Você está na página 1de 41

Topik

: Hipertensi Pulmonal

Tanggal kasus

: 22 Desember 2015

Tanggal presentasi

: 26 Januari 2016

Presenter

: dr. Putu Reza Sandhya Pratama

Pendamping

: dr. Harmawati

Tempat presentasi

: Ruangan Auditorium, RS Pupuk Kaltim

Obyektif Presentasi

: Keilmuan, Keahlian mendiagnosti dini, dan mendiagnosis banding,

Deskripsi

Os merupakan pasien kiriman dari poli jantung dengan keluhan sesak napas. Sesak
dirasakan bila berjalan atau beraktivitas dan membaik bila istirahat. Sesak tidak dirasa saat tidur.
Sesak tidak disertai nyeri dada, dada berdebar, batuk, demam, ataupun suara mengi. Os juga
mengeluh bengkak dikedua kaki sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Bengkak muncul tiba
tiba hanya dikedua kaki. Bengkak tidak disertai nyeri tekan. 1 tahun yang lalu os sempat
dirawat di rumah sakit dengan keluhan serupa.
Tujuan

: Mendiagnosis Dini Ca Nasofaring dan ketepatan memilih terapi

Bahan bahasan

: Kasus

Cara membahas

: Presentasi dan diskusi

Data Pasien :

Nama

Ny. H

No. MR

274770

Usia

24 Tahun
1

Alamat

Jl. Yos Sudarso Gg Guna Jaya, Bontang

Agama

Islam

Pekerjaan

Ibu rumah tangga

Jenis Kelamin

Perempuan

Tanggal masuk RS

22 Desember 2015

Tanggal keluar RS:

26 Desember 2015

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/gambaran klinis:
Hipertensi Pulmonal / Keadaan umum tampak sakit sedang.
2. Riwayat pengobatan:
Pasien sempat dirawat di rumah sakit dengan keluhan serupa 1 tahun yang lalu.
3. Riwayat kesehatan:
Os mengeluh sesak napas. Sesak dirasakan bila berjalan atau beraktivitas dan membaik
bila istirahat. Sesak tidak dirasa saat tidur. Sesak tidak disertai nyeri dada, dada berdebar,
batuk, demam, ataupun suara mengi. Os juga mengeluh bengkak dikedua kaki sejak 10
jam sebelum masuk rumah sakit. Bengkak muncul tiba tiba hanya dikedua kaki.
Bengkak tidak disertai nyeri tekan. Riwayat DM, batuk lama maupun asma disangkal.
4. Riwayat keluarga:
Ibu pasien mengalamai hipertensi, riwayat keluarga dengan kematian mendadak
disangkal.

Pemeriksaan Fisik:
STATUS GENERALIS :
Kepala

: Dalam batas normal

Mata

: Eksoftalmus (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek
cahaya normal, pergerakan bola mata ke segala arah baik, lapangan penglihatan
luas.

Leher

: JVP 5+4 cm, Trakea lurus di tengah, Pembesaran KGB

Paru-paru

Inspeksi :Pergerakan pernapasan simetris, Jenis pernapasan thorakoabdominal, Barrel


chest
Palpasi :massa -, krepitasi -, Pengembangan paru simetris, Stem fremitus sama kuat
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
3

Auskultasi : bunyi napas vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki -/-, wheezing -/Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat, thrill Palpasi : Batas jantung kanan ICS IV Parasternal line dextra, Batas jantung kiri ICS V
Midclavicula line sinistra, Batas jantung atas ICS III Parasternal line sinistra
Auskultasi : S1 reguler, S2 ireguler, P2 mengeras, pansistolik murmur di left lower
sternal border, gallop Abdomen

Inspeksi : perut tambak membuncit


Auskultasi : bising usus + normal
Perkusi : timpani di keempat kuadran, shifting dullness +
Palpasi : nyeri tekan -, hepatojugular reflux +, fluid wave +
Ekstremitas

: pitting edem di kedua tungkai, akral hangat, CRT <2

Pemeriksaan laboratorium:
Darah Rutin

Hb

: 14,6 g/dl

(14-18 g/dl)

Ht

: 44 vol%

(42-52 vol%)

Leukosit

: 8,5/mm3

(4,8-10,8)

Trombosit

: 305.000/mm3(142.000-424.000/mm3)

Kimia Klinik

Ureum

: 29 mg/dL

(10-50 mg/dL)

Creatinin

: 0,06 mg/dL (0,6-1,2 mg/dL)

Glukosa sesaat

: 196 mg/dL

Magnesium

: 1,64

Kolesterol total

: 169

HDL

: 29

LDL

: 112

Trigliserid

: 116

GDP

: 95

HbA1C

: 6,6%

Elektrolit
Natrium

: 135

Kalium

: 3,1

Clorida

: 102

Calsium

: 8,7

Urinalisa
Berat jenis

: 1,007

pH

: 8,0

Warna

: Kuning

Protein

: Negatif

Glukosa

: Negatif

Eritrosit

: 5+

Leukosit

: 1+

Keton

: Negatif

Nitrit

: Negatif

Urobilinogen : Negatif
Bilirubin

: Negatif

Sedimen

Eritrosit

: full

Leukosit

:13

Sel Epitel

: Positif

Kristal

: Negatif

Echocardiography
Aorta
Root Diameter
: 21
Left Atrium Dimension
: 29
Left Ventricle EDD
: 26
ESD
: 14
IVS Dyastole
:8
IVS Systole
: 10
PW Dyastole
: 10
PW Systole
: 12
EF
: 77
Mitral valve MR
Tricuspid valve
: TR Severe, TVG 61 mmHg
6

Pulmonale valve

: PR Moderate severe, mPAP 40 mmHg

Penemuan positif
DImensi R. Jantung : RA RV dilatasi
LVH
Fungsi LV normal EF 77%
Kontraksi RV normal
Kesimpulan
Global normokinetik, D shaped LV, Dyskinetic LV
K. Ao : 3 kupis, kalsifikasi -, AR
K. M : dbn
K. T : TR Severe, TVG 61 mmHg
K. Po : PR Mod Severe, mPAP 40 mmHg

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Hipertensi pulmonal dengan diagnosis tambahan severe
tricuspid regurgitation dan moderate severe pulmonary regurgitation
2. Mengenali gejala awal dan pemeriksaan fisik diagnose hipertensi
pulmonal
3. Mengetahui diagnosis banding ipertensi pulmonal
4. Mengetahui tindakan awal yang dapat dilakukan pada kasus hipertensi
pulmonal

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif : Keluhan utama berupa sesak napas dan disertai kaki
bengkak. Os merupakan pasien kiriman dari poli jantung dengan
keluhan sesak napas. Sesak dirasakan bila berjalan atau beraktivitas
dan membaik bila istirahat. Sesak tidak dirasa saat tidur. Sesak tidak
disertai nyeri dada, dada berdebar, batuk, demam, ataupun suara
mengi.
Os juga mengeluh bengkak dikedua kaki sejak 10 jam sebelum masuk
rumah sakit. Bengkak muncul tiba tiba hanya dikedua kaki. Bengkak
tidak disertai nyeri tekan. 1 tahun yang lalu os sempat dirawat di
rumah sakit dengan keluhan serupa.

2. Obyektif : hasil pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan laboratorium


hematologi,

hasil

echo

yang

mendukung

diagnosis

hipertensi

pulmonal. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan :


i. Gejala klinis : Keluhan utama berupa sesak napas disertai
bengkak kedua kaki. Sesak muncul bila berjalan atau beraktivitas
dan membaik saat istirahat. Tidak disertai nyeri dada ataupun
demam. Bengkak kedua kaki muncul mendadak tidak disertai
nyeri.

ii. Hasil pemeriksaan fisik :

JVP 5+4 cm
Thoraks dalam batas normal
Jantung : pada auskultasi BJ 1 dan 2 reguler, pansistolik murmur
di left lower sternal border, gallop
8

Abdomen : ascites +, hepatojugulatr reflex +


Ekstermitas : pitting edema kedua tungkai

iii. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini


berupa:
a. Laboratorium hematologi : dalam batas normal
b. Kimia darah : dalam batas normal
c. Rontgen Toraks : dalam batas normal
d. Hasil Echocardiography : severe tricuspid regurgitation dan
moderate severe pulmonary regurgitation
3. Assessment : hipertensi pulmonal
4. Plan :
a. Pengobatan Medikamentosa :
IVFD Ringer Laktat 1000 cc/24 jam
Inj. Lasix 2 x 2 amp
Ramipril 1 x 2.5 mg
Spironolacton 1 x 25 mg
Digoxin 1 x 0.25 mg
Dorner 3 x 20 mg
Bisoprolol 1 x 1.25 mg
Sildenafil 3 x (up titrasi)
Pagi 25 mg
Siang 37.5 mg
Malam 50 mg
Selanjutnya 3 x 50 mg

b. Pendidikan :
i. Menjelaskan mengenai diagnosa pasien
ii. Menjelaskan mengenai penatalaksanaan
9

iii. Memberi support kepada pasien dan keluarga


iv. Follow up mengenai keadaan pasien

Pertanyaan :
1. (Oleh dr. Fajar Hamonangan Panjaitan) : Bagaimana kita sebagai
lini pertama di layanan kesehatan primer untuk dapat mencurigai
adanya hipertensi pulmonal?
Regard :
untuk mendiagnosis hipertensi pulmonal tidak mudah, namun
kecurigaan terhadap kasus ini dapat kita tegakan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik

10

Anamnesis : keluhan sesak nafas dapat menyerupai gejala gagal


jantung. Keluhan bias berupa sesak nafas, kedua tungkai

bengkak, tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari.


Pemeriksaan fisik : dapat ditemukan kondisi vital sign pasien
normal, ditemukan bunyi jantung jantung tambahan berupa
murmur pansistolik di left lower sternal border, juga didapatkan
peningkatan JVP

2. ( Oleh dr.Stefanry ) : Pada kasus didapatkan TD pasien 70/50 setelah


pemberian sildenafil, sedangkan TD awal saat masuk 100/70. Apakah
tidak berbahaya?
Regard :
TD modal awal memang 100/70, dengan mengingat bahwa kasus
pasien hipertensi pulmonal, sesuai patofisologi penyakit, terjadi
peningkatan tekanan arteri pulmonal yang berakibat secara tidak
langsung terhadap pengisian jantung kiri sehingga jntung kiri
berespon untuk memenuhi demand perifer. Ketika pemberian
sildenafil, tekanan arteri pulmonal kembali normal sehingga
beban kerja jantung kiri berkurang dan dampaknya kita dapatkan
TD pasien lebih rendah dari awal masuk, dengan nilai TD seperti
itu dengan kondisi pasien stabil dapat diasumsikan bahwa TD
pasien sebenarnya adalah 70/50

3. (Oleh dr.Fadli fadil) :


Bila dilihat dari alur penegakan diagnose hipertensi pulmonal, terdapat
bbrp pemeriksaan yang terlewati. Apakah perlu kita rujuk pasien?
Regard : penegakan diagnose pada kasus ini memang sedikit berbeda
bila dibandingkan dengan algoritma yg ada. Ini di karenakan
keterbatasan alat dan pemeriksaan laboratorium. Tapi hal itu
merupakan suatu hal yg flexible, dimana kita dapat me-rule out
penyebab hipertensi pulmonal dengan alat aat yang tersedia. Untuk
11

hal perujukan, pasien tetap akan dirujuk hanya jika kondisi pasien
sudah stabil.
4. (Oleh dr. Aseptri ) :
apakah dengan echo dapat mendiagnosis hipertensi pulmonal?
Regard : echo bukanlah alat untuk mendiagnosis PH berdasarkan
guideline ESC 2014. Tetapi echo dapat memperkirakan tekanan pada
arteri pulmonal. Tindakan invasive perlu dilakukan dengan penilaian
langsung tekanan arteri pulmonal dengan kateterisasi di ikuti juga
dengan nitrid oxide test untuk memperkirakan respon terapi dengan
obat obatan yang ada.

TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI PULMONAL

A.

Definisi
12

Hipertensi

pulmonal

adalah

peningkatan

resistensi

vaskular

pulmonal

yang

menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel
kanan, dimana tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg saat beristirahat dan lebih dari 30
mmHg saat beraktivitas.

Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan

sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui
penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal yang
disebabkan oleh kondisi medis lain.(6)

B.

Histologi Struktur Pembuluh Darah


Sistem vaskular darah terdiri atas jantung, arteri utama, arteriol, kapiler, venule, dan

vena. Sistem vaskuler darah ini berfungsi untuk menyebarkan oksigen, bahan nutrisi, antibody
dan hormon ke seluruh jaringan tubuh serta mengumpulkan karbondioksida dan produk limbah
metabolik lain untuk dikeluarkan melalui organ ekskretoris.
Arteri
Tiga kategori utama arteri adalah arteri elastis, arteri muskular, dan arteriol kecil.
Diameter arteri secara berangsur mengecil setiap kali bercabang sampai pembuluh terkecil, yaitu
kapiler.
Arteri elastis adalah pembuluh paling besar di dalam tubuh. Diantaranya adalah trunkus
pulmonal dan aorta serta cabang-cabang utamanya. Dinding pembuluh ini terutama terdiri atas
serat elastis yang memberi kelenturan dan daya pegas selama aliran darah. Arteri elastis
bercabang menjadi arteri berukuran sedang, yaitu arteri muskular yang merupakan pembuluh
darah terbanyak di tubuh. Arteri muskular mengandung lebih banyak serat otot polos pada
dindingnya. Arteriol adalah cabang terkecil sistem arteri. Dindingnya terdiri atas satu sampai
lima lapisan serat otot polos.

13

Dinding arteri secara khas mengandung tiga lapisan tunika konsentris. Lapisan terdalam
adalah tunika intima; terdiri atas endotel dan jaringan ikat subendotel di bawahnya. Lapisan
tengah adalah tunika media, terutama terdiri atas serat otot polos yang mengitari lumen
pembuluh. Lapisan terluar adalah tunika adventisia, terutama terdiri atas serat-serat jaringan ikat.
Arteri muskular berukuran sedang juga memiliki sebuah pita berombak tipis dari serat elastis
yang disebut lamina elastika interna yang bersebelahan dengan tunika intima. Pita lain terdiri
atas serat-serat elastis berombak terdapat pada perifer tunika media, disebut sebagai lamina
elastika eksterna.
Vena
Kapiler berangsur-angsur membentuk venul yang lebih besar; venul umumnya menyertai
arteriol. Darah balik mula-mula mengalir ke dalam venule pascakapiler, kemudian ke dalam vena
yang makin membesar. Untuk mudahnya, vena digolongkan sebagai kecil, sedang, dan besar.
Dibandingkan arteri, vena lebih banyak, berdinding lebih tipis, berdiameter lebih besar, dan
struktur bervariasi lebih besar.
Vena ukuran kecil dan sedang, terutama di ekstremitas, memiliki katup. Saat darah
mengalir ke arah jantung, katup terbuka. Saat akan mengalir balik, katup menutup lumen dan
mencegah aliran balik darah. Darah vena diantara katup pada ekstremitas mengalir ke arah
jantung akibat kontraksi otot. Katup tidak terdapat pada vena SSP, vena kava inferior atau
superior, dan vena viscera.
Dinding vena juga terdiri atas tiga lapisan, namun lapisan ototnya jauh lebih tipis. Tunika
intima pada vena besar terdiri atas endotel dan jaringan ikat subendotel. Tunika media tipis dan
tunika adventisia adalah lapisan paling tebal pada dindingnya.
14

Vasa Vasorum
Dinding arteri dan vena yang lebih besar terlalu tebal untuk menerima nutrien langsung
melalui difusi dari lumennya. Itulah sebabnya dinding pembuluh darah besar dipasok oleh
pembuluh darahnya sendiri yang kecil, disebut vasa vasorum (pembuluh darah pada pembuluh
darah).
Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah terkecil dengan diameter rata-rata 8 m, hampir sama
dengan diameter eritrosit. Terdapat tiga jenis kapiler: kapiler kontinyu, kapiler bertingkap, dan
sinusoid.
Kapiler kontinyu paling umum dan ditemukan pada kebanyakan organ dan jaringan. Pada
kapiler ini, sel-sel endotel saling menyambung membentuk lapisan yang utuh. Sebaliknya kapiler
bertingkap memiliki lubang-lubang bulat atau fenestra (pori) pada sitoplasma sel endotel. Kapiler
bertingkap demikian ditemukan dalam organ endokrin, usus halus, dan glomeruli ginjal.
Sinusoid adalah pembuluh darah yang berjalan berkelok-kelok, tidak teratur
dengandiameter yang jauh lebih besar dari kapiler lain. Sinusoid ditemukan di dalam hati, limpa,
dan sumsum tulang. Tautan sel endotel jarang ada pada sinusoid, dan celah-celah lebar terdapat
diantara sel endotel. Membran basalnya juga tidak utuh, bahkan kadang-kadang tidak ada pada
sinusoid.(2)
C.

Sistem Hemodinamik
15

Darah yang kembali dari sirkulasi sitemik masuk ke atrium kanan melalui dua vena besar,
vena kava, satu mengembalikan darah dari level di atas jantung dan yang lain dari level dibawah
jantung. Tetes darah yang masuk ke atrium kanan telah kembali dari jaringan tubuh, di mana O2,
telah diambil darinya dan CO2, ditambahkan kedalamnya. Darah yang terdeoksigenasi parsial ini
mengalir dari atrium kanan kedalam ventrikel kanan, yang memompanya keluar menuju arteri
pulmonaIis, yang segera membentuk dua cabang, satu berjalan ke masing-masing dari kedua
paru. Karena itu, sisi kanan jantung menerima darah dari sirkulasi sistemik dan memompanya
kedalam sirkulasi paru.

Di dalam paru, tetes darah tersebut kehilangan CO2 ekstra dan menyerap pasokan segar
O2, sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis yang dating dari kedua paru.
Darah kaya O2, yang kembali ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir kedalam ventrikel kiri,
rongga pemompa yang mendorong darah keseluruh system tubuh kecuali paru; jadi, sisi kiri
Figure 1. Sirkulasi paru dan sistemik dalamhubungannya dengan
jantung

jantung menerima darah dari sirkulasi paru dan memompanya kedalam sirkulasi sistemik.
Satuarteribesar yang membawadarahmenjauhiventrikelkiriadalah aorta.

16

Figure 2, (a) Darah mengalir melalui jantung.

Figure 3, (b) Kerja pompa ganda jantung. Sisi kanan jantung menerima darah miskin O, dari
sirkulasi sistemik dan memompanya kedalam sirkulasi paru. Sisi kiri jantung menerima darah
kaya O, dari sirkulasi paru dan memompanya ke dalam sirkulasi sistemik. Perhatikan jalur-jalur
parallel aliran darah melalui organ-organ sistemik. (Volume relative darah yang mengalir melalui
masing-masing organ tidak digambar sesuai skala).
17

Aorta bercabang-cabang menjadi arteri-arteri besar yang mendarahi berbagai organ


tubuh. Berbeda dari sirkulasi paru, di mana semua darah mengalir ke paru, sirkulasi sistemik
dapat di pandang sebagai suatu rangkaian jalur sejajar. Sebagian dari darah yang dipompa oleh
ventrikel kiri mengalir keotot, sebagian keginjal, sebagian ke otak, dan sebagainya. Karena itu,
keluaran ventrikel kiri terdistribusi sedemikian sehingga setiap bagian tubuh menerima darah
segar; darah arteri yang sama tidak mengalir dari organ ke organ.
Karena itu, tetes darah yang kita telusuri mengalir hanya ke satu organ sistemik. Sel-sel
jaringan di dalam organ tersebut menyerap O2, dari darah dan menggunakannya untuk
mengoksidasi nutrient untuk menghasilkan energi; dalam prosesnya, sel jaringan membentuk
CO2, sebagai produk sisa yang ditambahkan ke dalam darah. Tetesan darah, yang sekarang
hilang kandungan O2nya sebagian dan mengalami peningkatan kandungan CO2, kembali ke sisi
kanan jantung, yang kembali memompanya ke paru.(1)

D.

Epidemiologi
Angka kejadian HP belum jelas. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian

mendekati 0,2% dari seluruh anak yang menderita kelainan jantung, sementara laporan lain
memperkirakan 1,6%. Penelitian di Amerika memperkirakan 1-2 kasus baru tiap 1 juta populasi
dengan rasio jenis kelamin laki-laki : perempuan 1,8:1.(6)

E.

Etiologi
Hipertensi pulmonal berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 kategori yaitu hipertensi

pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder. Klasifikasi menurut simposium hipertensi
pulmonal Dana Point Meeting California hipertensi pulmonal dibagi lagi menjadi beberapa
kelompok sebagai berikut :

18

Tipe
Tipe 1.a

Keterangan
Etiologi
Hipertensi
arteri Idiopatik, genetik, induksi obat dan racun, penyakit
pulmonalis

(Hipertensi jaringan ikat, infeksi HIV, hipertensi portal, penyakit

Arteri
Tipe 1.b

Pulmonal jantung kongenital, scistosomiasis, anemia hemolitik

Idiopatik)
kronis, autoimun
Penyakit hipertensi veno- Obstruksi vena besar paru oleh karena penyakit
pulmonal

Tipe 2

fibrosis (fibrosis mediastinum, tumor, sarkoidosis,


histiositosis)
pulmonal Disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, penyakit

Hipertensi

dengan kelainan jantung valvular


Tipe 3

kiri
Hipertensi

pulmonal COPD, penyakit paru interstisial, penyakit paru

dengan kelainan paru- dengan gabungan dari kelainan restriktif dan


paru/hipoksia
Tipe 4

Tipe 5

sleep

upnea

disease,

gangguan

hipoventilasi alveolar
pulmonal Oklusi trombotik proksimal, oklusi trombotik distal

Hipertensi
dengan

obstruktif,

tromboemboli oleh karena benda asing

kronis
Hipertensi
multifaktorial

dengan Gangguan

mieloproliferatif

dan

splenektomi,

vaskulitis, gangguan tiroid, tumor, gagal ginjal


kronis

Sementara itu, WHO mengusulkan klasifikasi fungsional hipertensi pulmonal dengan


memodifikasi klasifikasi fungsional dari New York Heart Association system.(4)

19

F.

Faktor Resiko
Dari klasifikasi yang telah digambarkan pada etiologi jelas bahwa berbagai faktor
resiko dapat berkembang menjadi hipertensi pulmonal berat dan oleh karenanya dapat
dianjurkan skrining dari bagian populasi terpilih untuk terjadinya hipertensi pulmonal
atau penyakit vaskular pulmonal. Pada simposium WHO, level resiko disertai dengan
masing-masing kondisi yang dinilai pada beberapa pembagian, antara lain :
Hubungan dengan obat-obatan
Anoreksigen
Hubungan antara anoreksigen dan hipertensi pulmonal awalnya diobservasi pada
tahun 1960an saat epidemik HPP di Eropa karena pemakaian aminorex fumarate. Studi
hipertensi (IPPHS) mendemonstrasikan hubungan kuat antara HAP dan obat anoreksik.
Derifat Fenfluramine adalah suatu inhibitor poten uptake serotonin (5-HT). Aminorex
fumarate (2-amino-5-phenyl-2-Oxazoline, derivat katekolamin), aksinya meliputi
pelepasan norepinephrine pada ujung saraf bebas dan meningkatkan kadar serotonin
serum. Sehingga terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel-sel otot polos arteri paru.
Penggunaan obat ini meningkatkan kasus HPP, tergantung dosis dan lama pemakaian.
Methamphetamine dan Cocaine
Methamphetamine dan cocain dilaporkan meningkatkan insiden hipertensi
pulmonal. Pada studi autopsi 20 perokok cocain berat, 4 (20%) paru menunjukkan
hipertropi medial arteri paru. Mekanisme terjadinya hipertrofi arteri ini masih belum
jelas.
b. Hubungan dengan lingkungan
Hipoksia
Hipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi menginduksi
vasokonstriksi pada vaskuler paru. Respon vaskuler paru terhadap hipoksia berbeda
dengan sirkulasi sistemik untuk mengoptimalkan hubungan antara ventilasi dan perfusi.
Hipoksia akut diregulasi oleh produk-produk endotel (seperti endotelin-1 dan serotonin)
dan memediasi perubahan aktivitas kanal ion pada selsel otot polos arteri paru. Hipoksia
20

akut menyebabkan perubahan yang reversible pada tonus vaskuler paru, sedangkan
hipoksia kronik menyebabkan remodeling struktur, proliferasi sel-sel otot polos vaskuler,
migrasi dan peningkatan deposisi matrik vaskuler.
Hubungan dengan kelainan genetik
2 gen dalam kelompok reseptor famili TGF-b mempunyai hubungan yang kuat
dengan familial hipertensi pulmonal. Gen bone morphogenetic receptor type 2 (BMPR2),
memodulasi pertumbuhan sel-sel vaskuler dengan mengaktivasi jalur intraseluler. Dalam
keadaan normal BMP menekan pertumbuhan sel otot polos vaskuler. Lebih dari 45
mutasi yang berbeda BMPR2 telah diidentifikasi pada familial hipertensi arterial
pulmonal. BMPR2 adalah suatu komponen reseptor pada sel otot polos vaskuler
heteromerik, bagian dari transforming growth factor. Mutasi eksonik pengkodean gen
BMPR2, yang berpengaruh pada suatu aberasi transduksi sinyal pada sel otot polos
vaskuler paru sehingga menimbulkan proliferasi sel. Mutasi BMPR2 telah diidentifikasi
50%-90% pasien dengan diagnosis HAPF, 25% pada pasien HPP dan 15 % pada pasien
HAP sehubungan penggunaan fenfluramine. Jenifer R et al menemukan bahwa 27 %
pasien HPP dengan mutasi BMPR2. R. Souza et al, 2008, pasien dengan mutasi BMPR2
signifikan lebih cepat timbul gejala dibandingkan dengan tanpa mutasi BMPR2.
Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal karena substansi seperti
prostasiklin, tromboksan A2, endotelin 1, nitrous oxide tidak termetabolisme di hati,
sehingga masuk ke dalam paru dan menyebabkan perubahan anatomis pada vaskular
paru. Perubahan terjadi pada tunika intima, dimana nantinya vaskular paru tidak dapat
berdilatasi yang menyebabkan meningkatnya tahanan dari arteri paru-paru.
Infeksi HIV
Hubungan HIV dan hipertensi pulmonal pertama kali dijabarkan oleh Kim dkk
pada 1987. Faktor resiko pada penderita dihubungkan dengan penggunaan obat intravena,
infeksi paru berulang, tromboemboli vena dan disfungsi ventrikel kiri. Patofisiologi
secara pasti masih belum diketahui, dan masih belum diperoleh bukti virus HIV secara
langsung dapat menginfeksi endotel arteri pulmonalis. Kemungkinan lain yang paling
mungkin adalah adanya infeksi yang menyebabkan proses inflamasi yang merangsang

21

pelepasan leukosit dan trombosit dan juga merangsang fibrinogen yang akan memicu
pembekuan darah dan memicu adanya trombosis pada pembuluh darah.(3,5)
G.

Patogenesis
PATHWAY OF PULMONAL ARTERIAL HYPERTENSION

Kerusakan/sumbatan jaringan Vaskuler paru

Peningkatan aliran darah


Peningkatan tekanan arteri pulmonal
Tahanan Vaskular pulmonal meningkat
Kontriksi arteri pulmonal

Penurunan jaringan vaskular pulmo

Peningkatan tahanan dan tekanan pulmonal


Nyeri dada midsternum

Overload ventrikel kanan


Hipertrofi ventrikel kanan

Gangguan pola tidur

Kegagalan ventrikel kanan


Gangguan sirkulasi CO2

Gangguan Transport darah non O2 dari partikel


Kanan jantung ke paru

Gangguan difusi O2

Gagal jantung kanan

Gangguan pertukaran gas


22

Sesak nafas (dyspneu)

Ansietas

Intoleransi aktifitas

Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur complaint dengan sedikit serat
otot, yang memungkinkan fungsi pulmonary vaskuler bed sebagai sirkuit yang low
pressure dan high flow. Gambaran patologi vaskuler pada HPP tidak patognomonis untuk
kelainan ini, karena menyerupai arteriopati pada hipertensi pulmonal dari berbagai macam
penyebab. Kelainan vaskuler HPP mengenai arteri pulmonalis kecil dengan diameter 4-10
mm dan arteriol, berupa hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia intima, dan trombosis in
situ. Progresif dan penipisan arteri pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan tahanan
pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan
Pada stadium awal HPP, peningkatan tekanan arteri pulmonalis menyebabkan
peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya trombotik arteriopati pulmonal.
Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal ini adalah trombosis insitu pada muskularis
arteri pulmonalis. Pada stadium lanjut, dimana tekanan pulmonal meningkat secara terus
menerus dan progresif, lesi berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal
yang ditandai dengan hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang
menggantikan struktur endotel pulmonal normal. Secara patologi HPP dapat dikelompokan
dalam 3 subtipe:
1. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 %)
Secara patologi fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal. Lesi fleksiform
merupakan suatu bentuk hipertensi pulmonal berat, kelainan ini ditemui pada pasien yang
mempunyai komponen genetik, dimana 7 % adalah familial.

23

Gambar 1. Lesi Fleksogenik


2. Tromboemboli arteriopati (45-50%)
Secara patologi subtipe ini ditandai dengan fibrosis eksentrik tunika intima dan
gambaran rekanalisasi thrombosis insitu (jaringan dan septum dalam lumen arterial).Subtipe
tromboemboli hipertensi pulmonal terdapat 2 bentuk : bentuk makro tromboemboli, yang
biasanya ditemukan pada hipertensi pulmonal sekunder dan berisi gumpalan besar ditengah
lumen, dan kedua bentuk mikrotromboemboli dengan thrombus di distal yang menyumbat
pembuluh-pembuluh darah kecil.

Gambar 2. Tromboemboli Arteriopati

3. Oklusi vena pulmonalis


24

Bentuk yang jarang didapat, disebabkan oleh penipisan tunika intima vena
pulmonalis.

Gambar 3. Oklusi Vena Pulmonalis

Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif


a. Prostasiklin dan Tromboksan A2
Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam arakidonat utama
selsel endotel dan sel-sel otot polos. Prostasiklin merupakan vasodilator poten,
menghambat agregasi trombosit dan antiproliferatif, sedangkan tromboksan A2
merupakan vasokonstriktor poten. Pada hipertensi pulmonal keseimbangan kedua
molekul ini lebih banyak pada tromboksan A2. Prostasiklin sintase adalah enzim yang
merangsang produksi prostasiklin, jumlahnya menurun pada arteri-arteri pulmonal pada
pasien hipertensi pulmonal terutama HPP.
b. Endotelin-1
Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu vasokonstriktor poten dan memiliki aktifitas
mitogenik pada sel-sel otot polos arteri. Peningkatan kadar ET-1 plasma dan dinding
vaskuler pada pasien IPAH. Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu asam amino peptide yang
dihasilkan oleh enzim konverting endothelium pada sel-sel endotel. Kadar endotelin
meningkat pada pasien PAH dan klirennya berkurang pada vaskuler paru. Endotelin
beraksi pada 2 reseptor yang berbeda. Reseptor ETA pada sel otot polos vaskuler dan
Reseptor ETB pada sel otot polos vaskuler dan sel endotel vaskuler paru. Kedua reseptor
25

menyebabkan proliferasi sel otot polos vaskuler. Kadar ET-1 Plasma berkorelasi dengan
beratnya PAH dan prognosis.
c. Nitrik Oksida
Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat aktivasi platelet dan
penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO dihasilkan sel endotel dari arginin oleh NO
sintase, menimbulkan efek vasodilatasi melalui mekanisme yang komplek dengan cGMP.
cGMP mengaktifkan cGMP kinase, menyebabkan terbukanya kanal K+ membran sel,
sehingga ion K+ keluar, membran depolarisasi dan menghambat kanal Ca2+.
Menurunnya Ca2+ masuk dan menurunnya pelepasan Ca2+ sarkoplasma menyebabkan
vasodilatasi. Phosphodiesterase-5 (PDE-5), salah satu enzim PDE yang memecah cGMP.
Pasien dengan HPP terbukti menurunnya NO sintase, sehingga timbul vasokonstriksi dan
proliferasi sel. NO berkontribusi dalam menjaga fungsi dan struktur vaskuler dalam
keadaan normal.
d. Serotonin
Serotonin

(5-hydroxytryptamine=5-HT)

adalah

vasokonstriktor

yang

meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Peningkatan serotonin plasma telah
dilaporkan pada pasien HPP, yang menyebabkan vasokonstriksi. Mekanisme seretonergik
yang berimplikasi pada PAH. Konsumsi dekfenfluramin, terjadi peningkatan release
serotonin dan terhambat reuptake oleh platelet.
e. Adrenomedulin
Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis, meningkatkan aliran darah
paru dan disintesa sel-sel paru normal. Kadar dalam plasma meningkat pada pasien HPP,
kadar adrenomedulin plasma berkorelasi dengan tekanan rata-rata atrium kanan, tahanan
vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-rata.
f. Vasoactive Intestinal Peptide
Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan vasodilator sistemik poten,
menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal pada rabbit dan
manusia, juga menghambat aktifasi platelet, dan proliferasi sel otot polos. Studi baru baru
ini melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien HP.
g. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)

26

Hipoksia akut dan kronik, produksi VEGF meningkat dan yang mana reseptornya,
VEGF reseptor-1 dan VEGF-2 pada paru-paru.
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah di dalam
paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan
pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal, hal ini akan menyebabkan
tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Ventrikel
kanan jantung membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru
berkurang, keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal
tersebut, maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa
kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama
pada saat melakukan aktivitas. Biasanya pasien mengeluh jantung sering berdebar dan
sering berkeringat meskipun tidak beraktivitas.(3,5)

H.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan diagnosis, namun

dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari hipertensi pulmonal (sekunder).
Pemeriksaan fisik paru biasanya normal. Gejala lebih awal dan atau temuan tunggal hanyalah
aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 (P2) hampir 90 %. Peninggian suara P2
dihasilkan dari peningkatan kekuatan penutupan katup pulmonal karena respon peningkatan
tekanan arteri pulmonal pada saat diastolik. Temuan fisik tambahan sehubungan dengan HP
merefleksikan pengaruh HP pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien
berkembang menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan overload pada
ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi vena jugularis meningkat bila terjadi
overload cairan dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin timbul, asites dan retensi
cairan di perifer.(3)

27

I.

Manifestasi Klinik
Hipertensi pulmonal sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak spesifik. Gejala-gejala

itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab apakah, dari paru atau dari jantung
(primer atau sekunder), kesulitan utama adalah gejala umumnya berkembang secara gradual.
Gejala yang paling sering adalah dispnea saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang
merefleksikan ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga
dapat terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi disebabkan oleh karena stretching arteri
pulmonalis atau iskemia ventrikel kanan. Gejala dan tanda dari hipertensi pulmonal di
kelompokan pada tabel berikut :
Symptoms
Dyspnea saat aktivitas
Kelelahan
Sinkop

Sign
Distensi vena jugular
Impuls ventrikel kanan yang cepat
Menekankan komponen katup

Nyeri dada angina

pulmonal (P2)
Terdengar suara jantung ketiga

Hemoptisis
Fenomena Raynaud

(S3)
Murmur insufisiensi trikuspid
Hepatomegali
Edema perifer

Selain itu hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah paru juga bisa terjadi, yang akan
berpotensi menyebabkan batuk darah. Kelainan terdeteksi pada pemeriksaan fisik cenderung
lokal pada sistem kardiovaskular. Pemeriksaan yang seksama sering mendeteksi tanda-tanda
hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. Temuan pada pemeriksaan paru-paru yang
tidak spesifik tetapi dapat menunjukan penyebab yang mendasari hipertensi pulmonal. Sebagai
contoh, mengi dapat didiagnosis PPOK, dan basilar crackles mungkin menunjukan adanya
penyakit paru-paru interstisial.(3)

J.

Diagnosa
Untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal, dokter dapat melakukan satu atau lebih tes

untuk mengevaluasi kerja jantung dan paru-paru pasien. Hal ini termasuk X-ray di daerah dada
28

untuk menunjukan pembesaran dan ketidaknormalan pembuluh darah paru-paru, ekokardiogram


yang menunjukan visualisasi jantung, mengukur besar ukuran jantung, aliran darah, dan
mengadakan pengukuran tidak langsung terhadap tekanan di pembuluh paru-paru.
a. Ekokardiografi
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis
sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi adalah modalitas diagnostik untuk
evaluasi atau eklusi penyebab HP sekunder (seperti gagal ventrikel kiri, penyakit jantung
katup, penyakit jantung kongenital dengan shunt sistemikpulmonal dan disfungsi
diastolik ventrikel kiri). Disamping itu untuk menentukan beratnya hipertensi pulmonal
serta prognosisnya. Namun demikian ekokardiografi saja tidak cukup adekuat untuk
konfirmasi definitif ada atau tidaknya hipertensi pulmonal. Untuk itu direkomendasikan
untuk kateterisasi jantung. Penilaian yang dapat dilakukan pada pasien dengan hipertensi
pulmonal antara lain :
Ukuran ventrikel kanan
Volume diastolik ventrikel kanan/ventrikel kiri
Kontraktilitas ventrikel kanan
Efusi pericardial
Ukuran vena kava inferior
Regurgitasi trikuspid
Kecepatan pengisian diastolik awal ventrikel kiri
Eletrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering menunjukan
pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain ventrikel kanan, dan pergeseran aksis ke
kanan, yang juga memiliki nilai prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah indikator yang
sensitif untuk penyakit vaskuler paru. Penggunaan perubahan EKG sebagai marker
progresi penyakit dan atau respon terapi belum ada dilaporkan.

29

Gambar 4. EKG Pasien Hipertensi Pulmonal


Elektrokardiogram menunjukan perubahan pada hipertrofi ventrikel kanan (panah
panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi paru primer. Deviasi sumbu
kanan (panah pendek), peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II (panah hitam),
dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (kanan putih) yang sangat spesifik tetapi
tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan.

Radiografi Torak
Karena radiografi torak adalah noninvasif dan tidak mahal, pasien dengan sesak
yang tidak jelas biasanya di skrining dengan radiografi torak. Ro torak sama pentingnya
sebagai first-line tes skrining pada pasien PAH untuk melihat penyebab sekunder, seperti
penyakit interstisial paru dan kongesti vena-vena paru. Hampir 85 % terdapat kelainan
Radiografi torak pada HP, seperti pembesaran ventrikel kanan dan/atau atrium kanan,
dilatasi arteri pulmonal.

30

Gambar 5. Radiografi Torak Pasien Hipertensi Pulmonal

Tes Fungsi Paru


Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume ekspirasi paksa 1
detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MVV), kapasitas difusi karbon monoksida,
volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting dalam
pemeriksaan HP, yang dapat mengidentifikasi secara signifikan obstruksi saluran atau
defek mekanik sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara
kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada
hipertensi pulmonal.

CT Scan
CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah primer atau sekunder.
Tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau
penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk deteksi dan atau melihat penyakit
tromboemboli paru.

Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal adalah gold
standard untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan
PAP 25 mHg pada saat istrahat, atau 30 mmHg pada saat aktifitas. Kateterisasi
membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan
memberikan informasi penting untuk prognostik hipertensi pulmonal. Yang dapat diukur
pada pemeriksaan dengan kateterisasi antara lain :
Systemic arterial pressure (BP) and Heart Rate (HR)
Right atrial pressure (RAP)
Right ventricular pressure (RVP)
Pulmonary artery pressure (PAP)
Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
31

Cardiac output and index


Pulmonary vasoreactivity
Systemic and pulmonary arterial oxygen saturation
Hemodinamik adalah prognostik untuk HPP, nilai prognostik pengukuran
hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak mendapat
terapi vasodilator, sedangkan bila RAP 20 mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan.
Tes Vasodilator
Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien HAP, pasien
yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan menggunakan
blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon (European Society of
Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal paling < 10
mm Hg dengan peningkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk
menentukan apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral.
Tes Berjalan 6 Menit
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional pasien HP
adalah dengan tes ketahanan berjalan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur
kapasitas fungsional pasien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan
dan telah digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi pasien HP yang diterapi.
6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
Biopsi paru
Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi pulmonal, biopsi
paru di indikasikan bila pasien yang diduga HPP, dengan pemeriksaan standar tidak kuat
untuk diagnosis definitif.
Laboratorium
Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium standar untuk dispnea, yang meliputi pemeriksaan analisa gas darah,
pemeriksaan kimia dan darah lengkap. Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada pasien
dengan faktor resiko. Dilaporkan bahwa hipertensi pulmonal sehubungan dengan infeksi
HIV 100 kali lebih sering dibandingkan dengan IPAH. Tes fungsi hati juga harus

32

dilakukan untuk eklusi suatu hipertensi portopulmonal disamping untuk pemberian terapi.
(4)

K.

Penatalaksanaan
Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan atau aktifitas

pada pasien HP, dan pasien sebaiknya harus memperhatikan dan membatasi aktifitas yang
berlebihan. Pemberian oksigen untuk mengatasi sesak nafas dan hipoksia, saturasi oksigen
dipertahankan diatas 90 %. Penggunaan digoksin saat ini masih kontroversial, karena belum ada
data terhadap keuntungan dan kerugian penggunaan digoksin pada HPP. Penggunaan diuretik
untuk mengurangi sesak dan edema perifer, dapat bermanfat untuk mengurangi kelebihan cairan
terutama bila ada regurgitasi trikuspidal. Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung kanan dan
stasis vena meningkatkan resiko terjadinya tromboemboli paru. Perbaikan survival telah
dilaporkan dengan antikoagulan oral, warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8. Telah banyak
penelitian untuk pengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan : golongan vasodilator,
prostanoid, NO, penghambat phosfodiestrase, antagonis reseptor endotelin dan anti koagulan.
1. Calcium-Channel Blocker (CCB)
Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai terapi HPP,
perbaikan terjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada pasien yang tes vasodilator akut
positif. Rich dkk 1992, melaporkan hasil studi prospektif non random, pasien yang
respon tes vasodilator akut positif diterapi dengan CCB dosis tinggi selama 5 tahun.
Survival 1 tahun, 3 tahun, dan 5 tahun adalah 94%, 94%, dan 94%. Sementara pasien
yang tidak respon 68%, 47%, dan 38%. Ogata et al 1993, melakukan terapi kombinasi
antikoagulan dan vasodilator, 7 pasien diterapi dengan antikoagulan warfarin +
vasodilator, 3 dengan isoproterenol, dan 4 dengan nifedipine. Survival 5 tahun signifikan
lebih tinggi pada kelompok dengan antikoagulan + vasodilator (57%) dibanding yang lain
15%. Nifedipine (120-240 mg/hari) atau diltiazem (540-900 mg/hari) merupakan agen
yang paling sering digunakan, sementara verepamil menimbulkan efek inotropik
negative. Efek samping yang bermakna seperti hipotensi yang mengancam hidup pasien
dengan fungsi ventrikel kanan yang berat.
2. Prostanoid
33

Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam patogenesis HPP.


Christman et al melaporkan defisiensi prostasiklin pada HPP. Tuder et al memperlihatkan
penurunan prostasiklin sintase paru pada pasien HPP berat. Studi klinis membuktikan
bahwa terapi jangka lama dengan analog prostasiklin eksogen menguntungkan pada
pasien dengan HP sedang sampai berat.
a. Epoprostenol
Epoprostenol iv pertama kali disetujui oleh FDA untuk terapi hipertensi pulmonal pada
tahun 1995. Pemakaian epoprostenol jangka panjang memperbaiki hemodinamik,
toleransi latihan, klas fungsional NYHA, dan survival rate penderita HP. Epoprostenol
tidak stabil pada suhu kamar, harus dilindungi selama pemberian infus, half- life pendek
dalam aliran darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asam, dan tidak bisa secara oral.
Dimulai dengan dosis (1-2 ng/kg/min), dan secara perlahan dititrasi 1-2 ng/kg/min,
sampai (20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min). Dalam suatu trial prospektif, multisenter,
random, dengan kontrol selama 12 minggu, infus epoprostenol secara kontinua ditambah
dengan terapi konvensional (vasodilator oral, antikoagulan, dsb) dibanding dengan hanya
terapi konvensional sebagai kontrol pada 81 orang pasien HPP fungsional klas III dan IV.
Kapasitas latihan (6WT) 41 pasien yang diterapi dengan epoprostenol (rata-rata 362m,
sebelumnya 315m), dan penurunan pada terapi konvensional saja (sebelumnya 270m dan
setelahnya 204m; p < 0.002).
Perbaikan kualitas hidup pada pasien dengan terapi epoprostenol (p < 0.01), perbaikan
hemodinamik, perubahan tekanan arteri pulmonal rata-rata (mPAP) -8% dibandingkan
terapi konvensional +3% dan perubahan rata-rata tahanan vaskuler paru (mPVR) adalah
-21% dengan epoprostenol dan +9% pada kontrol. Shapiro et al and McLaughlin et al
menggambarkan keberhasilan pada pasien dengan terapi infus kontinua epoprostenol
setelah follow-up selama 36,3 bulan, perbaikan fungsional klas,
toleransi latihan dan hemodinamik. Efek samping yang sering pada terapi epoprostenol
meliputi sakit kepala, flushing, jaw pain, diarrhea, nausea, rash eritematosus, dan nyeri
muskuloskeletal. penggunaan klinik. Iloprost inhalasi mempunyai efek vasodilator yang
lebih poten dibandingkan dengan NO inhalasi. Illoprost inhalasi mempunyai aksi yang
lebih pendek sehingga pemberiannya bisa 6 sampai 9 kali sehari. Penelitian selama 3
bulan pada 19 pasien HP dengan berbagai sebab, iloprost inhalasi dengan dosis 50-200 g
34

perhari (6-12 kali inhalasi perhari), terbukti memperbaiki fungsional klas, kapasitas
latihan dan hemodinamik paru. Pada penelitian lain, penelitian selama 1 tahun, tanpa
kontrol pada 24 pasien dengan aerosol iloprost dosis 100-150 g dalam 6-8 kali
pemberian perhari terbukti memberikan hasil yang sama. Suatu penelitian random,
double-blind, placebokontrol, multisenter di Eropah(30), sebanyak 203 pasien HPP,
dengan dosis illoprost 250 g atau 500 g perhari dalam 6-9 kali pemberian, terbukti
perbaikan 6WT 59 meter dan perbaikan fungsional klas, perbaikan kualitas hidup (p <
0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol.
b. Beraprost
Beraprost adalah analog prostasiklin secara kimia stabil dan aktif untuk oral. Diabsorbsi
secara cepat dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak tercapai setelah 30 menit dan half
life 35-40 menit setelah pemberian. Sejak tahun 1995, beraprost telah digunakan sebagai
terapi di Jepang. Dalam suatu studi retrospektif, Nagaya et al melaporkan perbaikan
kualitas hidup 24 pasien HPP dengan beraprost dibandingkan dengan 34 pasien dengan
terapi konvensional. 2 studi random, double-blind, kontrol placebo beraprost pada HPP.
Studi pertama selama 12 minggu, 130 orang pasien dengan NYHA fungsional klas II dan
III Beraprost (dosis rata-rata 80 mg po qd) memperbaiki kapasitas latihan dan 6 WT 45 m
pada pasien HPP. Studi kedua evaluasi efek beraprost pada pasien HPP, dengan 116
pasien fungsional klas II dan III, selama 12 bulan, double-blind, random, kontrol plasebo.
Hasil studi ini menunjukan perlambatan progresifitas penyakit selama 6 bulan, perbaikan
ketahanan 6 WT dibandingkan placebo. Tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
hemodinamik pulmonal.

3. Antagonis Reseptor Endotelin


Pada penelitian terakhir Antagonis reseptor Endotelin efektif dalam mengobati
hipertensi pulmonal, karena banyaknya bukti peranan patogenik endotelin-1 pada
hipertensi pulmonal. Endothelin-1 adalah suatu vasokonstriktor yang poten, dan mitogen
pada otot polos yang menyebabkan meningkatnya tonus vaskuler dan hipertrofi vaskuler
paru. Dalam studi kontrol kecil pasien IPAH, konsentrasi endothelin plasma berkorelasi
dengan PAP and PVR, berkorelasi juga dengan kapasitas latihan.
35

a. Bosentan
Penelitian pertama, random, double-blind, control-placebo, multisenter (2 di US
dan 1 di Perancis), menilai efek bosentan terhadap kapasitas latihan dan hemodinamik
kardiopulmonal, menilai keamanan dan tolerabilitas pada pasien HPP berat(31).
Sebanyak 32 pasien mendapatkan bosentan dan plasebo (2:1 ratio). Bosentan 62.5 mg bid
selama 4 minggu, dilanjutkan sampai dosis 125 mg bid. Setelah 12 minggu kelompok
terapi bosentan perbaikan ketahanan 6 WT sampai 70 m, dimana tidak ada perubahan
dengan plasebo. Perbaikan hemodinamik kardiopulmonal dan penurunan signifikan PVR,
penurunan mPAP, penurunan tekanan rata-rata atrium kanan. Dibandingkan kelompok
plasebo secara kontras terjadi peningkatan ketiga komponen tersebut. Studi bosentan
kedua, doubleblind, control-placebo, mengevaluasi 213 pasien, bosentan 125 bid atau 250
mg bid paling kurang selama 16 minggu. Studi dilakukan di 27 senter di Eropa, Amerika
utara, Israel dan Australia. 144 pasien mendapatkan bosentan dan 69 pasien mendapatkan
placebo. Terlihat perbaikan ketahanan 6 WT pada pasien terapi bosentan 36 menter
sedangkan pada terapi placebo -8 m, tidak ada perbedaan efek yang signifikan
sehubungan dengan dosis. Efek samping dari bosentan adalah peningkatan kadar alanine
aminotransferase dan/atau aspartate amino transferase. Gangguan fungsi hati ini
berkorelasi dengan dosis, dimana lebih sering terjadi dengan bosentan 250 mg bid. Dan
efeknya transien, sehingga USFDA merekomendasikan pemeriksaan fungsi hati paling
tidak 1 bulan sebelum terapi.
b. Sitaxsentan
Penelitian random, double-blind, kontrol-plasebo, selama 12 minggu, sitaxsentan
pada 178 pasien HPP fungsional klas II, III dan IV NYHA, dengan dosis 100 mg po qd,
atau 300 mg po qd. Perbaikan fungsional klas dan perbaikan 6 WT, 35 m dengan dosis
100 mg dan 33 m dengan dosis 300 mg (p<0,01). Penurunan yang signifikan PVR dan
meningkat pada placebo. Perbaikan yang sama fungsional klas, dan hemodinamik pada
kedua kelompok dosis(30). Efek samping terapi dengan sitaxsentan berupa abnormalitas
fungsi hati, sakit kepala, edem perifer, nausea,
nasal kongestan dan pusing.
c. Ambrisentan

36

Suatu studi blind selama 12 minggu penggunaan ambrisentan dosis (1, 2.5, 5, atau
10 mg perhari) terbukti memperbaiki ketahanan 6 WT dan fungsional klas. Studi kedua,
12 minggu, random, double-blind, plasebo-kontrol, multisenter, efikasi ambrisentan pada
pasien HAP. Ambrisentan 5/10 mg sekali sehari. Selama followup terbukti perbaikan
yang signifikan ketahanan 6 WT dan perbaikan fungsional klas. Tidak terdapat
peningkatan transaminase hati.
4. Phosphodiesterase Inhibitor
Mekanisme yang memodulasi cyclic guanosine 3-5 monophosphate (cGMP) di
dalam otot polos vaskuler memainkan peranan dalam regulasi tonus, pertumbuhan dan
struktur vaskuler paru. Efek vasodilator NO tergantung pada kemampuannya untuk
meningkatkan dan mempertahankan cGMP yang ada pada vaskuler. Sekali diproduksi,
NO secara langsung mengaktifasi guanylate cyclase, yang meningkatkan produksi cGMP.
cGMP kemudian mengaktifasi cGMP kinase, membuka kanal potassium, dan
menyebabkan vasorelaksasi. Efek intraseluler cGMP sangat singkat, sehingga didegradasi
cepat oleh phosphodiesterase. Phosphodiesterase merupakan famili enzim yang
menghidrolisa cyclic nucleotides, cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cGMP,
dan membatasi signal intraseluler dengan menghasilkan produk inaktif 5-adenosine
monophosphate dan 5-guanosine monophosphate. Bagaimanapun juga obat-obat yang
menginhibisi spesifik cGMP phosphodiesterase (phosphodiesterase type 5 inhibitors)
meningkatkan respon vaskuler paru pada NO inhalasi dan endogen pada hipertensi
pulmonal.
a. Dipyridamole
Studi terdahulu mendemonstrasikan bahwa dipyridamole dapat menurunkan PVR,
menurunkan hipertensi pulmonal dan meningkatkan atau memperpanjang efek inhalasi
NO pada anak dengan hipertensi pulmonal. Pasien yang gagal dengan inhalasi NO maka
dikombinasi

dengan

dipyridamole.

Hasil

ini

menyokong

bahwa

inhibisi

phosphodiesterase type 5 bisa menjadi suatu strategi klinik yang efektif untuk terapi HPP.
b. Sildenafil
Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5 yang poten dan lebih
spesifik, telah terbukti efektif dan aman untuk terapi disfungsi ereksi. Berdasarkan
37

perkembangnya pemahaman aktifitas phosphodiesterase type 5 dalam sirkulasi paru,


suatu studi klinik tanpa kontrol menguji efek hemodinamik akut sildenafil dan potensinya
dalam terapi jangka panjang pasien HPP. Dilaporkan bahwa sildenafil memblok
vasokonstriksi paru hipoksik pada dewasa sehat dan menurunkan mPAP pasien PAH.
Michelakis et al mempelajari efek sildenafil pada 13 pasien HPP, melaporkan penurunan
mPAP dan PVR, dan meningkatnya kardiak indek. Perbandingan dengan inhalasi NO,
sildenafil juga mempunyai efek hemodinamik sistemik dan bila dikombinasi dengan
inhalasi NO meningkatkan dan memperpanjang efek NO sehingga dapat mencegah
rebound vasokonstriksi setelah memberian inhalasi NO.
Dalam suatu studi dengan mengkombinasikan inhalasi sildenafil dengan iloprost
dilaporkan terjadi penurunan yang besar mPAP dan PVR dibanding bila diberikan
tunggal. Bharani et all mengobati 10 pasien dengan sildenafil atau placebo selama 2
minggu, terlihat perbaikan yang signifikan 6 WT dan menurunnya sistolik PAP secara
ekokardiografi. Studi lain, 29 pasien yang diterapi dengan sildenafil (25-100 mg tid)
selama 5-20 bulan dilaporkan perbaikan fungsional klas NYHA dan 6W.
5. NO dan Arginine
Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat lahir.
Gangguan NO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi pulmonal. NO terus
menerus memodulasi tonus dan struktur vaskuler paru sepanjang hidup. NO juga
memiliki aktifitas antiplatelet, anti inflamasi dan antioksidan, juga memodulasi efek
angiogenesis. NO dihasilkan dalam 3 bentuk NO synthase (NOS), yang muncul dalam sel
multiple dan terus menerus aktif (type I dan III) dalam endotelium atau inducible (type
II) pada sel lainnya seperti makrofag, epitel bronkus dan otot polos vaskuler. Regulasi
NOS komplek dan termasuk growth factors hormon (seperti vascular endothelial growth
factor), tekanan oksigen, hemodinamik, dan factor lainnya. Sudah jelas bahwa amino
acid, L-arginine, adalah substansi NOS, maka itu penting untuk produksi NO. Arginine
eksogen diperlukan untuk memproduksi NO. Arginine masuk dalam sel dangan transport
aktif dan defek pada mekanisme transpor berkontribusi pada ketergantungan arginine
dengan meningkatnya kadar ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan(36). Dalam
endotel, transpor arginin secara kuat berikatan dengan NOS, bila ikatan ini rusak oleh
karena injuri endotel maka kadar normal ekstraseluler mungkin berkurang untuk
38

memproduksi NO. Defisiensi Arginine telah memperlihatkan terjadinya PH dan infuse Larginine (500 mg/kg selama 30 menit pada bayi hipertensi pulmonal terjadi peningkatan
PaO2 selama lebih 5 jam. Apakah suplemen arginin jangka panjang dapat mengurangi
injuri vaskuler dan menyebabkan perbaikan struktur sirkulasi paru pada pasien PAH
belumlah jelas.
a. NO inhalasi
Merupakan suatu vasodilator pulmonal selektif, diberikan secara inhalasi dengan
waktu paruh singkat, hal ini bermanfaat sebagai tes vasodilator pada pengobatan
hipertensi pulmonal. Efek inhalasi NO pada pasien hipertensi pulmonal primer
memperlihatkan perbaikan dalam parameter hemodinamik, efek jangka panjang belum
diteliti namun beberapa pasien tampak menunjukan manfaat dengan terapi tersebut untuk
b. Suplemen Arginine
Pemberian L-arginine (500 mg/kg infuse selama 30 menit) pada 10 pasien HPP
menghasilkan penurunan mPAP sampai 15.8 3.6% (p < 0.005) dan PVR sampai 27
5.8% (p < 0.005), dibandingkan dengan titrasi prostasiklin saja sampai dosis maksimal
penurunan mPAP 13.0 5.5% (p < 0.005) dan PVR 46.6 6.2% (p < 0.005). Infus Larginine mengurangi mPAP dengan memediasi vasodilatasi oleh NOS. Studi yang
dipublikasikan oleh Nagaya et al mendukung bahwa suplemen oral L-arginine (0.5 g/10
kg BB) memberikan efek yang menguntungkan pada hemodinamik dan kapasitas latihan.
19 pasien diterapi Oral L-arginie (1.5 g/10kg BB perhari), setelah 1 minggu
meningkatkan L-citrulline plasma secara signifikan dimana menunjukan meningkatnya
produksi NO. L-arginine menimbulkan penurunan 9% mPAP (53 4 sampai 484 mm
Hg, p < 0.05) dan penurunan 16% PVR.
6. Terapi Bedah
a. Atrial Septostomi
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untuk mengurangi
tekanan dan volume overload di jantung kanan. Dengan berkembangnya strategi terapi
obat, maka atrial septostomi hanyalah suatu prosedur paliatif atau sebagai permulaan
untuk tranplantasi paru. Pemilihan pasien, waktu dan perkiraan ukuran septostomi adalah
hal yang masih krusial. Tranplantasi jantung-paru terutama untuk PAH yang gagal
39

dengan semua strategi terapi. Survival pasien IPAH yang mengalami tranplantasi paru
kira-kira 66%-75% pada 1 tahun pertama. Dan yang paling sering adalah bilateral
transplantasi.
b. Transplantasi paru-paru
Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal. Paru-paru
transplantasi adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang
memiliki hipertensi pulmonal yang tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun
1997 transplantasi laporan registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi
pulmonal primer memiliki tingkat ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55
persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri
paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan.(4)
L.

Prognosis
Kemungkinan kelangsungan hidup setelah diagnosis hipertensi pulmonal primer adalah

lebih kurang 3 tahun, tapi angka ini sangat bervariasi. Sebagai hasil dari pengobatan baru, pasien
tanpa bukti hemodinamik disfungsi ventrikel kanan dapat bertahan hidup selama lebih dari 10
tahun.
Prognosis untuk pasien dengan hipertensi pulmonal sekunder tergantung pada penyakit
yang mendasari, serta fungsi ventrikel kanan. Sebagai contoh, pasien dengan PPOK dan
obstruksi aliran udara moderat memiliki tiga tahun angka kematian 50 persen setelah onset
kegagalan ventrikuler kanan. Survival adalah juga dipengaruhi pada pasien dengan penyakit
paru-paru interstisial dan hipertensi pulmonal.(6)

Daftar Pustaka:

40

2015 ESC/ERS Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary

hypertension

41

Você também pode gostar