulai dan perasaan tertarik, berkencan,
bercumbu, dan bersenggama.22
Fauziah berpendapat bahwa perilaku seksual adalah segala bentuk
kegiatan dan aktivitas yang dapat menyalurkan dorongan seksual remaja
dalam hubungannya dengan lawan jenis dan dilakukan remaja sebelum
menikah.23 Sementara Mayasari berpendapat bahwa perilaku seksual dapat
diartikan sebagai manifestasi dan dorongan seksual individu dalam bentuk
perbuatan yang tampak atau terselubung dengan berbagai macam objek
seksual yang dapat diobservasi dan diukur dengan berbagai cara, baik secara
langsung maupun tidak langsung.24 Perilaku seksual itu dimulai dari saling
berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, necking, petting tahap ringan
hingga berat dan kemudian melakukan senggama.
Perilaku seksual itu dimulai dan adanya perasaan saling tertarik lalu
timbul cinta yang kemudian diikuti dengan saling memberi respon secara fisik
mulai dari petting sampai bersenggama yang semuanya itu diperoleh dari
pengalaman pacaran.25 segala macam penilaku yang dilakukan seseorang dan
perubahan jasmaniah yang dialami seseorang dan perubahan jasmaniah yang
dialami seseorang selama hidupnya termasuk perilaku seksualnya dapat diukur
secara langsung.
22 Sarlito Irawan Sarwono, op ci,hal 59
23 Fauziah, Heterational Ethologi Conferency, 1997 hal 27
24 Azrwal Saifuddin, Rehabilitasi dan Validitas, 2000 hal 151
25 R.Setianingsih, Kesehatan ibu dan Anak, 1994 hal 41
seksual
e. Bersenggama.
Tahapan perilaku heteroseksual, yaitu perilaku-perilaku seksual dengan
lawan jenis yang pernah dilakukan remaja sebelum menikah. Mulai dari tahap
paling awal atau rendah sampai dengan terjadinya hubungan senggama
sebagai benikut :
(1) Memandang tubuh lawan bicara tetapi menghindari adanya kontak
mata, (2) Mengadakan kontak mata (3) berbicang-bincang dan
membandingkan gagasan, jika pada tahap ini ada kecocokan hubungan
akan berjalan terus, jika tidak maka hubungan menjadi terputus, (4)
berpegangan tangan. (5) memeluk bahu, tubuh lebih didekatkan, (6)
memeluk pinggang, tubuh dalam kontak yang rapat, (7) ciuman di bibir,
(8) berciuman bibir sambil berpelukan, (9) rabaan, elusan dan eksplorasi
tubuh pasangannya, (10) saling meraba-raba bagian daerah erogen, dan
(11) bersenggama.
F.
32 Imran, Perkembangan seksual Remaja, PKBI Jawa Barat, Bandung, 1998 hal
41
perilaku seksual yang lebih tinggi, hal mi dikarenakan adanya standar ganda.
Adanya tuntutan yang berbeda aritara pria dan wanita dalam hal seksual membuat
pria lebih bebas melakukan perilaku seksual sementara wanita cenderung berhatihati. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Mussen dan Hanani yang
mengatakan bahwa salah satu factor yang mempengaruhi perilaku seksual
seseorang adalahjenis kelamin. Sementara ketidakberdayaan wanita dalam
menolak ajakan untuk berhubungan seksual karena ketidakmampuannya
mengekang hawa nafsu sendiri, control din yang Iemah, dominamnya sifat-sifat
infantile, ketidakmampuan menahan din akan godaan seksual sesaat, motif-motif
narsisme ekstrim dan dorongan pemberontakan. Sementara Paul mengatakan
bahwa laki-laki lebih memiliki
keterbukaan mengenai masalah perilaku seksualnya daripada perempuan.34
Dalam berhubungan dengan laki-laki, bagi perempuan seks tidak hanya
menyangkut moral, tetapi juga kehamilan serta kehormatan din dan keluarga.
Karena faktor-faktor internal dan dalam, dirinya serta pengaruh budaya ketimuran
yang masih kental maka dapat dikatakan bahwa kecenderungan perilaku seksual
laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Hampir dalam setiap penelitian ditemukan adanya perbedaan sikap atau perilaku
seksual antara subyek laki-laki dengan subyek perempuan, hal mi teijadi karena
adanya standar ganda yang
Andi Mappiare,Psikologi Remaja, Usaha Nasiona,Surabaya,1982 hal 39
keluarga, dan pengaruh kelompok sebaya yang menjadi ujung tombak dalarn
metode pendidikan teman sebaya menjadi sentral dalam rangka mempengaruhi
perilaku seksual remaja. Seperti yang diungkapkan Fuhrmann remaja cenderung
berperilaku mengikuti standar perilaku dan teman-temannya dalam kelompok.
Selain itu intensitas pertemuannya yang cukup besar serta ketakutan rernaja akan
dijauhi oleh kelompoknya membuat semakin besarnya pengaruh kelompok sebaya
dalam mempengaruhi kecenderungan perilaku seksual remaja.37 Hasil penelitian
yang dilakukan sahabat remaja dan plan internasional tahun 1999 juga
menunjukan hasil bahwa 82,8 % remaja dan 187 responden yang berusia 14-24
tahun berdiskusi seputar masalah seksualitasnya dengan teman sebaya disbanding
dengan guru dan orang tuanya.
F. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan
Tindak pidana pemerkosaan diatur dalam pasal 285 KUHP, Bab
XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan. Namun demikian ada pasal-pasal lain
yang dapat di gunakan dalam menangkap pelaku tindak pidana pemerkosaan,
yaitu pasal 286 dan 287 KUHP. Pasal 285 KUHP sifatnya adalah pasal pokok
untuk kasus pemerkosaan. Adapun bunyi dan pasal pasal tersebut, antara lain:
I. Pasal 285 KUHP berbunyi:
B.S.Furhmann, Adolescence, Adolescents, 1990 hal 31
pada pasal 287 ayat (1) adalah seorang wanita yang belum bemmur 15 tahun atau
belum waktunya kawin jika tidak jelas berapa umurnya.
Menurut R. Sugandhi. yang dimaksud dengan perkosaan adalah seorang pria
yang memaksa pada seorang wanita yang bukan istrinya untuk melakukan
persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan
kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita kemudian
mengeluarkan air mani.38 Sedangkan P.A.F. Lamintang dan Djisman samosir
berpendapat bahwa perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan
kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan di luar ikatan
perkawinan dengan dirinya.39
G. Pendidikan Seks
Secara umum dapat dikatakan seseorang akan memperoleh suatu informasi
ataupun pengetahuan dapat bersumber dan pengalaman ketika menghadapi suatu
permasalahan yang kemudian memunculkan insight dan dan proses pembelajaran.
Pendidikan seks adaiah sebuah perencanaan yang dipengaruhi atas proses
pembelajaran langsung atau tidak langsung dihubungkan pada pola perilaku
seksual atau pengalaman,
38 R.Sugandhi, KUHP,Usaha Nasional, Surabaya, 2000 hal 335
P.A.F.Lamintang dan Djasmin Samosir, Delik-delik Khusus Kejahatan yang
Ditujukan Terhadap Hak Milik dan lain-loin Hak yang Timbul Dan Hak
Milik,Nuaransa Aulia, Jakarta, 2010 hal 43
sama dengan pola dan sebuah system nilai yang lebih terfokuus path seksualitas.
Pada saat mi pendidikan seks didasari oleh 2 pandangan dan pendekatan yang
berbeda yaitu:
1. Pendekatan psikoanalisis. yang hanya mengakui bahwa perkembangan psikoseksual ditentukan oleh pembawaan yang untuk sebagian besar sifatnya autonom.
2. Pendekatan sosiologis yang mengakui adanya pengaruh Iingkungan dalam
mempengaruhi perilaku seksual seseorang.
Pendidikan seks diartikan sebagai proses pembudayaan seksualitas din sendiri
dalam kehidupan bersama orarig lain yang hams ditempatkan dalam konteks
keluarga dan masyarakat. Pendidikan mi menyadarkan manusia tentang keharusan
mengatur dorongan seksualnya sesuai nilai dan moralitas yang berlaku.
Pendidikan seks berarti manusia menjelaskan dan memberikan informasi tentang
seksualitas manusia serta meneguhkan rnakna atau menafsirkan nilai manusiawi
terhadap seksualitas tersebut. pendidikan seks bertujuan mengartikan penghayatan
kehidupan seksual manusia sehingga diharapkan terbentuk individu remaja
menjadi orang dewasa baaik laki-laki maupun wanita yang mampu berpenilaku
seksual sesuai dengan lingkungan sekitamya.
Menurut sahabat remaja pendidikan seks merupakan sebuah diskusi yang
realistis,jujur,dan terbuka dan bukan merupakan dikte moral belaka. Dalam
pendidikan seks diberikan pengetahuan yang factual,
menempatkan seks pada perspktif yang tepat, berhubungan dengan self esteem
(rasa penghargaan terhadap din), penanaman rasa percaya din dan difokuskan
pada peningkatan kemampuan dalam mengambil keputusan. Ada enam prinsip
dasar menurut sahabat remaja yang termuat dalam pendidikan seks, yaitu :
1. Perkembangan manusia, berisi tentang anatomi,reproduksi dan fisiologi.
2. 1-lubungan antar manusia,baik sesame teman,hubungan dalam keluarga,
pacaran dan perkawinan.
3. Kemampuan personal, berisi tentang nilai-nilai, cara pengambilan
keputusan,keterampilan komunikasi, dan negosiasi.
4. Perilaku seksual, benisi tahapan dan perilaku seksual serta akibat yang
ditimbulkannya.
5. Kesehatan seksual, benisi tentang pencegahan terhadap penyakit menular
seksLal, kontrasepsi,dan kekerasan seksual.
6. Budaya dan masyrakat, bagaimana nilai-nilai yang benlaku di masyrakat, peran
gender serta nilai nilai agama.
Sahli berpendapat bahwa pendidikan seks berarti penerangan yang bertujuan
untuk membimbing serta mengasuh tiap-tiap lelaki dan perempuan, sejak dan
anak-anak sampai sudah dewasa, perihal hubungan antar kelamin umumnya dan
kehidupan seksual khususnya, agar mereka dapat melakukan sebagaimana
mestinya sehingga kehidupan
Sahabat Remaja, op cit, hal 46
cukup dengan siswanya.4 Pedapat mi diperkuat oleh Forrest dan Silverman yang
mengatakan bahwa banyak sekolah melupakan aspek seksualitas dalam
pendidikannya, padahal seluruh dalam sekolah tersebut mengalami masalah
seksualitas.46
Dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks merupakan
pemberian informasi tentang seksualitas kepada remaja yang diberikan secara
terbuka dan bukan hanya sebuah dikte moral belaka. Dalam pendidikan seks mi
diberikan berbagai informasi sepu tar masalah seksual yang mereka alami.
Berdasarkan uraian di atas maka kemudian muncullah salah satu model
pendidikan seks yang dikembangkan oleh sahabat remaja dengan metode
pendidikkan teman sebaya. Pada program mi remaja menjadi pelaku aktif sebagai
sumber informasi dan mendukung teman teman sebayanya dalam
pembentukan perilaku seksual yang sehat. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan
metode pendidikan teman sebaya adalah sebagai berikut:
1. Penawaran kerjasama
Path proses mi sahabat remaja menawarkan kerjasama program pendidikan seks
dengan metode pendidikan teman sebaya kepada pihak sekolah yang bersangkutan
untuk kemudian disepakati sebuah kerja sarna dalam pelaksanaan program
nantinya.
V.E.Johnson & R.c. Koloeng, Human Sexuality 4th Edition, Harpercollins
Publisher, New York,HaI 45
46 Iblid hal 46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Menggunakan tipe penelitian empiris, yaitu dengan menjelaskan data yang telah
masuk untuk mengetahui cocok atau tidaknya dengan segi praktisnya peraturan
yang ada.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Poires Sorong Kota. dengan alasan bahwa
sumber-sumber data mengenai Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak ditinjau
Dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak akan
diperoleh lebih banyak dan lebih mudah karena di wilayah kerja Poires Sorong
Kota paling banyak terjadi tindak kekerasan seksual terhadap anak.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dan lapangan dengan
cara Wawancara langsung dengan nara sumber serta dengan mengamati langsung
objek penelitian, untuk mendapatkan informasi atau data yang sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan.
2. Data sekunder ialah data yang diperoleh dengan mempelajari bukubuku
pustaka, peraturan-peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan obj ek
penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Langkah Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Kekerasan Seksual
Indonesia sebagai Negara hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam undangundang dasar 1945 mempunyai konsekuensi untuk memberikan perlindungan
hukuin terhadap korban dan suatu kejahatan. Dalam hal mi penyusun
menggunakan teori victimologi, secara etimologi victimologi berasal dan kata
victim yang berarti korban dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dalam
pengertian terminology, victimologi adalah studi yang mempelajani tentang
korban, penyebab terjadinya korban I timbulnya korban dan akibat-akibat
penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan
social.47
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
disebutkan bahwa perlindurigan anak adalah segala kegiatan untuk menjainin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi - secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaai-i
serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan diskniminasi.
Bambang Waluyo, Viktimologi Penindun gun Korban don Saksi, Jakarta: Sinai
Grafika. 2011. Hal 9
Kaitannya dengan persoalan perlindungan hukum bagi anak,mka dalam undangundang 1945 pada pasal 34 telah ditegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh Negara
Hal mi menunjukan adanya perhatian serius dan pemerintah terhadap hak-hak
anak dan perlindungannya.48 Termasuk perlindungan dalam bidang kesejatraan
social yang diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejatraan
anak.
Indonesia telah mengeluarkan dua undang-undang yang diperuntukan untuk
melindungi anak yaitu undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan
anak dan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Undang-undang nomor 3 tahun 1997 untuk melindungi anak yang merupakan
pelaku tindak pidana, dengan membedahkannya dengantata cara peradilan yang
dilakukan oleh orang dewasa. Sedangkan undang-undang nomor 23 tahun 2002
merupakan regulasi yang melindungi anak sebagai korban atas suatu tindak
pidana.
Bentuk bentuk perlindungan hukum terhadap anak
1. Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Pasal 28B ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dan pasal 28B ayat (2)
menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anok, Bandung, Rafika Aditama, 2006. Hal 67
berhak sebagai berikut -atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi. Serta
dalarn 34 ayat (2) menyatakan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara.
2. Kitab Undang undang [-lukum Acara Pidana ( KUHAP)
Berkaitan dengan hak korban untuk mengajukan tuntutan ganti rugi melalui cara
penggabungan perkara sebagai diatur dalam pasal 98 sampai dengan 101 KUHAP,
pihak-pihak yang berkepentingan perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu
sebagai berikut:
1. Kerugian yang terjadi hams ditimbulkan oleh tindak pidana itu sendiri.
2. Kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana atau orang lain yang menderita
kerugian ( korban ) sebagai akibat langsung dan tindak pidana tersebut.
3. Gugatan ganti kerugian yang diakibatkan tindak pidana tadi ditunjukan kepada
si pelaku tindak pidana (terdakwa).
4. Dan, tuntutan ganti rugi yang diajukan kepada terdakwa tadi digabungkan atau
diperiksa dan diputus sekaligus bersamaan pada pemeriksaan dan putusan perkara
pidana yang didakwakan kepada terdakwa dan dalam bentuk satu putusan.
R. Soeparmono. Praperadilan dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti kerugian
Dalam KUHAP. Mandar Maju: Bandung.2003. Hal 83
victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan social yang lemah yang
menyebabkan ia menjadi korban.
Korban kekerasan dalam rumah tangga akan mengalami penderitaan / kerugian
yang sangat beragam seperti materiil, fisik maupun psikis sehingga perrlindungan
yang diberikan kepada korbanpun harus beragam pula.
6. Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat (2) undang-undang nomor 13 tahun 2006
tidak setiap saksi atau korban yang memberikan keterangan ( kesaksian ) dalam
proses peradilan pidana secara otomatis memperoleh
perlindungan seperti yang dinyatakan dalam undang-undang mi.
Khusus untuk korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, berdasarkan
pasal 6 IJU nomor 13 tahun 2006 tidak hanya berhak atas perlindungan
sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 tetapi juga berhak untuk mendapatkan
bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psiko-sosial yaitu bantuan yang diberikan
oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masala kejiwaan Iainnya
untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan lainnya, memulihkan kembali
kondisi kejiwaan korban ( penjelasan pasal 6 huruf b). Dalam kasus pelanggaran
hak asasi manusia yang berat, tidak menutup kemungkinan bagi korban untuk
menuntut hak atas kompensasi dan hak atas restitusi atau ganti kerugian yang
menjadi tanggungjawab pelaku tindak pidana ( pasal 7 ayat [i}).
Perlindungan lain yang juga diberikan kepada saksi atau korban dalam suatu prses
peradilan pidana, meliputi:
a. Memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara
tersebut diperiksa, tentunya setelah ada izin dan hakim ( pasal 9 ayat [1]);
b. Saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana
maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau telah
diberikannya.
7. Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
UU nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak merupakan hukum yang khusus
( lex spesialis) dan hukum yang umum ( lex generalis ) yang tertuang dalam kitab
undang undang hukum pidana ( KUHP) dan kitab undang undang hukum
acara pidana ( KUHAP )50 Dalam ketentuan UU nornor 3 tahun 1997 dikenal
adanya pembatasan umur untuk dapat diadili pada siding anak. Menurut ketentuan
pasal 1 ayat (1), pasal 4 dan pasal 5 ayat (1) UU nomor 3 tahun 1997 bahwa anak
yang telah mencapai umur tahun, tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan
belum pemah kawin dapat dihadapkan ke sidang anak.
Dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan Pengadilan Pidana Anak berdasarkan
UU pengadilan anak mengarah pada tujuan
pernbinaan dan perlindungan terhadap anak. Tujuan pembinaan dan
perlindungan mi dihubungkan dengan tugas dan wewenang sidang
Nashriana. Perlindun gun Hukum Pidana BagiAriak Di Indonesia. Rajagrafindo
Persada, Jakarta. 2011. Hal 75
pengadilan anak yang diatur dalam pasal 3 UU Pengadilan Anak, maka tujuan
system peradilan pidana anak Indonesia adalah : memeriksa perkara anak nakal,
memutus perkara anak nakal dan menyelesaikan perkara anak nakal dalam rangka
pembinaan dan perlindungan terhadap anak.
8. Undang-undang Nomor Ii tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Dalam UU SPPA diatur tentang eksistensi deversi. Ketentuan pasal 1 angka 7
menyebutkan diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dan proses
peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Kemudian dalam pasal 6 UU
SPPA diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak,
menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dan
perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan
menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak.
Dalam pasal 89 UU SPPA menyebutkan anak korban dan / atau anak saksi berhak
atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Undang undang nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
Ketentuan-ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 9 (Bab 11 Undangundang
nornor 4 tahun 1979) mengatur tentang hak-hak anak atas kesej ahteraan, yaitu:
a. Hak atas kesejahteraan, perawatan,asuhan dan bimbingan;
di luar kalangan keluarga, di dalam keluarga ada tapi hanya sedikit kasus yang
dilaporkan ke Poires Sorong Kota.2
Tabel I
Perbandingan Tingkat Kriminalitas Persetubuhan Terhadap Anak dan Tingkat
Kiiminalitas Pencabulan Terhadap Anak di Poires Sorong Kota
KRIMINALITAS
2011 [ 2012 2013
IJ(JNo.23 Tahun 2002 tentang Persetubuhan terhadap anak
19
I1
15
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Pencabulan terhadap anak
8
4
6
Sumber: Kantor Reskrim Poires Sorong Kota tahun 2013
B. Prosedur Penyelesaian Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak Menurut
Undang-Undang Perlindungan Anak
Pasal 81 (1) U ndang-undang nomor 23 tahun 2002 mengatur ketentuan pidana
bagi pelaku yang melakukan persetubuhan di luar perkawinan dengan pidana
minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun. Dalam penjelasan ketentuan pasal
tersebut terbagi 2 (dua) unsur pidana pemerkosaan yakni dilakukan dengan
ancaman kekerasan atau kekerasan (pasal 81 (1)) dan dilakukan dengan bujuk
rayu, tipu muslihat atau serangkaian kebohongan (pasal 81 (2)). Narnun kalau
pemerkosaan dilakukan karena kesalahan dan pelaku maupun korban yang
dilakukan atas dasar suka sama suka, bahkan kesalahan dan korban yang rana
korban yang sebenarnya menjadi pelaku dengan berlagak diperkosa dengan tujuan
hanya mendapatkan sesuatu dan pihak pelaku maka pelaku tidak dapat dibeni
pemberatan hukuman.
52 Wawancara OP.cit
KUHAP). Hak mi diberikan guna memudahkan korban untuk menuntut ganti mgi
pada tersangkalterdakwa. Permintaan penggabungan perkara gugatan ganti mgi
hanya clapat diajukan selambat-Iambatnya sebelum penuntut umum mengajukan
tuntutan pidana, atau jika penuntut umum tidak hadir pennintaan tersebut diajukan
selambat-Lambatnya sebelurn hakim menjatuhkan putusan. Penggabungan
gugatan ganti rugi dapat diajukan apabila pihak yang dirugikan mengajukan
penggabungan ganti mgi terhadap terdakwa dalam kasus yang didakwakan
kepadanya.
Berkaitan dengan hak korban untuk mengajukan tuntutan ganti mgi melalui cara
penggabungan perkara sebagaimana diatur dalam pasal 98-101 KUHAP, pihakpihak yang berkepentingan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu:
a. Kemgian yang terjadi harus ditimbulkan oleh tindak pidana itu sendiri.
b. Kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana atau orang -iain yang menderita
kerugian (korban) sebagai akibat langsung dan tindak pidana tersebut.
c. Gugatan ganti kemgian yang diakibatkan Tindak pidana. tersebut ditunjukan
kepada pelaku tindak pidana (terdakwa).
d. Tuntutan ganti mgi yang diajukan kepada terdakwa tersebut digabungkan atau
diperiksa dan diputus sekaligus bersamaan pada pemeriksaan dan putusan perkara
pidana yang didakwakan kepada terdakwa dan dalam bentuk satu putusan.
Kemudian upaya preventif perlu juga dibentuknya lembaga yang berskala
nasional untuk menampung anak yang menjadi korban tindak
Sekalipun hak-hak korban kejahatan telah tersedia secara mamadai, bukan berarti
kewajiban dan korban kejahatan diabaikan eksistensinya karena melalui peran
korban dan keluarganya diharapkan peneriggulangan kejahatan dapat dicapai
secara signifikan. Untuk itu, ada beberapa kewajiban umum dan korban kejahatan
antara lain:
a, Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiri / balas dendam
terhadap pelaku ( tindakan pembalasan).
b. Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dan kemungkinan terulangnya
tindak pidana.
c. Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya
kejahatan kepada pihak yang berwenang.
d. Kewajiban untuk tidak mengajukan tuntutan yang terlalu berlebihan kepa&a
pelaku.
e. Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya,
sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan kduarganya.
f. Kewajiban untuk membantu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya
penanggulangan kejahatan.
g. Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina din sendiri untuk tidak menjadi
korban lagi.
Perlu diperjuangkan perlindungan anak sebagai korban perkosaan, baik dalam
pertimbangan penjatuhan pidana, ganti rugi, bahkan perlu suatu perlindungan
khusus, misalnya perpindahan sekolah, tempat tinggal untuk
Dikdik M. Arief Mansur- Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korbari
Kejahatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007, h& 54.
Bfti B V
PENUTUP
A. Kesimpulan
L Langkah perlindungan hukum bagi anak korban kekerasan seksual yaitu melalui
tindakan prevensif, tindakan represif dan tindakan rehabilitasi.
2. Prosedur penyelesaian tindak kekerasan seksual terhadap anak menurut
undang-undang perlindungan anak yaitu hams segera melaporkan
pelakunyakepada pihak yang berwenang, melakukan visum dan melakukan
penangkapan serta pemeriksaan kepada pelaku pemerkosaan.
B. Saran
1. Di harapkan kepada aparat penegak hukum agar4Jpaya perlindungan hukum
terhadap anak perlu secara tents menerus diupayakan demi tetap terpeliharanya
kesejahteraan anak, mengingat anak merupakan salah satu aset berharga bagi
kemajuan suatu banga dikemudian han.
2. Diharapkan kepada lembaga lembaga negara yang berwenang dalam
membuat undang-undang agar Perlu diadakan amandemen terhadap undangundang perlindungan anak lebih khusus lagi mengatur tentang ketentuan ganti mgi
yang dapat diajukan oleh korban.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. Azrul. 1995. Pengantar Pendidikan Kesehatan. Semarang: Madira Jaya
Abadi
Bruess. C.E & J.S.Grenberg. 1981. Sex Education. Theory and Practice. Belmot,
California: Wadsworth Publishing Company
Chaplin,C.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Makassar: Rjawali Pers
Didik M.arif Mansyur-Elisatris Gultom. 2007. Urgensi Perlindungan Korban
kejahatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Faturrochman Dkk. 1992. Sikap Dan Perilaku Seksual Remaja. Yogyakarta: UGM
Fuhrmann, B.S. 1990. Adolescence, Adolescents, London:
scott,Foresman!Iittle, Brown Higher Education
Gunarsa, Singgih D. 1991. Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta. BPK. Gunung
Mulia
Harkrisnowo, Harkristuti. 2013. Hukum Pidana dan Perspektf Kekeraan Terhadap
Perempuan Indonesia. Psi.ut.oc.idlj urnal/ I O2harkristuti
Hurlock, Elizabet B. 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Grew. Hill
Kogakusha
Hurlock, Elizabet B. 1992. Development psychology. Tokyo: A.life. Span
Aproach
lm.ran. I. 1998. Perkembangan Seksual Remaja. Bandung: PKBI Jawa Barat
Jesild, Arthur T. 1963. The Psychology Of Adolescence