Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
"Bahkan nominal yang dipungut perusahaan itu berkisar Rp170 ribu-Rp180 ribu
setiap minggunya. Itu dari satu pengemudi," ujar Bashari ketika ditemui Rappler
pada Senin, 14 Maret.
Dia pun berkisah saat ini menjadi pengemudi Grab Car semakin kompetitif,
karena jumlahnya yang semakin banyak
"Sekarang, saya harus bekerja selama 15 jam sehari untuk bisa mencapai target
penghasilan Rp3 juta per minggu. Jadi, kami turut merasakan kesulitan," kata
dia.
Harus lebih kompetitif
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI),
Dharmaningtyas, berpendapat senada dengan Ahok. Menurutnya, walaupun
mengaku sebagai perusahaan teknologi, tetapi baik Grab dan Uber memberikan
jasa layanan transportasi bagi publik. Di saat taksi-taksi reguler dikenai pajak, kir
(pengujian kendaraan bermotor), dan dituntut memiliki pull.
"Sementara, angkutan seperti Grab dan Uber kan tidak. Masalahnya kan di situ.
Menguntungkan konsumen, tetapi bagi operator taksi pada umumnya
merugikan. Apalagi bagi taksi reguler," ujar Dharmaningtyas yang dihubungi
Rappler melalui telepon pada Senin malam, 14 Maret.
Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah? Dharmaningtyas menyarankan
agar Presiden Joko Widodo mengingatkan kedua perusahaan itu agar tetap
tunduk kepada UU No 22 tahun 2009 mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Tetapi, jika Presiden ingin merevisi UU tersebut harus hati-hati. Sebab,
penggunaan angkutan berbasis aplikasi online ini hanya ada di kota-kota besar.
Sementara, UU kan berlaku secara nasional," kata dia.
Dia menyarankan sebaiknya aplikasi itu digunakan oleh operator taksi yang
legal.
"Tetapi, taksi konvensional juga harus berbenah diri, menurunkan tarif agar lebih
bisa kompetitif. Alasan publik menggunakan taksi Uber dan Grab kan karena
tarifnya lebih murah. Pengelola taksi reguler harus mencari jawaban bagaimana
bisa menerapkan tarif yang kompetitif," papar dia. - Rappler.com