Você está na página 1de 48

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KANGKUNG ORGANIK

PETANI BINAAN AGRIBUSINESS DEVELOPMENT CENTER (ADC)


DI KABUPATEN BOGOR

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian (SP)
Oleh:
Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf
109092000007

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

RINGKASAN
Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf. 109092000007. Analisis Pendapatan Usahatani
Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor. (Dibawah bimbingan Siti Rochaeni dan Junaidi)
Peranan usahatani bagi masyarakat pedesaan sangat penting untuk dikelola
oleh petani yang memiliki keterbatasan modal dan lahan antara lain subsektor
hortikulutra. Subsektor hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran,
tanaman hias, dan tanaman obat. Salah satu produk hortikultura yang sangat
prospektif dikembangkan adalah sayuran. Sayuran secara ekonomis memiliki nilai
tambah dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan apabila mampu dikelola dengan baik. Selain itu,
sayuran termasuk bahan yang dibutuhkan oleh tubuh dan banyak dikonsumsi oleh
masyarakat serta cukup potensial untuk dijadikan peluang usaha. Oleh sebab itu,
adanya keberadaan Agribusiness Development Center (ADC) sebagai lembaga
yang membina petani sayuran, salah satunya kangkung organik mencoba
berupaya untuk mengembangkan produk-produk hortikultura di antara kangkung
organik agar mampu memiliki harga jual tinggi, menjadi sarana pembelajaran
teknis budidaya, sekaligus menjadi pusat pengembangan pasar, sehingga petani
tidak selalu didikte oleh pasar dan mampu meningkatkan pendapatan, sekaligus
memberikan jawaban atas usahatani yang dilakukan petani layak atau tidak untuk
dilanjutkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis biaya usahatani
kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor, 2) Menganalisis pendapatan usahatani kangkung organik
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor, 3) Menganalisis
tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan menggunakan R/C
Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback Period.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja (purposive), di
mana lokasi tersebut adalah Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor yang beralamat di desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan
kuisioner dan wawancara dengan pihak terkait. Sedangkan data sekunder meliputi
gambaran umum wilayah penelitian, data penduduk, jurnal, buku dan instansi
terkait. Metode penentuan sampel dilakukan dengan cara sensus, artinya seluruh
petani responden binaan Agribusiness Development Center (ADC) sebanyak 16
petani meliputi 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Ciampea, Kecamatan
Cibungbulang, Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Leuwiliang melalui
perhitungan menggunakan R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback
Period. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan kalkukator.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Biaya usahatani kangkung
organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten
Bogor sebesar Rp17.985.220,-/tahun dengan nilai rata-rata lahan seluas 575 M2.
2) Pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor sebesar Rp45.801.580,M2/tahun dengan nilai rata-rata lahan seluas 575 M2. 3) Analisis pendapatan
usahatani sayuran kangkung organik petani binaan Agribusiness Development
Center (ADC) di Kabupaten Bogor dari hasil rasio penerimaan atas biaya (R/C

rasio) sebesar 3,55 (layak), rasio keuntungan atas biaya (B/C Rasio) sebesar 2,55
(layak), BEP produksi/volume mendapatkan nilai sebesar 2.569 Kg/tahun/M2,
sedangkan BEP harga mendapatkan nilai Rp1.973,-/Kg/tahun/M2 dan payback
period (PP) sebesar 1,48.
Kata kunci: Pendapatan, Usahatani, Sayuran Kangkung Organik, Agribusiness
Development Center (ADC), Kabupaten Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan penelitian ini dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani
Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa
materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, bapak Mad Yusuf dan mama Nurhayati yang
tidak pernah letih memberikan kasih sayang, doa, nasihat, motivasi, saran
dan dorongan moril maupun materil. Sesungguhnya ananda tidak akan
pernah dapat membalas semua itu, semoga Allah S.W.T selalu
memberikan pahala, berkah, kasih sayang, ridho dan perlindungan kepada
bapak dan mama atas perjuangannya. Aamiin.
2. Kakak dan adik tersayang, Yusmiati dan Yunita yang turut memberikan
doa, semangat dan keceriaan. Semoga Allah S.W.T selalu memberikan
karunia-Nya. Aamiin.
3. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Elpawati. MP selaku Ketua Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian/ Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ir. Junaidi, M.Si
selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah membimbing, memberikan saran,
motivasi nasihat dan arahan sekaligus meluangkan waktu, tenaga dan
pemikiran dalam penyusunan skripsi kepada penulis.
6. Dr. Yon Girie Mulyono, M.Si selaku Dosen Penguji 1 dan Achmad Tjahja
Nugraha, MP selaku Dosen Penguji 2 dalam sidang munaqosah skripsi
yang telah memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan untuk
kesempurnaan skripsi kepada penulis.
7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/
Agribisnis yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi
rasa hormat atas segala ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan maupun di
luar perkuliahan.
8. Bapak Tisna Prasetyo dan seluruh petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) untuk bimbingannya dan kebersamaannya.
9. Teman-teman Agribisnis 2009 atas kebersamaan, kekeluargaan dan
keceriaan yang telah kita ukir bersama semoga menjadi sejarah yang tidak
pernah dilupakan.
10. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis atas proses yang
turut mengantarkan penulis ke dalam realita perjuangan dan kebersamaan

untuk bermanfaat.
11. Keluarga besar Dewan Eksekutif Mahasiswa yang telah hadir bersama
untuk membawa energi cemerlang, gemilang dan terbilang. Semoga apa
yang telah dilakukan bisa menjadi lentera untuk perjalan hidup kita.
Aamiin. Hidup Mahasiswa..!!!
12. Keluarga besar Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) dan
Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
Indonesia (POPMASEPI) atas segala pertanyaan dan jawaban untuk
pertanian Indonesia. Hidup Mahasiswa Pertanian Indonesia..!!!
13. Sahabat bermimpi untuk Ito Hadiansyah, Rino Mardani, Gita Ramadhan,
Prasetyo, Dian Friyana dan yang lain-lain yang tidak bisa penulis tuliskan
semuanya atas semua pelajaran kehidupan. Semoga tetap 5 cm semua
mimpi di depan kening kalian. Keep Fighting Bro.
14. Senior sekaligus kakak-kakak bagi penulis untuk bang Husnul, bang Ano,
bang Fadlik, bang Aang, kak Jeje, bang Angger, bang Heru, bang Tatag,
bang Lisan, bang Iki, bang Evan, Imay dan Hatem atas bimbingannya
mengarungi lika-liku perkuliahan dan organisasi.
15. Kawan-kawan perjuangan, satu tujuan, satu penanggungan dan satu
gagasan kepada Jazil, Ade, Jamal, Slamet, Endang, Rahman, Azzam,
Hariry, Latipeh, Benita, Zahid, Agung, Esa, Kudel, Koi, Dwina, Bella dan
semuanya yang telah mampu hadir di antara indahnya kehidupan penulis.
16. Salwati Syarifah, SP atas semua keputusannya untuk bersedia mengarungi
sebagian langkah penulis dalam melewati dinamika kehidupannya. Kisah
ini telah menjadi energi yang mudah-mudahan merengkuh semua mimpi. I
Love You.
17. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis tuliskan
satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat. Terimakasih banyak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakan penelitian ini.
Penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semoga Allah S.W.T memberkahi kita semua. Aamiin Ya Robbal Alamin.
Jakarta, Mei 2015
Penulis
i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 7
1.3. Tujuan Penelitian 8
1.4. Manfaat Penelitian 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1. Pendapatan 10
2.1.1. Pendapatan Usahatani 10
2.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani 12

2.1.3. Biaya Produksi Usahatani 15


2.1.4. Harga Jual 16
2.1.5. Penerimaan Usahatani 18
2.2. Usahatani 18
2.3. Pertanian Organik 21
2.3.1. Pupuk 23
2.4. Hortikultura 24
2.5. Kangkung 26
2.5.1. Syarat Tumbuh Kangkung 26
2.5.2. Penanaman Kangkung 27
2.5.3. Manfaat Kangkung 27
2.3.4. Hama dan Penyakit 28
2.6. Kerangka Pemikiran 29
2.7. Penelitian Terdahulu 30
ii

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 33


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 33
3.2. Jenis Dan Sumber Data 33
3.3. Metode Pengambilan Sampel 34
3.4. Metode Pengumpulan Data 34
3.5. Metode Analisis Data 36
3.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani
Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor 36
3.5.2. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 37
3.5.3. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 38
3.5.4. Analisis Break Event Point (BEP) 38
3.5.5. Payback Period (PP) 39
3.6. Definisi Operasional 39
BAB IV. GAMBARAN UMUM 41
4.1. Agribusiness Development Center (ADC) 41
4.2. Lokasi Penelitian 43
4.2.1. Kecamatan Dramaga 44
4.2.2. Kecamatan Ciampea 44
4.2.3. Kecamatan Cibungbulang 45
4.2.4. Kecamatan Leuwiliang 45
4.3. Aktivitas Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten
Bogor 46
4.4. Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) 48
4.5. Karakteristik Responden Usahatani Kangkung Organik Petani
Binaan Agribusiness Development Center (ADC) 50
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 55
5.1. Hasil 55
5.1.1. Hasil Analisis Biaya Usahatani Kangkung Organik
Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor 55
5.1.2. Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik
Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor 56

iii

5.1.3. Hasil Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan


R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP)
dan Payback Period (PP) Usahatani Kangkung Organik
Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor 57
5.2. Pembahasan 59
5.2.1. Pembahasan Biaya Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor 59
5.2.2. Pembahasan Pendapatan Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor 63
5.1.3. Pembahasan Analisis Tingkat Pendapatan dengan
Menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even
Point (BEP) dan Payback Period (PP) Usahatani
Kangkung Organik Binaan Agribusiness Development
Center (ADC) di Kabupaten Bogor 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 69
6.1 Kesimpulan 69
6.2 Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 71
LAMPIRAN 76
iv

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produksi Tanaman Sayuran Kangkung di Indonesia dan Jawa Barat
Tahun 2009-2013 5
2. Kandungan Gizi dalam Tiap gram Kangkung 28
3. Sebaran Responden Menurut Umur dan Tingkat Pendidikan
Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor 50
4. Sebaran Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Usahatani
Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development
Center (ADC) di Kabupaten Bogor 52
5. Sebaran Responden Menurut Status dan Pengalaman Usahatani
Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development
Center (ADC) di Kabupaten Bogor 53
6. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usahatani Kangkung
Organik Petani Binaan Agribusiness Development
Center (ADC) di Kabupaten Bogor 54
7. Rata-rata Biaya Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten
Bogor dengan Luas Lahan 575 M2/tahun 56
8. Rata-rata Produksi, Biaya Total, Harga Jual, Penerimaan dan
Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten
Bogor dengan Luas Lahan 575 M2/tahun 57
9. Hasil Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan R/C Rasio,
B/C Rasio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP)

Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness


Development Center (ADC) dengan Luas Lahan 575 M2/tahun 57
10. Hasil Analisis Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 58
11. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) yang
Diperoleh Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
v

dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 64


12. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) yang
Diperoleh Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 65
13. BEP Produksi yang Diperoleh Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 66
14. BEP Harga yang Diperoleh Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 67
15. Analisis Payback Period (PP) Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 68
vi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran 29
2. Agribusiness Development Center (ADC) 41
3. Peta Kabupaten Bogor 43
vii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuisioner 33
2. Lokasi Agribusiness Development Center (ADC) 42
3. Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor 50
4. Biaya Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten
Bogor per Musim Tanam dengan Luas Lahan 575 M2 55
5. Pajak Lahan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor 59
6. Rata-rata Total Benih dan Pupuk Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M2 60
7. Penyusutan Alat dan Mesin Produksi Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor 62
8. Rata-rata Penerimaan Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M2 63

9. Biaya Investasi Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan


Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor 68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia.
Secara konvensional, peran tersebut terkait fungsi menjaga gawang ketahan
pangan (food security), penyerap tenaga kerja, penghasil devisa, penyedia bahan
baku industri, dan penjaga kelestarian lingkungan. Meskipun industri dalam
jangka panjang akan menjadi engine of growth, tetapi besarnya jumlah penduduk
yang hidup di sektor semi tradisional membuat pertanian sebagai medan juang
yang tak akan pernah berakhir. Transformasi struktural dari ekonomi berbasis
pertanian dan sumber daya alam (resource based) ke arah urban-industrial
tampaknya masih akan tergantung pada tingkat kesiapan sektor pertanian. Dengan
kata lain, kegagalan meletakan landasan di sektor pertanian dapat membuka
peluang tidak mulusnya tahapan ekonomi babak berikutnya (Hanafie, 2010).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya.
Artinya, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian. Di mana, penggunaan lahan di wilayah Indonesia sebagian besar
diperuntukkan sebagai lahan pertanian (Husodo, 2004, dalam Pohan, 2008).
Penggunaan lahan dan jumlah sumber daya yang mempuni sementara belum
mampu merubah keterbelakangan sektor pertanian bagi pelaku usahanya.
Banyak orang yang tidak sadar bahwa petani pada hakekatnya menjalankan
sebuah perusahaan, karena tujuan petani bersifat ekonomis: memproduksi hasil2
hasil, apakah untuk dijual ataupun digunakan oleh keluarganya sendiri.
Memang tidak sedikit orang beranggapan bahwa bertani itu bukanlah merupakan
perusahaan, melainkan suatu cara hidup (farming is not business; its way of life)
(Mosher, 1991).
Salah satu masalah yang dihadapi oleh para petani di negara-negara yang
sedang berkembang adalah usahatani mereka semakin tergantung pada teknologi
pertanian modern yang tidak ramah lingkungan. Teknologi pertanian modern
memang telah mampu menaikan produksi, akan tetapi kenaikan produksi tersebut
membuka masalah baru, yakni rentannya sektor pertanian terhadap penyakit
tanaman, yang seringkali telah kebal terhadap obat-obatan pemberantas hama,
sehingga kelanjutan usahatani terancam. Di samping itu, terdapat masalah lain
yang sangat perlu diperhatikan, dalam kaitannya dengan ketergantungan petani
pada teknologi pertanian kimiawi, yakni kemungkinan tidak lakunya produkproduk
pertanian kita baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini
disebabkan oleh semakin tingginya kesadaran akan kesehatan makanan
(Soetrisno, 2002).
Kebutuhan suatu langkah untuk permasalahan tersebut dapat diatasi
melalui sistem pertanian berkelanjutan dalam suatu cara dengan pertanian
organik. Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang
terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem
secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas
dan berkelanjutan. Pertanian organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan
pupuk dan pestisida terbuat dari bahan kimia, melainkan dengan menggunakan
bahan organik. Pupuk organik dapat dibuat sendiri oleh petani dengan biaya
3

rendah. Begitu pula dengan sarana produksi organik lainnya (Widodo, 2004
dalam Poetryani, 2011).
Modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya
menjadi salah satu acuan bagi seluruh petani dalam kegiatan usahataninya yang
disebutkan pada prinsip ekonomi dasar. Oleh sebab itu, penyelenggaraan
usahatani selalu berusaha agar hasil panennya berlimpah dengan pembiayaan yang
rendah. Kebahagiaan akan menyelimuti mereka manakala panenan tersebut cukup
besar sehingga selain untuk memberi makan seluruh keluarganya, masih ada sisa
untuk dijual ke pasar dan hasil penjualannya dapat dipakai untuk membeli
kebutuhan lain non-pangan, seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, alat-alat
pertanian, dan lain-lain yang pada intinya hasil tersebut dapat ditingkatkan agar
kehidupan seluruh keluarganya menjadi lebih baik (Hanafie, 2010).
Perilaku tersebut menjelaskan bahwa petani pun mengadakan perhitunganperhitungan
ekonomi dan keuangan, hanya saja tidak tertulis.
Pilihan menggunakan faktor produksi yang tidak sebagaimana biasanya selalu
akan diperhitungkan untung-ruginya. Penjelasan dalam Ilmu Ekonomi,
secara tidak langsung petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan
diterima pada waktu panen (penerimaan atau revenue) dengan seluruh biaya yang
harus dikeluarkan (pengorbanan atau cost). Hasil yang akan diperoleh petani pada
saat panen disebut produksi dan biaya yang telah dikeluarkannya disebut biaya
produksi (Hanafie, 2010). Artinya, bagaimana pun suatu sistem yang dibangun
dalam metode usahatani yang dilakukan para petani sangat membutuhkan
keuntungan sebagai bahan bakar berlangsungnya usahatani. Selain itu, petani juga
memperhitungkan biaya tunai untuk peralatan, bahan yang digunakan, dana-dana
4

untuk menghadapi berbagai resiko gagal panen, kemungkinan jatuhnya harga


pasar pada waktu panen dan ketidakpastian tentang efektifnya metode-metode
baru yang sedang dipertimbangkan. Petani mungkin juga memperhitungkan
ketidak senangan keluarga, teman atau tetangganya terhadap penyimpangan dari
pola bercocok tanam yang sudah lazim atau dari tradisi masyarakat mengenai apa
yang pantas dan tidak pantas dilakukannya (Mosher, 1991).
Melihat pentingnya usahatani bagi masyarakat pedesaan maka sektor
pertanian yang sangat memungkinkan untuk dikelola oleh petani yang memiliki
keterbatasan modal adalah subsektor hortikulutra. Idani, (2012) menyebutkan
bahwa pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor pangan,
hortikultura, dan perkebunan. Salah satu subsektor yang memiliki peranan yang
cukup penting adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura tersebut
terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat.
Salah satu produk hortikultura yang sangat prospektif dikembangkan adalah
sayuran. Sayuran secara ekonomis memiliki nilai tambah dan memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
apabila mampu dikelola dengan baik. Selain itu, sayuran termasuk bahan yang
dibutuhkan oleh tubuh dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat serta cukup
potensial untuk dijadikan peluang usaha. Berdasarkan data 2009 sampai 2013
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 presentase rata-rata pengeluaran perkapita
sebulan menurut kelompok barang di kota dan desa secara keseluruhan dalam 5
tahun terakhir terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Data menunjukan pada
tahun 2009 sejumlah 3,91% dan pada 2010 sejumlah 3,84%, dari data tersebut
mengalami penurunan. Sementara tahun 2011 sejumlah 4,31% meningkat kembali
5

dan tidak bertahan lama kemudian tahun 2012 sejumlah 3,78% mengalami
penurunan kembali. Sementara pada tahun 2013 pengeluaran masyarakat pada
sayuran terjadi peningkatan sebesar 4,43%. Artinya, kebutuhan sayuran bagi
kalangan masyarakat kota dan desa memiliki jumlah yang cukup besar. Tantangan
yang besar juga dimiliki oleh petani dalam memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
Faktanya, di sisi lain perkembangan produksi kangkung di Indonesia
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi penurunan. Begitupun dengan Jawa
Barat yang merupakan salah satu wilayah penghasil kangkung terbesar di
Indonesia. Ancaman penurunan produksi kangkung akan terus menurun dari
waktu ke waktu apabila masalah-masalah sektor pertanian tidak mampu teratasi
oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Tabel 1, menjelaskan produksi tanaman
kangkung mulai tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 di Jawa Barat dan
Indonesia.
Tabel 1. Produksi Tanaman Kangkung di Indonesia dan Jawa Barat Tahun 20092013
Wilayah
Produksi Tanaman Kangkung (Ton)
2009 2010 2011 2012 2013
Jawa Barat 90.528 74.428 86.949 68.592 65.419
Indonesia 360.547 350.879 355.466 320.144 308.477
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1, wilayah Jawa Barat mengalami penurunan produksi


tanaman kangkung pada tahun 2010 dan mampu mengalami peningkatan di tahun
berikutnya. Peningkatan yang terjadi tidak bertahan lama karena pada tahun 2012
hingga 2013 angka produksi tanaman kangkung menurun. Keadaan wilayah Jawa
Barat juga berdampak pada produksi di Indonesia dalam kenaikan dan penurunan
produksi tanaman kangkung di waktu yang bersamaan. Penyebab prospek bisnis
di sektor hortikultura khususnya tanaman kangkung di kalangan petani kurang
6

optimal antara lain adalah penurunan jumlah lahan, jaminan harga dan ketersedian
pasar sehingga mengurangi minat petani dalam mengelola lahan.
Potensi sayur di Kabupaten Bogor cukup menjanjikan untuk memproduksi
komoditas seperti bayam dan kangkung. Kabupaten Bogor merupakan salah satu
wilayah yang menjadi sentra produksi kangkung menurut data Badan Pusat
Statistik tahun 2008 sampai dengan 2012 sebesar 103.571 ton. Pengaruh iklim
yang baik telah menjadikan Kabupaten Bogor sebagai penghasil kangkung
terbanyak di antara wilayah lainnya di Jawa Barat. Kangkung sangat mudah
ditanami dan memiliki kandungan gizi yang cukup baik sehingga menjadi
primadona bagi kalangan masyarakat pada umumnya. Menurut Rukmana, (1994),
kelebihan dari kangkung adalah tanaman ini memiliki daya penyesuaian
(adaptasi) yang luas terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuh, mudah dalam
pemeliharaannya dan modal terjangkau dalam penyediaan biaya usahataninya. Di
samping itu, hasil panen kangkung dapat dilakukan secara rutin (periodik) setiap
19-25 hari sekali, sehingga dengan pemasukan uang dari hasil panen yang kontinu
ini dapat memperkuat posisi petani memenuhi finansialnya sehari-hari.
Peluang pemasaran kangkung semakin luas karena tidak hanya dijual
dipasar-pasar lokal di daerah, tetapi juga telah banyak dipesan oleh pasar-pasar
elit di kota-kota besar seperti pasar Swalayan, Hero, Carefour, Hypermart atau
Kem Chick. Pada keadaan pasar tradisional, harga tiap ikat kangkung (150-250
gram) berkisar antara Rp1.000,- hingga Rp1.500,-, dan paling rendah Rp500,-.

Khusus harga kangkung yang kualitasnya prima di pasar-pasar swalayan seperti


Hero, Gelael dan Kem Chick dapat mencapai antara Rp2.000,- hingga Rp3.000,atau lebih per ikat. Harga tersebut merupakan harga yang dimiliki oleh komoditi
7

kangkung yang menggunakan cara tanam tanpa bahan kimia (organik). Sedangkan
harga kangkung di pasar tradisional yang menggunakan bahan kimia (anorganik)
berkisar antara Rp500,- hingga Rp1.000,- per ikat (150-250 gram).
Dilema para petani dalam mengembangkan sayuran organik yang
memiliki daya tarik tersendiri masih memerlukan suatu lembaga yang mampu
memasarkan hasilnya, hal ini karena para petani belum mampu bermitra dengan
retail modern. Suatu hal yang sangat rugi bagi para petani jikalau produk sayuran
organik tersebut sama harganya dengan sayuran non-organik. Oleh sebab itu,
adanya keberadaan Agribusiness Development Center (ADC) sebagai lembaga
yang membina petani sayuran, salah satunya kangkung organik berupaya untuk
mengembangkan produk-produk hortikultura seperti kangkung organik antara lain
agar mampu memiliki harga jual tinggi, menjadi sarana pembelajaran teknis
budidaya, sekaligus menjadi pusat pengembangan pasar, sehingga petani binaan
tidak selalu di dikte oleh pasar dan mampu meningkatkan pendapatan usahatani
binaannya. Berdasarakan masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan
judul Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) Di Kabupaten Bogor.
1.2. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan yang diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan
masalah dalam peneliian ini adalah :
1. Berapa biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor?
8

2. Berapa pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan


Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan
menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP) dan
Payback Period (PP)?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka secara
umum penelitian ini bertujuan :
1. Untuk menganalisis biaya usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
2. Untuk menganalsis pendapatan usahatani kangkung organik Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
3. Untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani
binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP) dan
Payback Period (PP).
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan petani dalam berusahatani
kangkung organik.
2. Sebagai bahan referensi dan penelitian lebih lanjut bagi penyusun lain
yang mengambil masalah yang sama.
9

3. Sebagai informasi untuk Agribusiness Development Center (ADC) dalam


upaya meningkatkan taraf hidup petani.
4. Sebagai informasi serta masukan dalam menyusun strategi dan kebijakan
pertanian bagi Dinas Pertanian Kabupaten Bogor sehingga dapat
meningkatkan tingkat pendapatan petani.
5. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan
ilmiah dan penelitian.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan hanya pada wilayah Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Dramaga dan Kecamatan
Leuwiliang di Kabupaten Bogor.
2. Objek yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendapatan usahatani
kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC)
di Kabupaten Bogor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendapatan
Menurut Fuad, dkk (2000) menyebutkan bahwa pendapatan adalah
peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari
penyerahan barang atau jasa aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode.
Menurut Fess, (2005) menyebutkan bahwa pendapatan adalah kenaikan ekuitas
pemilik sebagai hasil dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan.
Menurut Niswonger (1992) pendapatan dari penjualan adalah seluruh total
tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai maupun
kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta di luar tambahan investasi yang
mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha merupakan pendapatan yang
diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan, sedangkan pendapatan di luar usaha
yaitu pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan.
2.1.1. Pendapatan Usahatani
Menurut Suratiyah (2009) menyebutkan bahwa pendapatan usahatani
adalah pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu
(time value money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat
langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah peneriman dalam suatu periode
proses produksi. Perhitungan biaya dan pendapatan dalam suatu usahatani dapat
dilakukan melalui pendekatan (nominal approach). Menurut Soekartawi (2003)
total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya
11

dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi
fisik dikalikan dengan harga produksi.
Menurut Hernanto (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
usahatani meliputi luas usaha di mana ukuran-ukuran untuk usaha yang penting
adalah pendapatan total usahatani yang menunjukan volume usaha dan
menunjukan ukuran ekonomi usahatani. Tingkat produksi di mana ukuran tingkat
produksi dapat berupa produktivitas per hektar dan indeks pertanaman.
Pilihan dan kombinasi cabang usaha dan intensitas pengusahaan pertanaman yang
ditunjukan oleh jumlah tenaga kerja dan total biaya usahatani.
Menurut Soekartawi (1994) dalam proses produksi pertanian, luas lahan
pertanian, tenaga kerja, produksi dan sarana produksi berperan dalam
mempengaruhi tingkat pendapatan. Adapun faktor-faktor sosial ekonomi lainnya
seperti tingkat pendidikan, umur, jumlah tanggungan dan pengalaman bertani

berperan dalam mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Sedangkan menurut


Suratiyah (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani meliputi
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari segi umur,
pendidikan dan modal. Faktor eksternal terdiri dari segi faktor produksi (input)
dan segi produksi (output). Rumus pendapatan adalah sebagai berikut:
= TR TC
Dimana :
= Pendapatan
TR = Penerimaan
TC = Biaya total produksi
12

2.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani


Menurut Soekartawi (2003) untuk menganalisis pendapatan usaha
diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan permintaan dan pengeluaran
selama jangka waktu yang ditetapkan. Sedangkan menurut Soeharjo dan Patong
(1973) analisis pendapatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
pendapatan yang sesungguhnya diperoleh pengusaha dan untuk membantu
perbaikan pengelolaan usaha.
1. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)
Menurut Harmoko dan Andoko (2005, dalam Marissa, 2010)
menyebutkan bahwa rasio penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah
yang dikeluarkan dalam produksi usaha. Dengan kata lain, analisis rasio atas
biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relative
kegiatan usaha. Artinya, dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat
diketahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak. Tingkat pendapatan
dapat diukur menggunakan analisis penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis)
yang didasarkan pada perhitungan finansial. Analisis ini menunjukan besar
penerimaan usaha yang diperoleh pengusaha untuk setiap rupiah biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan usaha. Usaha patut dikatakan layak, jika R/C ratio
bernilai lebih besar dari (R/C > 1). Rumus Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya
(R/C Rasio) secara sistematis seperti berikut:
/=
Total penerimaan penjualan
Total biaya produksi
13

2.` Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)


Menurut Soeharto (1997, dalam Nasihah, 2014) B/C rasio merupakan
metode yang dilakukan untuk melihat beberapa manfaat yang diterima oleh
proyek untuk satu satuan mata uang (dalam hal ini rupiah) yang dikeluarkan. B/C
rasio adalah suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau pendapatan dari
suatu usaha dengan biaya yang dikeluarkan.
Menurut Rahardi dan Hartono (1997, dalam Nasihah, 2014), analisis B/C
ratio adalah perbandingan antara tingkat keuntungan atau pendapatan yang
diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan
memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol (0), semakin besar
nilai B/C maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha
tersebut. Rumus B/C rasio secara sistematis sebagai berikut:
/=
Total keuntungan
Total biaya

3. Break Even Point (BEP)


Kuswadi (2006, dalam Nasihah, 2014) menyatakan bahwa break even
tidak lain adalah kembali pokok, pulang pokok, impas, yang maksudnya adalah
tidak untung dan tidak rugi. Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) atau
titik impas adalah suatu titik atau kondisi saat tingkat volume penjualan (produksi)
tertentu dengan harga penjualan tertentu, perusahaan tidak mengalami laba atau
rugi atau impas. Dengan kata lain, kembali pokok artinya seluruh penghasilan
sama besar dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan.
Menurut Wiryanta (2002, dalam Marissa, 2010), BEP (Break Even Point)
merupakan titik impas usaha. Dari nilai BEP diketahui pada tingkat produksi dan
harga berapa suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami
14

kerugian. Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume produksi dan BEP
harga. Rumus BEP volume/produksi dan BEP harga secara sistematis sebagai
berikut:
/()=
Total biaya
Harga jual
=
Total biaya
Total produksi
4. Payback Periode (PP)
Menurut Sofyan (2002, dalam Nasihah, 2014), payback periode adalah
masa pengembalian modal, artinya lama periode waktu untuk mengembalikan
modal investasi. Cepat atau lambatnya sangat tergantung pada sifat aliran kas
masuknya, jika aliran kas masuknya besar atau lancer maka proses pengembalian
modal akan lebih cepat dengan amunisi modal yang digunakan tetap atau tidak
ada penambahan modal selama umur proyek.
Menurut Choliq dkk (2004, dalam Nasihah, 2014) period dapat diartikan
sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan, melalui
keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek yang telah direncanakan. Semakin
cepat waktu pengembalian, semakin baik untuk diusahakan resiko yang mungkin
terjadi. Akan tetapi, payback period ini telah mengabaikan nilai uang pada saat
sekarang ini (present value). Kelemahan-kelemahan lain dari payback period ini
sebagai berikut: (1) Payback period digunakan untuk mengukur kecepatan
kembalinya dana dan tidak mengukur keuntungan proyek pembangunan yang
telah direncanakan, (2) Payback period mengabaikan benefit yang diperoleh
sesudah dana investasi itu kembali. Rumus Payback period secara sistematis
sebagai berikut:
15

= x 1 Tahun
2.1.3. Biaya Produksi Usahatani
Fuad, dkk (2000) mendefinisikan tentang biaya bahwa biaya adalah satuan
nilai yang dikorbankan dalam suatu proses produksi untuk mencapai suatu hasil
produksi. Beban arus barang dan jasa yang dibebankan kepada pendapatan
(benefit) untuk menentukan laba (income), atau harga perolehan yang dikorbankan
dalam rangka memperoleh penghasilan dan dipakai sebagai pengurang
penghasilan yang disebut beban (expense), sedangkan nilai uang dari alat-alat
produksi yang dikorbankan disebut harga pokok.
Menurut Mulyadi (2000, dalam Nasihah, 2014) biaya produksi adalah

biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang
siap untuk dijual. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2004, dalam Nasihah
2014) menjelaskan bahwa biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan
pembuatan barang dan penyediaan jasa.
Menurut Mubyarto (1898, dalam Nasihah, 2014) biaya produksi dapat
dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya berupa uang tunai misalnya upah kerja
untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah, termasuk upah ternak, biaya untuk
membeli pupuk, pestisida dan lain-lain. Biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan
mungkin juga pajak-pajak dibayarkan dalam bentuk in-natura. Besar kecilnya
bagian biaya produksi yang berupa uang tunai ini sangat mempengaruhi
pengembangan usahatani.
Menurut Blocher (2007) biaya variabel (variable cost) adalah perubahan
pada biaya total yang dihubungkan dengan tiap perubahan pada jumlah (volume)
16

output. Contoh yang lazim dari biaya variabel adalah biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung. Sebaliknya, biaya tetap (fixed cost) adalah bagian dari
biaya total yang tidak berubah meskipun jumlah penggerak biaya berubah dalam
rentan yang relevan. Penentuan apakah suatu biaya merupakan biaya variabel
tergantung pada sifat dari objek biaya. Dalam perusahaan manufaktur, objek biaya
biasanya berupa produk. Tetapi dalam perusahaan jasa, objek biaya sering kali
sulit untuk didefinisikan karena jasa bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Kadang-kadang, dikatakan bahwa semua biaya adalah variabel pada jangka waktu
tertentu semua dapat berubah. Meski biaya tetap berubah dengan berubahnya
waktu (contoh biaya sewa mungkin meningkat dari tahun ke tahun) tetapi, hal
tersebut tidak berarti bahwa biaya ini merupakan biaya variabel. Biaya variabel
adalah biaya dimana biaya total berubah seiring dengan perubahan jumlah output.
Biaya tetap dihubungkan dengan suatu periode waktu dan bukan jumlah output,
dan diasumsikan bahwa biaya tetap tidak akan berubah selama periode waktu
yang pada umumnya 1 tahun. Rumus biaya produksi adalah sebagai berikut:
TC = FC + VC
Dimana :
TC = Total cost/biaya total
FC = Fix cost/biaya tetap
VC = Variable cost/biaya variabel
2.1.4. Harga Jual
Menurut Kotler (1998, dalam Nasihah, 2014) harga jual dalam arti sempit
merupakan jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Dalam arti
17

luas, harga jual adalah jumlah dari nilai yang dipertukarkan konsumen untuk
manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa.
Titik berat dari proses penetapan harga adalah harga pada berbagai pasar.
Untuk ini, harga suatu barang mungkin merupakan struktur yang kompleks dari
pada syarat-syarat penjualan yang saling berhubungan. Setiap perubahan dari
struktur tersebut merupakan keputusan harga dan akan mengubah pendapatan
yang diperoleh. Peranan perusahaan dalam proses penetapan harga jual barangnya
sangat berbeda-beda, tergantung pada bentuk pasar yang dihadapinya. Menurut
Fuad, dkk (2000) ada tiga bentuk penetapan harga jual, yakni: (1) Penetapan harga
jual oleh pasar (market pricing). Dalam bentuk penetapan harga jual ini, penjual
tidak dapat mengontrol sama sekali harga yang dilempar di pasaran. Harga di sini
betul-betul ditetapkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan. Dalam

keadaan seperti ini, penjual tidak bisa menetapkan harga jual, (2) Penetapan harga
jual oleh pemerintah (Government Controlled Pricing). Dalam beberapa hal,
pemerintah berwenang untuk menetapkan harga barang atau jasa, terutama untuk
barang atau jasa yang menyangkut kepentingan umum. Perusahaan atau penjualan
yang bergerak dalam eksploitasi barang atau jasa terdebut di atas tidak dapat
menetapkan harga jual barang atau jasa, (3) Penetapan harga jual yang dapat
dikontrol oleh perusahaan (Administered or Business controlled pricing). Pada
situasi ini, harga ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Penjual menetapkan harga
dan pembeli boleh memilih membeli atau tidak. Harga ditetapkan oleh
keputusan dan kebijaksanaan yang terdapat dalam perusahaan, walaupun faktorfaktor
mekanisme penawaran dan permintaan, serta peraturan-peraturan
pemerintah tetap diperhatikan. Sampai seberapa jauh perusahaan dapat
18

menetapkan harga, tergantung pada tingkat diferensiasi produk, besar perusahaan


dan persaingan.
2.1.5. Penerimaan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995, dalam Nasihah, 2014) penerimaan usahatani
adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua
pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani
adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani.
Menurut Hadisapoetro (1973, dalam Amalia, 2013) penerimaan adalah jumlah
produksi dikalikan harga per satuan. Produksi adalah setiap usaha atau kegiatan
manusia untuk menghasilkan atau menambah daya guna sesuatu benda atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan manusia (Sukwiaty, dkk, 2005). Rumus Penerimaan
adalah sebagai berikut:
Y = Qy . Py
Dimana :
Y = Penerimaan
Qy = Jumlah produk
Py = Harga jual produk
2.2. Usahatani
Hernanto (1995) menjelaskan bahwa usahatani sebagai organisasiorganisasi
dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di
lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial,
19

baik yang terikat genologis, politis maupun territorial sebagai pengelolanya.


Istilah usahatani dituliskan dalam satu kata bukan dalam dua kata Usaha Tani.
Kata usahatani dipakai dan diusulkan untuk pengganti (bukan lawan dari) kata
farm (Inggris) atau bandbouw bedrijf (Belanda). Menurut Hernanto (1995) ada
empat unsur pokok dalam usahatani atau dikenal dengan faktor-faktor produksi
dalam usahatani, yaitu:
1. Lahan
Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam dan lahan
merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta
distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Lahan usahatani dapat
berupa pekarangan, sawah, tegalan dan sebagainya. Lahan memiliki beberapa
sifat, yaitu luasnya relatif atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan dan
dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh
dengan membeli, menyewa, pemberian negara dan wakaf. Ukuran lahan pertanian

sering dinyatakan dengan hektar.


2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja menjadi pelaku usahatani diperlukan dalam menyelesaikan
berbagai macam kegiatan produksi. Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan ke
dalam tiga jenis yaitu, tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja
mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan
anak-anak yang dipengaruhi umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat
kesehatan dan kondisi lainnya. Oleh karena itu, dalam praktiknya, digunakan
satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari
kerja total. Besar kecilnya upah tenaga kerja dapat ditentukan oleh mekanisme
20

pasar, jenis kelamin, kualitas dan umur. Tenaga kerja ternak digunakan untuk
pengolahan tanah. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik yang digunakan
untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama dan pemanenan.
3. Modal
Modal adalah faktor produksi dalam usahatani setelah lahan dan tenaga
kerja. Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru
yaitu produk pertanian. Penggunaan modal untuk membantu meningkatkan
produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan dan
kekayaan petani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana produksi
serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal
diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit formal, non-formal dan
lain-lain), warisan, usaha lain atau kontrak sewa.
4. Pengelolaan usahatani
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaikbaiknya
sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa
sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil,
maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasai oleh
pengelola. Kemampuan dalam mengelola usahatani yang baik akan menjadikan
setiap keputusan baik teknis maupun ekonomis akan memberikan resiko sekecil
mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum.
21

2.3. Pertanian Organik


Menurut Sutanto (2002) istilah pertanian organik menghimpun seluruh
imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab
menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan
dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga
berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara
memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur
ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu
gerakan kembali ke alam.
Menurut Sutanto (2002), seringkali terdapat pemahaman yang keliru
tentang pertanian alami dan pertanian organik. Kedua istilah tersebut dalam
praktek sering dianggap sama. Namun, Fukuoka (1985, dalam Sutanto, 2002)
mengemukakan empat langkah menuju pertanian alami dan menjelaskan prinsip
pertanian alami, yakni :
1. Tanpa olah tanah. Tanpa olah tanah diolah atau dibalik. Pada prinsipnya
tanah mengolah sendiri, baik menyangkut masuknya perakaran tanaman

maupun kegiatan mikroba tanah, mikro fauna dan cacing tanah.


2. Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos.
Tanah dibiarkan begitu saja dan tanah dengan sendirinya akan memelihara
kesuburannya. Hal ini mengacu pada proses daur ulang tanaman dan
hewan yang terjadi dibawah tegakan hutan.
3. Tidak dilakukan pemberantasan gulma, baik melalui pengolahan tanah
maupun penggunaan herbisida. Pemakaian mulsa jerami, tanaman penutup
22

tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu akan membatasi dan


menekan pertumbuhan gulma.
4. Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan
tanah merupakan kekuatan alam yang secara langsung akan mengatur
keseimbangan kehidupan alami.
Sutanto (2002) mengatakan bahwa menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh beberapa ahli, diketahui bahwa penggunaan zat kimia atau bahan
sintetik pada tanaman akan meninggalkan residu pada tanaman tersebut.
Dampak negatif lain dari penggunaan bahan sintetik tersebut adalah timbulnya
kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan. Penelitian para ahli diberbagai
Negara menyebutkan bahwa efek negatif dari pengggunaan pestisida akan
menyebabkan alergi, keracunan saraf, kerusakan sistem endokrin, karsinogen dan
menekan sistem kekebalan tubuh. Bagi lingkungan, tanah dan air penggunaan
bahan kimia secara terus menerus akan menurunkan daya dukung lahan.
Akibatnya, produktivitas setiap komoditas yang diusahakan senantiasa sulit
ditingkatkan.
International Federation Organic Agriculture Movement (1990) dalam
sutanto (2002) mempunyai 11 prinsip yang harus dipertimbangkan dalam
mengembangkan pertanian organik, antara lain:
1. Melalui pertanian organik dihasilkan makanan dengan kualitas nutrisi
yang tinggi dan jumlah yang cukup.
2. Melaksanakan interaksi yang bersifat sinergisme dengan sistem dan daur
ulang alami yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
23

3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan


mengaktifkan kehidupan biologi (flora dan fauna tanah), tanaman dan
hewan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
5. Memanfaatkan sumber daya terbarukan (renewable resources) yang
berasal dari sistem usahatani itu sendiri.
6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang, baik di dalam
maupun di luar usahatani.
7. Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak melaksanakan gatra
dasar sesuai dengan habitatnya.
8. Membatasi terjadinya bentuk pencemaran akibat kegiatan pertanian.
9. Mempertahankan keanekaragaman hayati, termasuk pelestarian habitat
tanaman dan hewan.
10. Memberikan jaminan pada produsen (petani) sesuai hak asasi manusia
dalam memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan
kepuasan dari pekerjaannya, termasuk lingkungan bekerja yang aman.
11. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani
terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial.

2.3.1. Pupuk
Pupuk terbagi menjadi dua jenis yaitu, organik dan anorganik.
Susetya (2014) menjelaskan sebagai berikut:
24

1. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah semua sisa bahan tanaman, pupuk hijau, dan kotoran
hewan yang mempunyai kandungan unsur hara rendah. Pupuk organik tersedia
setelah zat tersebut mengalami proses pembusukan oleh mikro organisme.
Selain pupuk anorganik, pupuk organik juga harus diberikan pada tanaman.
Macam-macam pupuk organik adalah sebagai berikut:
a. Kompos
Pupuk kompos adalah pupuk yang dibuat dengan cara membusukan
sisa-sisa tanaman. Pupuk jenis ini berfungsi sebagai pemberi unsur-unsur hara
yang berguna untuk perbaikan struktur tanah.
b. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah bagian tumbuhan hijau yang mati dan tertimbun dalam
tanah. Pupuk organik jenis ini mempunyai pertimbangan C/N rendah, sehingga
dapat terurai dan cepat bersedia bagi tanaman. Pupuk hijau sebagai sumber
nitrogen cukup baik di daerah tropis, yaitu sebagai pupuk organik sebagai
penambah unsur mikro dan perbaikan struktur tanah.
c. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan.
Kandungan hara dalam pupuk kandang rata-rata sekitar 55% N, 25% P2O5, dan
5% K2O (tergantung dari jenis hewan dan makanannya). Makin lama pupuk
kandang mengalami proses pembusukan, makin rendah perimbangan C/N-nya.
25

2.4. Hortikultura
Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2010 pasal 1 tentang
hortikultura ayat 1 adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan
obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air
yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan atau bahan estetika. Usaha
hortikultura undang-undang nomor 13 tahun 2010 pasal 1 ayat 2 adalah semua
kegiatan untuk menghasilkan produk dan atau menyelenggarakan jasa yang
berkaitan dengan hortikultura. Produk hortikultura undang-undang nomor 13
tahun 2010 pasal 1 ayat 4 adalah semua hasil yang berasal dari tanaman
hortikultura yang masih segar atau yang telah diolah.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010
pasal 3 tentang penyelenggaraan hortikultura bertujuan untuk;
a. Mengelola dan mengembangkan sumber daya hortikultura secara optimal,
bertanggungjawab, dan lestari
b. Memenuhi kebutuhan, keinginan, selera, estetika, dan budaya masyarakat
terhadap produk dan jasa hortikultura
c. Meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing,
dan pangsa pasar
d. Meningkatkan konsumsi produk dan pemanfaatan jasa hortikultura
e. Menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha
f. Memberikan perlindungan kepada petani, pelaku usaha, dan konsumen
hortikultura nasional
g. Meningkatkan sumber devisa negara, dan
h. meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat.

26

2.5. Kangkung
Menurut Supriyati dan Heriyana (2010) kangkung (lpomea aquatic Forsk
atau lpomoea reptans Poir1.) tanaman sayuran yang umurnya bisa lebih dari satu
tahun. Pertumbuhan menjalar atau membelit pada tanaman di sekitarnya.
Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun, termasuk ke dalam family
Convolvulaceae. Daun kangkung panjang, berwarna hijau keputih-putihan;
merupakan sumber pro vitamin A.
Terdapat dua jenis kangkung, yaitu sebagai berikut:
a. Kangkung rabut. Daunnya licin dan berbentuk mata panah dengan panjang
5-6 inci (12-15 cm). Batangnya menjalar dengan daun berselang.
Batangnya tumbuh tegak pada pangkal daun. Tanaman ini berwarna hijau
pucat. Bunganya berwarna putih berbentuk kantung yang mengandung
empat biji benih.
b. Kantung petik. Daunnya lebar dan tipis berwarna hijau kelam.
Bunganya berwarna hijau kelam.
2.5.1. Syarat Tumbuh Kangkung
Tanaman kangkung mudah tumbuh, terutama di kawasan berair.
Syarat tumbuh sayuran ini memang tidak rewel. Daerah perairan tawar seperti
sungai kecil, danau, aliran air, kolam, ataupun sawah dapat dijadikan lahan
kangkung. Karena toleransinya yang tinggi terhadap daerah perairan, sebaiknya
tidak menanam kangkung di perairan yang sudah tercemar. Kangkung yang dapat
ditanam di tempat tersebut akan menyerap zat-zat beracun yang terdapat di
dalamnya. Kangkung dapat ditanam di daratan rendah dan dataran tinggi.
27

Kangkung dapat tumbuh pada ketinggian sampai 1000 mdpl. Tanaman ini akan
tumbuh bagus jika ditanam pada tanah yang gembur dan subur dengan pH 6,0-7,0
dengan kelembapan 80%-90%.
2.5.2. Penanaman Kangkung
Ada dua jenis penanaman kangkung yang bisa dilakukan, yaitu penanaman
dalam keadaan kering (kangkung darat) dan penanaman dalam keadaan basah
(kangkung basah atau kangkung air). Kedua jenis penanaman ini memerlukan
bahan organik berupa kompos dan air dalam jumlah besar agar kangkung dapat
tumbuh dengan subur. Waktu kangkung yang baik adalah pada musim hujan
untuk kangkung darat dan musim kemarau untuk kangkung air. Sementara waktu
tanam kangkung yang dibudidayakan menggunakan biji adalah pada musim
kemarau.
Pada penanaman kering, kangkung ditanam pada jarak 5 inci (12,7 cm)
dan ditunjang dengan kayu sangga. Sementara pada penanaman basah, biasanya
menggunakan potongan kangkung dari batang sampai ke akar sepanjang 12 inci
(30,48 cm) ditanam dalam lumpur tanah dan dibiarkan basah.
2.5.3. Manfaat Kangkung
Menurut Rukmana (1994) sayuran kangkung merupakan sumber gizi yang
murah harganya dan mudah didapatkannya. Kandungan gizi dalam kangkung
dapat disimak pada Tabel 3.
28

Tabel 2. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Kangkung


No Komposisi Gizi
Banyaknya Kandungan Gizi
12
1 Kalori 30,00 cal 29,00 kal

2 Protein 3,90 gr 3,00 gr


3 Lemak 0,60 gr 0,30 gr
4 Karbohidrat 4,40 gr 5, 40 gr
5 Serat 1,40 gr 6 Kalsium 71, 00 mg 73, 00 mg
7 Fosfor 67,00 mg 50,00 mg
8 Zat Besi 3,20 mg 2,50 mg
9 Natrium 49,00 mg 10 Kalium 458,00 mg 11 Vitamin A 4825,00 S.I 6300,00 S.I
12 Vitamin B1 0,09 mg 0,07 mg
13 Vitamin B2 0,24 mg 14 Vitamin C 59,00 mg 32,00 mg
15 Niacin 1,30 mg 16 Air - 89,70 gr
Sumber: 1. Food and Nutrion Center Hand-Book No.1 Manila, (1994)
2. Direktorat Gizi Depkes R.I (1981)

2.5.4. Hama dan Penyakit Kangkung


Hama yang menyerang tanaman kangkung, antara lain ulat grayak
(Spodoptera litura F), kutu daun (Myzus persicae sulz) dan Aphis gossypii.
Penyakit yang menyerang kangkung adalah karat putih yang disebabkan oleh
Albugo ipomea reptans.
Perlakuan untuk pengendalian, gunakan jenis pestisida yang aman dan
mudah terurai, seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid
sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus digunakan dengan baik dan benar.
Jika sudah parah, dapat menggunakan pestisida hayati, seperti daun nimba,
gadung dan sereh wangi (Cahyo dan Rini, 2014).
29

2.6. Kerangka Pemikiran


Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani sayuran
organik dan anorganik. Pendapatan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan
biaya produksi dikali dengan harga jual. Sedangkan biaya produksi berasal dari
jumlah antara total biaya tetap dan total biaya tidak tetap. Analisis pendapatan
usahatani sayuran organik dan anorganik ini menggunakan indikator R/C rasio,
B/C rasio, Break Even Point (BEP) dan Paybak Period (PP). Berdasarkan uraian
diatas maka gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Usahatani Sayuran
Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness
Development Center (ADC)

Biaya Produksi :
- Biaya Tetap
- Biaya Variabel Penerimaan
Analisis Pendapatan
R/C Rasio
B/C Rasio
BEP (Break Even Point)
PP (Payback Period)
Pendapatan Usahatani
Kangkung Organik

30

2.7 Penelitian Terdahulu


Penelitian ini dilakukan dengan merujuk pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Sitanggang (2008) dengan judul Analisis
Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik (Studi Kasus : Desa
Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Tujuan
penelitian tersebut yaitu: (1) Menganalisis keragaan usahatani bawang
daun organik pada kelompok tani Kalicimandala di desa Batulayang,
(2) Menganalisis perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi antara
petani yang menerapkan sistem usahatani bawang daun organik dengan
yang menerapkan sistem usahatani bawang daun anorganik pada
kelompok tani Kalicimandala di desa Batulayang. Hasil analisis
pendapatan menunjukan bahwa produksi rata-rata bawang daun organik
per luasan lahan rata-rata (0,3 ha) per musim tanam adalah 2.250 kg,
sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp27.000.000,-,
sedangkan produksi rata-rata bawang daun organik per hektar per musim
tanam adalah 18.000 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani
sebesar Rp216.000.000,-. Produksi rata-rata bawang daun anorganik per
luasan lahan rata-rata (0,3 ha) per musim tanam adalah 2.812 kg, sehingga
penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp16.872.000,-, sedangkan
produksi rata-rata bawang daun anorganik per hektar per musim tanam
adalah 22.500 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar
Rp135.000.000,-.
Penelitian lain yang sejenis juga telah dilakukan oleh Marissa
dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Tebu (Studi Kasus:
31

PT. PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru, Babakan, Cirebon, Jawa Barat).


Tujuan penelitian tersebut, yaitu (1) Mengetahui pendapatan usahatani
tebu di PT. PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru Cirebon,
(2) Menganalisis keberlanjutan usahatani tebu di PT. PG Rajawali II Unit
PG Tersana Baru dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, BEP
(Break Even Point), dan PP (Payback Periode). Hasil dari penelitian
tersebut menunjukan bahwa, untuk luas areal tebu 1 ha membutuhkan
dana investasi sebesar Rp77.395.000,-. Total biaya yang dikeluarkan untuk
usahatani tebu tersebut sebesar Rp40.326.500,- dan menghasilkan tebu 70
ton setara dengan 70.000 kg, dengan harga Rp975/kg. dari total biaya serta
harga yang berlaku tersebut, penerimaan usaha yang diperoleh sebesar
Rp68.250.000,-. Sehingga pendapatan usaha yang diterima
Rp27.923.500,-.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2013) dengan
judul Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi sawah
(Studi Kasus: Kelompok Tani Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor). Tujuan penelitian tersebut, yaitu
(1) Mengetahui tingkat pendapatan usahatani padi sawah varietas Inpari 13
di Gapoktan Mekarsari, desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor, (2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
usahatani padi sawah varietas Inpari 13 di Gapoktan Mekarsari, desa
Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, (3) Mengetahui
seberapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi pendapatan petani
yang berusahatani padi sawah varietas Inpari 13 di Gapoktan Mekarsari,

32

desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian


menunjukan bahwa (1) tingkat pendapatan usahatani padi sawah varietas
Inpari 13 sebesar Rp9.321.670,- (MT/Ha), (2) faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan usahatani padi sawah varietas Inpari 13 adalah
produksi, benih, tenaga kerja, biaya pupuk petroganik, biaya pupuk urea,
biaya pupuk phonska dan biaya panen serta pascapanen dan
(3) variabel produksi (X1) berpengaruh positif dan nyata, variabel biaya
pupuk petroganik (X4) berpengaruh positif dan nyata, variabel biaya pupuk
urea (X5) dan biaya pupuk phonska (X6) berpengaruh negative dan nyata
serta variabel benih (X2), variabel tenaga kerja (X3) dan variabel biaya
panen dan pascapanen (X7) tidak berpengaruh nyata.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Agribusiness Development Center (ADC) desa
Cikarawang Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive). Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 1 Desember
2014 hingga 30 Januari 2015. Dalam kurun waktu tersebut digunakan untuk
memperoleh data dan keterangan yang terkait dengan penelitian.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer
merupakan jenis data yang diperoleh dan digali dari sumber asli baik berupa data
kualitatif maupun data kuantitatif seperti melalui pengamatan dan wawancara
langsung dengan petani binaan Agribusiness Development Center (ADC).
Teknik wawancara yang digunakan kepada para petani ialah menggunakan
kuisioner (daftar pertanyaan) (Lampiran 1). Data sekunder diperoleh dari ADC
dan sumber-sumber yang relevan seperti buku, jurnal, dan dari instansi terkait.
Wahyono (2005) menjelaskan bahwa data primer digunakan untuk menjawab
permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian, sedangkan data sekunder
digunakan sebagai bahan informasi penunjang dalam melakukan analisis.
34

3.3. Metode Pengambilan Sampel


Metode pengambilan sampel yang digunakan selama penelitian ini, yaitu
dengan metode sensus, artinya pengambilan sampel secara menyeluruh kepada
petani kangkung organik binaan Agribusiness Development Centre (ADC) di
Kabupaten Bogor. Sampel yang di ambil dalam penelitian ini meliputi
4 kecamatan yaitu Kecamatan Ciampea 3 responden, Kecamatan Cibungbulang
5 responden, Kecamatan Leuwiliang 7 responden dan Kecamatan Dramaga
1 responden.
3.4. Metode Pengumpulanan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan empat cara, yaitu observasi,
studi dokumentasi, interview dan kuisioner.
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek dengan
sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat ataupun
mungkin dapat diulang (Sukandarrumidi, 2002). Metode ini dilakukan dengan
mengamati langsung analisis pendapatan kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Centre (ADC) di Kabupaten Bogor.
2. Studi Dokumentasi

Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan
kerja, notulen rapat, catatan khusus, rekaman kaset, rekaman video, foto dan lain
sebagainya (Sukandarrumidi, 2002). Metode studi dokumentasi yang dilakukan
pada penelitian ini yaitu, dengan mengumpulkan data dari rekaman kaset,
rekaman video, foto, catatan pribadi, dan literatur.
35

3. Interview
Interview dikenal pula dengan istilah wawancara adalah suatu proses tanya
jawab lisan, di mana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat
melihat muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri suaranya
(Sukandarrumidi, 2002). Interview pada penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui analisis pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
4. Kuisioner
Menurut Sugiyono (2009) kuisioner merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuisioner dalam penelitian ini
berupa pertanyaan kuisioner tertutup dan terbuka. Kuisioner tertutup adalah
bentuk kuisioner yang jawabannya sudah disediakan oleh peneliti sehingga
responden tinggal memilih jawaban yang sesuai. Kuisioner terbuka adalah bentuk
kuisionernya yang jawabannya belum disediakan pilihan jawabannya, sehingga
responden dapat bebas menjawab sesuai dengan ingatan dan pikirannya.
Responden diminta untuk mengisi kuisioner secara langsung sesuai
dengan pendapatnya, serta menjelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah.
Pengisian kuisioner ditujukan langsung kepada petani binaan Agribusiness
Development Centre (ADC) di Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini kuisioner
secara langsung sesuai dengan pendapatnya, serta menjelaskan bahwa tidak ada
jawaban yang salah.
36

3.5. Metode Analisis Data


Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif
disajikan secara narasi, sedangkan data kuantitatif diolah dengan menggunakan
alat bantu berupa kalkulator dan melalui program Microsoft Excel. Analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Pendapatan, Analisis R/C
Rasio, Analisis B/C Rasio, Analisis Break Even Poin (BEP), dan Analisis
Payback Period (PP) dari usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Centre (ADC) di Kabupaten Bogor.
3.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Centre (ADC) di Kabupaten Bogor
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang benarbenar
dikeluarkan, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah selisih antara
penerimaan dikurangi total biaya menurut Soeharjo dan Patong (1973, dalam
Marissa, 2010).
Analisis pendapatan dilakukan terhadap biaya kegiatan produksi dari awal
hingga panen yang dilakukan dalam satu musim tanam. Analisis pendapatan
digunakan untuk mengetahui nilai pendapatan yang diperoleh.
Perhitungan pengeluaran (biaya total), penerimaan dan pendapatan sebagai
berikut;
1. Perhitungan pengeluaran:
TC = BT + BV

Dimana :
TC = Biaya total kangkung organik
BT = Biaya tetap kangkung organik
37

BV = Biaya variable (biaya tidak tetap) kangkung organik


2. Perhitungan penerimaan:
Y = Qy . Py
Dimana :
Y = Penerimaan usahatani kangkung organik
Qy = Produk saturan kangkung organik yang dihasilkan
Py = Harga jual produk kangkung organik yang dihasilkan
3. Perhitungan pendapatan:
= TR TC
Dimana :
= Pendapatan kangkung organik
TR = Penerimaan usaha kangkung organik
TC = Biaya total kangkung organik
3.5.2. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)
Dalam Harmono dan Andoko (2005, dalam Marissa, 2010) pembagian
antara penerimaan usaha dengan biaya dari usaha tersebut. Analisa ini digunakan
untuk melihat perbandingan total penerimaan dengan total biaya usaha. Jika nilai
R/C ratio diatas satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga
penerimaan lebih dari satu rupiah. Secara sistematis R/C rasio dapat dirumuskan
sebagai berikut:
/=
Total Penerimaan Penjualan Kangkung
Total Biaya Kangkung Organik
Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari
usahatani. Usahatani tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C rasio lebih
38

besar dari satu (R/C > 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap nilai rupiah yang
dikeluarkan dalam produk akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan
yang diperoleh.
3.5.3. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)
Menurut Rahardi dan Hartono (2003, dalam Nasihah, 2014) analisis
keuntungan dan biaya (B/C Rasio) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan
yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak
dan memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol (B/C Rasio > 0).
Semakin besar nilai B/C maka semakin besar nilai manfaat yang akan diperoleh
dari usaha tersebut. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
B/C Rasio =
Total Keuntungan Sayuran Kangkung Organik
Total Biaya Sayuran Kangkung Organik
3.5.4. Analisis Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) merupakan titik impas usaha (Wiryanta, 2002,
dalam Marissa, 2010). Dari nilai BEP diketahui pada tingkat produksi dan harga
berapa suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami
kerugian. Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume dan BEP harga
produksi. Dirumuskan sebagai berikut :
BEP Produksi ( ) (ton) =

Total Biaya Sayuran Organik


Harga Penjualan Sayuran Kangkung Organik
BEP Harga (Rp/ton) =
Total Biaya Sayuran Kangkung Organik
Total Produksi Sayuran Kangkung Organik
39

3.5.5. Payback Period (PP)


Menurut Lukman (2004, dalam Marissa, 2010) payback period adalah
perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup nilai
investasi suatu proyek tersebut. Perhitungan payback period untuk suatu proyek
yang mempunyai pola aliran kas yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
= x 1 tahun
3.6. Definisi Operasional
1. Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis yaitu biaya tetap dan
biaya variabel.
2. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh banyak produksi yang dihasilkan.
3. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan yang besarnya dipengaruhi
oleh banyaknya produksi yang dihasilkan.
4. Biaya total adalah penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel.
5. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala
keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha.
6. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya total.
7. Penerimaan merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual.
8. R/C Ratio adalah perbandingan antara peneriman dengan biaya produksi
selama satu tahun.
40

9. B/C Ratio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya produksi


selama satu tahun.
10. Break Even Ponit (BEP) adalah titik pertemuan antara biaya dan
penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung.
11. Payback Period (PP) adalah perbandingan antara investasi yang
dikeluarkan dengan usaha yang diperoleh.
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1. Agribusiness Development Center (ADC)
Republik Indonesia merupakan salah satu dari 33 negara dunia yang
bekerja sama dengan ICDF (International Cooperation and Development Fund)
dengan membawa Misi Teknik Taiwan atau lebih dikenal Taiwan Technique
Mission (TTM) dalam bidang pertanian. Sejak 35 tahun Misi Teknik ini yang
dimulai dari Jawa Timur dan kemudian berkembang sampai dengan Jawa Tengah,
Jawa Barat dan Bali. Sejak tahun 2007 Kementrian Pertanian Republik Indonesia,
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Indonesia, Dinas Provinsi Bali,
Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, dan Institut Pertanian Bogor telah
menjalin kerjasama dengan Taiwan dalam melakukan Misi Teknik ini.
Gambar 2. Agribusiness Development Center (ADC)
Institut Pertanian Bogor menunjuk University Farm (UF) sebagai
perwakilan dalam pelaksana kerjasama yang ditawarkan oleh pihak ICDF kepada
42

UF meliputi, pertama penyediaan pasar yang pasti bagi produk yang dihasilkan
para petani. Umumnya selama ini petani tidak memiliki pasar dalam menjual hasil
dari kegiatan usahataninya, hal tersebut dimanfaatkan oleh para tengkulak dengan
harga yang rendah. Kedua, melakukan pembinaan terhadap para petani agar
mampu menghasilkan produk dengan kualitas terbaik, kuantitas yang optimal dan
kontinu. Produk yang dihasilkan para petani masih belum mampu memenuhi
kebutuhan konsumen, baik dari kualitas ataupun kontiunitas.
Pelaksanaan kerjasama dalam kedua poin secara bertahap dan berkelanjutan
harapannya dapat membantu petani meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan
pola pikir petani dalam manajemen pertanian dengan baik, sekaligus
mempermudah petani dalam memasarkan hasil usahanya.
Agribusiness Development Center (ADC) ini merupakan pusat kegiatan
agribisnis yang beralamat di Cikarawang Dramaga Bogor yang bertujuan sebagai
lokasi pembibitan, lahan demonstrasi, packing room, dan tempat pelatihan
(Lampiran 2). Agribusiness Development Center memiliki peran tambahan yaitu
membayarkan hasil dari para petani, setelah kontrak ICDF telah habis sejak 2014.
Pembinaan kelompok dalam misi teknik Taiwan terbagi menjadi tiga kelompok
petani antara lain; kelompok organik, kelompok non-organik, dan kelompok
buah.
Kelompok organik yang menjadi fokus terdiri dari tujuh jenis yaitu,
pakcoy, caisim, selada, kailan, kangkung, bayam merah, dan bayam hijau.
Kelompok non-organik terdiri dari 13 jenis, yaitu pare putih, oyong Taiwan,
kacang panjang merah, asparagus, kucai, papaya, lobak merah, buncis, tomat
43

cherry, labu air, terong bulat, dan terong panjang. Sedangkan kelompok buah
terdiri dari jambu kristal saja.
ICDF dan ADC secara bersama mengajukan sertifikasi kepada Lembaga
Sertifiksi Organik (LSO) BIOCert pada bulan Agustus 2012. Selama satu bulan,
yaitu pada bulan September 2012, sehingga ADC telah memiliki sertifikasi
organik. Sertifikasi organik sangat penting dalam rangka mendapatkan
kepercayaan dari konsumen maupun produsen terhadap produk yang dihasilkan
merupakan proses budidaya pertanian yang sesuai dengan standar dan aturan yang
berlaku.
4.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian kepada petani binaan Agribusiness Development Center
(ADC) khususnya petani kangkung organik tersebar di wilayah Kabupaten Bogor.
Keberadaan petani meliputi Kecamatan Dramaga, Kecamatan Ciampea,
Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Leuwiliang.
Gambar 3. Peta Kabupaten Bogor
44

4.2.1. Kecamatan Dramaga


Kecamatan Dramaga salah satu yang sangat popular di Jawa Barat karena
merupakan bagian yang memiliki salah satu lembaga pendidikan tinggi cukup
baik di Indonesia yaitu, Institut Pertanian Bogor. Kecamatan Dramaga pada tahun
2012 memiliki luas wilayah 24,06 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 94.825
jiwa. Kecamatan Cibungbulang memiliki wilayah administrasi yang terdiri dari 10
desa, yaitu desa Purwasari, desa Petir, desa Sukadamai, desa Sukawening, desa
Neglasari, desa Sinarsari, desa Ciherang, desa Dramaga, desa Babakan dan desa
Cikarawang.
Lokasi Kecamatan Dramaga juga merupakan lokasi ADC yang mana

akses dari petani untuk menjual hasil panennya sangat mudah dibandingkan
Kecamatan yang lain. Kecamatan Dramaga memiliki luas panen kangkung 12 Ha
dan luas produksi kangkung sebanyak 49,2 Ton pada tahun 2012 (Sumber: BPS
Kecamatan Drama Dalam Angka 2013).
4.2.2. Kecamatan Ciampea
Kecamatan Cimpea merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Bogor
yang pada tahun 2012 memiliki luas 30,62 Km2 dengan jumlah penduduk
sebanyak 149.567 jiwa. Kecamatan Ciampea memiliki beberapa wilayah
administrasi yang terdiri daari 13 desa, yaitu desa Ciampea, desa Benteng, desa
Cibadak, desa Cibanteng, desa Bojong Rangkas, desa Cihideung Ilir, desa
Cihideung Udik, desa Bojong Jongkol, desa Tegal Waru, desa Cicadas, desa
Cibuntu, desa Cimpea Udik dan desa Cinangka (Sumber: Kecamatan Ciampea
Dalam Angka 2013).
45

4.2.3. Kecamatan Cibungbulang


Kecamatan Cibungbulang merupakan bagian wilayah dari Kabupaten
Bogor yang pada tahun 2012 memiliki luas 32,47 Km2 dengan jumlah penduduk
sebanyak 131.858 jiwa. Kecamatan Cibungbulang memiliki wilayah administrasi
yang terdiri dari 15 desa, yaitu desa Situ Udik, desa Situ Ilir, desa Cibatok 1, desa
Cibatok 2, desa Ciraruteun Udik, desa Sukamaju, desa Cemplang, desa Gagula,
desa Dukuh, desa Cimanggu 1, desa Cimanggu 2, desa Girimulya, desa Leuweung
Kolot, desa Ciraruteun Ilir dan desa Cijujung.
Perkembangan di kecamatan cibungbulang mempunyai potensi yang
sangat baik. kangkung pada kecamatan cibungbulang memiliki luas panen
kangkung 68 Ha dan luas produksi kangkung sebesar 65.620 Ton pada tahun 2012
(Sumber : BPS Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka 2013).
4.2.4. Kecamatan Leuwiliang
Kecamatan Leuwiliang merupakan wilayah Kabupaten Bogor yang paling
jauh jaraknyaa dibandingkan kecamatan lain untuk menjul hasil panennya ke
ADC. Kecamatan Leuwiliang memiliki luas wilayah 61,51 Km2 dan jumlah
penduduk sebanyak 119.869 jiwa pada tahun 2012. Wilayah administrasi
Kecamatan Leuwiliang sebanyak 11 desa, yaitu desa Purasari, desa Puraseda, desa
Karyasari, desa Pabangbon, desa Karacak, desa Barengkok, desa Cibeber 2, desa
Cibeber 1, desa Leuwimekar, desa Leuwiliang, desa Karekhel.
Kecamatan Leuwiliang memiliki kelembapan udara yang sangat baik
dintara kecamatan yang lain dalam lokasi penelitian ini. Keadaan tersebut dapat
dilihat dari luas panen kangkung hanya 8 Ha, namun dapat menghasilkan luas
46

produksi kangkung sebanyak 61,51 Ton pada Tahun 2012 (Sumber: BPS
Kecamatan Leuwiliang Dalam Angka 2013).
4.3. Aktivitas Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
Aktivitas usahatani kangkung organik dalam menjalani kegiatannya tidak
seragam satu dengan lainnya. Para petani sangat mempercayai pengalaman dan
ilmu yang dimillikinya dalam menjalani usahanya. Keadaan tersebut sangat sulit
dikondisikan oleh pihak ADC dalam mengantisipasi adanya kemungkinan
serangan hama, cuaca buruk dan penyakit tanaman yang berdampak buruk kepada
usahataninya.
Aktivitas usahatani dilakukan oleh para petani dimulai dari waktu shubuh
setelah mereka menjalani ibadah sholat sekitar pukul 05.30 WIB sampai dengan

pukul 12.00 WIB. Waktu selesai akan menjadi waktu istirahat saja apabila
tanaman sudah siap untuk di panen, karena hasil produk harus di sortir lalu
dikirim ke ADC saat panen tiba. Aktivitas juga bisa memungkinkan para petani ke
lahan apabila musim kemarau untuk menyiram tanaman sekitar pukul 16.00-18.00
WIB.
Proses kegiatan aktivitas usahatani yang dilakukan oleh para petani
antara lain: pengelolaan lahan, perawatan, panen dan pasca panen. Kegiatan dalam
proses pengelolaan lahan diantaranya untuk menggemburkan tanah pada area
lahan yang akan menjadi media tanaman kangkung organik. Area lahan yang telah
digemburkan kemudian dibuat bedeng (tanah yang ditinggikan sebagai media
tanam), biasanya ukuran bedeng disesuaikan dengan selera petani melihat luas
lahan yang dimilikinya. Ukuran dominan bedeng petani 1 m x 10 m, lebar 1 meter
47

dan panjang 10 meter. Proses selanjutnya membuat jarak tanam kangkung kurang
lebih 10-15 cm di area bedeng yang telah disiapkan, namun ada juga petani yang
tidak membuat jarak tanam pada kegiatan usahataninya. Jarak tanam yang telah
dibuat kemudian diberikan benih kangkung menyesuaikan pola jarak tanam yang
telah dibuat, bagi petani yang tidak melakukan pembuatan jarak tanam biasanya
telah mahir menyebar benih dengan menggunakan tangannya. Proses tersebut
yang membedakan keahlian dan pengalaman dari masing-masing petani.
Pada jarak bedeng antara bedeng yang lain kurang lebih 50 cm. Proses selanjutnya
pemberian pupuk kandang, biasanya para petani gemar memberikan pupuk dari
kotoran ayam petelur. Pemberian pupuk ada yang dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian benih, biasanya jika sebelum pemberian benih dalam 1 bedeng ukuran
1 m x 10 m sebanyak 2 karung. Pemberian pupuk setelah pemberiaan benih
biasanya 1 karung, jumlah pupuk dalam 1 karung berkisar 18-22 Kg.
Proses selanjutnya pada kegiatan usahatani kangkung petani mitra ADC
adalah perawatan. Perawatan tanaman kangkung tidak sulit apabila pada musim
kemarau. Keadaan akan sebaliknya jika pada musim penghujan.
Tanaman kangkung mudah terkena penyakit jika pada musim penghujan,
disamping kualitas dan kuantitasnya juga tidak maksimal. Proses perawatan pada
musim kemarau melakukan penyiraman pagi dan sore. Proses pada musim hujan
dengan pengunaan paranet pada area bedeng yang ditanami. Perawatan juga
dilakukan oleh sebagian petani dengan menyemprotkan pestisida alami untuk
mencegah serangan hama seperti belalang. Merawat bedengan juga salah satu
kegiataan dilakukan saat musim hujan, apabila telah terjadi penurunan tanah-tanah
pada bagian bedeng.
48

Proses setelah perawatan adalah proses panen. Panen pada tanaman


kangkung umumnya berkisar antara 19-24 hari. Proses panen yang dilakukan
petani setelah mencabut tanaman kangkung pada medianya di bedeng kemudian
di cuci. Pencucian dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa tanah yang menempel
pada akar tanaman kangkung sebelum melakukaan sortasi. Sortasi yang dilakukan
para petani sesuai dengan SOP dari pihak ADC, mulai dari panjang sampai besar
batang kangkung tersebut. Waktu yang dibutuhkan pada proses ini biasanya
tergantung dari jumlah hasil panennya, semakin banyak hasil panen akan semakin
lama waktu yang dibutuhkan.
Aktivitas terakhir kegiatan usahatani kangkung organik mitra ADC adalah
pasca panen. Kegiatan pasca panen tidak dilakukan secara rutin setelah panen tiba,
karena adaa beberapa dari para petani yang jarang bahkan sama sekali tidak

melakukannya untuk kurun waktu 1 tahun. Kegiatan tersebut dikarenakan


bedengan dan tanah masih memungkinkan untuk ditanami oleh kangkung.
Keadaan yang paling sering dilakukan adalah membalikan tanah bersama
pupuk/sekam di area bedengan.
4.4. Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
Petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) berjumlah 16
orang dengan lokasi lahan yang tersebar pada empat wilayah. Sebanyak 16 orang
tersebut merupakan anggota petani aktif membudidayakan kangkung organik.
Keaktifan petani mampu dilihat dari pengiriman hasil komoditasnya ke ADC yang
telah ditentukan masa tanamnya hingga jumlah produksinya agar 16 orang petani
49

tidak bersamaan dalam masa panennya. Hasil produksi yang dikirim akan
dibayarkan oleh pihak ADC kepada para petani tiap bulannya.
Manajemen ADC selain menentukan masa tanam dan jumlah produksi
sesuai permintaan pihak ADC kepada petani juga membuat standarisasi (SOP)
yang baik. Standarisasi tersebut antara lain seperti proses produksi yang tidak
memperbolehkan menyiram kangkung dengan air limbah (air tercemar), pupuk
non- organik (bahan kimia), daun kangkung tidak bolong-bolong (diserang hama),
keadaan daun kangkug tidak terkena penyakit (jamur), panjang kangkung tidak
boleh lebih dari 20 cm, dan batang kangkung tidak boleh terlalu besar atau terlalu
kecil.
Pengelolaan manajemen terhadap para petani dengan hal demikian salah
satu cara dalam memberikan kepercayaan kepada pelanggan ADC yang sebagian
besar ritel modern. Kualitas dan kuantitas harus selalu terjaga dan berkelanjutan
dari produksi kangkung organik oleh petani binaan ADC. Sehingga konsistensi
dan keberlangsungan produksi usahatani dapat tercapai melalui kerjasama petani
binaan ADC dengan pihak ADC dan mitra ADC dalam hal ini ritel modern.
Peran petani binaan ADC sebagai penyedia lahan pertanian, tenaga kerja,
dan sarana produksi. Sementara ADC bertugas sebagai pembina dan pendamping
para petani, sekaligus mengadakan pertemuan rutin, memberikan bimbingan
teknis, mengadakan training course (pelatihan budidaya per komoditas),
menyediakan benih dan bibit, dan membeli hasil petani sesuai Standard
Operation Prosedur (SOP) ADC.
Tahapan menjadi petani binaan dengan ADC sangat mudah dilakukan oleh
siapapun yang mungkin ingin melakukan usahatani. Pertama, petani mengajukan
50

diri kepada pihak ADC sekaligus memberikan informasi terkait potensi yang
dimiliki seperti lokasi, luas lahan, letak lahan, riwayat lahan, dan sumber air.
Ruang lingkup lahan ADC hanya menerima petani yang berasal dari wilayah
Kabupaten Bogor, karena akan mempengaruhi cost yang sangat tinggi untuk
petani dalam mengirimkan produksinya. Kedua, ADC memberikan keputusan
diterima atau tidaknya pengajuan tersebut sebagai petani binaan secara lisan
dengan mengundang ke kantor. Selanjutnya ADC akan membuat perjanjian
kepada petani binaan terkait kewajiban terhadap ADC antara lain mengikuti rapat
bulanan dan mematuhi serta taat pada keputusan hasil rapat bersama.
Petani binaan dapat langsung diperbolehkan melakukan produksi
komoditas dengan kuota benih sesuai permintaan ADC yang tersedia di pasar.
Kuota kangkung organik adalah 8 kg per minggu, kuota ini dapat diambil oleh
semua petani mitra yang ingin membudidayakannya. Jumlah kuota berbeda antara
petani dan akan terus bertambah apabila petani mampu memberikan hasil dan

kualitas yang baik kepada pihak ADC sesuai dengan ketersediaan modal dan
lahan, seiring berjalannya proses perluasan pangsa pasar oleh pihak manajemen
ADC.
4.5. Karakteristik Responden UsahataniKangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC)
Karakteristik petani adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh
seseorang petani yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola
tindakan terhadap lingkungannya (Mislini, 2006 dalam Amalia, 2013).
Pada penelitian ini karakteristik petani kangkung organik di ADC terdiri dari
51

menurut umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, status kepemilikan


lahan dan luas lahan garapan (Lampiran 3).
1. Umur dan Tingkat Pendidikan
Umur dapat mempengaruhi aktivitas seseorang dalam berusaha di
bidaangnya. Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin
tahu apa yang belum mereka ketaahui (Soekartawi, 2005 dalam Amalia, 2013).
Berdasarkan hasil wawancara, umur petani responden yang termuda 20 tahun dan
tertua 78 tahun. Tabel 3 menyajikan sebaran petani responden menurut umur dan
tingkat pendidikan petani kangkung organik binaan ADC.
Tabel 3. Sebaran Responden Menurut Umur dan Tingkat Pendidikan Usahatani
Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center
(ADC) (2015)
No
Usia
(Tahun)
SD
(Orang)
SLTP
(Orang)
PT
(orang)
Jumlah
(Orang)
Presentase
1 20-50 5 0 4 9 56,25
2 > 50 6 1 0 7 43,75
Jumlah 11 1 4 16 100
Presentase 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 3, sebagian besar petani kangkung organik binaan


ADC merupakan petani yang tergolong dalam umur 20-50 tahun sebanyak 9
orang (56,25%). Jumlah petani responden yang berumur >50 sebanyak 7 orang
(43,75%). Angka tersebut menunjukan bahwa masih kurangnya partisipasi
generasi muda untuk mendominasi pekerjaan dalam sektor pertanian khusunya
berusahatani kangkung.
Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan
adopsi inovasi (Soekartawi, 2007 dalam Amalia, 2013). Berdasarkan Tabel 4,
jumlah tingkat pendidikan petani responden yang paling banyak adalah tamatan
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 11 orang (68,75%) dan jumlah tingkat pendidikan
52

paling rendah bahkan tidak ada adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
0 orang (0%). Jumlah responden pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
adalah 1 orang (6,25%), sementara jumlah responden Pendidikan Tinggi (PT)
adalah 4 orang (25%). Data tersebut dapat sedikit menggambarkan bahwa tingkat
petani masih rendah dalam sektor pertanian dibandingkan sektor lainnya.
Suratiyah (2009 dalam Amalia, 2013) menjelaskan bahwa pendidikan akan
membuka cakrawala petani, menambah keterampilan dan pengalaman petani
dalam mengelola usahataninya. Kenyataan tersebut masih dianggap oleh sebagian
petani bahwa pendidikan kurang memiliki peranan penting dalam berusahatani
selama tenaga dan semangat masih dimilikinya.
2. Jumlah Tanggungan Keluarga
Petani kangkung binaan ADC yang menjadi responden yaitu sebanyak 16
orang (100%). Tanggungan keluarga tani yang berdasarkan jumlah anggota
keluaga petani dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 1-4 orang dan 5-10
orang. Mayoritas petani kangkung organik binaan ADC memiliki tanggungan
keluarga terbanyak ada pada kelompok yang terdiri dari 1-4 yaitu berjumlah 9
orang (56,25%). Tabel 4, menyajikan sebaran jumlah tanggungan keluargaa petani
responden kangkung organik binaan ADC.
Tabel 4. Sebaran Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Usahatani Kangkung
Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
No Tanggungan Keluarga (Orang) Jumlah (Orang) %
1 1-4 9 56,25
2 5-10 7 43,75
Jumlah 16 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa tanggungan keluarga


terbanyak adalah 1-4 orang dari 9 responden dengan presentase 56,25%.
53

Sementara tanggungan keluarga terkecil adalah 5-10 orang dari 7 responden


dengan presentase 43,75%. Hal tersebut membuktikan bahwa tanggungan
keluarga petani binaan ADC tidak terlalu besar.
2. Status dan Pengalaman Usahatani
Petani kangkung binaan ADC yang menjadi responden yaitu sebanyak 16
orang (100%). Status pada responden dari 16 orang petani hanya 2 orang (12,5%)
responden saja yang bukan merupakan pekerjaan utama dalam berusahatani
kangkung, sementara 14 orang (87,5%) responden lainnya merupakan pekerjaan
utama dalam berusahatani kangkung. Bermacam-macam pengalaman usahatani
dari masing-masing responden. Tabel 5, menyajikan sebaran responden menurut
status dan pengalaman usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
Tabel 5. Sebaran Responden Menurut Status dan Pengalaman Usahatani
Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor
No Pengalaman Usahatani (Tahun) Jumlah (orang) Presentase
1 2 1 6,25
2 2- 5 11 68,75
3 5 > 4 24
Jumlah 16 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 5, petani responden yang berusahatani sayuraan

kangkung organik binaan ADC pada kelompok 2-5 tahun merupakan yang paling
mendominasi yaitu sebanyak 11 orang (68,74%). Sedangkan petani responden
yang berusahatani padi sawah pada kelompok pengalaman berusahatani > 5 tahun
sebanyak 4 orang (24%). Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan petani
dalam mengetahui dan menguasai teknik budidaya berusahatani kangkung
organik yang mereka jalankan.
54

3. Status Kepemilikan Lahan dan Luas Lahan


Secara keseluruhan status kepemilikan lahan petani responden milik
sendiri yaitu sebanyak 16 orang (100%). Hal ini disebabkan karena adannya
kepemilikan secara turun-temurun dimana kepemilikan tersebut biasanya jatuh ke
tangan keluarganya sendiri. Luas lahan petani responden yang digunakan untuk
berusahatani sayuraan kangkung organik yang terluas 1500 M2. Tabel 6,
menyajikan sebaran luas lahan usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usahatani Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten
Bogor
No Luas Lahan (M2) Jumlah (Orang) %
1 < 700 12 75
2 700-1500 4 25
3 > 1500 0 0
Jumlah 16 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 6, petani responden dengan kelompok luas lahan


kangkung organik < 700 M2 merupakan jumlah terbanyak yaitu mencapai 12
orang (75%). Hal tersebut menerangkan bahwa secara umum petani responden
merupakan petani gurem, karena petani yang memiliki lahan usahatani < 0,5 Ha.
Sempitanya luas lahan kangkung organik sebagian besar disebabkan oleh
pembagian lahan warisan ataupun adanya konversi lahan menjadi pemukiman
maupun pengusahan komoditas selain kangkung. Faktor ini mempengaruhi luas
lahan petani responden yang akan berdampak pada volume produksi dan
pendapatan yang dihasilkan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
Hasil penelitian analisis pendapatan usahatani kangkung organik petani
binaan Agribusiness Development Center di Kabupaten Bogor dengan rata-rata
luas lahan 575 M2/tahun. Hasil tersebut merupakan jumlah dari seluruh petani
binaan sejumlah 16 orang meliputi 4 kecamatan. Terdapat penjabaran hasil
penelitian diantaranya; analisis biaya, analisis pendapatan serta analisis tingkat
pendapatan dengan menggunakan R/C rasio, B/C rasio, Break Even Point (BEP)
dan Payback Period (PP).
5.1.1. Hasil Analisis Biaya Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
Biaya usahatani atau biasa disebut biaya total (Total Cost) merupakan
jumlah dari biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variable Cost) (Rahim
dan Hastuti, 2007 dalam Amalia, 2013). Biaya usahatani petani responden
berbeda satu dengan lainnya, hal tersebut dipengaruhi oleh penggunaan input, luas
lahan, banyak pupuk dan banyaknya benih (Lampiran 4). Faktor tersebut

mempengaruhi biaya usahatani masing-masing petani. Tabel 7, menyajikan ratarata


biaya usahatani kangkung organik binaan ADC dengan luas lahan 575
M2/tahun.
56

Tabel 7. Rata-rata Biaya Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan


Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan
Luas Lahan 575 M2/tahun
No Uraian Jumlah Biaya
1 Biaya Tetap
Pajak Lahan 66.220
Total 66.220
2 Biaya Variabel
Benih 246.000
Pupuk 8.670.000
Listrik 356.250
Tenaga kerja 6.656.250
Transportasi 825.000
Penyusutan Alat 1.165.500
Total 17.919.000
Biaya Total Usahatani (FC+VC) 17.985.220
Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 7, rata-rata total biaya usahatani pada petani kangkung


organik binaan ADC/ Tahun 2014 adalah sebesar Rp17.985.220,-. Nilai tersebut
diperoleh dari penjumlahan total biaya tetap sebesar Rp66.220,- dan total biaya
variabel sebesar Rp17.919.700,-.
5.1.2. Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani
Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
Pendapatan usahatani memberikan gambaran mengenai keuntungan
usahatani. Pendapatan yang diterima oleh petani kangkung organik binaan ADC
sangat bervariasi. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan cara dan
penggunaan pengelolaan lahan ataupun proses panen yang mempengaruhi output
baik jumlah produksi maupun biaya usahatani. Tabel 8, menyajikan rata-rata
produksi, biaya total, harga jual, penerimaan dan pendapatan usahatani pada
petani kangkung organik binaan Agribusiness Development Center (ADC).
57

Tabel 8. Rata-rata Produksi, Biaya Total, Harga Jual, Penerimaan dan Pendapatan
Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development
Center (ADC) dengan Luas Lahan 575 M2/tahun
Uraian
Produksi (Kg) Biaya Total
(Rp)
Harga
Jual (Rp)
Penerimaan
(Rp)
Pendapatan
(Rp)
Jumlah 9.113 17.985.220 7.000 63.787.500 45.802.280
Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (Diolah)

Berdasarkan tabel 8, rata-rata pendapatan petani responden kangkung

organik binaan ADC, yaitu sebesar Rp45.802.280,-. Nilai tersebut diperoleh dari
hasil selisih antara jumlah penerimaan dengan biaya produksi.
5.1.3. Hasil Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan R/C Rasio,
B/C Rasio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP)
Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
Analisis tingkat pendapatan dengan menggunakan R/C rasio, B/C rasio,
BEP dan PP pada pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor digunakan untuk
melihat kelayakan usaha dan mengevaluasi agar lebih optimal dalam mendapatkan
keuntungan. Tabel 9, menyajikan hasil analisis tingkat pendapatan usahatani
kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC).
Tabel 9. Hasil Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan R/C Rasio, B/C
Rasio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP) Usahatani
Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center
(ADC) dengan Luas Lahan 575 M2/tahun
No Uraian Hasil
1 R/C Rasio 3,55
2 B/C Rasio 2,55
3 Break Even Point (BEP)
BEP Produksi/volume 2.569 (Kg)
BEP Harga 1.973 (Rp)
4 Payback Period (PP) 1,48
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
58

Berdasarkan tabel 9, dapat disimpulkan bahwa nilai R/C rasio dan B/C
rasio layak dan memberikan manfaat dari usahatani kangkung organik. Nilai BEP
produksi/volume 2.569 dan BEP harga Rp1.973,-. Sedangkan PP mendapatkan
nilai 1,48.
Berikut ini merupakan Tabel 10, yang akan merangkum seluruh hasil
perhitungan dari analisis pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan
ADC. Perhitungan tersebut meliputi penerimaan, pendapatan, R/C rasio, B/C
rasio, break event point dan payback period.
Tabel 10. Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan
Rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun
No Uraian Nilai (Rp)
1 Penerimaan 63.787.500
2 Pendapatan 45.801.580
3 Biaya Tetap
Pajak Lahan 66.220
Total Biaya Tetap (Fixed Cost) 66.220
4 Biaya Variabel
Benih 246.000
Pupuk 8.670.000
Listrik 356.250
Tenaga Kerja 6.656.250
Transportasi 825.000
Penyusutan 1.165.500
Total Biaya Variabel (Variable Cost) 17.919.700

5 Total Biaya 17.985.220


6 Total Produksi (Kg) 9.113
7 Harga Perkilogram 7.000
8 R/C Rasio 3,55
9 B/C Rasio 2,55
10 Break Even Point Produk/Volume (Kg) 2.569
11 Break Even Point Harga 1.973
12 Payback Period 1,48
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
59

5.2. Pembahasan
Pembahasan penelitian analisis pendapatan usahatani kangkung organik
petani binaan Agribusiness Development Center di Kabupaten Bogor dengan ratarata
luas lahan 575 M2/tahun. Pembahasan penelitian analisis yang meliputi;
analisis biaya, analisis pendapatan serta analisis tingkat pendapatan dengan
menggunakan R/C rasio, B/C rasio, Break Even Point (BEP) dan Payback Period
(PP).
5.2.1. Pembahasan Analisis Biaya Usahatani Kangkung Organik Petani
Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
Biaya usahatani terdiri dari biaya tetap (fix cost) dan biaya variabel
(variable cost). Biaya tetap hasil analisis hanya terdiri dari biaya pajak lahan.
Sedangkan, biaya variabel hasil analisis terdiri dari biaya benih, pupuk, tenaga
kerja, listrik dan biaya penyusutan.
Berikut ini merupakan kategori biaya tetap yaitu pajak lahan.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Pajak Lahan
Terdapat pajak lahan yang dibayarkan oleh petani kangkung organik
binaan ADC. Rata-rata pajak lahan (PBB) yang dibayarkan petani responden
adalah sebesar Rp66.220,- /m2/Tahun. Biaya yang dikeluarkan petani berbedabeda
seperti yang dijelaskan sebelumnya (lampiran 4). Pajak lahan berupa tanah
Kabupaten Bogor telah disesuaikan dengan kebijakan Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan. (Lampiran 5).
60

Berikut ini merupakan kategori biaya variabel, yaitu: biaya benih, biaya
pupuk, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya listrik dan biaya transportasi.
Adapun penjelasannya sebegai berikut:
1. Biaya Benih
Biaya benih merupakan biaya penggunaan benih yang dikeluarkan petani
responden pada usahatani kangkung organik binaan ADC per Tahun 2014.
Benih menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul
cenderung menghasilakan produk dengan kualitas yang baik. Pemakaian benih
yang dilakukan oleh petani kangkung binaan ADC berbeda-beda (Lampiran 6),
mulai dari harga, kualitas dan kuantitas. Harga benih berkisar dari Rp15.000,hingga Rp25.000,- /Kg, sementara jumlah benih per tahun sebanyak 210 Kg.
Penggunaan rata-rata benih pada petani kangkung organik binaan ADC per Tahun
2014 adalah sebesar Rp246.000,- (Lampiran 6).
2. Biaya Pupuk
Biaya pupuk adalah biaya yang dikeluarkan petani responden pada
usahatani kangkung binaan ADC per tahun 2014 berbeda satu sama lain
(Lampiran 4). Pupuk merupakan tambahan nutrisi bagi tanah agar tanaman dapat

tumbuh secara optimal. Bahan baku pupuk untuk petani ADC merupakan
campuran dari kotoran unggas dan sekam. Kotoran unggas yang digunakan pada
usahatani kangkung organik ADC ini adalah kotoran ayam petelur, sebab
kandungan protein dari kotoran unggas tersebut sangat baik untuk kesuburan
tanah. Satuan dalam penyebutan penelitian ini yaitu karung, sebab para petani
sulit menghitung dengan satuan kilogram apabila dipindah dalam bentuk satuan
rupiah. Penyebabnya biaya yang dikeluarkan oleh petani satuannya karung kepada
61

penjual pupuk. Satu karung pupuk mempunyai berat 20 kilogram, jika


penggunaan pupuk 100 karung maka 2000 Kg hasil perhitungannya dengan harga
sangat beragam dari Rp6.000,- hingga Rp9.000,-. Penggunaan 2 karung pupuk
berjumlah 20 Kg per karung dapat berguna untuk 1 bedeng ukuran 10 meter
panjang dikali 1 meter lebar. Jumlah karung yang digunakan oleh petani sebanyak
1.840 karung atau sebanyak 36.800 Kg/tahun. Rata-rata pengeluaran pupuk oleh
petani responden adalah sebesar Rp8.670.000,- (Lampiran 6).
3. Biaya Listrik
Biaya listrik adalah biaya yang dikeluarkan petani kangkung mitra ADC
setiap bulannya. Kebutuhan akan listrik dari masing-masing petani setiap
bulannya berbeda-beda (Lampiran 4). Hal tersebut dikarenakan luas lahan dan
banyaknya produksi tidaklah sama. Pengeluaran biaya listrik semakin rendah
ketika memasuki musim penghujan, sebaliknya apabila musim kemarau.
Penggunaan listrik petani responden lebih besar difungsikan sebagai sarana
pendukung mesin air pada lahan. Rata-rata pengeluran biaya listrik petani
responden kangkung organik binaan ADC sebesar Rp356.250,-.
4. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani
responden pada usahatani kangkung organik binaan ADC Tahun 2014.
Biaya tenaga kerja pada responden berbeda biaya yang dikeluarkan (Lampiran 4).
Masing-masing tenaga kerja 1 (satu) dari tiap petani, hal tersebut dikarenakan luas
lahan cukup kecil dan banyaknya produksi tidak memerlukan tenaga kerja yang
banyak. Biaya tenaga kerja di daerah Kabupaten Bogor diantaranya upah per hari
berkisar Rp.75.000. Perbedaan jumlah biaya dapat dilihat dari hari yang mereka
62

gunakan diantara petani responden. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani
kangkung binaan ADC per Tahun 2014 adalah sebesar Rp6.656.250,-.
5. Biaya Transportasi
Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani
responden pada usahatani organik binaan ADC tahun 2014. Biaya transportasi
yang dikeluarkan oleh petani responden berbeda antara petani satu dengan lainnya
(Lampiran 4), begitupun dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut
dikarenakan banyaknya hasil panen dan jarak tempuh antara petani responden
berbeda. Luas lahan dari 500 m2 ke atas menggunakan mobil dalam mengirimkan
hasil usahataninya, sedangkan luas lahan 500 m2 ke bawah menggunakan motor.
Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani kangkung mitra ADC per tahun
adalah sebesar Rp825.000,-.
6. Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan berdasarkan alokasi
sistematis jumlah yang dapat sisusutkaan dari suatu aset selama usia
ekonomisnya. Terdapat 7 komponen alat yang digunakan dalam usahatani
kangkung organik binaan ADC yaitu cangkul, arit, parang, gembor, garpu, paranet

dan mesin air. Pembelian alat tersebut tidak dilakukan pada tiap musim panen
ataupun tiap tahun, karena alat tersebut dapat digunakan hingga tidak terpakai
(rusak) kembali. Alat pertanian yang digunakan tersebut namun akan mengalami
penyusutan setiap tahunnya yang dapat dihitung melalui metode garis lurus,
dimana biaya penyusutan didapat dari harga beli dengan umur ekonomis (tahun).
Satuan pengukuran umur ekonomis alat pertanian diperoleh dari rata-rata petani
berusahatani kangkung organik per tahun sebesar Rp1.165.500,- (Lampiran 7).
63

5.2.2. Pembahasan Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani


Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
Pendapatan usahatani menjadi penting dalam kaitannya dengan tujuan
yang hendak dicapai oleh setiap usahatani, demikian pula bagi mereka yang
berkepentingan dengan usahatani dengan berbagai pertimbangan dan motivasinya
(Hernanto, 1995 dalam Amalia, 2013). Pendapatan usahatani diperoleh dari
selisih jumlah penerimaan dan total produksi dalam berusahatani kangkung
organik petani binaan ADC selama 1 tahun (2014).
Penerimaan hasil usahatani petani kangkung organik mitra ADC adalah
jumlah produksi dikalikan harga produksi. Jumlah produksi dari petani berbedabeda
atas pengaruh input produksi yang digunakan petani seperti jumlah
penggunaan dari mulai benih, pupuk, tenaga kerja, transportasi dan biaya
penyusutan pada kegiatan usahatani kangkung organik binaan ADC. Harga jual
kangkung organik pada tahun 2014 sebesar Rp.7.000,-/Kg/M2 dengan rata-rata
produksi 9.113 Kg/Tahun/M2. Berdasarkan Tabel 8, rata-rata penerimaan petani
pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp.63.787.500,-/Tahun/M2. Nilai tersebut
didapatkan dari perkalian jumlah produksi dengan harga jual (Lampiran 8).
5.2.3. Pembahasan Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan R/C
Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP)
Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk melihat sejauh mana suatu
kegiatan usaha dapat dikatakan memiliki manfaat dan layak untuk dikembangkan.
Terdapat 4 cara untuk melakukan suatu analisis pendapatan usahatani pada petani
responden kangkung organik binaan ADC yaitu, analisis rasio penerimaan atas
64

biaya (R/C Rasio), analisis keuntungan atas biaya (B/C Rasio), break event point
(BEP) dan payback period (PP).
1. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)
Analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C Rasio) merupakan perbandingan
(ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost).
Penerimaan yang diperoleh pada petani kangkung organik binaan ADC yaitu
sebesar Rp63.787.500,-, sedangkan biaya total usahatani kangkung organik adalah
Rp17.985.220,-. Perhitungan analisis penerimaan atas biaya (R/C Rasio) usahatani
kangkung organik adalah 3,55. Hasil tersebut didapat dari pembagian antara
penerimaan dan biaya total usahatani. Tabel 11, menyajikan rincian analisis rasio
penerimaan atas biaya (R/C Rasio) yang diperoleh petani responden kangkung
organik binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
Tabel 11. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) yang Diperoleh
Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan Rata-rata
Luas Lahan 575 M2/tahun

No Jenis Biaya Nilai (Rp)


1 Penerimaan 63.787.500
2 Total Biaya Usahatani 17.985.220
Nilai Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 3,55
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)

Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat bahwa nilai rasio atas biaya (R/C
Rasio) sebesar 3,55 mengindikasikan setiap Rp1.000.000,- atas keseluruhan biaya
usahatani yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan sebesar Rp3.550.000,kepada petani organik binaan ADC. Usahatani kangkung organik dapat
dikatakan efisien karena memiliki nilai rasio penerimaan atas biaya yang lebih
dari satu (R/C Rasio > 1), sehingga kegiatan usahatani kangkung organik layak
65

dikembangkan karena memberikan penerimaan lebih besar dari pada


pengeluarannya.
2. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)
Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C Rasio) merupakan perbandingan
antara tingkat keuntungan yang diperoleh (pendapatan) dengan total biaya
usahatani yang dikeluarkan. Manfaat analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C
Rasio) yaitu untuk investasi/penanaman modal bagi pihak lain pada petani
kangkung organik binaan ADC. Keuntungan atas pendapatan yang diperoleh
petani kangkung organik yaitu sebesar Rp45.802.280,- dengan biaya total
usahatani kangkung organik yaitu sebesar Rp17.985.220,-. Perhitungan analisis
rasio keuntungan atas biaya (B/C Rasio) usahatani kangkung organik adalah
sebesar 2,55. Hasil tersebut merupakan pembagian jumlah pendapatan
(keuntungan) dengan biaya total. Tabel 12, menyajikan analisis rasio keuntungan
atas biaya (B/C Rasio) yang diperoleh petani responden organik binaan ADC.
Tabel 12. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) yang Diperoleh
Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan Rata-rata
Luas Lahan 575 M2/tahun
No Jenis Biaya Nilai (Rp)
1 Pendapatan 45.802.280
2 Total Biaya Usahatani 17.985.220
Nilai Rasio Penerimaan atas Biaya (B/C Rasio) 2,55
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)

Berdasarkan tabel 13, dapat dilihat bahwa nilai rasio keuntungan atas
biaya (B/C Rasio) usahatani kangkung organik sebesar 2,55 mengindikasikan jika
modal yang dikeluarkan sebesar Rp1.000.000,-, maka petani kangkung organik
akan mendapatkan manfaat keuntungan sebesar Rp2.550.000,-.
Usahatani kangkung organik dapat dikatakan memberikan manfaat untuk
66

dijadikan investasi, sehingga kegiatan usahatani kangkung organik layak


dikembangkan karena analisis rasio keuntungan atas biaya lebih besar dari (B/C
Rasio > 0).
3. Analisis Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) merupakan titik impas karena pada titik tersebut
suatu usahatani kangkung organik memperoleh untung dan tidak pula rugi.
Kondisi ini akan menghasilkan laba yang diperoleh adalah nol (impas).
Analisis Break Event Point (BEP), titik impas produksi selain dinyatakan
dalam satuan kilogram, juga dinyatakan dalam satuan rupiah. Perhitungan BEP

memiliki tiga cara yaitu: BEP Produksi atau volume dan BEP harga.
1. BEP Produksi
Analisis BEP Produksi atau volume merupakan hasil pembagian antara
total biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani responden kangkung organik.
Total biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani kangkung adalah sebesar
Rp17.985.220,- M2/tahun, sedangkan harga jual kangkung organik adalah sebesar
Rp7000/Kg. Tabel 13, menyajikan analisis BEP produksi yang diperoleh petani
responden kangkung organik binaan Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor.
Tabel 13. BEP Produksi yang Diperoleh Usahatani Kangkung Organik Petani
Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
dengan Rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun
No Jenis Biaya Nilai (Rp)
1 Total Biaya Usahatani 17.985.220
2 Harga Jual 7.000/Kg
BEP Produksi 2.569 Kg
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)

Berdasarkan tabel 13, menunjukan bahwa hasil BEP produksi atau volume
yang dikeluarkan oleh petani kangkung organik sebesar 2.569 Kg/tahun/M2.
67

Perhitungan yang dihasilkan akan mengalamai kerugian jika nilai BEP produksi
tidak melebihi 2.569 Kg/tahun/M2. Perhitungan yang dihasilkan juga tidak akan
mengalami keuntungan, artinya dalam hasil tersebut merupakan titik impas.
2. BEP Harga
Analisis BEP harga merupakan hasil BEP produksi yang ada pada petani
kangkung organik dengan total produksi usahatani kangkung organik. Biaya total
usahatani kangkung yang dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp17.985.220,-,
sedangkan rata-rata total produksi adalah 9.113 Kg/tahun/M2. Tabel 14,
menyajikan analisis BEP harga yang diperoleh petani responden kangkung
organik binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
Tabel 14. BEP Harga yang Diperoleh Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan
Rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun
No Jenis Biaya Nilai (Rp)
1 Total Biaya Usahatani 17.985.220
2 Total Produksi 9.113/Kg
BEP Harga 1.973Kg
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)

Berdasarkan tabel 14, menunjukan bahwa hasil BEP harga yang ada pada
petani responden kangkung organik adalah Rp1.973,-/Kg. Hasil yang dihasilkan
akan mengalami kerugian jika nilai BEP kurang dari Rp1.973,-/Kg.
Perhitungan yang dihasilkan juga tidak akan mengalami keuntungan, artinya
dalam hasil tersebut merupakan titik impas.
4. Analisis Payback Period (PP)
Analisis Payback Period (PP) digunakan untuk mengetahui jangka waktu
pengembalian modal telah dikeluarkan oleh petani responden kangkung organik
selama produksi yang diperoleh dari perbandingan nilai investasi dengan nilai
pendapatan. Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk
68

memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut

(Ahmad, 2004). Nilai investasi pada penelitian ini dihasilkan dari total biaya dari
mesin dan alat yang digunakan oleh petani responden usahatani kangkung
organik sebagai sarana pendukung untuk melakukan kegiatan usahatani
kangkung organik sebesar Rp5.640.000,- (Lampiran 9), sedangkan dari nilai
Payback Period (PP) pada petani responden kangkung organik adalah sebesar
1,48. Tabel 15, menyajikan analisis payback period petani responden kangkung
organik binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor.
Tabel 15. Analisis Payback Period (PP) Usahatani Kangkung Organik Petani
Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
dengan Rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun
No Komponen Nilai (Rp)
1 Investasi Usahatani Kangkung Organik 5.640.000
2 Pendapatan Usahatani Kangkung Organik 45.801.580
Analisis Payback Period (PP) 1,48
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)

Berdasarkan tabel 15, menunjukan bahwa nilai Payback Period (PP)


sebesar 1,48 yang diperoleh dari perbandingan antara nilai investasi sebesar
Rp.5.640.000,- dengan pendapatan sebesar Rp.45.801.580,- dikalikan dengan
umur investasi selama 1 tahun. Nilai Payback Period (PP) tersebut menunjukan
bahwa usahatani kangkung organik petani binaan ADC akan mengalami
pengembalian modal selama 1 tahun 4 bulan.
69

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan dan uraian mengenai Analisis
Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Binaan Agribusiness Development
Center (ADC) di Kabupaten Bogor, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor memiliki biaya produksi
usahatani sebesar Rp17.985.220,-/tahun dengan nilai rata-rata lahan seluas
575 M2.
2. Pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor memperoleh nilai ratarata
sebesar Rp45.801.580,- M2/tahun dengan nilai rata-rata lahan seluas
575 M2.
3. Analisis tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
memperoleh nilai rasio penerimaan atas biaya (R/C Rasio) adalah sebesar
3,55. Nilai rasio keuntungan atas biaya (B/C Rasio) merupakann
perbandingan antara tingkat keuntungan/pendapatan adalah sebesar 2,55.
Sementara perhitungan break event point (BEP) terbagi menjadi 2, yaitu
70

BEP produksi/volume dan BEP harga. BEP produksi/volume mendapatkan


nilai sebesar 2.569 Kg/tahun/M2. Sedangkan BEP harga mendapatkan nilai
Rp1.973,-/Kg/tahun/M2. Perhitungan terakhir adalah payback period (PP)
sebesar 1,48.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, saran yang

diberikan berkaitan usahatani kangkung organik binaan ADC sebagai berikut:


1. Biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) yang dikeluarkan sudah baik dan perlu untuk
dipertahankan.
2. Pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness
Development Center (ADC) yang dihasilkan sangat baik dan perlu untuk
dipertahankan.
3. Analisis tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center (ADC) dengan menggunakan R/C rasio,
B/C rasio, BEP dan payback period sangat baik sehingga perlu
dipertahankan dan layak untuk dikembangkan.
71

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Kamaruddin. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio. PT.
Rineka Cipta. 2004. Jakarta.
Blocher. 2007. Cost Management: Manajemen Biaya (Penekanan Strategis).
Salemba 4. Jakarta.
Cahyo Saparinto dan Rini Susiana, 2014. Panduan Lengkap Budi Daya Ikan dan
Sayuran dengan Sistem Akuaponik, Lily Publisher, Yogyakarta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1981.
Downey W.D. dan Ericson S.P. Tanpa Tahun. Manajemen Agribisnis Edisi
Kedua.
Fess, Warren Reeve. 2005. Pengantar Akuntansi. Salemba 4. Jakarta.
Food dan Nutrion Center Hand-Book No.1. 1994. Manila.
Fuad, M., dkk. 2000. Pengantar Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Andi. Yoyakarta.
Hernanto. F. 1995. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Idani, Florent Rostrina. 2012. Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi
Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa
Citapen di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi].
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Marissa. 2010. Analisi Pendapatan Usahatani Tebu di PT. PG Rajawali II Unit PG
Tersana Baru, Babakan, Cirebon, Jawa Barat. [skripsi]. Jakarta.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Mosher, A. T. 1991. Menggerakan Pembangunan Pertanian: Syarat-Syarat
Pokok Pembangunan dan Moderenisasi. CV. Yasaguna. Jakarta.
Nasihah, Mia Fidyatun. 2014. Analisis Pendapatan Usahatani Belimbing Dewa
pada Petani Mitra di Depok Organik. [skripsi]. Jakarta. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
72

Poetriyani. 2011. Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan


Anorganik di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
[skripsi]. Bogor, Intsitut Pertanian Bogor.
Pohan, Ria Aswita. 2008. Analisis Usahatani dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pendapatan Petani Wortel di Kecamatan Simpang
Empat, Kabupaten Karo. [skripsi]. Medan, Universitas Sumatera
Utara.
Rukmana, Rahmat. 1994. Bertanam Kangkung. Kanisius. Yogyakarta.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang
Holtikultura

Soeharjo dan Patong. 1973. Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-ilmu Sosial


Ekonomi Institut Pertanian. Bogor.
Soekartawi. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Soekartawi. 1994. Pembangunan Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soetrisno, Lukman. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah
Tinjauan Sosiologis. Kanisius. Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti
Pemula. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sukwiyati, dkk. 2005. Ekonomi 1. Yudhistira. Bandung.
Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Kecil.
UI Press. Jakarta.
Supriyati, Y dan Herliyana, E. 2010. Bertanam 15 Sayuran Organik dalam Pot.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Susetya, Darma. Tanpa Tahun. Panduan LengkapMembuat Pupuk Organik.
Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
73

Syarifah, Salwati. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi


Tandan Buah Segar di Perkebunan Inti PT. Permata Hijau Pasaman I.
Sumatera Barat. [skripsi]. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Wahyudi, 1992. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius, Yogyakarta
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI AGRIBISNIS
74

Lampiran 1. Kuisioner
Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Centre (ADC) di Kabupaten Bogor
Oleh : Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf / 109092000007
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmatNya kepada kita semua. Perkenankanlah saya mahasiswa meminta bantuan
kepada Bapak / Ibu untuk mengisi kuisioner di bawah ini. Kuisioner ini
merupakan alat bantu dalam penelitian saya. Sekecil apapun informasi yang anda
berikan kepada saya, akan sangat besar artinya bagi kelancaran penelitian skripsi
saya ini. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Hari / Tanggal :
*) lingkari pilihannya
A. Data Responden
1. Nama :
2. Alamat / No. Hp :
3. Jenis kelamin : L / P *
4. Umur : tahun
5. Status pernikahan : 1. Belum Menikah; 2.
Menikah *

6. Pendidikan formal responden :


7. Jumlah tanggungan keluarga (termasuk responden):
8. Status penguasaan lahan : pemilik/..*
9. Luas lahan lahan yang diusahakan untuk sayuran kangkung:
. m2 dari total:.m2
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PRODI AGRIBISNIS
75

10. Sumber modal usahatani :


sendiri/ pinjam ke petani lain/ lainnya.*
11. Sifat usahatani : utama/ sampingan *
12. Pekerjaan diluar usahatani :
13. Pengalaman bertani sayuran kangkung :..tahun
B. Data Usahatani
Penggunaan Input Satu Musim Tanam
No Uraian Satuan Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp)
1 Lahan
2 Benih
3 Pupuk
4 Pestisida
5 Tenaga Kerja
6 Cangkul
7 Garpu
8 Celurit
9 Sprayer
10 Pengairan
11 Penyusutan Cangkul
12 Penyusutan Garpu
13 Penyusutan Celurit
14 Penyusutan Sprayer
15
16
C. Penerimaan Hasil Panen Sayur Kangkung Organik Satu Musim
Tanam
No Uraian Total Produksi (kg) Harga (Rp/kg)
1 Kangkung Organik
Jumlah
76

Lampiran 2. Lokasi Agribusiness Development Center (ADC)


77

Lampiran 3. Data Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness


Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
No Nama
Jenis
Kelamin
Umur Alamat
Tingkat
Pendidikan
Status
Lama

Berusahatani
Status
Lahan
Luas
Lahan
Luas Lahan
Kangkung
Tanggungan
Keluarga
1 Novicha Perempuan 27 Desa Cibanteng Ilir S2 Belum Menikah 2 Sendiri 500 300 2
2
Febri
Khafidain Laki-laki 20 Desa Cibanteng S1 Belum Menikah 1 Sendiri 1800 400 2
3 Encep Laki-laki 64
Desa Gunung
Bunder SD Menikah 5 Sendiri 2500 600 6
4 Endang. S Laki-laki 65
Desa Gunung
Bunder SD Menikah 6 Sendiri 2500 1000 7
5
Darma
Maulana Laki-laki 34
Desa Gunung
Bunder SD Belum Menikah 6 Sendiri 2000 500 2
6 Sujino Laki-laki 35
Desa Bojong
Jengkol S1 Menikah 5 Sendiri 1500 300 4
7 H. Sholeh Laki-laki 78 Desa Karekhel SD Menikah 7 Sendiri 3000 1000 9
8 Asmin Laki-laki 60 Desa Karekhel SD Menikah 7 Sendiri 1000 500 7
9 Yani Laki-laki 51 Desa Karekhel SD Menikah 4 Sendiri 1000 500 6
10 Galung Laki-laki 49 Desa Karekhel SD Menikah 4 Sendiri 1000 500 5
11 H. Endang Laki-laki 45 Desa Ciraruteun SD Menikah 5 Sendiri 2500 900 7
12 Hidayat Laki-laki 58 Desa Ciraruteun SD Menikah 5 Sendiri 4000 1500 10
13 Budi Laki-laki 34 Desa Cibatok SD Menikah 3 Sendiri 1500 400 4
14 Eman Laki-laki 49 Desa Karekhel SD Menikah 5 Sendiri 1000 300 5
15 Fauzi Laki-laki 57 Desa Ciampea SMU Menikah 4 Sendiri 1600 600 3
16 Mad Yusa Laki-laki 44 Desa Babulak SD Menikah 2 Sendiri 500 250 4
78

Lampiran 4. Biaya Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness


Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor per
Musim Tanam dengan Luas Lahan 575 M2
Biaya Usahatani
No Nama
Luas
Lahan
(M2)
Benih
(Rp)
Pupuk (Rp)
Listrik
(Rp)
Pajak
Lahan (Rp)
Transportasi
(Rp)
Tenaga

Kerja (Rp)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
Jumlah Biaya
Usahatani
(Rp/MT)
Jumlah Biaya
Usahatani
(Rp/Tahun)
1 Hidayat 1500 42.500 1.800.000 50.000 172.700 100.000 1.200.000 2.650.500 6.015.700 41.133.200
2 H. Endang 900 25.500 1.260.000 50.000 102.740 100.000 900.000 2.650.500 5.088.740 30.779.240
3 Yani 500 18.000 600.000 25.000 56.100 100.000 600.000 490.500 1.889.600 16.662.600
4 Aswin 500 18.000 700.000 25.000 56.100 100.000 600.000 490.500 1.989.600 17.862.600
5 H. Sholeh 1000 34.000 1.400.000 50.000 116.000 100.000 900.000 2.650.500 5.251.100 32.575.100
6 Sujino 300 10.000 420.000 20.000 34.980 20.000 300.000 490.500 1.295.480 9.765.480
7 Darma 500 25.000 700.000 20.000 56.100 100.000 450.000 490.500 1.841.600 16.086.600
8 Febri 400 17.000 250.000 25.000 46.640 30.000 450.000 490.500 1.309.140 9.801.140
9 Mad Yusa 250 17.000 350.000 20.000 29.150 20.000 150.000 490.500 1.076.650 7.203.650
10 Eman 300 10.000 300.000 20.000 34.980 20.000 300.000 490.500 1.175.480 8.325.480
11 Novicha 300 10.000 300.000 20.000 34.980 30.000 300.000 490.500 1.185.480 8.445.480
12 Galung 500 17.000 600.000 25.000 56.100 100.000 600.000 2.650.500 4.048.600 18.810.600
13 Encep 600 18.000 720.000 30.000 69.960 100.000 525.000 490.500 1.953.460 17.276.460
14 Endang S 1000 36.000 1.200.000 50.000 116.600 100.000 1.000.000 2.650.500 5.153.100 31.399.100
15 Budi 400 20.000 560.000 25.000 46.640 50.000 450.000 490.500 1.642.140 13.797.140
16 Fauzi 250 10.000 400.000 20.000 29.150 30.000 150.000 490.500 1.129.650 7.839.650
Jumlah 9.200 328.000 11.560.000 475.000 1.059.520 1.100.000 8.875.000 18.648.000 42.045.520 287.763.520
Total (Tahun) 9.200 3.936.000 138.720.000 5.700.000 1.059.520 13.200.000 106.500.000 18.648.000 - Rata-rata 575 246.000 8.670.000 356.250 66.220 825.000 6.656.250 1.165.500 2.627.845 17.985.220

79

Lampiran 5. Pajak Lahan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness


Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
((Jumlah lahan/dasar pengenaan x NJOP) NJOPTKP x PBB Tanah x NJOP 1Miliyar))
Contoh: ((1.500 m2 x Rp.530.000) Rp.10.000.000 x 20% x 0,11%
Ket:
1. Jumlah lahan/dasar pengenaan = Jumlah lahan petani per responden
2. NJOP = Nilai Jual Objek Pajak
3. NJOPTKP = Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
4. PBB Tanah = Rumus untuk hitung pajak tanah 20%
5. NJOP 1Miliyar = Nilai Jual Objek Pajak dibawah 1 Miliyar
Lampiran 6. Rata-rata Total Benih dan Pupuk Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M2
No Uraian Jumlah (Tahun) (Kg) Total Pengeluaran per Tahun (Rp) Rata-rata (Rp)
1 Benih 210 3,936,000 246,000
2 Pupuk 15,640 89,340,000 5,583,750
80

Lampiran 7. Penyusutan Alat dan Mesin Produksi Usahatani Kangkung Organik Petani
Binaan Agribusiness Development
Center (ADC) di Kabupaten Bogor
No
Nama Harga per Unit Umur Ekonomis Biaya Penyusutan / Tahun Jumlah unit
Total Penyusutan
per Tahun
1 Cangkul 60,000 2 27,000 32 864,000

2 Arit 50,000 2 22,500 32 720,000


3 Gembor 300,000 4 67,500 32 2,160,000
4 Paranet 12,000,000 5 2,160,000 5 10,800,000
5 Garpu 40,000 2 18,000 16 288,000
6 Parang 30,000 2 13,500 16 216,000
7 Mesin Air 1,000,000 4 225,000 16 3,600,000
Total
2,533,500 149 18,648,000
Rata-rata
1,165,500
81

Lampiran 8. Rata-rata Penerimaan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness


Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M2
No Nama
Luas Lahan
(M2)
Jumlah Produksi
(Kg/MT)
Jumlah Produksi
(Kg/Tahun)
Harga Jual
(Rp/Kg)
Penerimaan
(Rp/Kg/MT)
Penerimaan
(Rp/Kg/Tahun)
1 Hidayat 1500 1.500 18.000 7.000 10.500.000 126.000.000
2 H. Endang 900 900 10.800 7.000 6.300.000 75.600.000
3 Yani 500 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
4 Aswin 500 800 9.600 7.000 5.600.000 67.200.000
5 H. Sholeh 1000 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
6 Sujino 300 470 5.640 7.000 3.290.000 39.480.000
7 Darma 500 710 8.520 7.000 4.970.000 59.640.000
8 Febri 400 630 7.560 7.000 4.410.000 52.920.000
9 Mad Yusa 250 380 4.560 7.000 2.660.000 31.920.000
10 Eman 300 500 6.000 7.000 3.500.000 42.000.000
11 Novicha 300 490 5.880 7.000 3.430.000 41.160.000
12 Galung 500 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
13 Encep 600 800 9.600 7.000 5.600.000 67.200.000
14 Endang S 1000 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
15 Budi 400 600 7.200 7.000 4.200.000 50.400.000
16 Fauzi 250 370 4.440 7.000 2.590.000 31.080.000
Jumlah 9.200 12.150 145.800 - 85.050.000 1.020.600.000
Rata-rata 575 759 9.113 - 5.315.625 63.787.500

82

Lampiran 9. Biaya Investasi Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness


Development Center (ADC) di
Kabupaten Bogor
No Nama Jumlah Unit Harga per Unit Total Harga
1 Cangkul 32 60,000 1,920,000
2 Arit 32 50,000 1,600,000
3 Gembor 32 300,000 9,600,000
4 Paranet 5 12,000,000 60,000,000
5 Garpu 16 40,000 640,000

6 Parang 16 30,000 480,000


7 Mesin Air 16 1,000,000 16,000,000
Total 90,240,000
Rata-rata 5.640.000

Você também pode gostar