Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
negara, namun sering terlambat menyiapkan petani dan pengusaha produk pertanian
agar mampu bersaing di tingkat global.
Karena itu, kesigapan mendongkrak daya saing produk pertanian dengan
meningkatkan produktivitas dan mutunya sesuai standar pasar global mutlak
dilakukan.
Intervensi Negara
Meski negeri ini tidak lepas dari perdagangan global, bukan berarti negara
melepaskan semua perdagangan produk pertanian pada mekanisme pasar tanpa
intervensi negara. Peran negara sangat menentukan kebijakan ekspor-impor dengan
membuka atau menutup sesuai kepentingan nasional. Peningkatan produksi nasional
tak cukup bermakna jika produk impor berharga miring masih terus masuk ke sini.
Program presiden beserta wakil presiden baru yang terpilih perlu tetap berkomitmen
dan konsisten menjalankan program yang selama ini menjadi lemah. Jangan sampai
program presiden yang ada tersandera kepentingan kelompok pengusaha dan
penguasa dari koalisi partai pendukung presiden terpilih.
Jokwi-JK sudah selayaknya mengakomodasi program mendasar dan terbaik untuk
membangun pertanian Indonesia di masa depan. Kita berharap agenda pertanian
presiden baru terpilih ini tak hanya menjadi wacana semata namun dapat
diimplementasikan secara nyata dan mampu membawa perubahan menuju kemajuan
pertanian di masa yang akan datang menjadi lebih baik.
Penulis adalah mahasiswa Program Pascasarjana IPB, aktivis/pegiat Jaringan
Petani Sehat Indonesia (JPSI)
https://ppp2bnkarawang.wordpress.com/2015/02/06/implementasi-agenda-pertanianpresiden-baru-era-jokowi/
Said juga tidak merasa terkejut ketika rezim Jokowi-JK memutuskan untuk
melakukan impor beras. ''Rumor mengenai impor beras akhirnya menjadi kenyataan.
Hal ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Jauh sebelum pemerintah memutuskan
impor, bahkan sebelum harga beras bergejolak hebat pada periode Februari-Maret,
kami telah mengingatkan sekaligus memprediksikan bahwa impor beras akan terjadi,''
ujarnya.
Lebih lanjut Said mengatakan sepertinya kebijakan kementerian pertanian yang
sekarang ini tidak belajar dari pengalaman 10 tahun pada era SBY. Berdasar data
FAO, kata dia, dengan pendekatan yang sama Indonesia impor beras sebanyak 7,3
juta ton. Tercatat Indonesia impor beras dalam volume besar pada tahun 2005 sebesar
1,1 juta ton, 2011 sebesar 2,7 juta ton dan 1,8 pada tahun 2012. ''Tetapi pada tahuntahun ini produksi terjun bebas karena adanya serangan hama penyakit dan sebagian
kecil karena bencana banjir atau kekeringan.''
Swasembada yang didekati dengan pendekatan input luar yang tinggi, menurut Said,
telah terbukti gagal untuk meningkatkan produksi. Pendekatan ini, kata dia,
menyebabkan agroekologi hancur lebur. Kualitas kesuburan tanah, lanjutnya, terus
turun karena hama penyakit menjadi semakin resisten.
''Di Jawa kandungan bahan organik di tanah tinggal 0,5 persen dari idealnya di atas 2
persen. Penyemprotan pestisida yang membabibuta mengilangkan musuh alami,
hama penyakit makin kebal, akibatnya tingkat serangannya makin hebat,'' paparnya.
Menurut Said, kalaupun terjadi kenaikan sifatnya hanya akan sesaat saja. Jadi bukan
tidak mungkin ketika akhir tahun ini produksi naik, 2 atau 3 tahun lagi produksi
turun. ''Jika demikian maka impor dilakukan lagi. Jadi ini tidak lagi mengejutkan,''
ujarnya
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/05/14/nobtj0-kebijakanpertanian-era-jokowi-tak-kreatif
Kedaulatan pangan nasional masih menjadi salah satu target utama pemerintahan RI
di bawah kepemimpinan Joko Widodo. Sebagaimana yang tertuang di dalam UU No.
18 tahun 2012 tentang Pangan, terdapat 5 komoditas utama yang wajib dicapai oleh
pemerintah Indonesia dalam mewujudkan swasembada pangan, yaitu beras, jagung,
gula, kedelai dan daging. Dari kelima komoditas ini, tiga komoditas menjadi target
yang lebih dititkberatkan untuk dicapai, yaitu beras, jagung dan gula.
Swasembada pangan sendiri bukanlah topic yang asing bagi masyarakat Indonesia
mengingat pada era Orde Baru di bawah kepemimpinan mantan Presiden Soeharto,
Indonesia telah berhasil mencapai swasembada pangan, khususnya beras. Namun,
ketahanan pangan menjadi polemik pada era kepemimpinan presiden selanjutnya.
Presiden terpilih pun telah menegaskan visi misinya terkait dengan permasalahan
ketahanan pangan dan pertanian selama masa kampanye, yaitu menjadikan Indonesia
sebagai negara produsen di bidang pertanian. Hal ini cukup realistis mengingat
kemampuan Indonesia bila menilik sejarah pencapaian Indonesia di bidang ketahanan
pangan. Guna mencapai target ini, terdapat dua sisi yang harus dikerjakan oleh
pemerintah nantinya, yaitu efisiensi di lini produksi serta efisiensi di bidang
pemasaran hasil produksi pertanian. Kedua sisi inilah yang kemudian diterjemahkan
ke dalam visi beliau berikutnya terkait dengan ketahanan pangan Indonesia.
Visi kedua adalah mengupayakan produksi pertanian yang berbiaya rendah (low cost
production). Hal ini, menurut beliau, bisa dilakukan dengan pendampingan
pemerintah kepada para petani dalam penggunaan pupuk, terutama pupuk organic,
serta penggunaan benih unggul.Visi ketiga adalah untuk mengatasi permasalahan
permodalan yang sering dihadapi oleh para petani. Salah satu program yang
Sedangkan visi keempat menjawab permasalahan yang dihadapi oleh para petani
dalam hal pemasaran produk hasil pertanian. Salah satu program yang dapat
dilakukan, menurut beliau adalah pemberdayaan instansi pemerintah yang saat ini
telah ada untuk menjadi penyeimbang di pasar pertanian. Bulog yang selama ini
menjadi penyalur beras akan lebih diberdayakan untuk memenuhi visi keempat yang
dicetuskan selama masa kampanye.
Kedaulatan pangan memang menjadi isu strategis yang perlu digarap oleh
pemerintah, mengingat kebutuhan pangan Indonesia yang sangat besar dengan total
penduduk diperkirakan mencapai lebih dari 240 juta jiwa pada tahun 2014. Namun
demikian, pencapaian program ketahanan pangan nampaknya memiliki tantangan
yang cukup berat, mengingat tantangan yang dihadapi oleh pemerintah cukup
kompleks dan lintas sektoral. Artinya, program ketahanan pangan ini tidak dapat
dicapai oleh pelaksanaan program-program oleh satu kementerian terntentu,
melainkan kerjasama lintas sector yang terpadu dan terintegrasi satu sama lain.
Terlepas dari permasalahan lintas sektoral yang wajib dibenahi oleh kabinet Kerja,
peningkatan produksi pertanian terbelenggu oleh permasalahan dari sisi produksi,
seperti sarana irigasi, ketersediaan benih unggul, dan ketercapaian pupuk bersubsidi
bagi para petani. Tidak hanya itu, Ditejn PSP Kementerian Pertanian juga merilis
bahwa terdapat konversi lahan pertanian yang cukup signifikan selama lima tahun
terakhir sebesar 100.000 ha per tahun. Konversi lahan menjadi salah satu
permasalahan utama dalam peningkatan produksi pertanian, konversi lahan pertanian
cenderung berlaku satu arah. Artinya, lahan pertanian yang telah dikonversi
peruntukannya untuk misal perumahan, perkebunan atau areal tambang, akan sangat
sulit untuk dapat dikonversi kembali peruntukannya sebagai lahan pertanian. Hal ini
disebabkan tingkat kesuburan tanah yang hilang seiring konversi lahan yang
dilakukan.
Presiden terpilih Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden terkait dengan
pembangunan waduk Jatigede di Sumedang Jawa Barat. Menjadi waduk terbesar
kedua di Indonesia, waduk ini diharapkan mampu menjadi salah satu sarana irigasi
bagi pertanian di Provinsi Jawa Barat. Terbitnya perpres ini menjadi salah satu
langkah konkrit dalam pencapaian target ketahanan pangan nasional.
Dari empat permasalahan utama produksi pertanian, masih terdapat dua permasalahan
yang belum mendapat solusi awal untuk mengatasinya, yaitu permasalahan benih
unggul serta konversi lahan. Terkait dengan konversi lahan, pemerintah dihadapkan
pada permasalahan yang lebih kompleks, dimana arah konversi lahan cenderung satu
arah. Ditjen PSP Kementerian Pertanian menargetkan pencetakan sawah baru di
luar Pulau Jawa untuk mengatasi penurunan lahan pertanian produktif yang mencapai
100.000 Ha per tahun. Namun demikian, peraturan untuk mendukung pencetakan
sawah baru ini masih belum terbit. Terlepas dari itu, konversi lahan menjadi lahan
pertanian produktif berpotensi memiliki kontraproduktif jangka panjang. Akan sangat
disayangkan apabila pencetakan sawah baru dilakukan dengan mengkonversi wilayah
hutan, mengingat peran pentingnya wilayah hutan dalam menjaga ekosistem alam
yang berkesinambungan.
Kesimpulan
Sumber:
http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2009/11/091126_rice_six.shtml
UU pangan no 18 tahun 2012.
Tempo, selasa, 25 November 2014, hal 5.
http://finance.detik.com/read/2014/11/24/085505/2756840/4/pekan-depan-jokowikeluarkan-perpres-pembangunan-waduk-terbesar-ke-2-di-ri
Permentan No 130/permentan/SR.130/11/2014
http://hkti.org/inilah-perbedaan-visi-misi-bidang-pertanian-capres-2014-jokowi-vsprabowo.html
https://www.selasar.com/politik/mempertanyakan-visi-pertanian-jokowi-dan-prabowo