Você está na página 1de 2

DAPATKAH PENYAKIT JANTUNG KORONER DIPREDIKSI ?

Penyakit jantung koroner (PJK) masih merupakan penyebab kematian dan


morbiditas yang tertinggi baik di negara maju atau negara sedang berkembang,
seperti di Indonesia. Data dari WHO menyebutkan bahwa terjadi kematian 300
orang setiap 5menit akibat serangan jantung di seluruh dunia. Bila serangan
jantung terjadi, berpotensi mengancam keselamatan. Diagnosa yang tepat,
penanganan yang cepat, dan fasilitas Rumah sakit tempat dilakukan pertolongan
akan sangat mempengaruhi hasil akhir, apakah pasien bisa diselamatkan atau
tidak. Kalau toh bisa diselamatkan, apakah pasien mengalami cacad atau
gangguan kualitas hidup ?? Hal hal ini menjadi kemudian memunculkan
pertanyaannya, dapatkah PJK diprediksi ? Berkaitan dengan hal ini, Fajar
melakukan wawancara dengan Dr. Bambang Budiono, SpJP, FIHA, FAPSIC, FSCAI,
konsultan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di RS Awal Bros Makassar, dan
RS Siloam Makassar.
Tanya: kenapa PJK sering menimbulkan kematian mendadak, tanpa ada gejala
terlebih dahulu.
Bambang : Serangan jantung, secara statistik justru sering ditimbulkan oleh
tumpukan kolesterol di dinding pembuluh darah koroner, yang menyebabkan
penyempitan antara 40%-60%. Artinya pada keadaan stabil, penyempitan itu
belum menimbulkan hambatan aliran, sehingga tidak menyebabkan keluhan apa
pun. Namun bila suatu saat terjadi masalah pada kapsul pembungkus tumpukan
kolesterol tersebut, misalnya retak atau pecah maka akan terjadi pembentukan
bekuan darah. Bila bekuan darah menimbulkan sumbatan total, saat itulah aliran
darah berhenti. Bila sumbatan terjadi di pangkal, maka area kerusakan otot
jantung akan makin luas, pompa jantung bisa sangat terganggu, atau terjadi
gangguan irama ganas, yang keduanya bisa menyebabkan kematian mendadak.
Tanya : Mengingat potensi kecacadan dan kematian yang bisa ditimbulkan oleh
PJK, bagaimana cara kita melakukan prediksi adanya PJK ?
Bambang : Seperti telah diketahui, faktor risiko PJK adalah multifaktorial. Terdiri
dari faktor risiko yang tak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis kelamin dan
faktor keturunan. Dan faktor risiko klasik yang bisa dimodifikasi seperti
kebiasaan merokok, penderita diabetes mellitus dan hipertensi, obesitas sentral
dan kurang aktifitas fisik. Melakukan prediksi tidak cukup dengan memiliki data
faktor risiko saja, meskipun secara statistik mereka yang memiliki banyak faktor
risiko semakin memiliki kemudahan untuk mengalami PJK, namun ini tak cukup
untuk mengatakan bahwa seseorang telah menderita PJK.
Tanya : Lalu, pemeriksaan apa yang perlu dilakukan ?
Bambang : untuk mereka yang memiliki risiko tinggi PJK, misalnya penderita
diabetes mellitus, atau yang memiliki banyak faktor risiko, bisa dilakukan
skrining pemeriksaan yang memiliki akurasi cukup tinggi, misalnya EKG, bila
perlu treadmill test atau uji latih jantung beban. Bisa juga dilakukan skrining
skor kalsium dengan Multi Slice Cardiac CT Scan untuk mendeteksi adanya
perkapuran di pembuluh koroner. Adanya perkapuran di pembuluh koroner
merupakan prediktor kuat adanya PJK.

Tanya : Kalau pemeriksaan darah, apa yang patut dievaluasi ?


Bambang : Banyak faktor risiko baru telah ditemukan, banyak pula pemeriksaan
melalui laboratorium diperkenalkan, namun tak semuanya direkomendasikan
untuk skrining. Hal ini karena selain menyangkut biaya, manfaatnya sebagai
prediktor juga masih dipertanyakan. Oleh karenanya, pemeriksaan standard
seperti profil lipid, kadar gula darah puasa dan post prandial, kadar asam urat
masih menjadi patokan secara umum dan luas.
Tanya : Jadi apa saran dokter untuk mendeteksi adanya PJK
Bambang : Mereka yang memiliki faktor risiko kuat, misalnya orang tua atau
kerabat dekat banyak yang menderita PJK, penderita diabetes, orang yang
memiliki faktor risiko PJK lebih dari 2, sebaiknya secara agresif melakukan
pemeriksaan meskipun belum ada keluhan apa pun. Ini penting karena
melakukan deteksi dini akan lebih baik daripada menunggu ada gejala. Deteksi
faktor risiko dengan melakukan pemeriksaan Laboratorium, dan treadmill bisa
dilakukan secara berkala tergantung kebutuhan. Melakukan modifikasi secara
intensif seluruh faktor risiko yang terdeteksi akan lebih baik dibanding
pengobatan setelah terkena masalah kesehatan yang lebih berat.
Tanya : bila pada pemeriksaan treadmill dicurigai ada PJK, apa langkah
selanjutnya.
Bambang : Bila hasil treadmill test positif kuat, maka perlu dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner atau kateterisasi jantung untuk melakukan
analisa pembuluh koroner yang mengalami penyempitan agar dapat ditentukan
strategi penanganan lebih lanjut apakah memerlukan tindakan operasi by pass
atau bedah pintas koroner, tanpa operasi dengan pemasangan stent/ cincin, atau
cukup dengan obat saja.

Você também pode gostar