Você está na página 1de 14

PORTOFOLIO KASUS I

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun Oleh :
dr. Sartika Sabhinaya
Dokter Internsip RSUD dr.H.Moch
Anwar Sumenep Madura

Topik : Kejang Demam


Tanggal Kasus : 15 Agustus 2015
Presenter : dr. Sartika Sabhinaya
Tanggal Presentasi : 8 Oktober 2015
Pendamping : dr. Suhartinah
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD dr.H. Moh Anwar Sumenep
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja
Dewasa Lansia
Deskripsi : Anak laki-laki, 4 tahun, kejang demam
Tujuan :

Bumil

- Mampu mendiagnosis kasus kejang demam


- Mampu melakukan penanganan kegawatdaruratan kejang demam
- Mampu untuk melakukan edukasi pencegahan kejang demam
Bahan bahasan :
Tinjauan
Riset Kasus
Cara membahas :

Pustaka

Diskusi dan

E-mail

Audit
Pos

Diskusi Presentasi
Data pasien :
Nama : an.A
No.Register : 43514
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Anamnesis / Gambaran Klinis :
Keluhan utama : Kejang
RPS :
Menurut Ibu pasien, dirumah pasien sempat mengalami kejang 1 jam SMRS, terjadi
sebanyak 1 kali dan berlangsung selama kurang lebih 5 menit. Kejang tersebut
terjadi pada kedua tangan dan kaki, serta mata mendelik ke atas. Setelah kejang
pasien sadar kembali. Kejang terjadi diawali dengan keluhan demam pada siang
harinya tanggal 14 Agustus 2015, panas tinggi. Riw jatuh kepala terbentur (-).
Pasien juga mengalami diare sejak malam hari tanggal 14 Agustus 2015 sebanyak
tiga kali, darah (-), ampas (+) lendir (-). Nafsu makan pasien masih baik, pasien
masih berkeinginan untuk minum, BAK normal seperti biasa. Bila pasien menangis
masih mengeluarkan air mata.
2. Riwayat Penyakit Dahulu : Menurut ibunya, pasien sebelumnya tidak pernah seperti
ini , pasien tidak pernah dirawat di RS
3. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat sebelumnya
4. Riwayat Keluarga : Ibu pasien mempunyai riwayat kejang demam saat masih kecil
5. Riwayat Tumbuh Kembang : Pasien dapat merangkak usia 9 bulan, berjalan usia 1
tahun 4 bulan, dapat berbicara usia 2 tahun
6. Riwayat Kelahiran : Menurut ibu pasien, pasien anak pertama, lahir normal di bidan
cukup bulan, selama mengandung ibu pasien rajin kontrol dan tidak ada masalah
dalam kehamilan

7. Riwayat Imunisasi : Riwayat imunisasi (+) BCG, Campak, DPT, Hep B dan Polio
8. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Berat badan

: 15 kg

Tanda-tanda vital
- Tekanan darah

: tidak diperiksa

- Nadi

: 125x/menit

- Suhu

: 38C

- Pernafasan

: 24 x/menit

Status Lokalis
Kepala : Normocephal
o Wajah

: Oedem (-), sianosis (-)

o Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil isokor (+/+),

refleks cahaya (+/+), mata cowong (-/-)


o Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge (-), epistaksis (-)
o Mulut : Bibir sianosis (-), faring dan tonsil tidak hiperemis
Leher: Tidak ada pembesaran KGB
Thoraks:
o

Pulmo:
-

= Dada simetris, retraksi otot bantu pernafasan (-)

Pa = Taktil Fremitus Ka = Ki, ketinggalan gerak (-/-)

Per = Sonor seluruh lapangan paru

Aus = Suara nafas vesikular, suara nafas tambahan ronkhi -/-, wheezing
-/-

Cor: BJ1 dan BJ II normal, reguler, murmur & gallop (-)

Abdomen:
I

= Datar, jaringan parut (-)

Aus

= Bising usus (+) normal

Pa

= Supel, Hepar/Lien tak teraba, Nyeri Tekan (-), turgor kulit normal

Per

= Tympani

Ekstremitas:
-

Superior dx/sin = Oedem (-/-), akral hangat

Inferior dx/sin = Oedem (-/-), akral hangat

Pemeriksaan Neurologis :
Kaku kuduk (-)
Kekuatan motorik : ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 5/5
Refleks fisiologis : BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2, APR +2/+2
Refleks patologis :Hoffman tromner -/- babinski -/-, chaddock -/9. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan
WBC

Hasil
8 x 103/mm3

HB
HCT
PLT

11.8 g/dl
31,3 %
250 x 103/mm3

Diagnosis Kerja :
Kejang Demam Sederhana + Diare Tanpa Dehidrasi
Plan :
Diagnosis :
Jika perlu dan fasilitas memadai dapat dilakukan pemeriksaan GDA dan elektrolit
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Pengobatan :

D5 NS 1350 cc/ 24 jam


Metamizole 3x200 mg
Diazepam 4.5 mg bila kejang
Zinc 1x20 mg
Kompres

Monitoring :
Observasi Keadaan Umum dan tanda-tanda vital
Edukasi :
Memberikan Penjelasan Kepada Orang Tua
Selama di rawat inap, pasien harus istirahat cukup dan makan minum yang banyak.

Menjelaskan bahwa mungkin kejang masih dapat terjadi pada anak sehingga harus

menyediakan obat penurun panas dan anti kejang.


Menjelaskan jika anak panas segera turunkan panas dengan segera membuka

pakaian anak, kompres serta berikan obat penurun panas.


Bila terjadi kejang lagi segera beri diazepam rektal, bawa ke dokter dan jangan

berikan makanan dan minuman karena bahaya anak akan tersedak.


Prognosis
Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Santionam

: dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam


Kondisi Pasien
Tgl 16/7/15 :
S : Demam menurun, kejang -, diare 1x, ampas + darah lendir -.
O : T 36.5
A : Obs kejang demam + diare tanpa dehidrasi
P : D51/2 NS 1250 cc/ 24 jam, Metamizole 3x200 mg, Diazepam 4.5 mg bila kejang, Zinc
1x20 mg
Tgl 17/7/15 :
S : Demam -, kejang -, BAB 1x lembek
O : T 36.7
A : Obs kejang demam + diare tanpa dehidrasi
P : D51/2 NS 1250 cc/ 24 jam, Metamizole 3x200 mg, Diazepam 4.5 mg bila kejang, Zinc
1x20 mg
Tgl 18/7/15 :
S : Demam -, kejang -, diare -.
O : T 36.4
A : Obs kejang demam + diare tanpa dehidrasi
P : rencana pulang dengan pesan, obat pulang paracetamol sirup 3x1 cth bila demam,
zink 1x20 mg
Saran :
Sebaiknya diberikan obat pulang diazepam rektal
Daftar Pustaka
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.

2006
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta 2006.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI Jakarta.
Hasil Pembelajaran :
1. Mendiagnosis kasus kejang demam
2. Melakukan penanganan kegawatdaruratan kejang demam
3. Melakukan edukasi pencegahan kejang demam

TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. 3
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu
yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4
III.2. Epidemiologi3,5
Kejang demam terjadi pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun. Berdasarkan
laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo
Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0
%). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka

kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar
37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk
di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih
tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang
harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki.
III.3. Etiologi
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media
akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak
akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih.6
III.4

Patofisiologi6
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2

dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstraselular, rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya, serta perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
III.5. Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua4
1.

Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)


-

Berlangsung singkat

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2.

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)


-

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang.

III.6. Diagnosis4
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit
lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan
akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada
system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
1.

Anamnesis

Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang


Sifat kejang (fokal atau umum)
Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
Kesadaran
sebelum
dan
sesudah
kejang
(menyingkirkan

meningoensefalitis)
Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik

turun)
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam

atau epilepsi)
Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Trauma kepala

Pemeriksaan fisik
Tanda vital terutama suhu
Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-

2.

diagnosis

pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
-

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu
dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,

OMA, GE)
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

Pemeriksaan laboratorium
Darah tepi lengkap
Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu

3.

keseimbangan elektrolit atau gula darah.

Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme


Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai
Ensefalitis akut / Ensefalopati.

4.
-

Pemeriksaan penunjang
Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat

dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.


EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi

beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.
CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi
fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial.

III.7. Diagnosis Banding3


Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak
yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan
neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal
dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi
lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
Tabel Diagnosa Banding
No

Kriteria Banding

Kejang

Epilepsi

Demam
1.
2.
3.
4.

Kejang

Pencetusnya

Kelainan Otak
Kejang berulang
Penurunan kesadaran

demam
(-)
(+)
(+)

III.8. Penatalaksanaan4
Penatalaksanaan Saat Kejang

Meningitis
Ensefalitis

Tidak berkaitan Salah satu gejalanya


dengan demam
(+)
(+)
(-)

demam
(+)
(+)
(+)

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 5 menit.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5
mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif.
Pemberian Obat Pada Saat Demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Pemberian Obat Rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat
dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3
dosis, dan fenobarbital 3 4 mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.

III.9. Prognosis2,4
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian.
a.

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis


Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kejang yang lebih
dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah
menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang
demam dapat berkembang menjadi :
-

Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya


terjadi pada 6 bulan pertama.

b.

Epilepsi

Kelainan motori

Gangguan mental dan belajar


Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

DAFTAR PUSTAKA
7. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi
15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060.
8. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8.
9. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000.
Hal 2059-2067.
10. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1
14.
11. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta 2006.
12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985 : 25, 847 855.

Você também pode gostar