Você está na página 1de 19

Ref : http://sekilassintang.blogspot.

com/2013/01/potensi-batubara-di-kabupaten-

sintang.html
Geologi Regional
Daerah penyelidikan merupakan bagian dari wilayah Cekungan Melawi (Blok I)
dan Cekungan Ketungau (Blok II); kedua wilayah ini merupakan jalur lipatan
tanah muka yang terdiri dari cekungan Melawi, Mandai dan Ketungau, yang
didefinisikan sebagai cekungan struktur. Tinggian Semitau memisahkan
Cekungan Ketungau dan Mandai Kriau di utara dari Cekungan Melawi di selatan.
Cekungan Ketungau membentuk struktur besar dan lebar setengah gelombang
mencapai 50 kilometer, cekungan ini tersesarkan terhadap Bancuh Lubuk Antu
(komplek Kapuas), di tepi selatan cekungan ini bersentuhan dengan sesar
komplek Semitau.
Blok I daerah Sungai Belitang dan sekitarnya, secara stratigrafi ditempati oleh
endapan aluvial dan aluvial tertoreh yang berumur Kwarter, diikuti oleh Formasi
Tebidah dan Payak yang berumur Oligosen Bawah, Serpih Silat yang berumur
Eosen Atas dan Kelompok Selakai berumur Kapur Bawah- Kapur Atas.
Aluvial dan aluvial tertoreh terutama disusun oleh pasir, kerakal, lumpur dan
bahan tumbuhan.
Formasi Tebidah terdiri dari endapan-endapan batulumpur, batulalau kelabu,
perselingan batulumpur litik dengan batulumpur kelabu, dimana pada batuan ini
terdapat lapisan tipis batubara.
Formasi Payak disusun oleh perselingan batupasir, batulumpur dan batulanau;
Serpih Silat terdiri dari batulumpur, serpih yang menyabak dan lanau, sedangkan
Kelompok Selakai disusun oleh batulumpur, batulanau dan batupasir.
Blok II, daerah S. Sai dan sekitarnya stratigrafinya tersusun oleh Endapan Aluvial
berumur Kwarter, Formasi Ketungau berumur Oligosen Bawah, Batupasir Tutoop
berumur Eosen Atas dan Formasi Kantu berumur Eosen Atas.
Aluvial merupakan hasil pelapukan batuan yang lebih tua terdiri dari lumpur,
lempung, pasir dan sisa-sisa tumbuhan dan endapan sungai.
Formasi Ketungau diendapkan secara selaras diatas batupasir Tutoop, litologinya

bagian bawah terdiri dari batupasir dan konglomerat dengan sisipan


batulempung dan batulanau, di bagian tengah terdiri dari batulempung dan
batupasir dengan sisipan batubara, sedangkan bagian atasnya diendapkan
batulempung, batulanau dan batupasir.
Batupasir Tutoop diendapkan secara selaras diatas Formasi Kantu dimana
litologinya terdiri dari batupasir kuarsa dengan selang-seling konglomerat dan
batulempung yang menghalus ke arah atas.
Formasi Kantu diendapkan secara tidak selaras diatas Komplek Semitau dengan
batas litologinya berupa sesar, litologinya terdiri dari batupasir kuarsa,
batulempung, batulanau dengan sisipan konglomerat dan batubara.
Struktur geologi yang dominan di daerah penyelidikan adalah sesar dan rekahan,
sesar berarah barat - barat laut, ke barat umumnya agak sejajar dengan batas
formasi.
Kelompok sesar yang berarah timur - timur laut memotong menyilang batas
formasi tersebut. Sesar-sesar yang terdapat di daerah ini pada umumnya berupa
sesar normal, dimana 2 (dua) sesar utama yang mengontrol perkembangan
struktur daerah tersebut, memisahkan tinggian Semitau dari cekungan Ketungau
dan Mandai Kriau ke utara dan cekungan Melawi ke selatan.

3. Geologi Daerah Penyelidikan


Berdasarkan topografinya daerah Blok I Sungai Belitang dan sekitarnya termasuk
kedalam satuan morfologi dataran dan dataran bergelombang, sedangkan secara
regional daerah ini merupakan bagian dari perbukitan bergelombang Melawi dan
dataran serta rataan aluvium yang menempati daerah sempit sepanjang aliran
Sungai Belitang, mulai dari muara Sungai Kapuas sampai cabang-cabang sungai
ke arah hulu.
Demikian juga halnya di daerah blok II Sungai Sai dan sekitarnya yang termasuk
dataran rendah Ketungau; daerah ini dibatasi oleh perbukitan Kembayan di
sebelah barat, dataran tinggi Emboi di barat daya dan perbukitan Jambu di
selatan.
Pembahasan stratigrafi di daerah penyelidikan lebih ditekankan pada formasi

pembawa batubara, dimana untuk daerah blok I pembawa batubara adalah


Formasi Tebidah yang berumur Oligosen Awal.
Di daerah Sungai Belitang dan sekitarnya, batuan yang tersingkap terutama bisa
dijumpai pada jalan-jalan perkebungan kelapa sawit yang memotong daerah
pebukitan bergelombang yang menghubungkan dusun Nanga Ansar dengan
lokasi-lokasi transmigrasi disekitarnya.
Singkapan-singkanan tersebut terdiri dari pserselingan antara batupasir,
batulanau dan batulempung. Batupasir tersingkap cukup tebal berkisar antara
0,2 s/d 1,5 meter, umumnya menunjukkan warna merah kecoklatan, berbutir
halus sampai sedang, bersifat getas / lunak, mineral penyusunnya didominasi
oleh kuarsa dengan bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung,
setempat terdapat sisipan tipis oksida besi berwarna coklat. Struktur sedimen
yang berkembang pada batuan ini adalah perlapisan sejajar danperlapisan silang
siut. Hasil pengukuran pada lapisan batupasir ini menunjukkan arah jurus
kemiringan N75o E/20 o. Batulanau umumnya bersifat lunak dan mudah diremas,
masif, biasanya berupa sisipan-sisipan tipis diatara batupasir atau batulempung,
berwarna coklat-abu-abu kehitaman, setempat emngandung nodul-nodul
batupasir dengan diameter mencapai 15 cm. Disamping itu pada beberapa lokasi
ditemukan cangkang-cangkang koral ? pada batulempung dengan bentuk bulat
memnjang, pada bagian tengahnya nampak berlubang.
Pada Blok II, daerah Sungai Sai dan sekitarnya Formasi Ketungau merupakan
formasi pembawa batubara yang di daerah penyelidikan tersingkap baik
sepanjang rencana jalan antara Dusun Gopung dengan Dusun Pintas Keladan.
Batuan yang tersingkap terdiri dari batupasir halus-sedang, berwarnna putih
keabu-abuan, setempat berwarna coklat kemerahan karena mengandung
konkresi-konkresi oksida besi, berlapis baik dengan struktur sedimen perlapisan
sejajar dan selangsiur, pada beberapa tempat nampak terdapat struktur graded
bedding terutama pada sisipan batupasir berbutir kasar sampai konglomeratan
dengan fragmen berbentuk bulat dari mineral kuarsa dengan diameter berkisar
antara1-2 cm. Hasil pengukuran menunjukkan arah perlapisan berkisar antara
N175 o E-N195 oE/15 o. Batupasir tersebut berselang-seling dengan
batulempung dan batulanau, umumnya bersifat lunak hingga getas, berwarna
abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, setempat berlapis baik dengan struktur
sedimen perlapisan sejajar, kadang-kadang mengandung lapisan batubara yang
sebagian berupa pita-pita yang sangat tipis hingga berbentuk lensa-lensa atau

fragmen-fragmen batubara hasil transportasi. Hasil pengukuran pada lapisan


batulanau/batulempung menunjukkan arah jurus dan kemiringan N240 o E/10o.
Berdasarkan kenampakan litologi dan struktur sedimen, maka formasi Tebidah
diendapkan pada lingkungan payau, lagoon atau daerah limpah banjir.
Untuk formasi Ketungau diendapkan pada daerah fluviatil dan dataran limpah
banjir, dengan selingan secara periodik laut dangkal.

4. Potensi Endapan Batubara


Pada blok I, singkapan batubara dijumpai dilokasi BB-01 dan BB-02 pada Sungai
Belitang yang terletak dibagian utara dari dusun Nanga Ansar, dimensi batubara
tidak bisa diketahui karena singkapan batubara terendam air karena banjir,
pengambilan contoh batubara dilakukan dengan cara penyelaman. Sedangkan
singkapan batubara yang terletak dilokasi BB-03 yang merupakan jalan
perkebunan dusun Nanga Ansar tersingkap dengan ketebalan 0,25 meter dengan
kedudukan arah jurus dan kemiringan N 65o E/20o.
Pada blok II singkapan batubara dijumpai di sungai-sungai Seluah Hulu dan
Seluah Hilir yaitu pada lokasi-lokasi SPL-03 dan SPL-06, dimana dikedua tempat
ini batubaranya terendam airr karena banjir, untuk pengambilan contoh
dilakukan dengan penyelaman. Atas dasar kompilasi penyelidik terdahulu, tebal
lapisan batubara dilokasi ini berkisar antara 0,80 - 0,90 meter dengan kedudukan
perlapisan N 280o E/10o dan N 285o E/10o. Secara fisik kenampakan
batubaranya berwarna hitam kecoklatan, kusam, nampak berlapis dengan
sisipan lempung karbonan, mengandung butiran-butiran pirit sangat halus.
Pada lokasi SPL-04 batubara tersingkap pada rencana jalan yang akan
menghubungkan Balai Karangan - Sintang dengan ketebalan antara 10-20 cm,
dengan kedudukan N 245o E/15o menyisip pada lapisan batulempung.
Sedangkan dilokasi BGP-05 batubara tersingkap didasar sungai berlumpur,
dimensinya tidak bisa diketahui, perkiraan ketebalan 0,70 meter yang diapit oleh
lempung abu-abu bersifat lunak. Secara fisik batubaranya berwarna hitam,
nampak masif, kilap kaca dengan pecahan konkoidal, keras dan getas serta
ringan. Singkapan-singkapan batubara pada blok II merupakan bagian singkapan
batubara pada sayap selatan Formasi Ketungau.

5. Kualitas Batubara
Dari hasil analisa kimia batubara dan petrografi, untuk Blok I Sungai Belitang,
menunjukan nilai kalori 672 kal/gram dan nilai revlektasi vitriit 0,69%. Sedangkan
untuk daerah Blok II sungai Sai, menunjukan nilai kalori 4520-6650 kal/gram dan
nilai revlektansi vitrinit 0,49 s/d 0,64%.

6. Sumberdaya Batubara
Tidak dilakukan perhitungan sumber daya batubara, karena singkapan yang
teramati dipermukaan hanya berupa lensa-lensa atau pita-pita batubara yang
berlapis tipis, sedangkan singkapan yang diperkirakan cukup tebal tidak teramati
karena terendam air.

7. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
- Lokasi temuan batubara terdapat pada dua tempat yaitu di Sungai Belitang dan
di daerah Sungai Saih, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat.
- Secara geologi batuan di daerah penyelidikan termasuk ke dalam Formasi
Tebidah (Tot) dan Formasi Ketungau (Teke), dimana keduanya merupakan formasi
pembawa batubara.
- Dari hasil pengamatan lapangan di Sungai Belitang dan Sungai Saih hanya
ditemukan lapisan batubara dengan ketebalan antara 5 centimeter sampai 0,70
meter, sedangkan lapisan batubara yang diperkirakan tebal tidak bisa diamati
karena terendam air.
- Hasil analisa kimia batubara menunjukkan kualitas cukup baik yaitu nilai
kalorinya 6725 kal/gram contoh dari S. Belitang dan antara 4520-6650 kal/gram
conto batubara dari S. Sai. Sedangkan hasil analisa petrografi batubara untuk
daerah S. Belitang komposisi maseralnya didominasi oleh vitrinit yaitu 81 %
dengan komposisi maseral lainnya relatif kecil, sedangkan nilai reflektan rataratanya 0,69 %. Untuk S. Sai dan sekitarnya dari hasil analisis petrografi

batubara, komposisi maseral vitrinitnya berkisar antara 80-85 % dengan


komposisi maseral lainnya relatif kecil, nilai reflektan rata-ratanya 0,49-0,60 %.
- Sumberdaya batubara di daerah Sungai Belitang dan daerah Sungai Sai tidak
dilakukan perhitungan, karena lapisan batubaranya relatif tipis yaitu 0,25 s/d
0,70 meter.

Oleh : Mulyana dan Untung Triono


Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM
Departemen ESDM

geologi indonesia {kalimatan}

BAB V
KALIMANTAN
Pulau Kalimantan saat ini terletak pada margin tenggara lempeng Eurasia yang lebih
besar. Hal ini dibatasi di utara oleh Laut Cina Selatan marjinal kelautan baskom, di
sebelah timur oleh Belt Handphone Filipina dan Lempeng Laut Filipina dan ke selatan
oleh Banda dan busur Sunda sistem (Gambar 1). Hal ini dibatasi di sebelah barat oleh
Paparan Sunda dan akhirnya oleh kerak benua Paleozoikum dan Mesozoikum dari
Semenanjung Melayu. The Block Kalimantan Greater dikelilingi di utara, timur, dan
selatan oleh batas lempeng dan sistem busur yang saat ini aktif atau yang telah aktif
selama Tersier dan dibatasi ke barat oleh daerah rak underexplored yang mungkin
menyembunyikan batas terrane (Fuller & Richter,?).

Kalimantan dapat dibagi menjadi beberapa provinsi sekitar berarah tektonik (Gambar

5.1). Bagian utara pulau ini didominasi oleh kompleks Crocker-Rajang-Embaluh Kapur
dan Eosen hingga Miosen akresi. Hal ini terutama terdiri dari turbidites yang
ditumpahkan ke timur laut (koordinat hari ini) off dari busur vulkanik Schwaner dan
muda menjadi paralik ke cekungan parit laut. Sedimen ini yang terimbrikasi, cacat, dan
lemah bermetamorfosis selama subduksi Creraceous dan Tersier dan akhirnya yang
diterobos oleh tahap akhir dan intrusi subduksi pasca Kelompok Sintang Oligo-Miosen.
The Melawi-Ketungau cekungan dan cekungan Kutai (Gambar 5.1) terbentuk di
sepanjang sisi selatan kompleks ini selama Eosen Akhir dan dipisahkan dari itu oleh
Lupar-Lubok Antu dan melange-ophiolitic Boyan zona. Eksposur tersebar sedimen laut
Kapur berdekatan dengan cekungan kemungkinan merekam cekungan fore arc-Kapur
busur Schwaner. Cekungan Kutai dikembangkan terutama di sepanjang lengan dari
sistem keretakan Makassar sedangkan Melawi-Ketungau cekungan dan Kutai Atas
cekungan menempati lebih dari busur muka-ke intra-arc posisi untuk vulkanisme Tersier.
Tarakan dan Sandakan cekungan adalah cekungan Tersier dikembangkan di bagian timur
laut dari Kalimantan. Mirip dengan Kutai basin, cekungan adalah bersumber oleh sistem
delta dari daratan Kalimantan. Cekungan Barito terbentuk pada saat yang sama, tetapi
tampaknya telah dibentuk sebagai keretakan back-arc atau benua. Pieters et al (1987)
telah berkorelasi dengan basal volkanik Eosen batupasir / konglomerat dan Eosen seluruh
semua cekungan dan tampaknya bahwa sistem terus menerus perpecahan Eosen Dibentuk
di sepanjang pinggiran Batholith Schwaner menggembirakan dan mengikis. Ini
berkembang menjadi cekungan yang terpisah selama Oligosen dan Miosen dan
sedimentasi terus berlanjut selama sebagian besar dari Neogen tersebut. The Barholith
Schwaner sendiri adalah paparan segitiga batuan granit Kapur yang mengganggu
volkanik Paleozoikum dan Mesozoikum, volkaniklastik, dan sedimen laut. Satu-satunya
wilayah di Kalimantan di mana bagian ini Paleozoikum dan Mesozoikum terpelihara
dengan baik adalah di Northwest Kalimantan Barat dan Sarawak (Northwest Kalimantan
domain Williams et al (1988)) meskipun mungkin terbentuk kerak benua tuan rumah
untuk plutonism Schwaner. Margin timur Cekungan Barito dibentuk oleh ofiolit Meratus.
Hal ini emplaced selama Cretaceous Tengah (Sikumbang, 1986), mungkin selama
subduksi barat laut diarahkan (koordinat hari ini). Arc vulkanisme di Kalimantan SE

kemudian melompat tempel ke sistem busur Sulawesi. The ofiolit Meratus memisahkan
cekungan Barito dari Asem-asem basin di bagian tenggara Kalimantan. Asem-asem basin
merupakan cekungan Tersier yang dikonversi ke timur secara bertahap untuk Paternoster
Platform karbonat.
Untuk kenyamanan praktis dan presentasi, fitur tektonik Kalimantan dibagi menjadi dua
bagian: cekungan Tersier dan Pre Highs Tersier Awal.

5.1. PERGURUAN TINGGI cekungan


5.1.1. BARITO CEKUNGAN
Cekungan Barito terletak di sepanjang margin tenggara Shield Schwaner di Kalimantan
Selatan (Gbr. 8). Cekungan didefinisikan oleh Pegunungan Meratus ke timur dan
dipisahkan dari Cekungan Kutai ke utara dengan lentur yang terkait dengan kesalahan
Adang. Basin memiliki bukaan sempit ke selatan menuju Laut Jawa. Cekungan Barito
merupakan cekungan asym-metrik, membentuk foredeep di bagian timur dan platform
mendekati Shield Schwaner ke arah barat (Gambar 9 dan Gambar. 14). The Basin Barito
memulai perkembangannya di Kapur Akhir, menyusul tabrakan mikro-benua antara
Paternoster dan SW Borneo microcontinents (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996). Deformasi
ekstensional Awal Tersier terjadi sebagai konsekuensi tektonik bahwa konvergensi
miring. Ini menghasilkan serangkaian NW - SE tren perpecahan. Ini perpecahan menjadi
akomodasi ruang untuk penggemar aluvial dan endapan danau sedimen dari Formasi
Tanjung Bawah, berasal dari daerah horst. Pada awal Eosen Tengah, sebagai hasil dari
pelanggaran laut, sedimen celah menjadi lebih fluviodeltaic dan akhirnya kelautan,
sebagai pelanggaran berjalan selama pengendapan dari Formasi Tanjung Tengah.
Pelanggaran laut kemudian tenggelam perpecahan pada akhir Eosen - Oligosen awal
waktu, sehingga pengendapan serpih laut luas dari Formasi Tanjung Hulu. Setelah regresi
singkat laut di Oligosen Tengah pengembangan baskom sag menyebabkan pelanggaran
laut baru. Oligosen Akhir dicirikan oleh pengendapan karbonat platform Formasi berai
(Gambar 6 dan 7). Deposisi Karbonat berlanjut sampai Miosen Awal, ketika dihentikan

dengan meningkatkan masukan klastik dari barat. Selama Miosen laut mundur, karena
pengangkatan dari Core Schwaner dan Pegunungan Meratus. Masukan klastik
menghasilkan pengendapan arah timur-prograding sedimen delta dari Formasi Warukin.
Pada akhir Miosen Meratus Mountains kembali muncul, diikuti oleh penurunan isostatic
dari cekungan yang terletak di posisi tanjung dalam kaitannya dengan pegunungan
meningkat. Sedimen gudang dari uplift ini yang disimpan di cekungan mereda, sehingga.
dalam pengendapan ribuan meter dari Formasi Warukin. Pengangkatan Pegunungan
Meratus berlanjut sampai Pleistosen dan menghasilkan pengendapan molassic-delta
sedimen dari Formasi Dahor Pliosen. Ini rezim struktural dan pengendapan masih ada
hingga sekarang. Perkembangan struktural dari Cekungan Barito merupakan konsekuensi
dari dua jelas terpisah, rezim (Gbr. 6). Pertama, rezim transtensional awal, di mana geser
sinistral mengakibatkan pembentukan serangkaian NW - SE tren kunci yang berhubungan
dengan perpecahan, dan kedua, rezim transpressional melibatkan pengangkatan
konvergen, yang diaktifkan kembali dan terbalik struktur tarik tua dan mengakibatkan
memilukan, patahan dan lipat. Kinematika dan jenis inversi Barito tektonik telah dibahas
oleh Satyana dan Silitonga (1994). Saat ini, biji-bijian struktur cekungan adalah
karakteristik-terized oleh konsentrasi struktur di bagian Timurlaut cekungan, ditandai
dengan ketat, Baratdaya paralel - lipatan NNE tren, dibatasi menuju Pegunungan Meratus
oleh tinggi-sudut timur-mencelupkan imbricate terbalik kesalahan, yang melibatkan
ruang bawah tanah (Gambar 5 dan 9). Kehadiran kesalahan kunci utama ditandai dengan
lipatan tarik atau kesalahan-tikungan dan jejak sesar naik. Konsentrasi unik dari struktur
di bagian TL dari cekungan itu ditafsirkan oleh Satyana (1994) sebagai akibat tec-tonik
setengah-pengepungan daerah oleh dua pra-Tersier massifs: Range Meratus utara dan
Utara Meratus massifs ( Gambar 8).. Bagian barat dan selatan dari Cekungan Barito itu
agak tectonized dan menunjukkan struktur deformasi hampir tidak ada. Berkulit tipis
manifestasi tektonik, rep-dibenci oleh anticlines decollement dan jalan yang hanya samarsamar diidentifikasi dalam bagian dari cekungan (Satyana dan Silitonga, 1993).
Sepanjang utara Tengah Warukin dan Tapian Timur Fields (Gambar 3). Semua bidang
terjadi pada anticlines menyalahkan mencelupkan ke timur. The Fields Tanjung dan
Kambitin berhubungan dengan ruang bawah tanah-struktur yang terlibat. The Warukin
dan Tapian Timur Fields terjadi pada struktur dikembangkan oleh berkulit tipis tektonik

dalam Formasi Warukin (Gbr. 9). Hidrokarbon reservoired di Sands Tanjung Lower dan
Middle (Tengah Eosen) dan di Bawah dan Tengah Warukin pasir (Miosen Tengah)
(Gambar 7, 14 dan 15). Batuan dasar pra-Tersier dan karbonat berai (akhir Oligosen Miosen awal), di mana mereka retak, juga telah terbukti menjadi reservoir yang baik, dan
dapat menjebak hidrokarbon jika mereka posisi yang baik. Hidrokarbon yang dihasilkan
dalam, dan bermigrasi dari, bara Tanjung Bawah dan Tengah dan serpih karbon, dan
Lower Warukin karbon aceous serpih. Dapur utama terletak di cekungan depocentre pradikirim. Batuan penyegelan terutama disediakan oleh intra-formational serpih. Generasi,
migrasi dan jebakan hidrokarbon telah terjadi sejak Miosen Awal menengah (20 Ma). The
Basin Barito memberikan contoh terbaik dari efek interaksi tektonik pada habitat
hidrokarbon (Gbr. 9). Dalam cekungan ini, tektonik dikendalikan masing-com ponent dari
habitat hidrokarbon (petroleum system). Ekstensional tektonik di Tersier Awal
membentuk cekungan dibelah dalam mana serpih endapan danau Tanjung dan batu bara
yang disimpan di daerah graben. Lingkungan Lacus-trimurti bertanggung jawab untuk
pengendapan batuan sumber Tanjung. Seperti penurunan terus berlanjut dan struktur
dibelah yang terendam, serpih luas diendapkan, yang menjadi segel penting bagi batuan
reservoir yang mendasarinya. Kondisi ini juga bertanggung jawab untuk pengendapan
secara luas-terdistribusi batuan Tengah Tanjung reservoir. Kesalahan ekstensional
menjadi saluran untuk migrasi hidrokarbon-bons dihasilkan di daerah graben lebih dalam.
Peran tektonik di akumulasi hidrokarbon di cekungan selama waktu Neogen dan
Pleistosen tidak bisa dibantah. Implikasi pembalikan cekungan dalam pengembangan
sistem petroleum di Cekungan Barito dibahas di Satyana dan Silitonga (1994). Selama
Miosen Akhir baskom itu terbalik, sebagai-Association dengan Uplift Meratus, untuk
menghasilkan cekungan asimetris, Cekungan Barito, mencelupkan lembut di NW, menuju
Platform Barito, dan tajam dalam SE terhadap Uplift Meratus. Akibatnya bagian tengah
cekungan mereda dengan cepat, karena iso-stasy, menyebabkan batuan sumber Tanjung
akan terkubur, sehingga mereka mencapai kedalaman di mana hidro-karbon yang
dihasilkan. Pemodelan Dipulihkan untuk tektonik Barito dan hewan-roleum generasi
(Satyana dan Silitonga, 1994; Satyana, 1995; Satyana dan Idris, 1996) telah menunjukkan
bahwa inversi cekungan akibat tectonism kompresional (Gbr. 9). Graben-mengisi urutan
secara aktif terbalik dan anticlines asimetris yang dihasilkan sepanjang kesalahan

sebaliknya. Hidrokarbon yang dihasilkan dari depocentre basin diusir untuk mengisi
struktural

perangkap.

Struktur

seperti

Lapangan

Tanjung

dengan

demikian

menguntungkan diposisikan untuk jebakan hidrokarbon bermigrasi awal. Mengangkat


dari Pegunungan Meratus adalah terus menerus selama Miosen Akhir, melalui Pliosen,
dan memuncak di Plio - Pleistosen. Tanjung batuan sumber di depocentre sudah matang
oleh Miosen Akhir. Proto-terbalik perangkap struktural terbentuk pada Miosen awal yang
terus terbalik sebagai lembah kompresi dikembangkan, sehingga fitur sangat positif.
Hidrokarbon mengisi perangkap melalui kesalahan dan sepanjang pasir permeabel. Hal
ini dianggap bahwa dalam Pliosen awal batuan sumber Tanjung di daerah ini telah habis
hidrokarbon cair mereka kemampuan menghasilkan. Pada tahap ini gas yang dihasilkan
dan bermigrasi untuk mengisi perangkap yang ada. Plio - Pleistosen tectonism
menyebabkan Barito Basin keseluruhan akan sangat terbalik (Gbr. 9). Peristiwa tektonik
disebabkan baik pembentukan perangkap baru dan penghancuran perangkap yang ada.
Hidrokarbon terperangkap mungkin remigrated ke baru terbentuk struktur sebagai
perangkap tua yang miring atau melanggar oleh Plio - Pleistosen inversi. Pada tahap ini
batuan sumber Tanjung telah berhenti untuk menghasilkan minyak dan gas di depo-pusat,
karena bagian itu tegas dalam jendela gas kering. Para Shales Warukin rendah di
cekungan depo-pusat mencapai kedalaman jendela minyak di episode puncak tectonism
selama Plio - Pleistosen kali. Minyak yang dihasilkan dan bermigrasi ke terakumulasi
dalam struktural dalam perangkap pasir Warukin. The Warukin dan Tapian Timur Fields
didakwa dalam periode ini. Pembahasan sebelumnya menggambarkan betapa pentingnya
tec-tonik adalah untuk pengendapan batuan reservoir dan sumber, pematangan batuan
sumber, pembentukan perangkap struktural dan distribusi lapangan minyak. Namun,
tektonik juga dapat merusak yang sudah ada perangkap.

5.1.2. Kutai CEKUNGAN


The Basin Kutai adalah yang terbesar (165.000 km) dan (12.000 - 14.000 meter) terdalam
cekungan sedimen Tersier di Indonesia. Cekungan ini dibatasi di utara oleh Tinggi
Mangkalihat, ke selatan engsel cekungan pada Adang yang - lentur (Adang-Paternoster
kesalahan), ke barat itu dihentikan oleh Kuching Tinggi - bagian dari Ranges Kalimantan

Tengah, dan untuk timur terbuka ke Selat Makassar (Gbr. 10). Suksesi stratigrafi Tersier
di dalam cekungan dimulai dengan pengendapan sedimen aluvial Paleosen dari Formasi
Haloq Kiham di cekungan bagian dalam, dekat perbatasan barat (Gambar 6, 7 dan 14).
Basin mereda selama Paleosen akhir - Eosen Tengah sampai Oligosen, karena fase rifting
basement, dan menjadi tempat pengendapan Shale Mangkupa dalam marjinal untuk
membuka lingkungan laut. Beberapa silisiklastika kasar, pasir Beriun, secara lokal terkait
dengan urutan shale, menunjukkan
gangguan dari penurunan cekungan oleh lapisan yang terangkat. Basin mereda dengan
cepat setelah pengendapan pasir Beriun, sebagian besar melalui mekanisme cekungan
kendur, sehingga pengendapan serpih laut dari Formasi Atan dan karbonat dari Formasi
Kedango (Satyana dan Biantoro, 1996). Peristiwa tektonik berikutnya terangkat bagian
dari margin basin oleh Oligosen akhir (Gambar 6 dan 7). Uplift ini dikaitkan dengan
pengendapan volkanik Sembulu di bagian timur cekungan. Tahap kedua adalah stratigrafi
sejaman dengan cekungan pengangkatan dan inversi, yang dimulai pada Miosen Awal.
Selama waktu itu, serangkaian luas allu-botol dan endapan delta yang disimpan di
baskom. Mereka terdiri dari sedimen delta dari Pamaluan, Pulubalang, Balikpapan dan
Kampung Baru untuk-kut, prograding arah timur, yang berkisar di usia dari Miosen Awal
kali Pleistosen. Deposisi delta terus hari ini, dan meluas ke arah timur ke lepas pantai
Kutai Basin. Saat ini, gaya struktural dari Cekungan Kutai didominasi oleh serangkaian
NNE ketat - SSW lipatan berarah (dan kesalahan anak perusahaan) yang paralel dengan
garis pantai arkuata, dan dikenal sebagai anticlinorium Samarinda - Mahakam Foldbelt
(Gambar 5, 10 dan 11). Ini sabuk lipat ditandai dengan ketat, anticlines asimetris, separdiciptakan oleh synclines yang luas, mengandung Miosen siliciclas-tics. Fitur-fitur ini
mendominasi bagian timur cekungan dan juga lepas pantai diidentifikasi. The
penggundulan mation semakin lebih kompleks dalam arah darat. Daerah cekungan Barat
telah terangkat, Minimal 1500 m ke lebih dari 3500 m dari sedimen telah dihapus oleh
mekanisme inversi (Wain dan Berod, 1989, Courteney dan Wiman, 1991). Tidak banyak
yang diketahui tentang struktur daerah cekungan barat dan, meskipun struktur besar yang
jelas, kesamaan dalam tren struktural dan gaya tidak jelas dari data yang tersedia (Ott,
1987). Di wilayah ini, tektonik mungkin melibatkan basement (tebal berkulit tektonik).

Pembalikan tektonik, dalam hal asal dan ketegangan re-tanggapan, tidak sejelas di
Cekungan Barito. Prograding sedimen delta mungkin telah memberi kontribusi pada
mekanisme inversi struktural, dengan mekanisme diapirism atau pertumbuhan-faulting,
mekanisme ini sangat berbeda dari orang-orang yang mempengaruhi Basin Barito. Asalusul lipatan dan kesalahan di Cekungan Kutai tetap tak terpecahkan dan konsep-konsep
yang beragam seperti diapirism vertikal, gravitasi meluncur (Rose dan Hartono, 1978;
Ott, 1987), inversi melalui daerah memilukan (Biantoro et al, 1992.), Mikro-benua
tabrakan, detasemen lipat di atas sedimen overpressured (Chambers dan Daley, 1995),
beban yang berbeda pada sedimen delta dan pertumbuhan delta sistem sesar terbalik
(Ferguson dan McClay, 1997) telah dipanggil.

5.1.3. TARAKAN CEKUNGAN


Cekungan Tarakan meliputi wilayah basinal di NE Kalimantan (Gbr. 12). Pekerja di
daerah ini biasanya membagi NE wilayah Kalimantan basinal menjadi empat sub-DAS:
yang Subcekungan Tidung, Berau Sub-basin, Tarakan Sub-basin, dan Muara Sub-basin.
Cekungan Tarakan dari makalah ini mencakup semua empat sub-DAS. Batas-batas antara
sub-DAS tidak selalu perbatasan eA'ective, beberapa engsel saja atau zona sesar.
Cekungan Tarakan dipisahkan dari Cekungan Kutai oleh Tinggi Mangkalihat atau Arch
(Gbr. 12). Di sebelah barat cekungan dihentikan oleh Sekatak - Berau Tinggi dari Ranges
Tengah, engsel cekungan di Semporna Tinggi ke utara, dan membuka ke arah timur dan
southeastwards ke Selat Makassar.

Deposisi di Cekungan Tarakan dimulai pada Eosen Tengah, bersamaan dengan fase
rifting Selat Makassar yang memisahkan Sulawesi dari Kalimantan (Lentini dan Darman,
1996) (Gambar 6 dan 7). Basin mereda dan membuka ke timur. Laut melanggar barat dan
serpih laut dangkal dari Formasi Sembakung diendapkan, melapisi Dannu tua batuan
dasar. The. pelanggaran disela oleh pengangkatan Eosen terbaru yang mengakibatkan
pengendapan klastik hasil kasar Formasi Sujau. Selama masa Oligosen karbonat plat-

form (Seilor Formasi) dikembangkan dan berlanjut sampai Miosen Awal sebagai Shales
Mangkabua dan. reefal Tabalar Limestone. Di Miosen tengah, margin basin Barat yang
terangkat dan menyebabkan kondisi laut terbuka untuk memberi jalan kepada luas dan
cepat deposisi delta klastik, yang berturut-turut ke arah timur prograded dengan waktu.
Regresi periodik dan siklik - pelanggaran selama Miosen tengah ke waktu Pleistosen
menyebabkan perpindahan sedimen, meninggalkan serpih laut dan batugamping diselingi
dengan kasar sedimen klastik delta (The serpih Naintupo, Meliat - Tabul - Santul Tarakan - Sajau - deltaics Bunyu dan Domaring - Waru karbonat). Biji-bijian struktural
hadir cekungan adalah karakteristik-terized oleh lipatan berarah NW - SE dan oleh
kesalahan berarah NE - SW (Gambar 5 dan 13). Struktural penggundulan mation menjadi
utara semakin kompleks. NE biasa - kesalahan SW tren, yang normal terhadap arah
penebalan sedimen, menunjukkan bahwa mereka dikembangkan contemporaneously
dengan depo-sition, dan mungkin merupakan hasil langsung dari beban sedimen sedimen
delta berturut-turut. Semua struktur di lembah yang lebih rendah terbentuk sebagai hasil
dari berkulit tipis-tec tonik (Gbr. 14). Keterlibatan ruang bawah tanah karakteristikterizes struktur cekungan atas, mendekati Sekatak - Berau Tinggi. Inversi tektonik hampir
tidak ada di basin ini. Sejarah tektonik dari Cekungan Tarakan com-menced dengan
ekstensional tektonik di Eosen Tengah, memulai baskom dengan patahan blok, simi-lar
ke acara di cekungan tetangga. Dalam Miosen Tengah, Laut Sulu, terletak di utara
cekungan, yang subduksi di bawah kerak con-tinental bertambah Utara Kalimantan, dan
ini mengakibatkan ekstrusi volkanik Neogen di Semenanjung Semporna dan bertanggung
jawab untuk pembentukan NW - SE tren, SE terjun lipatan di Cekungan Tarakan. Ini
sumbu lipat sekarang rep-dibenci oleh pulau Sebatik, Bunyu dan Tarakan. Lipatan
menjadi semakin lebih kompleks menuju utara ketika mereka mendekati batas conkonvergen. Beberapa pekerja (Lentini dan Darman, 1996;. Biantoro et al, 1996)
berhubungan untuk-mation dari lipatan ke kunci tektonik di cekungan itu sendiri. The
progradation tebal dari penyerahan SUC-delta selama Miosen Tengah ke waktu
Pleistosen menghasilkan pertumbuhan-faulting dengan struktur rollover, selaras tegak
lurus terhadap aliran sedimen dan mereda ke arah timur.

5.1.4. SANDAKAN CEKUNGAN


The Sandakan Basin, terletak di bagian selatan Laut Sulu, dengan kompleks delta Tersier
di selatan cekungan. Hal ini sejalan dengan berbagai cara dengan hidrokarbon yang
menghasilkan delta Baram dan Mahakam, yang seperti Sandakan, yang berdekatan
dengan Kalimantan (Gambar 1). Ini kesamaan dengan Kalimantan membedakan
Cekungan Sandakan dari semua cekungan sedimen lain di Filipina.
Cekungan Sandakan diisi terutama dengan Mio-Pliosen fluvio-delta batuan sedimen usia,
sampai 15 km tebal (Gambar 2). Bagian stratigrafi cekungan telah dijelaskan oleh
Tamesis (1990). Cekungan ini dibatasi pada barat laut oleh Ridge Cagayan dan meluas
barat daya ke tengah dan tenggara Sabah. Palung Sulu aktif dan Kepulauan Sulu
membentuk batas timur cekungan. Ke timur laut, sedimen yang cacat oleh toe-of-lereng
lipatan kompresional. Sebelah timur laut dari lipatan, menipis suksesi sedimen menjadi
2,5 km dan downlaps ke kerak samudera Laut Sulu Tenggara, menandai batas timur laut
cekungan (Graves & Swauger, 1997).
Sejarah tektonik cekungan ini tidak disepakati. Klasifikasi Back-arc dan intra-arc telah
ditugaskan ke Laut Sulu Tenggara. Dalam kedua kasus, pemekaran dasar laut mungkin
telah dikaitkan dengan tenggara-diarahkan subduksi kerak proto-Selatan yang diusulkan
Laut China laut, di bawah perluasan timur laut dari mikrokontinen Borneo (Ridge
Cagayan), selama Miosen Tengah waktu (Hinz, et al, 1991.). Pembahasan lebih lanjut
dari perkembangan cekungan dibuat oleh Hutchison (1992) dan Rangin et al. (1990).

5.1.5. Sarawak CEKUNGAN


The continental shelf lepas pantai Malaysia Timur milik daerah air dangkal yang luas
yang menghubungkan Kalimantan dengan daratan Asia (Gambar 2). Hanya bagian utara
Kalimantan yang terpisah dari benua Asia oleh wilayah perairan dalam di Laut Cina
Selatan. Seiring pusat Sarawak rak sangat luas, umumnya melebihi 300 km dari tepi rak
ke pantai. Hal ini menjadi sempit menuju utara Sabah, di mana secara lokal kurang dari
100 km lebar.
Sebagian besar dari rak ini underlain oleh urutan Tersier tebal atas. Data magnetik, secara
lokal didukung oleh data seismik, menyarankan sedimen terbesar ketebalan berada di
tengah dan utara Sarawak, dekat dengan pantai ini (Gambar 3, 4). Dalam Sa-bah, zona
maksimum ketebalan tampaknya terjadi 60 km lepas pantai. Sumber utama dari sedimen
adalah sabuk orogenic yang membentang di sepanjang perbatasan selatan Sarawak utara
ke Sabah. Gunung-gunung ini, yang terangkat terutama dalam Eosen, sekarang
membentuk batas darat dari cekungan Tersier tebal atas.
Di Sarawak, tebal sedimen Tersier atas mencapai tar melewati tepi rak, meliputi wilayah
laut yang besar (Sarawak basin Gambar.. 2). Lebih jauh ke utara, di barat Sabah, palung
yang relatif sempit dalam (Sabah melalui) dengan sebagian besar terganggu, sedimen
horizontal usia mungkin Pliosen, memisahkan urutan Tersier tebal atas bawah rak dari
urutan Tersier lebih tipis yang mendasari air yang dalam jauh lepas pantai ( Gambar 3, 4:.
bagian 1, 2). Sebuah graben sama dalam, tapi lebih pendek ditemukan 250 km lebih jauh
ke barat-barat laut (Gambar 2). Dataran abyssal dari cekungan Cina terletak 350 km ke
arah barat laut dari palung Sabah, pada kedalaman air 4.000 m, dan underlain oleh
basement laut dengan hanya lapisan tipis sedimen. Di daerah ini, ekstensi kerak
menyebabkan pembentukan basement samudera, mungkin dalam waktu Tersier tengah,
sedangkan di fase rifting selatan tidak pernah melampaui pembentukan graben awal.
Tebal sedimen tersier atas juga mendasari bagian dari rak di bagian timur Sabah,
memperluas darat di Semenanjung Dent. Namun, di perairan dalam ke timur laut,
basement samudera tampaknya berada di kedalaman dangkal di bawah Laut Sulu

(Gambar 2).
Di sebagian besar wilayah lepas pantai basement seismik sesuai dengan sedimen
Paleogen indurated. Berdasarkan proyeksi dari Sarawak Barat onshore dan data sumur
lepas pantai dari Semenanjung Malaysia dan Indonesia, basement diperkirakan terdiri
dari batuan metamorf dan granit Mesozoikum, dan mungkin setidaknya sebagian dari
batuan Paleozoikum atas serupa dengan yang terkena di Vietnam, Semenanjung
Malaysia, dan barat Sarawak. Batuan metamorf Mesozoikum telah dijelaskan dari
singkapan permukaan di timur Sabah (Leong, 1974).
Sementara kondisi rak berlanjut ke bagian barat Sarawak, sebuah palung yang mendalam
dikembangkan di pusat Sarawak selama Cretaceous-Paleogen waktu, memperluas atas
bagian utara Kalimantan Barat dan Sabah. Beberapa ribu meter dari serpih laut dan
turbidites terakumulasi dalam palung ini, sumbu yang tampaknya telah terletak 100
hingga 200 km pedalaman dari pantai hari ini. Paleosen perairan dangkal batugamping
ditemukan di bawah permukaan barat daya Luconia menunjukkan adanya kawanan
karbonat sepanjang sisi barat dari palung laut Paleogen. Sabuk orogenic utama dari
Northwest Kalimantan cekungan itu sangat dilipat dan terangkat selama waktu Eosen,
sehingga menjadi sumber penting bagi sedimen Tersier muda.
Mid-Tersier fase rifting di basin China diperkirakan telah diberikan tekanan ekstensional
yang menyebabkan pembentukan separo graben dan sistem graben di mana sebagian
besar benua sedimen diendapkan (Gambar 2-5). Pada saat yang sama palung yang
mendalam dikembangkan di depan sabuk lipat Eosen di Sabah dan Sarawak bagian utara.
Ini cepat diisi dengan shale tebal dan urutan turbidit (West Crocker dan Temburong
formasi, Liechti et al, 1960), tetapi karbonat beting karang dan buildups dikembangkan di
sepanjang sisi barat daya palung (Melinau Lime-batu, Liechti et al, 1960) . Di pusat
Sarawak lingkungan yang dangkal menang dengan fasies terutama berlempung disimpan
(pembentukan Kelabit, Setap shale, Penian marl, Liechti et al, 1960; sebagian Miri Zone,
Hale, 1973). Deep-laut, urutan didominasi Shaly juga yang de-mengemukakan di bagian
timur Sabah, di mana mereka mengandung radiolarites dan spilites. Ini telah ditafsirkan
sebagai parit melanges indikasi dari Oligosen-Miosen awal akhir barat laut ke tenggara

berorientasi zona subduksi (Hamilton, 1976; Beddoes, 1976). Meskipun tidak ada
metamorfosis blueschist telah diamati, zona ini dengan serpih yang sangat berkerut dan
radiolarites sering dan ophiolithes menunjukkan indikasi lebih dari subduksi dari barat
daya ke barat laut dari tren berorientasi Utara-barat utama Kalimantan geosyncline, yang
tidak memiliki melanges parit yang khas. Struktural. Sabah merupakan daerah yang
paling kompleks di barat laut Kalimantan, karena posisi megatectonic nya antara sistem
busur-tanah Pasifik Barat dan daratan Asia.
Selama Miosen awal laut barat dilanggar. Deeper deposito laut mencapai rak utara hadir
Sarawak dan irisan laut dangkal diperpanjang jauh ke perairan Indonesia (Gambar 5).
Lokal karbonat beting dan buildups dibatasi cekungan (misalnya Subis Limestone,
Melinau Limestone, Liechti et al 1960). Luas pantai polos benua deposito terbentuk
sepanjang margin basin, dengan perkembangan yang sangat tebal di daerah ini dari
pusat / barat Sarawak. Barat laut ke tenggara berorientasi horst graben dan tektonik
mempengaruhi daerah, tetapi sebagian besar daerah barat dari Sarawak telah kemudian
menjadi cukup stabil, tinggi, dan luas terkikis. Selama penurunan Miosen tengah yang
kuat mulai dari pusat Sarawak sepanjang sistem sesar dari orientasi umum utara-barat
laut ke selatan-barat daya. Miosen tengah laut menyebar ke depresi yang terbentuk di
kedua sisi daerah, relatif stabil pusat ditinggikan, di mana buildups karbonat yang luas
mulai terbentuk (Central Luconia). Pada saat yang sama secara bertahap delta outbuilding
muncul di bagian barat dan utara Sarawak dan Sabah di utara (Gambar 5). Selama
Miosen akhir, banyak daerah yang hadir dari tengah dan selatan Sabah menjalani lipat
yang kuat, dimulai melalui uplifts basement dan patahan kunci. Sebagian besar dari
bagian utara Sarawak, baik ke dan luar negeri, juga dipengaruhi oleh fase tektonik,
meskipun deformasi umumnya telah lemah. Deformasi Synsedimentary terjadi dalam
urutan sedimen tebal yang memenuhi depresi mendalam di kedua sisi dari platform
karbonat Luconia Tengah. Outbuilding delta berlanjut di bagian barat dan tengah Sarawak
dan delta baru yang dikembangkan di selatan dan timur Sabah (Gbr. 5). Selama Pliosen,
laut cepat berkembang atas landas utara miring, penyetoran terbuka kelautan lempung
dan pasir (Gambar 5). Di lereng rak, lipatan dorong dikembangkan jauh di lepas pantai.
Deformasi Synsedimentary berlanjut di daerah delta, sementara yang lain fase lipat,

mungkin lagi dipicu oleh uplifts basement melalui patahan dan kunci pas, sebagian besar
terkena dampak dari dekat pantai utara Sarawak dan Sabah terutama bagian utara
(Gambar 3, 4).

5.1.6. Melawi DAN Ketungau CEKUNGAN


The melange dan batuan akresi timur dari domain Kalimantan Northwest secara tidak
selaras ditindih oleh tiga urutan sedimen, urutan Silat, Melawi Basin urutan dan
Ketungau / Mandai Basin urutan. Yang paling awal dari ini adalah urutan Silat, yang
terdiri dari batu pasir fluviatile hingga 600 ditindih tebal hingga 2000m dari endapan
danau hitam shale. Urutan menipis dengan cepat ke barat dan tidak hadir di sebelah barat
Sungai Kapuas (Gambar 2). Hal ini dilipat menjadi sinklin, ketat terjun timur, dan
anggota badan berada di tempat terbalik. Urutan Silat ignimbrit deposito akresi selatan
dan selaras ditindih oleh batuan dari Cekungan Melawi. Daerah singkapan dari urutan
disebut oleh Zeybnans van Emmichoven (1939) dan Williams et al., (1984) sebagai
Sabuk Lipat Silat. Urutan Silat dilipat sebelum pengendapan urutan Basin Melawi. Sifat
melipat menunjukkan adanya kesalahan dorong pada kedalaman (Williams et al., 1984).
The Basin Melawi berisi sampai 5 km dari sedimen laut fluviatile, lagoonal dan marjinal.
Detritus vulkanik tidak berlimpah namun van Es (1918) dan Williams dan Heryanto
(1986) diakui cakrawala banyak mengandung udara jatuh dan fragmen pecahan kaca
silisifikasi menunjukkan vulkanik kontemporer jauh.

Referensi : http://ernageo.blogspot.com/2013/05/geologi-indonesia-kalimatan.html

Você também pode gostar