Você está na página 1de 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui tercipta
masyarakat bangsa dan negara Indonesia ditandai oleh penduduknya yang hidup
dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal di seluruh Republik Indonesia (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1998)
Kesehatan adalah milik yang sangat berharga bagi seseorang tanpa berarti
segala aktivitas akan berhenti dengan menyadari bagi hal itu setiap orang akan
dituntut untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi tubuhnya yang kuat
sehingga tidak akan mudah diserang berbagai penyakit, diantaranya apendisitis.
Penyakit apendisitis merupakan salah satu masalah kesehatan dimana
angka prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkannya juga merupakan
salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menyusun
makalah Asuhan Keperawatan pada Nn F dengan post op apendisitis di RSUD
Ungaran
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada
klien Nn F dengan apendisitis di ruang Anggrek RSUD Ungaran
2. Tujuan Khusus
Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan
a.

Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian keperawatan pada Nn F


dengan post op appendiksitis

b. Memperoleh pengalaman nyata dalam membuat perencanaan asuhan keperawatan


pada Nn F dengan post op apendisitis.
c.

Memperoleh pengalaman nyata dalam membuat pelaksanaan asuhan keperawatan


pada Nn F dengan post op apendisitis.

d.

Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi asuhan keperawatan


pada Nn F dengan post op apendisitis.

e.

Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan


pada Nn F dengan post op apendisitis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1.Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10
cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal tepatnya
pada dinding abdomen dibawah titik Mc.Burney. Appendiks berisi makanan
dan

mengosongkan

diri

secara

teratur

ke

dalam

sekum.

Karena

pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung


menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
Appendiksitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing).
Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendiks

pada waktu yang

bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiks


dibanding wanita. Appendiks lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30
tahun.
Appendiks perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari
appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar
menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi
dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.
2.Etiologi
- Penyebab belum pasti
- Faktor yang berpengaruh :

Obstruksi : hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalt (massa keras


dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).

Infeksi : E.Coli dan steptococcus.

Tumor

3.Patofisiologi dan pathway

Apendisitis biasanya disebaban oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.

Pathway
Apendiks
Hiperplasi folikel
Tumor
limfoid

Benda asing

Erosi mukosa

Fekalit

Striktur

apendiks

Obstruksi
Mukosa terbendung
Apendiks teregang
Tekanan intraluminal

Nyeri

Aliran darah terganggu


Ulserasi dan invasi bakteri
Pada dinding apendiks
Apendicitis
ke peritonium
intramural

trombosis pd vena

peritonitis
iskemia

pembengkakan dan
perforasi

Cemas

Gangguan
mobilitas fisik

pembedahan operasi
luka insisi

PK Perdarahan

Nyeri
Akut

jalan masuk kuman

Resiko infeksi

4. Manifestasi Klinik
1.

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.

2.

Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.

3.

Nyeri tekan lepas dijumpai.

4.

Terdapat konstipasi atau diare.

5.

Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.

6.

Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.

7.

Nyeri kemuh, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.

8.

Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.

9.

Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai


abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
5.Penatalaksanaan
1.

Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen
dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik. Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,

diagnosis ditegakkan denagn lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah


dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
2.

Operasi apendiktomi

3.

Pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis
umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian
berikan minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan menjasi 30
ml/jam. Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien
dianjurkan berlatih untuk duduk tegak di tempat tidur selam 2x30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

4.

Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi


Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
perotonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda,
dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.

Pemeriksaan penunjang.
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan
pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah
satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography


Scanning

(CT-scan).

Pada

pemeriksaan

USG

ditemukan

bagian

memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,


sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CTScan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
4.

infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.


Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa

peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.


5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
6.

adanya kemungkinan kehamilan.


Pemeriksaan barium enema

untuk

menentukan

lokasi

sekum.

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan


7.

awal untuk kemungkinan karsinoma colon.


Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis
dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

6.Komplikasi

Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi


penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan menjadi
progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8
jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatkan nyeri, spasme otot dinding
perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonotis umum atau abses yang
terlokalisasi, ileus, demam, malise, dan leukositosis semakin jelas. Bila
perforasi dengan peritonitis umum aatu pembentukan abses telah terjadi sejak
pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah
operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai
penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk),
pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang,
pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi anemia,
dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadrankanan bawah
yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini
dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin,
metronidazole, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera
menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6 12 minggu kemudian. Pada
abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah
pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga
perlu dibuatkan drainase.
Tomboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis,
menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada
keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal
perlengketan.

lain.

Obstruksi

intestinal

juga

dapat

terjadi

akibat

B.Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian
a.Anamnese
Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat,
umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku
bangsa.
Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri
yang disebabkan insisi abdomen.
Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti
hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk
rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai
riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.
Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang
dilakukan dan bagaimana genogramnya.
Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan

olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status

ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi


lamanya penyembuhan luka.
Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
Pola aktifitas

Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa


nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest
berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat,
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara
klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
b.Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit
tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.
2) Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan
pada abdomen sebelah kanan bawah.
3) Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna
pucat.
4) Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan
biasanya normal (16 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing,
stridor.
5) Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada
usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah
bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa
apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau
hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak
ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
6) Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat,
juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
2. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
ditetapkan berdasarkan analisa data yang diperoleh dari pengkajian data.
) Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan pada post op appendiksitis menurut NANDA
( NIC,NOC 2007-2008 ).
1. Resiko terjadinya infeksi berhubugan dengan prosedur invatif, insisi bedah.
2. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan faktor eksternal :
Insisi pembedahan.
3.
4.

Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


5.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) dengan kondisi prognosis, dan

kebutuhan pengobatan.

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas


masalah keperawatan diagnosa keperawatan post operasi menurut Nanda (NIC,
NOC 2007).

a. DX I

: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur

invasif, insisi bedah

a.

Tujuan

: Tidak terjadi infeksi.

NOC

: Knowledge.

Kriteria hasil

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.


c.

Jumlah leukosit dalam batas normal.

d. Menunjukan perilaku hidup sehat.


NIC

: Infection control ( kontrol infeksi ).

Intervensi

1. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah


2. Monitor tanda-tanda gejala infeksi sistemik dan lokal.
3. Cuci tangan setiap dan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
4. Pastikan teknik perawatan luka secara tepat dan benar.
5. Dorong pasien untuk istirahat.
b. DX II

: Kerusaan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan

faktor eksternal : Insisi pembedahan.


Tujuan

: Menunjukan penyembuhan luka dengan penyatuan kulit.

NOC

: Tissu integrity

Kriteria hasil

a.

Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi

b. Menunjukan perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang.

c.

Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan

perawatan alami.
NOC

: Pressure management

Intervensi

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.


2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
3. Mobilisasi pasien ( ubah posisi pasien ) setiap dua jam sekali.
4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
5. Pengawasan kulit
6.

Perawatan luka

7.

Pantau tanda-tanda vital

c. DX III

: Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah.

Tujuan

: Nyeri berkurang / teratasi

NOC

: Tingkat kenyamanan

Kriteria hasil

a.

Nyeri terkontrol / hilang

b. Klien tampak rileks


c.

Ekspresi wajah tidak tegang

NIC

: Paint management

Intervensi

1.

Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi lokasi, karakteristik,

frekuensi.
2. Ajarkan teknik relaksasi.
3. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

4. Tingkatkan istirahat atau tidur untuk memfasilitasi managemen nyeri.


5. Observasi reaksi non verbal ketidaknyamanan.
d. DX IV

: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan

: Mampu beraktifitas seperti semula

NOC

: Self care ADLS

Kriteria hasil

a.

Mampu melakukan aktifitas sehari-hari ( ADL ) secara mandiri

b. Aktifitas kembali normal


c.

Kekuatan otot maksimal

NIC

: Aktifity therapy

Intervensi

1. Memonitor faktor penyebab kelemahan seperti nyeri dan lain-lain


2. Bantu klien untuk mengidentifikasi akfitas yang mampu diakukan
3. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program
therapy yang tepat
4. Evaluasi adanya perkembangan aktifitas yang tidak toleran terhadap klien
5. Pertahankan keseimbangan antara aktifitas dengan istirahat
6. Lakukan program aktifitas secara terharap sesuai kemampuan
e. DX V

: Kurang pengetahuan ( kebuhan belajar ) tentang kondisi

prognosis, dan Kebutuhan penggobatan.


Tujuan

: Mengetahui tentang manfaat perawatan post operasi dan

pengobatannya.
NOC

: Knowlade ( diseasea proses )

Kriteria hasil

a.

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi

prognosis dan program pengobatan.


b. Pasien dan keluarga mampu melaksanaan prosedur yang dijelaskan perawat /
tim kesehatan lainya.
NIC

: Teaching ( disease process )

Intervensi

1.

Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses yang

spesifik.
2. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang benar.
3. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin di perlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses penggobatan penyakit.
4.

Instuksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada

pemberi perawatan kesehatan cara yang tepat.

4. Pelaksanaan (implementasi keperawatan)


Merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang telah diberikan pada
klien.
5. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah : Untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai
atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang. Untuk menilai apakah tujuan
tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku
penderita.

BAB III
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang
tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling
umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson &
Goldman, 1989).
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factorfaktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
Tanda dan gejalanya adalah nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan
bawah menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc.
Burney bila dilakukan tekanan.
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks.
Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam

posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang
peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
Komplikasinya :
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)
Cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
apendisitis meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
4.2. Saran
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing untuk
melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak benar
dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas
utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul pada
sistem pencernaan adalah apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA :
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.
Jakarta.
2000. Diktat Kuliah Medikal Bedah II. PSIK FK.Unair. TA: 2000/2001.
Surabaya.
Rothrock,Jane C. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC.
Jakarta.

Sjamsuhidajat. R & Jong,Wim de.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. Revisi. EGC.
Jakarta

Você também pode gostar