Você está na página 1de 12

FRAKTUR

A.

PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( Mansjoer,
2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan
kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia
jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543).
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan
oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau
dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
Fraktur tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan tanpa ada hubungan dengan dunia luar.

B.

ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga


tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur

Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
1. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
2. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
3. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
C. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
b.

dengan dunia luar.


Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1. Derajat 1
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2. Derajat 2
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.

3.

Derajat3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot

c.

d.
e.

dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.


Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
(bergeser dari posisi normal).
Frakturincomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
1) Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
2.)Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang
juga

disebut

di

lokasi

fragmen

(Smeltzer,

2001:2357).

D. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1.

2.

3.

Fase hematom
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar
fraktur
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
Fase granulasi jaringan
Terjadi 1 5 hari setelah injury
Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh
darah baru fogoblast dan osteoblast.
Fase formasi callus
Terjadi 6 10 harisetelah injuri

4.

5.

Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus


Fase ossificasi
Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam
kalsium yang menyatukan tulang yang patah
Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk
dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).

E. TANDA DAN GEJALA


1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya

2.

perubahan

keseimbangan

dan

contur

terjadi

seperti

a. Rotasi pemendekan tulang


b. Penekanan tulang
Bengkak :
edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

3.
4.
5.
6.

jaringan yang berdekatan dengan fraktur


Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
Tenderness/keempukan
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

7.

tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.


Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari

rusaknya

saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
2.

proses penyembuhan secara periodic


Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi

3.
4.

kerusakan jaringan lunak.


Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma

5.

multiple)

Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma


Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple

atau

cedera

hati

(Doenges,

1999

76

).

G. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan
kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi

otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran
insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap
fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan
paku.

2.

3.

Type

lokasi

tergantung

umur

klien.

Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
munisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi(Smeltzer,2001).

MANAJEMEN KEPERAWATAN
I.

fraktur

PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh

(Boedihartono,

1994

10).

Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :


a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular
perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple,
misalnya

financial,

hubungan,

gaya

hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;


stimulasi simpatis.
c. Makanan
Gejala

insufisiensi

cairan

pancreas/DM,

(predisposisi

untuk

hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane


mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit
hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah
koagulasi)

Riwayat

transfuse

darah

reaksi

transfuse.

Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.


f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan
kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan
II.

juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).


DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono,
1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur
(Wilkinson, 2006) meliputi :

1.

Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen


tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,

2.

ansietas
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,

3.

ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.


Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh
terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit

4.

buruk, terdapat jaringan nekrotik.


Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan

5.

kekuatan/tahanan.
Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,

6.

insisi pembedahan.
Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.

III.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan

untuk

menanggulangi

masalah

sesuai

dengan

diagnosa

keperawatan (Boedihartono, 1994:20)


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang

telah

disusun

pada

tahap

perencanaan

(Effendi,

1995:40).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan


post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan
dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial,
digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan
: Nyeri
dapat
berkurang
atau
hilang.
Kriteria Hasil
: Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien


tentang nyeri.
d. Observasi

tanda-tanda

vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien


e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik
2.

berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.


Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak
cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau
memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan

: pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil

: perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan diri.
- Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas
-

tanpa dibantu.
Koordinasi otot,

tulang

dan

Intervensi dan Implementasi :


a. Rencanakan
periode

anggota

gerak

istirahat

lainya

yang

baik.
cukup.

R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi


terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara
b.

optimal.
Berikan

latihan

aktivitas

secara

bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas


secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang
c.

tepat, mobilisasi dini.


Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih

d.

kembali.
Setelah latihan

dan

aktivitas

kaji

respons

pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh


3.

sebagai akibat dari latihan.


Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami
perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan
: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :

a.

Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.


R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam

b.

melakukan tindakan yang tepat.


Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah

c.

d.

intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa
kering

dan

steril,

gunakan

plester

kertas.

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan


e.

mencegah terjadinya infeksi.


Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas

f.

pada area kulit normal lainnya.


Setelah
debridement,
ganti

balutan

sesuai

kebutuhan.

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi
g.

parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.


Kolaborasi
pemberian
antibiotik

sesuai

indikasi.

R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen


4.

pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.


Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau
lebih.
Tujuan
: pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil
: penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
1. mandiri penuh
2. memerlukan alat Bantu
3. memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,
dan pengajarann
4 membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu
5. ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.


R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
c.

karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.


Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

d.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.


Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

e.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.


Kolaborasi
dengan
ahli
terapi
fisik
atau
okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

5.

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.


Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan
: infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil
: tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh

c.

meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,

d.

drainase luka, dll.


R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,

b.

seperti Hb dan leukosit.


R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa
e.
6.

terjadi akibat terjadinya proses infeksi.


Kolaborasi
untuk
pemberian

antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.


Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
Tujuan
: pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
Kriteria Hasil
-

efek prosedur dan proses pengobatan.


: melakukan prosedur yang diperlukan

dan

menjelaskan alasan dari suatu tindakan.


memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam

regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan


keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
c.

keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.


Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

d.

R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.


Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
telah

diberikan.

R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta


menilai

keberhasilan

dari

tindakan

yang

dilakukan.

IV. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan

atau

intervensi

keperawatan

ditetapkan

(Brooker,

2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Compan


Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC,
Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :
Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi.
EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari
Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Você também pode gostar