Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Hernia inguinalis lateralis disebut lateralis karena menonjol dari perut
Analgesia Spinal
1. Infiltrasi lokal
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi,
luka atau insisi.
2. Blok lapangan (field blok).
Infiltrasi sekitar lapangan operasi (untuk extirpasi tumor kecil dsb).
3. Blok saraf (nerve blok)
Penyuntikan obat analgetika lokal langsung
saraf.
4. Analgesia permukaan (topikal)
Obat analgetika lokal dioles atau disemprot diatas selaput mukosa seperti
hidung, mata, faring, dsb.
5. Analgesia regional intravena
Penyuntikan larutan analgetik lokal intra vena. Extremitas dieksanguinasi
dan diisolasi bagian proksimalnya dengan turniket pneumatik dari sirkulasi
sistemik. (2)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Analgesia Spinal
2.1
ANATOMI RUANG SUBARAKNOID
1. Tulang pungung (kolumna vertebralis)
terdiri dari : - 7 vertebra servikalis
- 12 vertebra torakalis
- 5 vertebra lumbalis
- 5 vertebra sakral menyatu pada dewasa
- 4-5 vertebra koksigeal menyatu pada dewasa.
Prosesua spinosus C2 teraba langsung dibawah oksipital. Prosesus spinosus C7
menonjol dan disebut sebagai vertebra prominens. (2,3)
Analgesia Spinal
Analgesia Spinal
Analgesia Spinal
Cairan ini jernih dan tak berwarna mengisi ruang subaraknoid dengan jumlah
total 100-150 ml, sedangkan yang di punggung sekitar 25-45 ml. (2)
6. Ketinggian segmental anatomik
C3-C4
: Klavikula
T2
T4-T5
T7-T9
: Arkus subkostalis
T10
: Umbilikus
L1
: Daerah inguinal
S1-S4
: Perineum
T7-T8
: Epigastrik
T9-T12
: Abdominal
L1-L2
: Kremaster
L2-L4
S1-S2
S4-S5
8. Pembedahan
Ketinggian kulit
Tungkai bawah
T12
Panggul
T10
Uterus-vagina
T10
Buli-buli prostate
T10
Testis ovarium
T8
Intraabdomen bawah
T6
Intraabdomen lain
T4
Analgesia Spinal
2.2.1
Anamnesis
Analgesia Spinal
-
Pemakaian
obat
tertentu
seperti
anti
diabetik,
anti
koagulan,
2.2.2
Pemeriksaan fisik
Breath
Blood
Brain
Bladder
Bowel
Bone 4
2.3
DEFINISI
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural) ialah pemberian obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara
menyuntikan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Teknik ini sederhana,
cukup efektif dan mudah dikerjakan. (2,3)
KKS Bagian Anestesi RSU. Dr. Pirngadi Medan
Analgesia Spinal
2.4
INDIKASI
1. Bedah ekstremitas bawah
Anestesi spinal memperbaiki aliran darah distal pada pasien yang akan
dilakukan bedah rekontruksi arteri.
2. Bedah panggul
Fiksasi internal pada fraktur pinggul disertai dengan kehilangan
sedikit
darah saat menggunakan blok saraf pusat. Jumlah dari kejadian trombosis
vena dalam kejadiannya menurun pada pasien dengan penggantian total
pinggul dan lutut, saat anestesi spinal ini digunakan.
3. Tindakan sekitar rektum-perineum
Anestesi jenis ini bisa digunakan pada operasi hemoroid, fistula ani dan
operasi lanilla disekitar rektum-perineum.
4. Bedah obstetri-ginekologi
Anestesi spinal diindikasikan untuk pasien obstetri dengan kesulitan atau
resiko tinggi, misalnya sungsang, kehamilan kembar, pre-eklamsia dan
persalinan lama. Lebih lanjut, seksio caesaria dilakukan dengan blok saraf
sentral berhubungan dengan kematian ibu yang rendah dibandingkan dengan
pemakaian anestesi umum.
5. Bedah urologi
Anestesi spinal diindikasikan untuk pasien bedah urologi seperti batu ginjal,
batu kandung kencing, batu saluran kemih dan operasi prostat.
6. Bedah abdomen bawah
Analgesia Spinal
Anestesi ini biasa digunakan pada operasi apendiksitis dll.
7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan.(2,3,5)
2.5
2.5.1
KONTRA INDIKASI
ABSOLUT
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
Memasukan jarum pada ruang epidural bisa menyebabkan infeksi , sehingga
bakteri yang masuk bisa menyebabkan meningitis atu abses epidural.
3. Hipovolemia berat, syok
Pada keadaan syok bila diberikan anestesi ini, akan memperberat keadaan
syoknya karena terjadi pemblokan saraf sipmatis, hal ini akan menyebabkan
kegagalan sirkulasi (syok sirkulasi).
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
Pada waktu memasukan jarum pada ke ruang subaraknoid dapat
menyebabkan trauma perdarahan dalam ruang subaraknoid , selain itu dapat
terjadi kelainan seperti hematoma besar karena penekanan area spinal.
5. Tekanan intrakranial yang meninggi
Kejadian
peningkatan
tekanan
intrakranial
bisa
terjadi,
sehingga
10
Analgesia Spinal
7. Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesia.
Tidak adanya consultan anestesia merupakan contra indikasi absolut karena
bila terjadi keadaan yang membahayakan pasien, tidak ada yang menangani
2.5.2
keadaan tersebut.(2,5)
RELATIF
2.6
anestesia umum. Daerah sekitar tempt tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan
hal-hal dibawah ini :
1. Informed consent (izan dari pasien)
Kita tidak boleh memaksa pasien menyetujui anestesia spinal tanpa adanya
izan dari pasien ataupun keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lainlain
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
11
Analgesia Spinal
Hemoglobin, hematokrit, PT (prothombine time) dan PTT (partial
thromboplastine time)
2.7
(2)
Jarum Spinal
12
Analgesia Spinal
Jarum Spinal
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi pasien berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.2
13
Analgesia Spinal
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.2
14
Analgesia Spinal
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua crista iliaca dengan tulang
punggung ialah L4 atau L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau
L4-5. Tusukan pada L1-2 atau diatasnya beresiko traum terhadap medula
spinalis.2
4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3
ml.2
5. Cara tusukan median atau paramedian.
15
Analgesia Spinal
Untuk jarum spinal besar 25 G dapat langsung digunakan. Sedangk untuk
yang lebih kecil 27 G dan 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum
(intoducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukan introduser sedalam
kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukan jarum spinal
berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajr dengan serat duramater,
yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindarkan kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukan pelan-pelan
(0,5 ml/ detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan
likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likour keluar. Untuk analgesia
spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.2
Langkah 1
Langkah 2
16
Analgesia Spinal
Langkah 3
Langkah 4
Gambar 11. Cara penusukan analgesia spinal (8,9)
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6
cm.2
2.9
anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anestetik
lokal dengan berat jenis lebih besar daripada CSS disebut hiperbarik. Anestetik
lokal dengan berat jenis lebih kecil daripada CSS disebut hipobarik.2
Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anestetik lokal dengn dektrosa. Untuk jenis hipobarik biasanya
digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. (2,3,5)
Anestetik local
Berat jenis
Lidokain (Xylobain, lignokain)
Sifat
Dosis
2 % plain
1.006
Isobarik
5 % dalam Dextrosa
1.003
Hiperbarik
1.005
Isobarik
7,5%
Bupivakain (markain)
17
Analgesia Spinal
-
1.027
Hiperbarik
8,25%
Tabel 1. Jenis anestetik lokal yang paling sering digunakan. (2)
Bupivacain
Dosis dan penggunaan
Bentuk sediaan : 0,25%, 0,5%, 0,75%
Anestesi lokal
Max : 2 mg/kgBB atau n175 mg/dosis, 400 mg/24h : info : untuk blok saraf perifer
dan simpatik.(10)
Bupivacain merupakan obat anestesi lokal kelompok amida, derivat butil dari
mupivakain yang kurang lebih 3 kali lebih kuat dari asalnya. Obat ini termasuk
golongan obat anestesi long acting. Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain.
Toksisitas setara dengan tetrakain.(10)
Indikasi dan penggunaan untuk bupivacain
Diindikasikan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, blok saraf, epidural dan
intratekal anestesi. Bupivacain dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk
memperpanjang durasi efek obat misalnya: epineprin, glukosa dan fentanyl untuk
anestesi epidural.(10)
Kontraindikasi bupivacain
Pada pasien dengan alergi terhadap obat golongan amino-amida dan anestesi
regional IV karena potensi resiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorbsi
sistemik dari obat tersebut. Hati-hati terhadap pasien dengan gangguan hati, jantung,
ginjal, hipivolemik, hipotensi dan pasien usia lanjut.(10)
Mula kerja obat
Anestesi lokal seperti bupivacain memblok generasi dan konduksi impuls saraf,
mungkin dengan meningkatkan ambang eksitasi untuk listrik pada saraf dengan
memperlambat penyebaran impuls saraf dan dengan mengurangi laju kenaikan dari
potensi aksi. Bupivacain mengikat bagian saluran intraseluler natrium dan memblok
masuknya natrium kedalam sel saraf sehingga mencegah depolarisasi.(10)
Lama kerja obat
18
Analgesia Spinal
6-8 jam durasi tindakan dipengaruhi oleh konsentrasi volume suntikan bupivacaine
yang digunakan.(10)
Farmakodinamik
Bupivacain adalah agen anestesi lokal yang sering digunakan, sering digunakan
untuk injeksi spinal pada tulang belakang untuk anestesi total bagian pinggul
belakang. Bupivacain bekerja dengan cara berikatan secara intraseluler dengan
natrium dan memblok influk natrium ke dalam inti sel sehingga mencegah terjadi
depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai
serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacain dapat
berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut
saraf pengantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran
serabut saraf lebih tebal. Pada pemberian dosis yang berlebihan dapat menyebabkan
toxik pada jantung dan sistem saraf pusat. Pada jantung dapat menekan konduksi
jantung dan rangsangan yang dapat memblok atrioventrikular, aritmia ventrikel dan
henti jantung dan dapat menyebabkan kematian.(10)
Efek samping
Kecemasan, gelisah
Penglihatan kabur
Kesulitan bernafas
Pusing, mengantuk
Mual, muntah
Kejang (konfulsi)
Ruam kulit, gatal-gatal
Palpitasi atau detak jantung tidak teratur
Tremor (10)
2.10
1. Volume obat analgetik lokal : makin besar makin tinggi daerah analgesinya.
2. Konsentrasi obat : makin pekat makin tinggi batas daerah analgetiknya.
3. Barbotase : penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.
KKS Bagian Anestesi RSU. Dr. Pirngadi Medan
19
Analgesia Spinal
4. Kecepatan : penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesi yang
tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan 3 detik untuk 1 ml larutan.
5. Manuver valsava : mengedan meninggikan tekanan likuor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
6. Tempat fungsi : pengaruhnya besar, pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
terkumpul ke kaudal (saddle block), fungsi L2-3 atau L3-4 obat lebih mudah
menyebar ke kranial.
7. Berat jenis larutan : hiper, iso-atau-hipobrik.
8. Tekanan abdominal yang meninggi : dengan dosis yang sama didapat batasan
analgesia yang lebih tinggi.
9. Tinggi pasien : makin tinggi panjang kolumna vertebralis, makin besar dosis
yang diperlukan. (berat badan tidak berpengaruh untuk dosis obat).
10. Waktu : setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik
sudah menetap (tidak berubah) sehingga batas analgesia tidak dapat diubah
lagi dengan mengubah posisi pasien.(2)
2.11
dan
20
Analgesia Spinal
serebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi tidak diatasi
sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya menyebabkan terjadi iskemik
miokardiac yang mencetuskan aritmia jantung dan akhirnya menyebabkan henti
jantung. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan kembali
kekeadaan normal seperti sebelum operasi. Namun tidak pada sequel permanen
yang disebabkan oleh komplikasi ini jika tidak diatasi dengan pengobatan yang
cepat dan tepat.11
2. Gangguan pada sistem sirkulasi
Hipotensi
Terjadi karena vasodilatasi akibat blok saraf simpatis, makin tinggi blok
makin berat hipotensinya.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan kristaloid
(NaCl, Ringer Laktat dsb) secara cepat sebanyak 10-15 ml/kg BB dalam 10
menit segera setelah penyuntikan analgesia spinal. Bila dengan cairan infus
cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopresor seperti
efedrin intravena sebanyak 10 mg diulang setiap 3 - 4 menit sampai tercapai
tekanan darah yang dikehendaki. (sebaiknya penurunan tidak lebih dari 10 15 mm Hg dari tekanan darah awal).2
Bradikardia
Dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang, atau karena blok simpatis
T1 - 4.
Dapat diatasi dengan pemberian sulfas atropin 1/8 1/4 mg intra vena.2
21
Analgesia Spinal
Apnea : dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena
hipotensi berat dan iskemia medulla.
Kesulitan bicara, batuk kering yang persisten, sesak nafas, merupakan tandatanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan
oksigen dan nafas buatan. 2
4. Gangguan pada sistem gastrointestinal
Nausea dan muntah
Hal ini terjadi karena hipotensi, hipoksia, tonos parasimpatis berlebihan,
pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal.2
Komplikasi kemudian (delayed) berupa :
Pusing kepala pasca pungsi lumbal (post lumbal puncture headache)
Merupakan nyeri kepala dengan ciri khas tesara lebih berat dengan perubahan
posisi dari tidur ke posisi tegak/duduk. Mulai terasa 24-48 jam pasca pungsi
lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi (kurang dari 10% dengan jarum
no.22). Pada usia tua lebih jarang, dan pada kehamilan meningkat.2
Retensio Urine
Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir
pada analgesia spinal, umumnya hanya berlangsung selama 24 jam.
Kerusakan saraf permanen (chronic adhesive arachnoiditis dll) merupakan
komplikasi yang sangat jarang terjadi. (2,3)
Meningitis
Nyeri tempat suntikan.(2,11)
Nyeri punggung (2,11)
Pencegahan :
1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus
KKS Bagian Anestesi RSU. Dr. Pirngadi Medan
22
Analgesia Spinal
2. Posisi jarum lumbal dengn bevel sejajar serat duramater.
3. Hidrasi adekuat, minum/infus sampai 3 L sehari selama 3 hari(11)
Pengobatan :
2. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
3. Hidrasi adekuat
4. Hindari mengejan
5. Bila cara tersebut diatas tidak berhasil, dipertimbangkan pemberian
epidural blood match yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5-10 ml
kedalam ruang epidural. Cara ini umumnya memberi hasil yang nyata/segera
(dalam waktu beberapa jam) pada lebih dari 90% kasus.(11)
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
23
Analgesia Spinal
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural) ialah pemberian obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara
menyuntikan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Teknik ini sederhana,
cukup efektif dan mudah dikerjakan.
Indikasi dari analgesia spinal yaitu : Bedah ekstremitas bawah, bedah
panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah
urologi dan bedah abdomen bawah.
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anestesia umum. Daerah sekitar tempt tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.
DAFTAR PUSTAKA
(1)
R, Sjamsuhidajat and wim de jong, Buku ajar ilmu bedah, EGC, Jakarta, 1997.
(2)
(3)
(4)
Utami,
Retna.
dkk.
2011.
Anestesi
adalah
Seni.
24
Analgesia Spinal
(5)
Siahaan, Oloan. Anestesi Umum dan Anestesi Lokal. FK UMI. Medan. 2014
(6)
(7)
Spinal & Epidural Anesthesia, Last Update November 04, 2006, available at :
http//www.emedicine.com
(8)
(9)
LAPORAN KASUS
Tindakan Spinal Anestesi pada Pasien dengan Diagnosa Hernia Inguinalis
Lateralis Sinistra
Anamnesa Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal operasi
No. registrasi
Berat badan/tinggi badan
: Tn. TN
: 49 tahun
: laki-laki
: jl Bah Binonong lor 6 kanan P. Siantar
: 11 Mei 2015
: 8 Juni 2015
: 85.32.81
: 49 kg/176 cm
Anamnesa Penyakit
Keluhan utama
25
Analgesia Spinal
Telaah
RPT
RPO
Keadaan Prabedah
Status present :
Sensorium
KU/KP/KG
TD
Frekuensi Nadi
Frekuensi Nafas
: Compos mentis
: Baik/Sedang/Baik
: 120/70 mmHg
: 80 x/I
: 24 x/I
Status Generalisata
a. Mata
b. Hidung
c. Mulut
d. Telinga
e. Thorax
Pulmo
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
Anemis
Sianosis
Ikterus
Dyspnoe
Oedem
Jantung
I
: iktus kordis tidak tampak
P
: iktus kordis tidak kuat angkat
P
: batas jantung kesan tidak melebar
A
: bunyi jantung I-II, regular, bising (-)
f. Abdomen
I
: datar
P
: distensi (-), nyeri tekan (-)
P
: timpani
A
: peristaltic (+)
KKS Bagian Anestesi RSU. Dr. Pirngadi Medan
26
Analgesia Spinal
g. Ekstremitas
Status Lokalisata
a. Regio inguinalis sinistra
I
: terlihat benjolan sebesar telur ayam didaerah inguinalis sinistra,
P
diameter 5cm
: teraba benjolan, bentuk lonjong, sebesar telur ayam, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (-), dapat didorong masuk dengan jari
kelingking dalam posisi pasien berbaring
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Hb
WBC
HCT
PLT
: 10,9
: 9000
: 33,1
: 334.000
Kimia darah
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
Na/K/Cl
Albumin
KGD ad random
PT
INR
APTT
: 18
: 0,70
: 55
: 23
: 136/3,6/102
: 3,1 gr/dl
: 180 mg/dl
: 12,1 C(13,8)
:0,96
:29,7 C(30,6)
Pemeriksaa Penunjang
- Foto thorax
: Tidak Tampak Kelainan
- EKG
: Sinus Ritme
Diagnosa Pre Operasi
Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra
27
Analgesia Spinal
Diagnosa post operasi
Post herniorapi a/i hernia inguinalis lateralis sinistra
Jenis pembedahan
Herniorapi
Rencana anastesi
RA-SAB
Klasifikasi Status Operasi
ASA I
Tata Laksana Anastesi
1. Di ruang persiapan
Pukul 11.00 WIB dilakukan pemeriksaan kembali identitas penderita,
persetujuan operasi, lama puasa > 6 jam, lembar konsul anastesi, obat
Tekanan darah
Nadi
Suhu axillar
Respirasi
2.
: 120/70 mmHg
: 80 x/i
: 36,9 C
: 24 x/i
Infus RL.
3. Di ruang operasi
Jam 12.00 WIB penderita ditidurkan di ruang operasi telentang
dengan IV line no 18 G di tangan kanan. manset dipasang pada
lengan kiri. Dilakukan pemasangan oksimeter di ibu jari kiri dan
pemasangan elektroda untuk pengukuran frekuensi nadi dan nafas.
KKS Bagian Anestesi RSU. Dr. Pirngadi Medan
28
Analgesia Spinal
Jam
TD
12.10 110/70
Nadi
80
RR
16
SpO2
100
Medikasi
Bupivacaine 20 mg, fentanyl
25 mcg
12.25
12.40
12.55
13.10
110/70
110/70
110/80
110/80
80
80
90
90
16
16
20
16
100
100
100
100
13.20 110/80
90
16
100
Ketorolac
30
mg,
metoclopramide 10 mg
5. Monitoring pembedahan
Pendarahan:
Kasa basah Kasa basah 35 cc
Handuk Suction Total 35 cc
Infus RL
Pre operasi 1 fls = 500 cc
Durante operasi 1 fls = 500 cc
UOP = -
29
Analgesia Spinal
10 % = 343
20% = 686
30% = 1029
6. Keterangan tambahan
Diagnosa pasca bedah: post herniorapi a/i hernia inguinalis lateralis sinistra
Lama anastesi = 12.10 -13.25
Lama operasi = 12.20 - 13. 20
30