Você está na página 1de 13

Analisis Cairan Semen

PENDAHULUAN

Menurut World Health Organizatio (WHO), infertilitas ialah pasangan yang tidak
mampu hamil setelah bersenggama secara aktif dan teratur selama 12 bulan tanpa
menggunakan kontrasepsi. WHO memperkirakan, sekitar 50-80 juta pasangan mengalami
masalah infetilitas. Untuk menilai kesuburan (fertilitas) dari pria adalah dengan analisa
cairan semen.
Cairan semen adalah campuran dari spermatozoa dalam cairan testis dan epididimis
yang ketika ejakulasi bercampur dengan hasil sekresi kelenjar-kelenjar: prostat, Vesikula
seminalis, dan bulbo uretrhalis . Spermatozoa yang didukung oleh sekresi kelenjar-kelenjar
seks aksesoris ini berfungsi untuk membuahi sel telur (fertilisasi) selama proses sexual
intercourse.
Tabel 1: Komposisi cairan semen

1.1

Organ/ Kelenjar

Persentase

Testis

25%

Vesika Seminalis

6575%

Prostat

2530%

Bulbourethral

< 1%

Komposisi
Spermatozoa
Asam

amino,

sitrat,

flavin,

fruktosa,

prostaglandin, protein, vitamin C


Asam fosfat, asam sitrat, fibrinolisin, enzim
proteolitik, zink
Galaktosa, mukus, asam sialik

Fisiologi Ejakulasi

Analisis Cairan Semen


Proses ejakulasi diatur oleh sistim saraf otonom yang terdiri dari dua fase: emisi dan
ekspulsi. Pada proses emisi, terjadi kompresi epididimis menyebabkan spermatozoa
mengalir melalui duktus deferens menuju bagian posterior dari urethra yang diikuti
kompresi dari kelenjar-kelenjar seks aksesoris. Cairan semen hasil dari campuran tersebut
diekspulsi yang disebut dengan ejakulasi karena kontraksi dari otot-otot pelvis.

Gambar 1: Anatomi organ dan saluran reproduksi pria

PEMERIKSAAN

Analisis Cairan Semen

2.1

Indikasi
Adapun tujuan dari pemeriksaan analisa cairan semen adalah :
1. Untuk mengetahui kualitas dari cairan semen untuk membuahi sel-telur atau
tingkat kesuburan (fertilitas) seorang pria
2. Untuk menilai keberhasilan vasektomi
3. Donor sperma

2.2

Alat dan Bahan

2.2.1

Alat
1. Sample cup kaca/ plastik
2. Hemositometer improved Neubaeur
3. Batang pengaduk kaca
4. Pipet mikro
5. Pipet Plastik disposible
6. Mikroskop
7. Slide dan coverslip
8. Kertas pH

2.2.1

Bahan
1. Eosin Y 0.5 %
2. 50 g NaHCO3 + 10ml formalin 35% dalam 1 Liter Air Murni
3. Diff-Quick Staining Kit

2.3

Prosedur

2.3.1

Pengambilan cairan semen


Syarat : - Abstinensia Seksual 2-7 hari
Cara

: - Cara paling umum adalah dengan masturbasi yang dilakukan di kamar


khusus di laboratorium.
- Ditampung langsung dengan wadah yang sudah diberi identitas pasien
- Seluruh ejakulat ditampung tidak ada yang tumpah, dan pasien mencatat
waktu selesai ejakulasi

2.3.2

Proses Evaluasi

Makroskopis
3

Analisis Cairan Semen


1.

Likuafeksi
Segera setelah ejakulasi, cairan semen umumnya berupa suatu massa koagulasi

semisolid (seperti gel). Dalam beberapa menit pada suhu kamar, cairan semen yang
menggumpal perlahan menjadi lebih encer karena kerja dari enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh kelenjar prostat, yang disebut likuefaksi. Likuafeksi komplit bila cairan
semen telah mencair

homogen yang biasanya memerlukan waktu sekitar 15 menit.

Pemeriksaan selanjutnya dilakukan jika telah terjadi likuafeksi komplit.


Nilai rujukan waktu yang diperlukan untuk likuafeksi kurang dari 60 menit.
Catatan :
Jika > 60 menit tidak terjadi likuafeksi komplit, maka diberikan perlakuan tambahan
seperti: 1.) secara mekanik dengan pengadukan berulang secara lembut, 2.) secara
kimia dengan penambahan enzim proteolitik Bromeilin 10 IU/ml perbandingan 1:1.
2.

Viskositas
Untuk memperkirakan viskositas dari cairan semen dapat dilakukan dengan dua cara.

Cara pertama :
Hisap sample dengan pipet plastik disposible (d= 1,5mm), lalu tutup lubang atas
pipet
Angkat pipet dan buka lubang atas pipet, biarkan sampel jatuh karena gaya gravitasi
Sampel normal akan menetes secara diskret
Viskositas abnormal jika tetesan membentuk untaian >2cm
Cara kedua :
Celupkan batang pengaduk kaca kedalam sampel dan angkat perlahan
Viskositas abnormal jika membentuk untaian >2cm
3.

Warna
Warna cairan semen likuafaksi yang normal adalah putih opaque/ putih mutiara.

Sampel bisa lebih jernih jika konsentrasi spermatozoa sangat rendah. Warna juga bisa
berubah pada kondisi tertentu; berwarna merah kecoklatan jika mengandung eritrosit
(haemospermia), dan berwarna kekuningan pada pasien ikterik.
4.

Bau
Cairan semen normal memiliki aroma yang khas seperti bau bunga akasia.

Seseorang yang pernah memiliki pengalaman dengan bau cairan semen tidak akan pernah
lupa.
4

Analisis Cairan Semen


5.

Volume
Untuk mengetahui volume cairan semen dilakukan dengan pengukuran secara

langsung: sample ditampung langsung dengan menggunakan wadah khusus yang memiliki
skala 0.1 ml. Pengukuran dengan memindahkan sampel dari wadah penampungan kedalam
gelas ukur, tidak dianjurkan karena akan menyisakan 0.3 - 0.9 ml sampel didalam wadah.
Nilai rujukan : > 1.5 ml
6.

pH
pH cairan semen harus diukur setelah likuafeksi pada waktu yang disepakati,

sebaiknya 30 menit setelah ejakulasi.

Aduk sample secara lembut dan merata


Teteskan sample pada kertas pH yang memiliki skala 6.0 - 10.0
Tunggu sampai perubahan warna menjadi homogen (<30 detik)
Bandingkan warna yang muncul dengan kaliberasi warna untuk mengetahui nilai
dari pH

Nilai rujukan berdasarkan konsensus : > 7.2


Mikroskopis
1.

Preparat basah
Preparat basah digunakan untuk evaluasi agglutinasi, konsentrasi kasar, dan motilitas

spermatozoa. Pembuatan preparat basah segera dikerjakan setelah cairan semen mengalami
likuafeksi komplit
Cara pembuatan preparat basah :
Teteskan diatas slide alikuoat (10L) dengan menggunakan mikropipet.
Tutup dengan coverslip ukuran 22mm x 22mm
Biarkan sample menyebar merata dibawah coverslip
Evaluasi dengan mikroskop pembesaran 400x
2.

Agglutinasi
Dikatakan agglutinasi jika sperma motil melekat satu sama lain. Jika spermatozoa

immotil yang bertumpuk atau spermatozoa melekat dengan debris disebut aggregasi.
Derajat aggulitasi spermatozoa :

Analisis Cairan Semen


Grade 1 (Isolated) : < 10 spermatozoa per-agglutinate, banyak spermatozoa yang
bebas
Grade 2 (Moderate) : 10-50 Spermatozoa per-aglutinate, sebahagian spermatozoa
bebas
Grade 3 (large) : >50 Spermatozoa per-aglutinate, sedikit spermatozoa bebas
Grade 4 (gross) : semua spermatozoa agglutinasi dan agglutinate saling
berhubungan

Gambar 2: Spermatozoa yang mengalami agglutinasi


2.

Motilitas
Pemeriksaan motilitas dari sperma harus dilakukan segera setelah likuafeksi komplit,

sebaiknya kurang dari 30 menit. Sample yang dehidrasi, perubahan pH dan temperatur dapat
mempengaruhi motilitas.
Cara:
-

Siapkan preparat basah dan periksa dengan menggunakan mikroskop pembesaran

400x
Evaluasi Minimal 200 Spermatozoa, dan nilai hanya sperma yang intak (memiliki 1
kepala dan 1 ekor). Motilitas spermatozoa dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan:
PR (Progressive Motility) : spermatozoa yang bergerak aktif lurus kedepan
ataupun linkaran besar.
(NP) Non-Progressive Motility : semua bentuk pergerakan yang tidak progresif,
contoh: berputar ditempat atau hanya pergerakan ekor tanpa kepala berpindah

tempat.
(IM) Immotility : tidak bergerak
Hasil dilaporkan dalam persentase

Nilai rujukan : - Spermatozoa motil (PR + NP) > 40%

Analisis Cairan Semen


- Spermatozoa Progresif (PR) >32%
3.

Vitalitas
Pemeriksaan vitalitas penting dilakukan jika motilitas spermatozoa kurang dari 40%.

Vitalitas spermatozoa diperkirakan dengan menilai integritas dari membran sel dengan
menggunakan Eosin Y 0.5%, dimana spermatozoa yang memiliki defek pada membran sel
akan menyerap Eosin Y dan dianggap no vital (mati)
Cara :
Teteskan 5 L sampel dan 5 L Eosin Y 0.5% diatas slide dan aduk rata dengan
ujung pipet
Tutup dengan coverslip 22mm x 22mm, biarkan 30 detik
Periksa dengan mikroskop pembesaran 400x
Evaluasi 200 spermatozoa, hitung jumlah spermatozoa mati (warna merah: menyerap
eosin) dan hidup (warna putih: tidak menyerap eosin)
Nilai rujukan : -spermatozoa hidup (vital) > 58 %

Gambar 3: Spermatozoa non-vital (mati) berwarna merah (A). Spermatozoa vital


(hidup) berwarna putih (B).
Catatan:
Persentase spermatozoa immotil non vital yang tinggi mengindikasikan adanya
gangguan di epididimis
Persentase spermatozoa immotil vital yang tinggi mengindikasikan adanya
kerusakan di flagela
4.

Jumlah

Analisis Cairan Semen


Jumlah total spermatozoa diperoleh dengan menghitung konsentrasi terlebih dahulu
lalu dikalikan volume dari ejakulat.
Encerkan sampel dengan larutan pengencer (50 g NaHCO 3 + 10ml formalin 35%
dilarutkan dalam 1 Liter Air Murni)
Besar pengenceran : 20x ( > 101 spermatozoa/LP 400x), 5x (16-100 spermatozoa/ LP
400x), 2x ( <15 Spermatozoa/LP 400x)
Letakkan sample yang sudah diencerkan perlahan pada hemositometer Improved
Neubaeur sampai seluruh celah dibawah coverslip terisi
Evaluasi dengan mikroskop pembesaran 400x
Hitung perbaris pada Area 5, minimal 200 spermatozoa

Gambar 4 : kamar hitung hemositometer Improve Neubaeur


Perhitungan :
Volume dari 1 baris adalah 200 nL (2x10 -5 ml). Maka konsentrasi spermatozoa dalam 1 ml
adalah:
(jumlah sperma / jumlah baris yang dihitung) x besar
pengencaran x 50 ribu)

Contoh: Jumlah spermatozoa dengan pengenceran 20x adalah 220 ekor dalam 4 baris,
volume ejakulat 3 ml. Maka konsentrasi sperma dalam 1 ml adalah; 220/4 x 20 x
50 ribu = 53 juta/ml
Jumlah total spermatozoa = 53jt/ml x 3ml = 159 juta
Nilai rujukan : - Konsentrasi spermatozoa : > 15 juta/ml
- Jumlah total spermatozoa per-ejakulat : > 39 juta

Analisis Cairan Semen


Perhitungan pada jumlah spermatozoa yang sangat rendah:

Jika pada preparat basah jumlah spermatozoa adalah 1-4/ lapangan pandang dengan
pembesaran 400x dan menggunakan F.N 20, maka hasil dapat dilaporkan:

konsentrasi < 2 juta /ml.


Jika tidak ditemukan spermatozoa pada preparat basah, maka dapat dilakukan
pemeriksaan pada sedimen. satu mililiter semen disentrifugasi pada kecepatan
3.000g selama 15 menit, lalu supernatan dibuang hingga menyisakan 50l. Buat 2
preparat basah dengan menggunakan sedimen tersebut: jika ditemukan spermatozoa
pada salah satu preparat maka hasil dilaporkan Cryptozoospermia, jika tidak
ditemukan spermatozoa maka hasil dilaporkan suspek Azoospermia

Catatan :
Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh fungsi sekresi dari kelenjar-kelenjar seks
aksesoris.
Jumlah total spermatozoa menggambarkan fungsi dari testis dimana tempat
terjadinya spermatogenesis
4.

Morfologi
Evaluasi morfologi spermatozoa menggunakan hapusan dengan pewarnaan. Metode

pewarnaan yang digunakan adalah Rapid Staining (Diff-Quick).


Cara :
Buat hapusan cairan semen di slide dan keringkan diudara
Celupkan kedalam Triarylmethane selama 15 detik untuk menfiksasi
Celupkan kedalam Larutan Pewearna I (Eosin Y) selama 10 detik
Celupkan kedalam Larutan Pewarna II (Thiazine) selama 5 detik
Celupkan kedalam air suling 10-15x untuk pembilasan, lalu keringkan di udara
Evaluasi Spermatozoa mulai dari head, mid-piece, dan tail

Analisis Cairan Semen


Gambar 6: Spermatozoa potongan sagital
Tabel 2 : Evaluasi spermatozoa
Kepala
Midpiece
Bentuk oval, kontur reguler Bentuk ramping dan
dan halus.

reguler

Ukuran 4.1m x 2.8 m


Akrosom 40-70%, tidak
mengandung vakuola besar

Ukuran 4m x 0.6m

midpeace

(panjang hampir sama


dengan kepala )

Ekor
Lebih kecil dari
Memiliki ketebalan
yang hampir sama

Panjang 45 m (
10x panjang kepala)

atau
> 2 vakuola kecil
(> 20% luas kepala).

Tidak ada sudut yang


tajam

Post-Akrosomal tidak
mengandung vakuol.

Gambar 7 : Spermatozoa dengan pewarnaan Diff-Quick

10

Analisis Cairan Semen

11

Analisis Cairan Semen


SIMPULAN HASIL PEMERIKSAAN

Aspermia

: Tidak ada cairan semen

Astenozoospermia

: Persentase dari spermatozoa motil progresif (PR)< Nilai Rujukan

Azoospermia

: Tidak terdapat spermatozoa pada ejakulat

Cryptozoospermia

: Tidak ditemukan spermatozoa pada preparat basah, tetapi dijumpai


pada sedimen (centrifuged pellet)

Necrozoospermia

: Spermatozoa yang hidup (vital) < Nilai Rujukan

Normozoospermia

: Jumlah total spermatozoa, persentase motil progresif, dan morfologi


normal spermatozoa Nilai Rujukan

Oligozoospermia

: Jumlah total spermatozoa < Nilai Rujukan

Teratozoospermia

: Persentase morfologi spermatozoa normal < Nilai Rujukan

12

Analisis Cairan Semen


DAFTAR PUSTAKA
1. WHO laboratory manual for the Examination and processing of human semen: Fifth
Edition: 2010
2. Derek h. Owen, David f. Katz: A Review of the Physical and Chemical Properties of
Human Semen and the Formulation of a Semen Simulant: Journal of Andrology, Vol.
26, No. 4, July/August 2005
3. Carlo Bettocchi, et al: Ejaculatory Disorders: Pathophysiology and Management:
availaible at http://www.medscape.org

13

Você também pode gostar