Você está na página 1de 4

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA


INSTITITUT PERTANIAN BOGOR
2010

Hari, Tanggal : Hari, 11 Mei 2010


Dosen : 1. Insan Kurnia
2. Wulandari Dwi
Utari
Asisten : 1. Muthia
2. Harry
Poernomo
Kelompok 1 (P1)
1. Andry Yusri S J3M108046
2. Gilang Dwi Saputra J3M1080
3. Maya Anggraeni K W J3M108025
4. Miftah Fatmasari J3M108014

Analisis makalah
Konservasi Sumber Daya Hutan dan Satwa Liar
Dispersi Asosiasi dan Status Populasi
Tumbuhan Terancam Punah di Zona Submontana dan Montana
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
Taman Nasional (TN) Gunung Gede Pangrango (TNGP) merupakan
salah satu dari enam cagar biosfer di Indonesia yang telah diresmikan oleh MAB
UNESCO pada tahun 1977. Saat ini Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
memiliki tujuh jenis tumbuhan labgka, yaitu Calasmus adspersus(rotan gagas),
Lithocarpus indutus (pasang batu),Pinanga javana (pinang jawa), rhododendron
album BI (Cantigi koneng), Sauruia bracteosa D.C (ki leho), Sauraian cauliflora
(ki leho beureum), Symplocos costata (BI) (ki gledog).
Tumbuhan-tumbuhan langka ini merupakan jenis tumbuhan Montana, maka akan
tumbuh optimum pada kondisi seperti di pegunungan dan lingkungan yang stabil.
Tumbuhan langka ini biasa hidup pada ketinggian 1000-2000 mdpl, tergantung
jenisnya. Tumbuhan langka yang terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-
Pangrango dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi daya regenerasinya, ketersediaan air dan nutrisi. Faktor
eksternalnya meliputi manusia, dan lingkungannya. Pada ketujuh jenis tersebut,
ada yang termasuk pada tumbuhan endemik seperti Pinanga javana (Pinang
jawa), maka tumbuhan ini hanya di jumpai di Jawa.
Pertumbuhan tumbuhan langka dipengaruhi juga asosiasi dengan
tumbuhan lain, asosiasi ada yang mampu meningkatkan populasinya adapun
yang tidak. Menurut sutarno (1997) dan hidayat (1995) diantara kedua jenis yang
berasosiasi terjadi mekanisme saling membantu dalam pemberian nutrisi, karena
terbentuknya bintil akar (rhizobium) dan mikoriza yang berperan sebagai
pemberian unsure N bagi jenis-jenis tersebut. Jika tumbuhan yang berasosiasi
dengannya mengalami gangguan maka tumbuhan langkanya juga akan kesulitan
untuk tumbuh. Hal ini berpengaruh pada penyebarannya karena pola distribusi
demikian erat hubungannya dengan kondisi lingkungan. Organisme pada suatu
tempat bersifat saling bergantung, sehingga tidak terikat berdasarkan
kesempatan semata, dan bila terjadi gangguan pada suatu organism atau
sebagian faktor lingkungan akan berpengaruh terhadap keseluruhan komunitas
(Barbour et al, 1987).
Pola distribusi suatu tumbuhan langka biasanya ditemukan mengelompok
namun tidak tersebar jauh karena pada umumnya biji atau propagul dari setiap
tumbuhan akan jatuh di sekitar pohon induknya, sehingga jika kondisi lain
menunjang maka regenerasi berupa anakan baru akan terjadi di sekitar pohon
induk. Hal ini sesuai pendapat Barbour et al (1987) bahwa pola distribusi spesies
tumbuhan cenderung mengelompok, sebab tumbuhan bereproduksi dengan biji
yang jatuh dekat induknya atau dengan rimpang yang menghasilkan anakan
vegetatif masih dekat dengan induknya. Penyebaran biji tumbuhan dapat dibantu
oleh angin ataupun hewan seperti burung. Namun angin hanya mampu
membawa biji berukuran kecil begitu juga dengan burung pemakan biji yang
hanya mampu menyebarkan biji kecil dan diperburuk dengan populasi penyebar
biji ini yang juga semakin berkurang. Cara suatu tumbuhan untuk berkembang
biak berperan penting untuk keberlangsungan hidup jenisnya. Populasi
tumbuhan yang semakin berkurang akan menurunkan juga status populasinya.
Menurut IUCN status suatu jenis yag terancam punah dibagi menjadi tiga, yaitu
kritis(CR), genting(EN), dan rentan (VU).
Faktor lain yang menghambat pertumbuhannya adalah manusia. Manusia
melakukan konversi lahan hutan yang menjadi habitat alami tumbuhan terancam
punah menjadi pemukiman serta kebutuhan lainnya. Hal ini mengakibatkan
hutan jadi terfragmentasi sehingga pertumbuhan populasinya terganggu dan
berkurangnya wilayah penyebarannya. Manusia melakukan eksploitasi besar-
besaran terhadap habitat alaminya ataupun tumbuhan tersebut. Jika terjadi terus
menerus kemungkinan akan terjadinya perubahan status populasi hingga punah.
KANTONG SEMAR (Nepenthes sp)

Tumbuhan kantong semar atau Nepenthes sp merupakan salah satu


tumbuhan terancam punah dan banyak ditemukan di Sumatera. Penyebab
tumbuhan ini menjadi punah berbagai macam faktor. Tumbuhan kantong semar
biasanya hidup pada hutan pegunungan , hutan lumut, hutan rawa gambut,
hutan dataran rendah,dan hutan kerangkas. Populasi tumbuhan kantong semar
semakin menurun. Hal ini disebabkan teutama oleh kegiatan manusia seperti
eksploitasi hutan cesara berlebihan yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya.
Pengalihfungsi habitat alaminya yang terjadi membuat tumbuhan ini sulit tumbuh,
karena tumbuhan ini hidup pada kondisi yang stabil. Penyebaran di habitat
alaminya acak dan tidak teratur. Kantong semar merupakan tumbuhan unik yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi karena itu eksploitasi terhadap jenisnya yang
dilakukan oleh manusia dapat menurunkan populasinya. Bentuknya yang unik
dan warnanya yang cantik menimbulkan daya tarik tersendiri, keberadaannya
yang terancam punah malah membuat tumbuhan ini banyak diburu oleh kolektor.
Masyarakat banyak mengeksploitasi kantong semar untuk kepentingan bisnis.
Eksploitasi yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah ekologi-konservasi itu akan
mempercepat kepunahan kantong semar di alam.Pada ligkungannya kantong
semar berperan sebagai predator karena memakan hewan jenis serangga. Maka
hutan yang dikonversi dapat menybabkan turunnya populasi mangsa bagi
kantong semar yang dapat berakibat pula bagi populasi kantong semar.
Upaya yang dilakukan untuk penyelamatan ancaman kepunahan
diperlukan usaha konservasi, baik in-situ maupun ex-situ dengan cara budidaya
dan pemuliaan .Konservasi in-situ merupakan upaya pengawetan jenis
tumbuhan dan satwa liar di dalam kawasan suaka alam yang dilakukan dengan
jalan membiarkan agar populasinya tetap seimbang menurut proses alami di
habitatnya. Upaya konservasi in-situ ini dikatakan paling efektif, karena
perlindungan dilakukan di dalam habitat kemungkinan tanaman mati karena ingin
tempat tanaman ini terpotong atau ditebang. Upaya konservasi ex-situ
merupakan upaya pengawetan jenis di luar kawasan yang dilakukan dengan
menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa liar. Kegiatan
konservasi ex-situ ini dilakukan untuk menghindari adanya kepunahan suatu
jenis. Hal ini perlu dilakukan mengingat terjadinya berbagai tekanan terhadap
populasi maupun habitatnya .

Você também pode gostar