Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% 80%, yaitu 1
sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal
Salah satu hipotis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi
autoimun yang menyerang mielin saraf perifer. Pada penyakit autoimun ini sel-sel
system imun menyerang dan merusak selubung myelin yang membungkus axon
sel-sel saraf perifer dan juga axon saraf (axon adalalah tonjolan kecil dan panjang
dari sel saraf, yang berfungsi membawa sinyal rangsangan saraf). Akibat rusaknya
selubung myelin maka kecepatan transmisi rangsangan saraf akan menurun.
Definite
CMVEBV
Probable
Possible
HIVVaricella-
InfluenzaMeaslesMumps
zosterVaccinia/ Rubella
smallpox
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri
Campylobacter Jejeni
Typhoid
Borrelia
Mycoplasma
BParatyphoidBrucellosis
Pneumonia
Chlamydia
Legionella
Listeria
C. Manifestasi Klinis
Gejala awal antara lain adalah : rasa seperti ditusuk-tusuk jarum diujung
jari kaki atau tangan mati raa di bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku
atau mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bias menggenggam
erat atau memutar sesuatu dengan baik (buka kunci, buka kaleng, dll).
Gejala-gejala awal ini bias hilang dalam tempo waktu beberapa minggu,
penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya pada
tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan hilang
pada saat diperiksa.
Gejala tahap berikutnya disaat mulai muncul kesulitan berarti, misalnya
kaki susah melangkah, lengan menjadi sakit, lemah, dan kemudian dokter
menemukan saraf reflex lengan telah hilang fungsi. Gejala klinis lainnya yaitu
antara lain sebagai berikut.
1. Kelumpuhan
Gejala awal sindrom ini adalah kelemahan otot dan tingling sensation otototot kaki yang kemudian menjala ke lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini
dapat memburuk sehingga dalam beberapa waktu otot penderita tidak dapat
digunakan. Dalam keadaan berat, sekitar 3 minggu kemudian penderita akan
mengalami kelumpuhan total. Akibatnya dapat menggangu system pernapasan,
sehingga dibutuhkan alat bantu pernapasan atau respirator. Pengawasan dilakukan
dengan baik untuk memantau fungsi jantung dan tekanan darah, gangguan system
pembekuan darah dan mencegah terjadinya infeksi.
D. Patofisiologi
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut
mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan
limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai
pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah
susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda
asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan
kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi
ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin
bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan
myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di
invasi oleh antigen tersebut.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat
mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya
untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls
sensoris dari seluruh bagian tubuh.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar
protein ( 1 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh
pemeriksaan
EMG
minggu
pertama
dapat
dilihat
adanya
G. Penatalaksanaan
Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien
sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24
jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi
dan vasoaktive juga harus disiapkan .
Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa
diberikan medikamentosa.
obat obatan berupa steroid. Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian
steroid ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat
memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun
mempercepat penyembuhan.
Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek
lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala.
Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 50 ml / kg BB) dengan saline dan
albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik
berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE.
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto
antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian
menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak
terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul
dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan
dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya
memberikan PE atau IVIg.
Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan
fleksibilitas otot setelah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk
mencegah terjadinya thrombosis.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau
cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi,
trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan
kontraktur pada sendi.
I. Prognosis
95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya
sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural
tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang
disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3
minggu setelah gejala pertama kali timbul. 3 % pasien dengan GBS dapat
mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. PE
dapat
mengurangi
polyneuropathy.
kemungkinan
terjadinya
relapsing
inflammatory
Pengkajian
Pengkajian keperawatan klien dengan GBS meliputi anamnesis riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
Pengkajian terhadap komplikasi GBS meliputi pemantauan terus-menerus
terhadap ancaman gangguan gagal napas akut yang mengancam kehidupan.
Komplikasi lain mencakup disritmia jantung, yang terlihat melalui pemantauan
EKG dan mengobservasi klien terhadap tanda trombosis vena profunda dan
emboli paru-paru, yang sering mengancam klien imobilisasi dan paralisis.
1. Anamnesis
a. Identitas klien, antara lain: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan,
agama, pendidikan, dsb.
b. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah berhubungan dengan kelemahan otot baik kelemahan
fisik
secara
umum
maupun
lokalis
seperti
melemahnya
otot-
otot pernapasan.
c. Riwayat Penyakit, meliputi:
1) Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan
merupakan komplikasi yang paling berat dari GBS adalah gagal
napas. Melemahnya otot pernapasan membuat klien dengan gangguan
ini berisiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan
berulang. Disfagia juga dapat timbul, mengarah pada aspirasi.
Keluhan kelemahan ekstremitas atas dan bawah hampir sama seperti
keluhan klien yang terdapat pada klien stroke. Keluhan lainnya adalah
kelainan dari fungsi kardiovaskular, yang mungkin menyebabkan
gangguan sistem saraf otonom pada klien GBS yang dapat
mengakibatkan disritmia jantung atau perubahan drastis yang
mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.
Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien GBS meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa
digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk
mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
Saraf
XI.
Tidak
ada
atrof
otot
sternokleinomastoideus
dan
Pemeriksaan reflexs
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,
periosteum derajat reflexs dalam respons normal.
f.
Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, Tic,dan distonia.
g.
System sensorik
Parestesia ( kesemutan kebas ) dan kelemahan otot kaki, yang dapat
berkembang ke ekstrimtas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien
mengalami penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan
suhu.
4. B4 (Bladder)
Terdapat penurunan volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutris pada klien GBS menurun karena anoreksia dan
kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan
pemenuhan via oral kurang terpenuhi.
6. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menururnkan
mobilitas pasien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien
lebh banyak dibantu orang lain.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis GBS sangat bergantung pada riwayat penyakit dan perkembangan
gejala-gejala klinik.
1.
adanya
peningkatan
konsentrasi
protein
dengan
3.
Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat
ditetapkan nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit.
Penurunan kapasitas pulmonal dapat menunjukkan kebutuhan akan
ventilasi mekanik.
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yakni :
Gangguan
mobilitas
fisik
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
C.
Intervensi Keperawatan
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif
cepat otot-otot pernapasan dan ancaman gagal pernapasan
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan pola napas kembali
efektif.
Criteria hasil : secara subjektif sesak napas (-),RR 16-20x/menit. Tidak
menggunakan otot bantu pernapasan, gerakan dada normal
Intervensi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas
tambahan,
perubahan
irama
dan
Rasional
Menjadi parameter monitoring serangan
gagal napas dan menjadi data dasar
intervensi selanjutnya
Tanda
dan
kesukaran
gejala
bernapas
pernapasan
meliputi
adanya
saat
dangkal
bicara,
dan
Ventilasi
mekanik
digunakan
jika
perkembangan
yang
memburuknya
pernapasan
kearah
mengndikasikan
kekuatan
otot
menelan,sehingga
hal
ini
adanya
indikasi
Kolaborasi :
Pemberian
dan
humidifikasi
yang
3L/Menit
ventrikel,
hipertensi
juga
Penurunan
curah
jantung
jantung,
(kelainan
katup,
Kolaborasi :
Berikan O2 tambahan sesuai indikasi
Rasional
dalam Perhatian yang diberikan untuk nutrisi
insufisisensi
aktivitas
parasimpatis
ini,
makanan
intravena dipertimbangkan
melalui
diberikan
melalui oral
Berikan nutrisi via oral bila paralis Bila klien dapat menelan, makanan
menelan berkurang
Gangguan
mobilitas
fisik
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
intervensi selanjutnya
Dekatkan
alat
dan
sarana
aktivitas sehari-hari
factor-faktor
yang
Individu
paralisis
kemungkinan
mempunyai
mengalalmi
kompresi
fungsional
rentang
dan
memberikan
gerak
secara
dekubitus
sehingga
dengan
mudah dilaksanakan.
Mencegah
deformities
dengan
menggunakan
kontraktur
pengubahan
Kaji tanda verbal dan non verbal Reaksi verbal atau nonverbal dapat
kecemasan,
dampingi
klien,
Mulai
melakukan
mengurangi
tindakkan
kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.
Jukarnain.,2011. Materi Kuliah Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Makassar.
R. Syamsuhidayat & Wim de Jong, 2001, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, EGC,
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo
dkk, EGC, Jakarta.
Soedarto. 2012.Buku ajar Parasitologi kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.