Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
pada yang lain, sehingga tidak jarang mereka membentuk konsep diri yang negatif
6. Jika kebutuhan anak berbakat dipertimbangkan, dan dirancang program untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan mereka sejak awal, maka mereka menunjukkan
peningkatan yang nyata dalam prestasi, sehingga tumbuh rasa kompetensi dan
rasa harga diri
7. Mereka yang berbakat jika diberi kesempatan dan pelayanan pendidikan yang
sesuai akan dapat memberi sumbangan yang bermakna kepada masyarakat dalam
semua bidang usaha manusia. Manusia membutuhkan orang-orang yang
berkemampuan luar biasa ini untuk menghadapi tuntutan masa depan secara
inovatif.
8. Dari sejarah tokoh-tokoh yang unggul dalam bidang tertentu ternyata memang
ada diantara mereka yang semasa kecil atau sewaktu di bangku sekolah tidak
dikenal sebagai seorang yang menonjol dalam prestasi sekolah, namun mereka
berhasil dalam hidup.
Sumber:
Buescher, Thomas M. & Higham, Sharon. (1990). Helping Adolescents Adjust to
Giftedness. ERIC Digest #E489. ERIC Clearinghouse on Handicapped and Gifted
Children. Internet: http://ericec.org/ericec.htm
Buescher, T. M. (1985). A framework for understanding the social and emotional
development of gifted and talented adolescents. ROEPER REVIEW, 8(1), 10-15.
Utami Munandar. S.C., 1982, Pemanduan Anak Berbakat, Jakarta : Penerbit
Rajawali
2. Masalah anak berbakat lebih rawan dari pada anak biasa. Anak-anak dengan
bakat luar biasa ternyata besar kemungkinannya untuk gagal maupun sukses pada
masa dewasa. Kebanyakan dari mereka tidak sukses pada masa dewasa karena
perlakuan yang mereka alami dan dalam beberapa kasus direngut dari masa kanakkanak. Dalam beberapa kejadian, orang tua menekan anaknya begitu keras atau
malah dipisahkan dari kelompok sebayanya, sehingga akhirnya hanya mempunyai
sedikit teman .karna anak berbakat lebih rawan dari pada anak biasa, anak
berbakat harus lbi di berikan perhatian khusus.
a). lima isu khusus dalam konseling anak berbakat:
Berdasarkan karakteristik ABA ada sejumlah isu pokok yang terkait dengan
kehidupan anak berbakat. Whitesell (1990), menegaskan bahwa ada 5 isu utama
dalam layanan konseling bagi anak berbakat:
1. Pemikir yang divergen: Anak berbakat cenderung jujur tentang kompleksitas isu,
menekankan pada keinginan yang kuat untuk memahami, memperoleh bantuan
membangun perasaan diri yang lebih kuat, memperoleh bantuan untuk belajar
mendengar terhadap suatu keadaan yang terfokus, dan membutuhkan dorongan
untuk membuat hubungan yang positif.
2. Excitability: Anak berbakat akademik membutuhkan kemampuan selfregulation
dan self control, memelihara tingkat dorongan berbuat yang nyaman, menemukan
kepuasan terhadap upaya-upaya yang kreatif dan yang bernuansa intelektual.
3. Sensitivity: Anak berbakat akademik memiliki kebutuhan untuk tahu, berkenaan
dengan: orang yang tidak bertanggung jawab akan sesuatu, mengapa seseorang itu
memberikan sesuatu kepadanya, saat ketika pemberiannya tidak dapat diterima,
bagaimana menerima suatu hadiah dari orang lain, menentukan hambatan akan
perasaan, dan bagaimana menentukan jarak dirinya dengan orang lain secara fisik
atau mental.
4. Perseptiveness: Anak berbakat akademik belajar kapan/bagaimana mempercayai
persepsinya sendiri, bagaimana menjadi dapat dipercaya, belajar menghadapi
perbedaan pendapat, belajar menghargai perasaan orang lain, dan mencoba untuk
menjadi pengamat orang lain atau bermain peran.
5. Entelechy: Anak berbakat akademik secara positif menunjukkan komitmen secara
intens kepada orang-orang lain dan ide-ideanya, simpatik, empatik, dan terlibat
dalam penyebab-penyebab yang bersifat lokal atau global. Sebaliknya yang bersifat
negatif, Anak Berbakat Akademik cenderung menunjukkan gangguan personal dan
frustasi, terlalu banyak menghadapi tanggung jawab, dan merasa bertanggung
jawab terhadap sesuatu, dan rasa dosa.
Selain daripada itu Colangelo (dalam Calangelo and Davis, 1991), juga
mengemukakan sejumlah isu penting dalam konseling, yaitu self-concept,
counseling with parents, and underachievement.
1. self-concept merupakan salah satu area yang berarti dalam riset konseling bagi
anak berbakat. Self-concept dipandang sebagai suatu struktur kognitif yang kuat
yang mampu memediasi interpretasi dan respon terhadap kejadian dan perilaku
yang diarahkan kepada indvidu. Dengan kata lain bahwa self concept mencakup
persepsi diri dan evaluasi diri. Bagi ABA, yang penting adalah academic and social
self-concept.
2. counseling with parents sangat diperlukan karena tidak semua orangtua memiliki
informasi yang cukup tentang perkembangan kebutuhan pengembangan ABA.
Untuk membantu ABA berkembang optimal, sangatlah diperlukan dukungan dari
orangtua, baik berkenanaan dengan pemenuhan keubutuhan emosional, stimulasi
intelektual, maupun pengalaman edukasional.
3. underachievement merupakan salah satu isu konseling yang sangat penting
mendapat perhatian, karena mengabaikan anak underachievement berdampak
kurang positif dan merugikan sekali terhadap ABA. Untuk mengahadapi ABA yang
underachievement sangat diperlukan pendekatan terhadap guru dan orangtua.
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan suatu
usaha rasional dalam mengatur persoalan persoalan yang timbul dari peserta
didik karena itu adanya manajemen peserta didik hal yang sangat penting
diperhatikan.Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi
pokok bahasan sebelum diberikan mereka memiliki kemampuan untuk belajar
keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju.
2. Modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman
yang diperoleh peserta didik disekolah, dirumah, dan di dalam masyarakat dan
yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum
bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya. Maka saat
ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk
memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang mempunyai bakat yang tinggi.
3. Guru dapat menyiapkan materi yang lebih kompleks.
4. Menyiapkan bahan ajar yang berbeda.
5. Mencari penempatan alternative bagi siswa sehingga peserta didik dapat belajar
menurut kecepatannya.
Sumber :
Conny Semiawan, Pengembangan Pogram Anak Berbakat, tidak diterbitkan
BPPN, Perhatian Khusus Terhadap Peserta Didik Berbakat, Depdiknas, Position
Paper, 1992
Undang-undang system pendidikan nasional tahun.2003. Jakarta: depdikbut.
4. Tiga model pedidikan anak berbakat di Negara lain dan kemungkinan
pelaksanaannya di Indonesia
Di Amerika Serikat, layanan pendidikan khusus bagi anak-anak berbakat diberikan
melalui "gifted education program". Prosedur untuk memasukkan anak ke program
pendidikan anak berbakat ini pada umumnya mengikuti empat langkah dasar:
(1) rujukan (referral),
(2)asesmen,
(3) seleksi, dan
(4) penempatan.
Rujukan didasarkan atas pertimbangan guru, nominasi orang tua, nilai raport, skor
tes kelompok, atau gabungan hal-hal tersebut. Asesmen mencakup penetapan
tingkat kemampuan anak yang dirujuk berdasarkan serangkaian tes, yang pada
umumnya mencakup pengukuran inteligensi, tes prestasi, atau tes pemecahan
masalah. Seleksi dilakukan hanya setelah anak diasesmen dan dinyatakan
berpotensi memiliki keberbakatan dan tingkat kemampuannya sudah ditetapkan.
Keputusan penempatan didasarkan atas informasi tersebut, kebutuhan anak, serta
pilihan program yang tersedia. (Florey & Tafoya, 1988). Program khusus untuk
pendidikan anak berbakat ini dibuat karena anak-anak berbakat mempunyai
kebutuhan pendidikan khusus. Anak-anak ini telah menguasai banyak konsep ketika
mereka ditempatkan di satu kelas tertentu, sehingga sebagian besar waktu sekolah
mereka akan terbuang percuma. Mereka mempunyai kebutuhan yang sama dengan
siswa-siswa lainnya, yaitu kesempatan yang konsisten untuk belajar bahan baru dan
untuk mengembangkan perilaku yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan
dan perjuangan dalam belajar sesuatu yang baru. Akan sangat sulit bagi anak-anak
berbakat ini memenuhi kebutuhan tersebut bila mereka ditempatkan dalam kelas
yang heterogen. (Winebrenner & Devlin, 1996). Terdapat tiga model layanan
pendidikan bagi anak-anak berbakat, yaitu (1) model inklusi (inclusion model), dan
(2) cluster grouping model (model pengelompokan terbatas).
1. Model Inklusi
Dalam model layanan ini, anak-anak berbakat ditempatkan sekelas (inklusif)
dengan anak-anak lain, termasuk anak-anak penyandang kebutuhan pendidikan
khusus lainnya seperti anak berkesulitan belajar (learning disabled) dan anak cacat.
Guru yang telah memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keberbakatan
memberikan perhatian khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan
pendidikan khususnya terpenuhi. Layanan khusus itu terutama berupa pemberian
materi pengayaan. Dalam model ini, anak berbakat sering difungsikan sebagai tutor
bagi anak-anak lain. (Winebrenner & Devlin, 1996).
2. Tracking System
Dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya,
dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu kelas yang sama. Jadi, anak-anak
berbakat akan berada dalam kelas khusus siswa berbakat sepanjang masa
sekolahnya. (Winebrenner & Devlin, 1996).
3. Model Cluster Grouping
Dalam model ini, anak-anak berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama di satu
sekolah (biasanya mereka yang termasuk 5% dari siswa berprestasi tertinggi dalam
populasi tingkatan kelasnya), dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut
terdiri dari 5 sampai 8 siswa berbakat, dibimbing oleh seorang guru yang telah
memperoleh pelatihan dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa. Jika
terdapat lebih dari 8 anak berbakat, maka mereka dikelompokkan ke dalam dua
atau tiga cluster group. Pada umumnya, satu cluster group itu belajar bersamasama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat kemampuan, tetapi dalam
bidang keluarbiasaannya (misalnya matematika), mereka belajar secara terpisah.
(Winebrenner & Devlin, 1996). Model cluster grouping ini mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan apabila anak-anak berbakat itu didistribusikan
secara merata di semua kelas. Pertama, anak berbakat itu memperoleh perhatian
khusus untuk pengembangan bidang-bidang kemampuan luar biasanya, dan
sekaligus juga tetap memperoleh keuntungan dari belajar bersama dengan anakanak dari berbagai tingkatan kemampuan lainnya. (Hoover, Sayler, & Feldhusen,
1993; Kulik & Kulik, 1990; Rogers, 1993). Kedua, Pengaturan waktu untuk
mempersiapkan bahan-bahan khusus untuk anak berbakat akan lebih efisien bila
anak-anak itu berada dalam satu kelompok. Ketiga, Siswa-siswa berbakat akan
dapat lebih memahami dan menerima kenyataan bahwa mereka mempunyai
"kelainan" dalam belajarnya jika di dalam kelasnya ada anak lain yang seperti
mereka. (Winebrenner & Devlin, 1996).
Ketiga model pendidikan anak berbakat tersebut berkemungkinan untuk bisa di
laksanakan di Indonesia. Alangkah baiknya model tersebut di fokuskan satu persatu