Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abi Rafdi
04011281320013
1. Bagaimana penyebab dan mekanisme:
kesulitan saat menaiki anak tangga
Hal ini disebabkan karena pada penderita NPH terjadi gangguan
gait/gaya berjalan. Gangguan gaya berjalan adalah ciri khas
pertama yang muncul pada NPH, dan digambarkan secara
bervariasi seperti apraxic, bradykinetic, glue-footed, magnetic,
parkinsonian dan shuffling. Pasien sering datang dengan riwayat
terjatuh. Gaya berjalan yang menyimpang ini dicirikan pada
INPH seperti lambat, berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar,
melangkah dengan langkah pendek dan terseok-seok, dan sulit
menyusun atau melangkah dengan kedua kaki bergantian secara
berurutan. Selain itu juga tidak didapatkan adanya kelemahan
gerak yang signifikan. Gangguan gaya berjalan adalah gaya
berjalan apraxia yaitu sebagai gambaran kombinasi defisit
motorik, kegagalan reflek meluruskan tubuh dan ganguaan
sensibilitas benda halus. Gaya berjalan ini dapat digambarkan
sebagai''magnet'' karena sikap berdiri dengan kedua tungkai
dibuka lebar dan berjalan lambat, langkah kecil dengan kaki
menyeret lantai. Selain itu gejala ini juga disertai terdapatnya
peningkatan tonus dan reflek tendon tungkai bawah dan
timbulnya kelemahan serta inkoordinasi. Gangguan input dari
kortex sensorimotor, korteks frontal superior, dan gyrus gyrus
anterior
cingulate
menuju
formation
reticular
di
dalam
Ini bukanlah
penemuan
uji
Axial nonenhanced CT scan kepala pasien NPH pada level fossa cranial tengah.
Pembesaran bagian temporal pada ventrikel lateral yang tidak proporsional
dibandingkan ukuran sulkus normal. Factor progostik negative yang dikenal
adalah adanya penyakit serebrovaskuler.
didiagnosis NPH, dapat pula dilakukan lumbal punksi, pertama, dilakukan tes
gaya berjalan yang direkam selama pasien berjalan 50 langkah dan nantinya
rekaman tersebut diputar ulang. Lalu, diaspirasi CSF sekitar 30 ml, dan
kemudian dievaluasi kembali gaya berjalan pasien. Setelah lumbal punksi, akan
menunjukkan perbaikan segera pada pasien yang benar-benar menderita NPH,
meskipun beberapa kasus, dibutuhkan beberapa hari untuk terjadinya
perbaikan. Dengan metode drainase lumbal secara kontineus, diperbolehkan
drainase CSF untuk setiap 2 hingga 3 hari sekali, dan harus dinilai adanya
perbaikan klinis secara periodik. Pemeriksaan ini dipercaya sebagai metode
yang lebih baik untuk memastikan diagnosis NPH.
Tap test CSF disebut juga large volume lumbal punksi, didapatkan
volume saat penarikan 40-50 ml CSF dari rata-rata lumbal punksi. Terjadi
perbaikan gejala setelah pembuangan CSF, kemungkinan menunjukkan respon
yang baik terhadap pemasangan shunt (nilai prediksi positif 73-100%).Tap test
CSF memiliki sensitivitas yang rendah (26-61%), bagaimanapun, dan tes
negative tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis INPH. tekanan
terbuka juga diukur. Range tekanan terbuka INPH adalah 60-240 mmH2O, atau
4,4-17,6 mmHg. Dokumentasi detail pemeriksaan klinis yang didapatkan oleh
dokter atau tenaga kesehatan professional lainnya sebelum dan sesudah
penarikan CSF sangat dianjurkan.
Penilaian respon klinis dari drainase CSF yang lama melalui kateter
spinal memiliki kombinasi sensitivitas yang tinggi (50-100%), spesifitas (60100%) dan nilai prediksi positif (80-100%). Metode ini memerlukan perawatan
di rumah sakit dan staf perawat yang terlatih berkompeten dalam managemen
drainase CSF external. dan memiliki risiko komplikasi tinggi (infeksi, iritasi
serat saraf). Konsekuensinya, cara ini hanya digunakan secara terbatas di centercenter Amerika. Identifikasi peningkatan abnormal resistensi aliran keluar CSF
juga meningkatkan respon yang baik terhadap pemasangan shunt dibandingkan
dengan evaluasi klinis dan radiologis. dan teknik ini lebih umum digunakan di
Eropa daripada di Amerika.
berhubungan
(non
communicating)
dan
berhubungan
(communicating).
Pada hydrocephalus yang tidak berhubungan (obstruksi), yang
terjadi lebih sering daripada jenis yang lain, cairan cerebrospinal dari
ventrikel tidak dapat mencapai rongga subarachnoid karena terdapat
obstruksi pada salah satu atau kedua foramen interventricular,
aquaductus cerebrum atau pada muara keluar dari ventrikel keempat.
Hambatan pada setiap tempat ini dengan cepat menimbulkan dilatasi
pada satu atau lebih ventrikel. Produksi cairan cerebrospinal terus
berlanjut dan pada tahap obstruksi yang akut, mungkin terdapat aliran
cerebrospinal transependim. Girus-girus memipih pada bagian dalam
tengkorak. Jika tengkorak masih lentur, seperti pada kebanyakan anak di
bawah usia 2 tahun, maka kepala dapat membesar.
Pada hydrocephalus yang berhubungan, obstruksi terjadi pada
rongga subarachnoid dan dapat disebabkan oleh adanya darah atau
nanah yang menghambat saluran-saluran arah balik atau akibat
pembesaran kompartemen supratentorium yang menutup incisura
tentorii. Jika tekanan intrakaranial meningkat akibat dari cairan
cerebrospinal
yang
berlebihan
(lebih
banyak
produksi
cairan
cairan
di
ventrikel.
Pada
anak-anak
kompensasi
Learning Issue
Fisiologi Berkemih
MIKSI (BERKEMIH)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini
terdiri dari dua langkah utama: (1) kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat di atas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua; (2)
timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (Refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan
untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini
bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Anatomi Fisiologik dan Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
Kandung kemih, yang diperlihatkan pada gambar 31-1, adalah ruangan berdinding otot polos
yang terdiri dari dua bagian besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung kemih
dimana urin berkumpul, dan (2) leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk
corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra
posterior karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot destrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah
dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60
mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk
mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain
sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat dia atas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat
mukosanya, yaitu lapisan dalam dari kandung kemih, yang halus, berbeda dengan mukosa
kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter,
pada saat memasuki kandung kemih berjalan secara oblique melalui otot detrusor.
Inkontinensia
urine
merupakan
ketidakmampuan
menahan kemih dalam
vesika urinaria yang
bisa
terjadi
karena
gangguan neurologis atau mekanis pada sistem yang mengontrol fungsi berkemih normal
(Isselbacher, 1999).
The International Continence Society (ICS) medefinisikan inkontinensia urin adalah
keadaan dimana urin keluar secara involunter yang tampak jelas dan obyektif dan menjadi
masalah sosial dan hygiene. Secara epidemiologi inkotinensia urin adalah adanya
pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol dalam jangka waktu setahun atau lebih dari
episode dalam sebulan (Sinaga, 2011).
Menurut Dmochowsky (2003) dalam Sinaga (2011) Stres inkontinensia urin adalah
pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol, disebabkan oleh tekanan intravesika cenderung
melebihi tekanan penutupan uretra yang berhubungan dengan aktivitas tubuh (batuk, tertawa,
aktivitas fisik) sedangkan kandung kemih tidak berkontraksi.
menimbulkan aktivitas detrusor. Lemasnya dinding vagina juga menimbulkan stres inkontinensia
urin karena hilangnya tekanan penutupan uretra (Daneshgari & Moore, 2007).
4) Teori Hammock
Teori hammock menjelaskan bahwa uretra berada di atas lapisan penyokong yang terdiri atas
fasia endopelvik dan dinding vagina anterior. Lapisan penyokong ini memperoleh stabilitas
melalui perlekatannya di bagian lateral dengan fasia arkus tendineus dan otot levator ani,
sehingga dapat disimpulkan dalam sebuah teori bahwa tekanan intraabdomen diteruskan ke leher
kandung kemih dan uretra proksimal, menutup lubang keluar karena lubang ini tertekan kearah
penyokong kaku yaitu fasia puboservikal dan dinding anterior vagina (Daneshgari & Moore,
2007).
Kerusakan kulit
Infeksi saluran kencing,
Infeksi kulit daerah kemaluan
Gangguan tidur
Masalah psiko sosial seperti depresi, mudah marah, dan rasa
terisolasi
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penatalaksanaan pada inkontinensia urine adalah terapi perilaku, pasien di
anjurkan untuk segera ke kamar mandi jika ada perasaan berkemih. (Harrison, 1999)
a. Peran perawat dalam hal ini yaitu untuk:
1) Pelatihan kandung kemih.
Menetukan edukasi, berkemih yang terjadwal. Tindakan menghambat berkemih harus
dilakukan sampai suatu waktu tertentu dan jumlah waktu yang ditentukan in harus
ditingkatkan secara progresif. Mulai dengan 2 sampai 3 jam dan tingkatkan. 12% pasien
dapat menjadi kontinen total, dan 75% dapat mengalami penurunan episode inkontinensia
sebesar 50%. Paling baik dilakukan pada inkontinensia dorongan, tetapi juga dapat
dilakukan ada inkontinensia tekanan.
2) Pelatihan kebiasaan
Dorong pasien utnuk berkemih disaat yang normalseperti dipagi hari, sebelum tidur,
setelah makan, dll.
3) Berkemih atas desakan/dorongan
Terutama baik bagi orang dengan gangguan koognitif. Menurunkan episode inkontinensia
sebesaar 50%
4) Latihan dasar panggul (senam kegel)
5) Terutama berguna pada inkontinensia tekanan. Angka kesembuhan 16% dan 54%
membaik.
6) Kateterisasi intermiten juga dapat digunakan
7) Menganjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter untuk penggunaan obat-obatan
8) Penkes mengenai bagaimana cara untuk mencegah inkontinensia urine:
Berhenti merokok, berolahraga secara rutin, jauhkan diri dari alkohol, menjaga berat
badan yang sehat dan menjaga diet tinggi serat.
b. Managemen Keperawatan Kolaboratif
1) Uji diagnostik
Diagnosis inkontinensia urine dapat ditentukan dengan berbagai pemeriksaan
urodinamik. Sistometrogram dan elektromiogram dilakukan untuk mengevaluasi otot
detrusor, sfingter, dan kegiatan otot perineum. Ultrasonografi kandung kemih,
sistoskopi, dan IVP juga dapat dilakukan untuk mengkaji struktur dan fungsi saluran
kemih.
2) Medikasi
Obat yang diberikan sesuai dengan etiologi inkontinensia urine. Beberapa obat yang
digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
obat
Estrogen
Primarin
Quinestradiol
Estriol
kerja
Mengurangi
vanigitis
memulihkan
Intervensi keperawatan
atropik - Jelaskan
risiko
uretra
uretra
dan
yang
supel
Antikolinergik
Pro-banthene
Oksibutinin
Bentyl
pembekuan darah
Pantau
tanda
trombofiebitis
Anjurkan untuk
tidak
merokok
Mengurangi
spastisitas
kandung kemih
3) Pembedahan
Pada inkontinensia stres berat, pembedahan yang disebut vesikouretropeksi
(prosedur Marshall-Marchetti) dapat dilaksanakan. Pada vesiko-uretropeksi
fiksasi uretra pada fasia otot rektus abdominis dengan sokongan pada leher
kandung kemih. Dokter melakukan insisi suprapubik. Kateter uretra dipasang dan
dipertahankan selama 5-6 hari paska operasi. Setelah kateter retra dilepas, pasien
dapat mengalami kesulitan untuk berkemih. Pasien tidak boleh melakukan
manuver Valsava sehingga obat laksatif diberikan untuk mencegah konstipasi.
4) Diet
Modifikasi diet terdiri dari penjadwalan asupan cairan. Asupan cairan setelah
makan malam perlu dikurangi. Makanan yang dapat menstimulasi kandung kemih
perlu dihindari, misalnya kopi, teh, alkohol, dan cokelat.