Você está na página 1de 23

PERCOBAAN I

KAPASITAS DAPAR DAN LARUTAN ISOTONIS


A. Tujuan
1. Mengetahui dan mempraktekkan pembuatan larutan dapar untuk sediaan
farmasi.
2. Mengetahui dan memahami cara menghitung kapasitas dapar pada suatu
sediaan farmasi.
3. Mengetahui dan memahami cara menentukan tonisitas suatu sediaan
farmasi.
4. Mengetahui dan memahami cara menentukan osmolaritas suatu sediaan
farmasi.
B. Dasar Teori
Tonisitas larutan dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa cara
seperti dengan menggunakan metode hemolisis, pengaruh berbagai larutan
obat diperiksa berdasarkan efek yang timbul ketika disuspensikan dengan
darah. Dalam menentukan pengukuran tonisitas, disimpulkan bahwa suatu
larutan yang hipotonis akan membebaskan oksihemoglobin dalam
perbandingan yang sama dengan jumlah sel-sel yang dihemolisisnya. Atas
dasar tersebut dapat ditentukan factor vant Hoff, I, untuk kemudian
dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari data krioskopik, koefisien
keaktifan dan koefisien osmosis. Metode untuk menentukan sifat koligatif
larutan, metode ini didasarkan atas pengukuran perubahan temperature yang
naik dari perbedaan tekanan uap sampel terisolasi yang ditempatkan dalam
sebuah ruang kelembapan yang tetap (Martin, 1990).
Suatu larutan dikatakan isotonis terhadap cairan lainnya bila memiliki
tekanan tekanan osmosa yang sama. Bila cairan yang satu tekanan osmosanya
lebih tinggi daripada yang lain, maka cairan yang lebih tinggi dikatakan
hipertonis terhadap yang lebih rendah. Sebaliknya cairan yang memiliki
tekanan osmosa yang lebih rendah disebut hipotonis terhadap cairan yang
lebih tinggi tekanan osmosanya (Mirawati, 2014).
Tampak difusi pelarut ke dalam larutan pekat, karena perubahan volume
akan terjadi. Dengan cara yang sama, jika dua konsentrasi yang berbeda

dipisahkan oleh sebuah membran, pelarut akan bergerak dari larutan


konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan zat terlarut yang berkonsentrasi
tinggi, difusi ini pelarut melalui membran semi permeable disebut osmosis.
(Gennaro, 1990)
Osmosis dalam melaksanakan percobaan tidak dapat membedakan antara
difusi zat terlarut dan pelarut. Namun, dengan memisahkan larutan dan
pelarut melalui suatu membran yang permeable terhadap pelarut, tapi tidak
terlarut (membrane seperti itu dirujuk sebagai membran semipermabel),
adalah mungkin untuk menunjukkan sifat koligatif larutan juga dapat
digunakan dalam menentukan berat molekul zat terlarut atau dalam kasus
elektrolit, tingkat zat terlarut ionisasi.
Zat terlarut menentukan berat molekul tergantung pada fakta bahwa
setiap sifat koligatif diubah oleh nilai konstan ketika sejumlah tertentu
molekul zat terlarut ditambahkan ke pelarut. Sifat larutan tergantung pada
jumlah partikel zat terlarut tidak tergantung pada sifat kimia zat terlarut
dikenal sebagai sifat koligatif. Semua properti saling terkait. Tekanan osmotik
adalah properti koligatif terkait dengan kesesuaian fisiologis hidung, mata,
dan larutan. Sebagai tekanan osmotik yang nyaman untuk dibawa mengukur,
sifat koligatif lainnya sering diukur selama perumusan farmasi dan
berhubungan dengan tekanan osmotik.
(Parrot, 1970).
Tekanan osmotik difusi adalah proses dimana zat terlarut dan molekul
pelarut bermigrasi. Osmosis ini proses dimana molekul pelarut melalui
membran semi permeable dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat.
Tekanan harus diterapkan pada larutan yang lebih pekat untuk hanya
mencegah aliran pelarut murni ke dalam larutan diketahui larutannya dikenal
sebagai tekanan osmotik dari larutan. Tekanan osmotic tidak tergantung pada
sifat membran semipermeabel. Jika ada zat terlarut berdifusi ke membran, itu
bukan membran semipermeabel, dan proses tersebut tidak menjadi
permasalahan dengan osmosis. Dalam ekperimental membran yang berbeda
muncul untuk memberikan tekanan yang berbeda. Namun, jika membran

tidak bocor dan waktu yang cukup diperbolehkan untuk pencapaian


keseimbangan, tekanan osmotik akan sama. Sifat dan luas membran
semipermeabel menentukan kecepatan osmosis (Parrot, 1970).
Tekanan zat terlarut menjadi konstan sedangkan tekanan hidrostatik
dalam larutan terus meningkat, fluks permeasi harus meningkat secara linear
dengan tekanan. Situasi ini secara skematik diwakili, dimana zat terlarut
penolakan dan laju permeasi telah diplot dengan tekanan TMP untuk
membran zat terlarut-permeabel dan zat terlarut-kedap (Wayne, 1995).
Hemolisis dapat juga terjadi ketika tekanan osmotik cairan dalam eritrosit
lebih besar dibandingkan dengan larutan dalam wadah ketika sel
ditangguhkan. Tetapi reaktivitas kimia tertentu dari zat terlarut dalam larutan
seringkali jauh lebih penting dalam memproduksi hemolisis daripada efek
osmotik. Proses ini melibatkan faktor-faktor seperti pH, kelarutan lipid,
ukuran molekul dan ion zat diukur selama dan berhubungan dengan tekanan
osmotik (Parrot, 1970).
Beberapa peneliti menguji tonisitas injeksi dengan mengamati variasi
volume sel darah merah yang dihasilkan oleh larutan ini. Metode ini
tampaknya lebih sensitif terhadap perbedaan-perbedaan kecil dalam tonisitas
yang didasarkan pada observasi efek homolitik. Banyak informasi berguna
mengenai pengaruh berbagai zat terlarut pada eritrosit telah diperoleh dengan
prosedur ini dari ringkasan beberapa data (Gennaro, 1990).
Setiap kali larutan dipisahkan dari pelarut oleh membran yang permeable
hanya untuk pelarut molekul (disebut sebagai membran semipermeabel), ada
bagian pelarut melintasi membran ke dalam larutan. Ini adalah fenomena
osmosis. Jika solusinya adalah benar-benar dibatasi oleh membran
semipermeabel dan direndam dalam pelarut, kemudian mengembangkan
perbedaan tekanan melintasi membran yang dirujuk sebagai tekanan osmotik.
Pelarut melewati membran karena ketimpangan potensi kimia dipihak
membran. Karena potensi kimia dari molekul pelarut dalam larutan kurang
dari itu dalam pelarut murni, pelarut secara spontan akan memasuki larutan

sampai ketidaksetaraan ini akan dihapus. Persamaan yang berhubungan degan


tekanan osmotik, dengan konsentrasi larutan adalah vant Hoff.
(Florence, 1989)
Ketika larutan air elektrolit yang administrasi, volume yang diperlukan
besar dan rute intravena harus digunakan menjadi diterima secara fisiologis,
solusi agar kompatibel dengan jaringan dan khususnya eritrosit. Larutan yang
kompatibel dikatakan isotonic. Istilah ini menggambarkan dua larutan yang
dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel sehingga transfer bersih
bahan dari satu sisi ke sisi yang lain dalam kesetimbangan adalah isoosmotik. Fisiologis adalah membran sel eritrosit. Sel darah bias dilakukan
dengan pengecilan sebagian isi sel pindah ke lingkungan luar, sebuah proses
yang disebut krenasi, atau menyerap air dan membengkak atau pecah atau
hemolisis (Groves, 1988).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Batang pengaduk
b. Corong kaca
c. Erlenmeyer 250 mL
d. Gelas kimia 50 mL ; 100 mL
e. Kaca arloji
f. Labu ukur 100 mL
g. pH meter
h. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Alumunium foil
b. Aquades
c. Aqua Pro Injection
d. KH2PO4
e. Larutan NaCl 0.9%
f. NaCl
g. N a2HPO4
h. Na2HPO4 anhidrat
i. Ranitidin HCL
D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan dapar
a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.
b. Dibuat larutan dapar pH 7 dan kapasitas dapar 0,01 (tiga kali
replikasi), dengan cara :
1) Dipilih asam lemah yang memiliki pKa dekat dengan pH yang
diinginkan.
2) Ditentukan perbandingan gram dan asam yang diperlukan untuk
menghasilkan pH 7.
3) Dihitung nilai konsentrasi total C = [ garam ] + [ asam ].
4) Dihitung masing-masing garam dan asam yang ditimbang. untuk
menghasilkan dapar pH 7 dan kapasitas dapar 0,01.
5) Dicampurkan asam dan garam dalam 100 mL aquades.
c. Diukur pH larutan dapar dengan menggunakan pH meter.
2. Pembuatan formula isotonis
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditimbang bahan-bahan sebagai berikut :
R/
Ranitidin HCl
27,9 mg
Na2HPO4 anhidrat
0,98 mg
K2HPO4
1,5 mg
Aqua pro injection
1 mL
c. Dihitung tonisitas sediaan.
d. Dihitung NaCl yang ditambahakan pada sediaan.
e. Dihitung osmolaritas NaCl yang digunakan.

f. Dilarutkan bahan-bahan dalam gelas kimia.


g. Diukur pH sediaan.

E. Hasil Pengamatan
1. Pembuatan larutan dapar
a. Tabel hasil pengamatan
N
o.
1
2
3

Asam lemah
Nam
B
a
erat
KH 2 P O4 0
.14 g
KH 2 P O4 0
.14 g
KH 2 P O4 0
.14 g

Garam
Na
B
ma
erat
Na2 HP O40
.09 g
Na2 HP O40
.09 g
Na2 HP O40
.09 g

b. Perhitungan
1) Kapasitas dapar
= 2.303 C

Ka [ H3 O+ ]
(Ka+ [ H3 O+ ]

0.01 = 2.303 C

6.2 10-8 10 -7
(0.62 10-7 + 10-7 )2

6.2 10 -15
0.01 = 2.303 C
-7 2
(1.62 10 )
0.01
0.01

6.2 10-15
= 2.303 C 2.62 10-14
= 2.303 C

2.366 10 -1

0.01
C = 0.54
C = 0.018
C = [ garam ] + [ asam ]
0.018 = 0.62 asam + asam
0.018 = 1.62 asam

pH
6.4
8

0
.01

6.6
8

0
.01

6.6
6

0
.01

0.018
asam = 1.62
asam = 0.01 M
-3
garam = 0.018 0.01 = 6.8 10 M

2.) Massa asam


M asam

1.1

Massa
= Mr

Massa
M = 136

1000
V
1000
100 ml

Massa
10
0.01 M = 136
1.36 = 10 Massa
1. 36
Massa = 10
Massa = 0.136 gram
3.) Massa garam
M g a ram

Massa
= Mr

Massa
-3
6.8 10 M = 142

1000
V

10 Massa
-3
6.8 10 M = 142
0.96 = 10

Massa

0.96
Massa = 10
Massa = 0.096 gram
2. Tonisitas
a. Tabel hasil pengamatan

1000
100 ml

Berat/Volum
e
27.9 mg/ml

Nama Bahan
Ranitidin
HCl
Na 2 HP O4

0.98 mg/ml

anhidrat
KH 2 P O4

1.5 mg/ml

b. Perhitungan
Liso

1.)
a)

b)

c)

Liso

Ranitidin HCl
1
1L
350.84

0.16
1L
58.45
3.4

Liso

Liso

0.0028 = 0.0093

Liso

= 3.32

Liso

Na2 HP O4

Liso

1
1L
141.98

Liso

0.007 = 0.025

Liso

= 3.5

anhidrat
0.44
1L
58.45
3.4
=

Liso

KH 2 PO 4

Liso

1
1L
136.13

Liso

0.0073 = 0.025

0.44
1L
58.45
3.4

pH
Sediaan
6.7
7.6
6.7
7.6
6.7
7.6

Liso
2) Metode

= 3.82
Liso

a) Ranitidin HCl
Tf =Liso

Berat 1000
BM V

Tf =

0.027 g 1000
3.32 350.84 1L

Tf =
b)

0.25

Na2 HP O4

anhidrat

Tf =Liso

Berat 1000
BM V

Tf =

0.00098 g 1000
3.57 141.98 1L

Tf =

0.024

KH 2 PO 4

c)

Tf =Liso

Berat 1000
BM V

Tf =

0.00158 g 1000
3.82 136.13 1L

Tf =

0.042

Tf

0.25 + 0.024 + 0.042

Tf

0.316

3) Metode Krioskopis
NaCl = 1% 0.58

NaCl = 0.9% 0.52


0.52 - 0.31 = 0.21
NaCl 1% 0.58
=
X
0.21
x = 0.362%
x = 0.0036 g
4) Metode ekivalensi NaCl
a) Ranitidin HCl
1000 mg Ranitidin
160 mg NaCl
= x
27.9 mg
x = 4.46 mg
b)

Na2 HP O4

anhidrat

1000 mg Na 2 HP O4
0.98 mg

440 mg NaCl
= x

x = 0.43 mg
c)

KH 2 PO 4
1000 mg KH2 PO 4
1.5 mg

480 mg NaCl
= x

x = 0.72 mg
x = 4.46 mg + 0.431 mg + 0.72 mg
x = 5.61 mg
-3
x = 5.61 10
g

0.9 g
NaCl 0.9% = 100 ml

x
= 1 ml

x = 0.009 g
NaCl yang ditimbang = 0.00561 g 0.009 g
= 0.18 g

5) Metode White-Vincent
a) Ranitidin HCl
V = w E 111.1
V = 0.027 g 0.16 111.1
V = 0.495 ml
b)

Na2 HP O4

anhidrat

V = w E 111.1
V = 0.00098 g 0.44 111.1
V = 0.047 ml
c)

KH 2 PO 4
V = w E 111.1
V = 0.0015 g 0.48 111.1
V = 0.079 ml
V = 0.495 ml + 0.047 ml + 0.079 ml
V = 0.62 ml
NaCl 0.9% = 1 ml 0.62 ml
NaCl 0.9% = 0.38 ml

6) Metode Sprowl
a) Ranitidin HCl
V = E 33.33 ml
V = 0.16 33.33 ml
V = 5.33 ml
5.33 ml 300 mg
=
x
27.9 mg
x = 0.495 ml
b)

Na2 HP O4

anhidrat

V = E 33.33 ml
V = 0.44 33.33 ml
V = 14.66 ml

14.66 ml 300 mg
=
x
0.98 mg
x = 0.047 ml
c)

KH 2 PO 4
V = E 33.33 ml
V = 0.48 33.33 ml
V = 15.99 ml
15.99 ml 300 mg
=
x
1.5 mg
x = 0.079 ml
V = 5.33 ml + 14.66 ml + 15.99 ml = 35.98 ml
x = 0.495 ml + 0.047 ml + 0.079 ml = 0.621 ml
NaCl 0.9% = 1 ml x
NaCl 0.9% = 1 ml 0.621 ml =0.379 ml

7) Osmolaritas
a) Ranitidin HCl
g /liter zat terlarut
M osmole/liter = BM zat terlarut
g
L
M osmole/liter =
350.84

1000 jumlah ion

27.9

1000 2

M osmole/liter = 159.046 osmole/liter


b)

Na2 HP O4

anhidrat

g /liter zat terlarut


M osmole/liter = BM zat terlarut
g
L
M osmole/liter =
141.98

1000 jumlah ion

0.98

1000 4

M osmole/liter = 27.609 osmole/liter

c)

KH 2 PO 4
g /liter zat terlarut
M osmole/liter = BM zat terlarut
g
L
M osmole/liter =
136.13

1000 jumlah ion

1.5

1000 4

M osmole/liter = 44.075 osmole/liter


M osmole/liter =159.046 + 27.609 + 44.075
M osmole/liter = 230.73 osmole/litern (Hipotonis)
g /liter zat terlarut
M osmole/liter = BM zat terlarut
3.39
M osmole/liter =

g
L

58.45

1000 jumlah ion

1000 2

M osmole/liter = 116 osmole/liter


Dibutuhkan 154 osmole/liter untuk isotonis
g
L
154 osmole/liter =
58.45
x

1000 2

9001.3 = 2000 x
x = 4.5 g/L = 4.5 mg/ml
Jumlah NaCl = 4.5 mg + 3.39 mg = 7.9 mg
g /liter zat terlarut
M osmole/liter = BM zat terlarut
g
L
M osmole/liter =
58.45

1000 jumlah ion

7.9

1000 2

M osmole/liter = 270.31 osmole/liter (isotonis)

F. Pembahasan
Percobaan ini membahas tentang kapasitas dapar dan larutan isotonis,
dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan larutan
dapar, mengetahui dan memahami cara menentukan kapasitas dapar, tonisitas,
dan osmolaritas pada suatu sediaan farmasi.
Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyaa yang dapat
meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau basa.
Kombinasi asam lemah dengan basa konjugasinya yaitu garamnya atau basa
lemah dengan asam konjugasinya bertindak sebagai dapar. Faktor-faktor yang
mempengaruhipH larutan dapar yaitu penambahan garam-garam netral ke
dalam larutan dapar dapat mengubah pH larutan dengan berubahnya kekuatan
ion. Perubahan kekuatan ion dan pH dapar dapat pula disebabkan oleh
pengenceran.
Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan
penambahan sedikit asam atau sedikit basa. Pengaruh kapasits dapar dan pH
pada iritasi jaringan yaitu larutan yang dipakai untuk jaringan atau yang
dipakai secara parenteral dapat menyebabkan iritasi bila pH larutan itu
berbeda jauh dari pH tubuh yang bersangkutan. Untuk itu kapasitas dapar dari
cairan tubuh harus dipertimbangkan. Iritasi jaringan akan minimal jika cairan
yang dimasukkan ke dalam tubuh memiliki kapasitas yang lebih rendah dari
kapasitas dapar tubuh, maka iritasi yang terjadi akan minimal, karena tubuh
bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan cairan yang
dimasukkan tersebut. Sebaliknya jika cairan yang dimasukkan ke dalam
tubuh memiliki kapasitas yang lebih tinggi dari kapasitas dapar tubuh, maka
iritasi yang terjadi akan lebih besar, karena tubuh kesulitan untuk
menyesuaikan diri dengan cairan yang dimasukkan tersebut. Yang kedua yaitu
jika volume dengan jumlah atau konsentrasi tertentu makin kecil dimana
makin sedikit jumlah cairan yang dimasukkan maka iritasi jaringan juga
makin kecil. Jika cairan yang dimasukkan makin banyak, tentu saja iritasi
jaringan nya juga semakin besar. Yang ketiga yaitu volume dan kapasitas

dapar fisiologis makin besar. Kita bisa meminimalkan iritasi jaringan jika
cairan fisiologis dalam tubuh kita yang ditambah atau cairan yang
dimasukkan dalam tubuh kita diperkecil. Untuk itu perlu pertimbangan
seorang farmasis mengenai hal tersebut dalam pembuatan sediaan, agar
keseimbangan pH larutan tidak jauh berbeda dengan pH cairan tubuh,
sehingga iritasi dapat seminimal mungkin terjadi.
Manfaat dapar dalam bidang farmasi yaitu dapat meningkatkan stabilitas
obat dimana pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, untuk
mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaannya (untuk sediaan
parenteral), dapat membantu dalam menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, serta dapat meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
Larutan-larutan sediaan farmasi yang diperuntukkan bagi membran tubuh
yang halus harus mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan
tubuh. Larutan yang isotonis tidak akan menyebabkan suatu jaringan
membengkak atau berkontraksi bila mereka berkontak dan juga tidak
menyebabkan rasa tidak enak bila diteteskan ke mata, saluran hidung, darah
atau jaringan tubuh lainnya. Salah satu contoh sediaan farmasi yang isotonis
adalah larutan natrium klorida isotonis.
Osmolaritas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut perliter
larutan, diukur dalam miliosmol. Osmolaritas ditentukan oleh jumlah partikel
terlarut per kilogram air, dengan demikian osmolaritas menciptakan tekanan
osmotik sehingga mempengaruhi pergerakan cairan. Osmolalitas adalah
rasio antara jumlah solut dan air. Kalau jumlah solut bertambah, osmolalitas
juga naik, begitupun sebaliknya. Perbedaan osmolalitas dan osmolaritas yakni
pada satuannya. Osmolalitas adalah jumlah solut dalam 1 kg air,
sedangkan Osmolaritas adalah jumlah solut dalam 1 liter larutan.
Tonisitas adalah kemampuan suatu larutan dalam memvariasikan ukuran
dan bentuk sel dengan mengubah jumlah air dalam sel tersebut. Tonisitas
merupakan osmolaritas yang menyebabkan pergerakan air dari kompartemen

ke kompartemen yang lain. Tonisitas adalah perbandingan jumlah solut


impermeabel dan air. Dengan adanya perbedaan ini, air berpindah dari
kompartemen dengan tonisitas rendah ke tonisitas tinggi. Solut impermeabel
adalah solute yang tidak bebas melintas membran sel, efektif mempengaruhi
tekanan osmotik dan dapat menyebabkan perpindahan air. Contoh: natrium,
glukosa, mannitol, sorbitol. Solut permeable adalah solute yang bebas
melintas seluruh membran sel, tidak efektif mempengaruhi tekanan osmotik,
dan tidak menyebabkan perpindahan air. Contoh solut permeabel adalah urea.
Jika ada larutan obat ditambah ke sel darah merah, maka bisa terjadi tiga
kemungkinan. Sel darah merah akan menjadi hipotonis, isotonis, atau
hipertonis. Ketiga peristiwa tersebut terjadi pada prinsipnya karena adanya
perbedaan di dalam sel darah merah dan diluar sel darah merah. Larutan
isotonis adalah larutan yang memiliki tonisitas yang sama dengan tubuh. Pada
larutan isotonis tidak mengalami perubahan pada sel (cairan sitoplasma
seimbang dengan kondisi lingkungannya) . Kondisi ini merupakan kondisi
yang paling ideal. Larutan hipotonis adalah keadaan dimana sel memiliki
kerapatan air rendah (sitoplasma pekat), jika berada pada kondisi ini akan
kemasukan air hingga tekanan osmosis tinggi. Halini akan memecahkan sel
tersebut. Hancurnya sel karena rusaknya membrane plasma disebut lisis.
Hipertonis adalah keadaan dimana sel memiliki kerapatan air tinggi
(sitoplasma encer), jika berada pada kondisi ini akan mengeluarkan air hingga
tekanan osmosis rendah, maka sel akan mengalami osmosis ke luar. Sehingga
akan menyebabkan sel keriput karena kekurangan air (krenasi).
Tujuan mengapa suatu larutan perlu isotonis yaitu untuk mengurangi
kerusakan jaringan dan iritasi, untuk mengurangi hemolisis sel darah, untuk
mencegah ketidakseimbangan elektrolit, serta untuk mengurangi sakit pada
daerah injeksi.
Metode pengukuran tonisitas dibagi dalam dua golongan yaitu golongan I
dan golongan II. Pada metode golongan I ditambahkan natrium klorida atau

zat lain agar tercapai titik beku larutan sebesar -0,52 dan larutan menjadi
isotonis dengan cairan tubuh. Golongan I terdiri dari metode krioskopik dan
metode ekuivalen natrium klorida. Metode krioskopik berdasarkan pada
penurunan titik beku sejumlah obat, sedangkan metode ekuivalen natrium
klorida berdasarkan pada ekuivalen tonisitas dari larutan obat yaitu
banyaknya natrium klorida yang ekuivalen atau mempunyai pengaruh
osmotik yang sama dengan 1 gram obat tersebut. Pada metode golongan II,
sejumlah air ditambahkan ke larutan obat agar larutan tersebut isotonis.
Setelah mencapai volume akhir, dapat ditambahkan larutan pengencer
isotonis atau larutan pengencer dapar isotonis. Golongan II terdiri dari metode
White-Vincent dan metode Sprowls.
Hubungan antara osmolaritas dan tonisitas yaitu jika osmolaritas berkisar
antara 0-249 Osmol/L maka tonisitasnya bersifat hipotonis. Jika
osmolaritasnya berkisar antara 250-269 Osmol/L maka tonisitasnya bersifat
sedikit hipotonis. Jika osmolaritasnya berkisar antara 270-328 Osmol/L maka
tonisitasnya bersifat isotonis. Jika osmolaritasnya berkisar antara 329-350
Osmol/L maka tonisitasnya bersifat sedikit hipertonis. Jika osmolaritasnya
lebih besar dari 350 Osmol/L maka tonisitasnya bersifat hipertonis.
Percobaan pertama yaitu pembuatan larutan dapar dengan pH 7 dan
kapasitas dapar 0,01 dengan tiga replikasi. Cara pembuatannya yaitu dipilih
asam lemah yang memiliki pKa dekat dengan pH yang diinginkan. Kemudian
ditentukan perbandingan asam dan garam yang diperlukan untuk
menghasilkan pH sama dengan 7, selanjutnya dihitung masing-masing garam
dan asam yang ditimbang untuk menghasilkan dapar pH 7 dan kapasitas
dapar 0,01, dicampurkan asam dan garam dalam 100 mL aquades dan diukur
pH larutan dapar dengan menggunakan pH meter. Prinsipnya pengukuran
suatu pH dengan menggunakan pH meter adalah didasarkan pada potensial
elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda
gelas (membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat
diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis

dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya
relative kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial
elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hydrogen.
Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan suatu elektroda pembanding.
Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur
tegangan. Tujuan pembuatan tiga replikasi adalah untuk meminimalisir
kesalahan sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih akurat. Dapar yang
digunakan adalah dapar fosfat karena dapar fosfat memiliki pKa yang
mendekati pH sama dengan 7, dimana pKa buffer fosfat adalah 7,21. Dapar
fosfat terdiri dari asam lemah yaitu KH2PO4 dan garamnya yaitu Na2HPO4.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh pH larutan pada replikasi 1 yaitu 6,48,
pH larutan pada replikasi 2 yaitu 6,68, dan pH larutan pada replikasi 3 yaitu
6,66. Dari hasil tersebut pH yang dihasilkan kurang sesuai, dimana
seharusnya pH yang dihasilkan adalah 7. Hal ini kemungkinan dapat
disebabkan karena aquades yang digunakan mengandung CO2 sehingga dapat
membentuk H2CO3, dimana H2CO3 bersifat asam. Selain itu CO2 yang
dihasilkan juga dapat berasal dari udara yang dikeluarkan dari sistem
respirasi.
Percobaan kedua yaitu pembuatan larutan isotonis, caranya yaitu
ditimbang semua bahan yang akan digunakan. Dihitung tonisitas dari sediaan,
dihitung NaCl yang ditambahkan pada sediaan, dan dihitung osmolaritas
NaCl yang digunakan. Kemudian dilarutkan bahan-bahan dalam gelas kimia
dan diukur pH sediaan. Berdasarkan hasil perhitungan tonisitas metode
krioskopik dibutuhkan penambahan NaCl sebesar 0,0036 g, pada metode
ekuivalensi NaCl dibutuhkan penambahan NaCl sebesar 0,00339 g, pada
metode White-Vincent dibutuhkan penambahan NaCl 0,9% sebesar 0,38 mL,
pada metode Sprowls dibutuhkan penambahan NaCl sebesar 0,379 mL. Dan
berdasarkan hasil perhitungan osmolaritasnnya diperoleh osmolaritas
ranitidine HCl sebesar 159,04 Osmol/L, osmolaritas Na2HPO4 sebesar 27,60
Osmol/L, dan osmolaritas KH2PO4 sebesar 44,07 Osmol/L. Dari hasil tersebut

diperoleh nilai osmolaritas total sebesar 230.71 Osmol/L, dimana nilai


tersebut masuk dalam rentang tonisitas yang hipotonis. Untuk mencapai
tonisitas yang isotonis dengan cairan tubuh dibutuhkan nilai osmolaritas
sebesar 40 Osmol/L. Dimana berdasarkan metode ekivalensi NaCl
dibutuhkan penambahan NaCl sebesar 7,9 g/L untuk memperoleh cairan yang
isotonis. Selanjutnya dilakukan pengukuran pH terhadap sediaan, dimana pH
untuk sediaan ranitidine adalah 6,7- 7,6.

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Nilai osmolaritas total dari sediaan ranitidin sebesar 230,71 Osmol/L.
2. Berdasarkan metode ekivalensi NaCl dibutuhkan penambahan NaCl
sebesar 7,9 g/L untuk memperoleh cairan yang isotonis pada sediaan
ranitidin.
3. pH sediaan ranitidin adalah 6,7- 7,6.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.
Florence, A. T. dan D. Attwood. 1998. Physicochemical Principle Of Pharmacy
Part III. London.
Gennaro, A. R., et all. 1990. Remingtons Pharmaceutical Sciensces: Edisi 18th.
Marck Publishing Company: Easton, Pensylvania.
Groves, Michael J. 1988. Parental a Technology Manual Part II. USA.
Martin, Alfred, dkk. 1993. Farmasi Fisika: Dasar-dasar Farmasi Fisika dalam
Ilmu Farmasetika Edisi III. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Mirawati. 2014. Penuntun Farmasi Fisika 1. Universitas Muslim Indonesia Press:
Makassar.
Olson, Wayne P. 1995. Separation Technology. Interpharm Press Inc: USA.
Parrot, Eugene L, Ph.D. 1970. Pharmaceutical Technology. Lowa City.

LAPORAN PRAKTIKUM
FARFIS II
KAPASITAS DAPAR DAN LARUTAN ISOTONIS

DISUSUN OLEH :
ANASDA AMAL FATHULLAH (1413015013)
ANA NUR YASIN ANWAR (1413015025)
NILA AYUANJI (1413015003)
LANDY HARTINA (1413015015)
MARWAH ULFAH SYURGANA (1413015027)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016

Você também pode gostar