Você está na página 1de 120

BAB I

PENDAHULUAN

A. Sejarah dan Perkembangan


PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah perusahaan terbatas dengan
produksi semen cap Tiga Roda. Perusahaan ini memiliki 12 pabrik yang tersebar
di tiga lokasi, yaitu di daerah Citeureup-Bogor, Tarjun-Kalimantan Selatan dan
Palimanan-Cirebon. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memulai kegiatan
pembuatan semen pada tahun 1975 di Citeureup melalui PT Distinc Indonesia
Cement Enterprise (PT DICE). Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh badan
usaha lain dengan mendirikan plant 3 8 yang berlokasi sama dengan plant
sebelumnya.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan semen di dalam negeri, maka
badan usaha ini mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini ditandai dengan
pendirian perusahaan-perusahaan baru. Pada Tahun 1985, kelompok perusahaan ini
telah memiliki kapasitas terpasang sebesar 7,7 hingga 8,9 juta ton per tahun. Enam
kelompok perusahaan yang tergabung adalah sebagai berikut:
1. PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE)
Perusahaan ini didirikan pada tanggal 1 Juni 1973. Perusahaan ini merupakan
awal dari plant 1 dan plant 2 dengan kapasitas masing-masing plant adalah
500.000 ton per tahun. Plant 1 mulai beroperasi pada tanggal 18 Juli 1975 dan
diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1975. Plant 2 mulai beroperasi pada tanggal
14 Agustus 1975 dan diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1976. Hasil produksi
dari kedua plant ini adalah semen tipe I ASTM.
2. PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PICE)
Perusahaan ini merupakan awal dari plant 3 dan plant 4. Plant 3 mulai
beroperasi pada tanggal 26 Oktober 1978 dan plant 4 mulai beroperasi pada
tanggal 17 November 1980. Kapasitas produksi masing-masing plant adalah
sebesar 1.000.000 ton per tahunnya dengan produknya adalah semen tipe I
ASTM.

3. PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE)


Perusahaan ini diresmikan pada tanggal 16 Maret 1981 dan merupakan awal dari
plant 5 yang khusus memproduksi semen putih (merupakan satu-satunya
produsen semen putih di Indonesia) dan oil-well cement. Kapasitas terpasang per
tahunnya sebesar 200.000 ton.
4. PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE)
Perusahaan ini mulai beroperasi pada bulan Desember 1983 dan merupakan awal
dari plant 6 dengan kapasitas terpasang 1,5 juta ton per tahunnya. Hasil
produknya berupa semen tipe I ASTM.
5. PT Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprise (PIAICE)
Perusahaan ini mulai beroperasi pada tanggal 16 Desember 1984 dan merupakan
awal dari plant 7 dengan kapasitas terpasang sebesar 1,5 juta ton per tahunnya.
6. PT. Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PAMICE)
Perusahaan ini mulai beroperasi pada tanggal 10 Juli 1985 dan merupakan awal
dari plant 8. Kapasitas produksinya adalah 1,5 juta ton.
Pada tanggal 16 Januari 1985, keenam perusahaan tersebut melakukan
merger lalu resmi berbentuk badan hukum dengan nama PT Indocement Tunggal
Prakarsa pada tanggal 17 Mei 1985. Pada tanggal 25 Juni 1985 pemerintah
Republik Indonesia menyertakan modal sebesar 35% dari total saham yang
berjumlah Rp. 364.333.840,00 dan sisanya dikuasai oleh pihak swasta. Berdasarkan
surat Izin No. SI-062/SHM/MK-10/89 tanggal 16 Oktober 1989 maka PT.
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk., melakukan go public dengan menjual
59.000.100 lembar sahamnya kepada masyarakat dengan nilai nominal Rp.1.000,00
per saham dan harga penawarannya sebesar Rp.10.000,00 per saham.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. berusaha meningkatkan kapasitas
produksinya dengan membeli plant milik PT. Tridaya Manunggal Perkasa Cement
Enterprise (TMPCE) yang berlokasi di Palimanan, Cirebon pada tanggal 27
November 1991. Plant ini dinamakan plant 9 dengan kapasitas terpasang 1.200.000
ton pertahun. Tahun 1997 dibangun plant 10 disebelah plant 9 dengan kapasitas
terpasang sama.

Pada tahun 1994, didirikan pabrik dibawah PT Indo Kodeco Cement (PT
IKC) dengan sistem joint venture (Indocement : 51%, Korea Devt. Co. : 46%,
Marubeni Corp. : 3%) di daerah Tarjun, Kalimantan Selatan dengan kapasitas
terpasang 2.400.000 ton per tahun. Pada tanggal 29 maret 1995, PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk. memperoleh penghargaan sertifikat ISO 9001 karena
manajemen mutu yang baik.
Usaha selanjutnya adalah pembangunan plant 11 di Citeureup, Bogor pada
tahun 1997. Plant 11 memiliki kapasitas terpasang 2.400.000 ton pertahun dan
mulai beroperasi pada bulan Maret 1999. Pada tanggal 20 Oktober 2000,
berdasarkan RUPS Luar Biasa, diputuskan bahwa anak perusahaan PT. IKC
langsung berada dibawah operasional PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dan
dinamakan plant 12. Dengan beroperasinya plant 12 maka PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. memiliki kapasitas terpasang 17.100.000 ton klinker per tahun
sehingga menjadi produsen semen terbesar di Indonesia. Kapasitas produksi PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dari tiap plant ditunjukkan pada Tabel 1
(Production Dept., 2013).
Pada tanggal 18 April 2001, Kimmeridge Enterprise Pte. Ltd., anak
perusahaan Heidelberger Zemen AG (perusahaan semen dari Jerman) membeli
saham perseroan milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan milik
PT Holdiko Perkasa, sehingga Kimmeridge menjadi pemegang saham pengendalian
perseroan dengan total 1.674.133.233 saham atau setara dengan 45,48% dari total
modal yang disetor dan ditempatkan di perseroan. Setelah mengalami beberapa
perubahan, susunan pemegang saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah
sebagai berikut (CHRD, 2013):
a. Birchwood Omnia Limited, England

: 51,00 %

b. PT Mekar Perkasa

: 13,03 %

c. Masyarakat

: 35,97 %

Tabel 1. Kapasitas Produksi tiap Plant PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.


Nama Plant

Lokasi

Kapasitas
per tahun

Produk

Plant 1

Citeureup, Bogor

700.000 ton

PCC1 / OWC2

Plant 2

Citeureup, Bogor

600.000 ton

PCC / PCC

Plant 3

Citeureup, Bogor

1.100.000 ton

PCC

Plant 4

Citeureup, Bogor

1.100.000 ton

PCC

Plant 5

Citeureup, Bogor

200.000 ton

WC3

Plant 6

Citeureup, Bogor

1.600.000 ton

PCC

Plant 7

Citeureup, Bogor

1.900.000 ton

PCC

Plant 8

Citeureup, Bogor

1.900.000 ton

PCC

Plant 9

Palimanan, Cirebon

2.050.000 ton

PCC

Plant 10

Palimanan, Cirebon

2.050.000 ton

PCC

Plant 11

Citeureup, Bogor

2.600.000 ton

PCC

Plant 12

Tarjun, Kalimantan Selatan

2.600.000 ton

PCC

Total

18.400.000 ton

Portland Coposite Cement

Oil Well Cement

White Cement

B. Lokasi Perusahaan
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. terdiri dari 12 plant yang terletak di tiga buah
lokasi berbeda, yakni :
1. Pabrik di Citeureup (Bogor), terdiri atas 9 plant (plant 1 s.d. 8 dan plant 11)
dengan area seluas 200 ha.
2. Pabrik di Palimanan (Cirebon), meliputi palnt 9 dan 10 dengan area seluas 520
hektar.

3. Pabrik di Tarjun (Kalimantan Selatan), yakni plant 12 dengan area seluas 580
hektar.
Alasan pemilihan ketiga lokasi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan
berikut:
1. Orientasi pasar (market oriented)
Lokasi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa sebagian besar pembangunan
di Indonesia terletak di pulau Jawa dan daerah ini dekat Jakarta sehingga
memudahkan pendistribusian produk serta pemasaran impor ekspor.
2. Orientasi bahan baku (raw material oriented)
Sebagian besar bukit-bukit di Citeureup berupa bukit kapur dan tanah liat
walaupun tidak subur tetapi bermanfaat untuk bahan baku dalam pembuatan
semen sehingga 93% bahan mentah yang diperlukan dapat terpenuhi.
3. Tenaga Kerja
Daerah Citeureup bukanlah kawasan industri, jadi dengan berdirinya PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. membuka peluang besar untuk dapat
merekrut tenaga kerja yang banyak.
4. Transportasi
Dekatnya Citeureup dengan Jakarta (Tanjung Priok) dan jalan tol Jagorawi akan
sangat memudahkan pemasaran produk-produk PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk. baik untuk di dalam negeri maupun keperluan ekspor impor.
5. Utilitas
Adanya sungai Cileungsi yang melintasi kawasan PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. sangat mendukung untuk memenuhi kebutuhan air karena cukup
memungkinkan untuk dilakukan pembuatan unit pengolahan air.

C. Produk yang Dihasilkan


Adapun jenis-jenis semen yang dihasilkan oleh PT Indocement Tnggal
Prakarsa Tbk. antara lain:
1. Ordinary Portland Cement (OPC)
OPC dikenal pula sebagai semen abu. Semen ini terdiri dari lima tipe standar. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memproduksi OPC tipe I, II, dan V. OPC
merupakan semen berkualitas tinggi yang sesuai unutk berbagai kebutuhan
seperti konstruksi rumah, bangunan bertingkat, dan jembatan.
a. Semen OPC tipe I

SNI 1520941994 (Indonesia)

ASTM C 15095 (Amerika Serikat)

BS 12 1989 (Inggris)

Merupakan bahan baku untuk mixed cement, cement asbestos, ubin lantai,
ferrocement, dan untuk penggunaan umum baha bangunan yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
b. Semen OPC tipe II

SNI 1520491994 (Indonesia)

ASTM C 15095 (Amerika Serikat)

Mempunyai sifat ketahanan sulfat dan panas hidrasi rendah dimana biasanya
digunakan pada lahan dengan kadar sulfat rendah. Tipe ini biasanya
digunakan pada dermaga, bendungan, rangka konstruksi berat.
c. Semen OPC tipe V

SNI 1520941994 (Indonesia)

ASTM C 15095 (Amerika Serikat)

Memiliki kelebihan dalam proteksi terhadap kadar sulfat yang tinggi yang
terdapat pada air. Biasanya digunakan unutk komstruksi di lahan gambut atau
bangunan di tepi laut yang memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

2. White Cement (Semen Putih)


Semen putih (SNI 1520941994) digunakan untuk dekorasi eksterior dan
interior bangunan. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan satusatunya produsen semen putih di Indoensia, dimana produksinya dapat
memenuhi permintaan domestik. Semen putih diproduksi di plant 5.
3. Oil Well Cement

SNI 1530441992 Kelas G

Class 6 High Sulfate Resistant

API Specification 10A

Merupakan tipe semen spesial yang digunakan pada pengeboran minyak dan gas
alam baik di daratan maupun di lepas pantai dengan kedalaman sampai 8000 ft.
OWC dicampur dalam slurry dan kemudian diinjeksikan di antara pipa bor dan
dinding sumur minyak dimana semen dapat mengeras walaupun berada pada
temperatur sumur minyak yag tinggi.
4. Mixed Cement
Mixed cement (SNI 1535001993) merupakan klasifikasi luas yang mencakup
berbagai jenis produk semen. Mixed cement diproduksi dengan cara mencampur
clinker dengan berbagai macam aditif seperti fly ash (abu terbang), limestone
(batu kapur), dan terak tungku bakar (blast-furnace slag), dimana komposisinya
tergantung penggunaan. Mixed cement memiliki kadar clinker yang lebih rendah
(sekitar 65 % bila dibandingkan dengan OPC tipe I dengan kadar 96 %). Mixed
cement biasanya digunakanuntuk berbagai jenis aplikasi non struktural seperti
konstruksi bangunan apartemen yang tidak terlalu tinggi.
5. Pozzolan Cement
Pozzolan cement merupakan sebuah produk semen hidrolik pozzolanik dengan
kandungan limestone tinggi. Tipe ini biasanya digunakan untuk proyek
konstruksi dengan persyaratan lebih sedikit dukungan struktural. Tahun 1999, PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memperkenalkan tipe ini dengan angka
produksi 300.000 ton per tahun.

6. White Mortar TR30


Merupakan produk terbaru Tiga Roda yang sangat sesuai untuk acian, pelamir,
dan nat. Keuntungan menggunakan White Mortar TR30 antara lain dapat
menghasilkan permukaan acian yang lebih halus, mengurangi retak dan
terkelupasnya permukaan karena mempunyai sifat plastis dengan daya rekat
tinggi, cepat dan mudah dalam pengerjaan, hemat dalam pemakaian material
serta dapat digunakan pada permukaan beton dengan menambah lem putih.
Plant 1 saat ini memproduksi semen jenis PCC (Portland Composite
Cement). Semen PCC dibuat dengan penambahan bahan aditif berupa campuran
trass dan limestone hingga 30 %. Semen PCC dikemas dengan ukuran 40 dan 50 kg
per kantong, sesuai dengan permintaan. Selain itu, terdapat pula semen curah dengan
ukuran 20 dan 25 ton. Namun di plant 1 tidak memproduksi semen dalam kemasan
big-bag yang berkapasitas 1 hingga 2 ton per kantongnya.
Plant 2 memproduksi semen jenis OWC (Oil Well Cement). Semen OWC
dibuat dengan penambahan iron sand yang lebih banyak dibandingkan dengan bahan
baku semen PCC. Semen OWC ini tidak dikemas di dalam kantong melainkan hanya
tersedia dalam kapasitas semen curah berukuran 20 dan 25 ton yang dimuat dalam
bulk truck.

BAB II
STRUKTUR ORGANISASI

A. Visi, Misi, dan Motto


1. Visi
Premium domestic player in cement business and market leader in Java in
ready-mix concrete, aggregates, and sand businesses.
Pemimpin pasar semen yang berkualitas dan pemeran penting dibidang beton.
2. Misi
We are in the business of providing quality cement and building materials at
competitive prices, ia a way that promotes sustainable development.
Kami berkecimpung dalam bisnis penyediaan papan, semen dan bangunan yang
terkait, serta jasa yang terkait yang bermutu dengan harga yang kompetitif dan
tetap memperhatikan pembangunan berkelanjutan.
3. Motto
Better shelter for a better life.
Turut membangun kehidupan bermutu.

B. Struktur Organisasi
Perusahaan di Citeureup ini didukung oleh 4270 tenaga kerja dengan
berbagai macam keahlian dan disiplin ilmu sehingga keseluruhannya berintegrasi
dengan baik. Organisasi ini membagi unit-unit kerja organisasi secara fungsional
yang disahkan melalui surat pengesahan No. C2-3641.HT.01.01.Th.85.
Kekuasaan tertinggi dalam perusahaan dipegang oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Untuk pelaksanaan kegiataan operasional dipegang oleh
Dewan Direksi yang terdiri dari 9 orang yang bertugas melaksanakan kebijakan yang
telah digariskan RUPS.
Sebagai wakil pemegang saham untuk mengawasi Dewan Direksi
dibentuk Dewan Komisaris yang terdiri dari 9 orang dengan 1 Komisaris Utama dan
2 Wakil Komisaris Utama. Dalam melaksanakan kegiatan eksekutif sehari-hari,

direksi mengangkat Plant/Division Manager dan mengawasi jalannya pabrik


ditunjuk pula 2 orang General Manager Operation. Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. pada tanggal 30 Oktober 2005
menghasilkan keputusan sebagai berikut :
Dewan Komisaris:
Komisaris Utama

: Dr. Albert Scheuer

Wakil Komisaris Utama

: Teddy Djuhar

(merangkap Komisaris Independen)


Wakil Presiden Komisaris

: I Nyoman Tjager

(merangkap Komisaris Independen)


Komisaris Independen

: Muhammad Jusuf Hamka

Komisaris

: Dr. Lorenz Naeger

Komisaris

: Dr. Bernard Scheifele

Komisaris

: Daniel Hugues Jules Gauthier

Dewan Direksi:
Direktur Utama

: Daniel Eugene Antoine Lavalle

Wakil Direktur Utama

: Franciscus Welirang

Direktur

: Nelson Gylding Dorrel Borch

Direktur

: Kuky Permana Kumalaputra

Direktur

: Hasan Imer

Direktur

: Lie Sukanto

Direktur

: Ramakanta Bhattacharjee

Direktur

: Benny Setiawan Santoso

Direktur

: Daniel Robert Fritz

10

Gambar 1. Struktur Organisasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

Untuk pabrik Citeureup Bogor, dari kesembilan plant yang ada dibagi
menjadi 4 Divisi dimana setiap divisi dikepalai oleh 1 orang Plant/Division
Manager. Divisi tersebut antara lain plant 1-2 dan 5, plant 3-4, plant 6-11, dan plant
7-8.
Untuk plant 1-2 sendiri dibagi menjadi 3 departemen antara lain
Production Department, Electrical Department, dan Mechanical Department.
Sedangkan untuk tiap departemen dibagi menjadi beberapa Section. Untuk lebih
lengkapnya, struktur organisasi dalam suatu divisi dapat dilihat dari bagan struktur di
bawah ini:

11

Gambar 2. Struktur Organisasi Plant 1-2

Departemen Produksi memiliki 5 section yang berada dibawah


kendalinya, yakni Raw Mill Section, Burning Section, Finish Mill Section, Packing
House Section, dan CCP Operatin. Plant 1-2 memiliki CCP (Central Control Panel)
di setiap section. Berbeda dengan plant-plant lain yang sudah terintegrasi dan
memiliki satu CCP untuk mengontrol seluruh section.

C. Tenaga Kerja
Tenaga kerja di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Terdiri dari staff
dan non staff. Tenaga kerja tersebut merupakan orang-orang yang berasal dari
tingkat pendidikan dan latar belakang yang berbeda-beda. Berikut merupakan data
Work Force PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. per 2013 (CHRD, 2013).

12

Tabel 2. Data Work Force Karyawan Tetap


Unit

Staff

Non Staff

Total

Head Office

428

362

790

Citeureup

433

2.297

2.730

Cirebon

67

593

660

Tarjun

100

637

773

Total

1.028

3.889

4.917

D. Waktu Kerja
Pembagian waktu kerja yang teratur sudah pasti akan membuat
karyawan dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Pembagian kerja yang
diberikan kepada karyawan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dibagi dalam
dua waktu kerja, yaitu:
1. Waktu Kerja Normal
Senin Kamis

: 08:00 17:00 WIB (istirahat: 12:00 13:00 WIB)

Jumat

: 08:00 17:00 WIB (istirahat: 11:00 13:00 WIB)

Sabtu Minggu

: Libur

2. Waktu Kerja Shift


Shift A

: 07:00 15:00 WIB

Shift B

: 15:00 23:00 WIB

Shift C

: 23:00 07:00 WIB

Tabel 3. Pembagian Waktu Kerja Shift Karyawan


Tanggal

10

11

12

13

14

15

16

Shift A

II

II

III

III

IV

IV

II

II

III

III

IV

IV

Shift B

IV

IV

II

II

III

III

IV

IV

II

II

III

III

Shift C

III

III

IV

IV

II

II

III

III

IV

IV

II

II

13

Waktu kerja shift tersebut dilaksanakan secara bergantian selama 2 hari dengan
hari libur selama 2 hari dalam 8 hari. Untuk bagian delivery dan packing, waktu
kerja dibagi menjadi 2 shift, yaitu:
Shift A
Senin Kamis

: 07:00 14:00 WIB

Jumat

: 07:00 15:00 WIB (istirahat: 11:30 13:00 WIB)

Sabtu

: 07:00 12:30 WIB

Minggu

: Libur

Shift B
Senin Kamis

: 13:30 21:30 WIB

Jumat

: 14:30 22:00 WIB

Sabtu

: 12:00 17:30 WIB

Minggu

: Libur

E. Fasilitas Karyawan
1. Fasilitas Kesehatan
Di bidang kesehatan ditangani poliklinik yang berada di lingkungan pabrik. Pagi
hari diberikan kesempatan bagi karyawan yang ingin berobat, sedangkan sore
hari diperuntukkan bagi keluarga karyawan.
Fasilitas poliklinik yang ada di lingkungan pabrik antara lain:
a. Balai Pengobatan Umum/Dokter Umum dan Spesialis
b. Balai Pengobatan Gigi
c. Klinik P3K dan UGD (24 jam)
d. Apotik
e. Rontgen
2. Fasilitas Keselamatan Kerja
Di lokasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. telah dipasang rambu-rambu
peringatan pada tempat-tempat yang dianggap rawan dan pada tahun 1984 telah
berdiri departemen baru yaitu Safety Dept. dan Health Dept. dibawah GAD.

14

Adapun fasilitas yang disediakan seperti helm, safety shoes, masker, pelindung
telinga (ear plug), kacamata las, dsb.
3. Fasilitas Kesejahteraan dan Kerohanian
Fasilitas kesejahteraan dan kerohanian yang diberikan perusahaan kepada
karyawan antara lain:
a. Perumahan
b. Sarana Transportasi
c. Sarana Olah raga
d. Masjid

F. Standar Nasional dan Internasional


Sistem manajemen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. meliputi Quality
Management System dan SSHE (Safety, Security, Health, and Environment). Quality
System Management Representative bertugas menetapkan, memelihara, dan
memastikan bahwa Management System yang diterapkan berjalan dengan efektif
sesuai lingkup sertifikasi. Management System yang diterapkan adalah sebagai
berikut:
MS = QMS + SSHE

(1)

Dengan lingkup sistem manajemen adalah sebagai berikut:


QMS:
1. TQC (Total Quality Control), untuk pengelolaan improvement
2. ISO 17025, untuk pengelolaan laboratorium
3. ISO 9001:2008, untuk pengelolaan mutu
4. API, untuk sertifikasi produk OWC
SSHE:
1. SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
2. OHSAS (Occupational Health and Safety Advisory Services), untuk pengelolaan
keselamatan dan kesehatan kerja (internasional)
3. ISO 14001, untuk pengelolaan lingkungan
4. SMP (Sistem Manajemen Pegamanan)

15

G. Penanganan Limbah
Pengolahan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri perlu mendapat
perhatian khusus. Limbah yang dibuang ke lingkungan sekitar harus sesuai dengan
baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Limbah yang
dihasilkan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah sebagai berikut:
1. Limbah Cair
Proses produksi semen tidak menghasilkan limbah cair. Limbah cair
yang ada berasal dari laboratorium, terutama Laboratorium Kimia. Limbah yang
dihasilkan berupa larutan-larutan kimia yang digunakan untuk keperluan
pengujian dan beberapa diantaranya mengandung logam berat. Selain itu juga
terdapat limbah cair yang berupa oli dan minyak.
Departemen

yang

menghasilkan

limbah

cair

menyimpan

dan

mengumpulkan limbah yang dihasilkannya. Setelah itu limbah yang sudah tidak
bisa dimanfaatkan akan dikirim ke PPLI (Penampungan Pengolahan Limbah
Indonesia) yang terletak di Bogor untuk diolah lebih lanjut.
2. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
berupa partikulat padat atau debu-debu baik yang terikut dalam gas buang
maupun yang timbul selama produksi. Penanganan limbah padat ini menjadi
tanggung jawab Departemen Produksi yang pelaksanaannya diserahkan pada
setiap section.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya debu adalah dengan
menggunakan peralatan seperti Dust Collector, Bag Filter, dan Electrostatic
Precipitator. Peraturan Kementrian Lingkungan Hidup menetapkan kandungan
debu maksimal dalam gas buangan sebesar 80 mg/cm3. Akan tetapi untuk
mengurangi resiko keluarnya debu bersama gas buang, PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. menetapkan kandungan debu maksimal 50 mg/cm3.

16

3. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan keluar dari chimney di Raw Mill maupun di Burning
Section. Gas buang yang dihasilkan mengandung karbon dioksida, SOx, dan
NOx. gas buangan tersebut juga mengandung

karbon monoksida yang

disebabkan oleh adanya pembakaran karbon yang tidak sempurna. Karbon ini
berasal dari batubara yang digunakan sebagai bahan bakar untuk Rotary Kiln
maupun Suspension Preheater. Karbon monoksida bila terhirup dalam jumlah
berlebihan akan sangat berbahaya karena bersifat toksik.
Upaya yang dilakukan untuk menghindari terjadinya limbah gas buang yang
berlebih adalah dengan tindakan preventif, yaitu mengoperasikan pembakaran
berdasarkan kondisi operasi yang telah ditentukan.

H. Sistem Pemasaran dan Distribusi Produk


Bagian pemasaran di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

meliputi

perencanaan transportasi, penentuan harga jual yang sesuai (tidak melebihi ketentuan
Asosiasi Semen Indonesia), pendistribusian kepada distributor dan juga promosi.
Berikut gambaran pemasaran produk semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
yaitu:

Gambar 3. Diagram Alir Distribusi Produk

17

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Semen
Semen berasal dari kata cementum yang berarti perekat. Kata semen
sudah dipakai lebih dari 2000 tahun, bahkan lime (CaO) sudah digunakan lebih
lama sebagai material bangunan. Semen adalah suatu campuran kimia yang
memiliki sifat hidraulis, apabila dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan
mengikat material lain menjadi satu massa yang padat. Karena sifat hidraulik
tersebut, maka semen dapat mengeras walaupun berada di dalam air.
Sifat hidraulik ini menjadikan semen sebagai suatu kebutuhan utama dalam
pekerjaan konstruksi bangunan seperti jalan raya, bandar udara, bendungan,
perumahan, dan lain-lain.

B. Sejarah dan Perkembangan Semen


Semen telah dikenal sejak zaman Mesir kuno sebagai perekat dan pengisi
celah-celah di antara tumpukan batuan dalam konstruksi piramida. Orang Yunani
dan Roma membuat semen dengan cara mencampurkan tuf vulkanik dengan batu
gamping. Setelah revolusi industri di Eropa pada pertengahan abad ke-18, dilakukan
penelitian-penelitian tentang semen sebagai berikut:
1. Tahun 1756, John Smeaton dari Inggris menemukan hidraulic lime yang dipakai
untuk membangun gedung Eddistone Light Stone. Jenis kiln yang digunakan
yaitu bottle kiln.
2. Tahun 1796, Joseph Parker dari Inggris menemukan cara membuat hidraulic
cement yang dilakukan dengan batu kapur dan batuan silika yang akhirnya
dikenal sebagai Roman Cement.
3. Tahun 1810, Edgar Dobbs dari Inggris menemukan batu kapur dan tanah liat
sebagai bahan baku pembuatan semen.

18

4. Tahun 1824, Yoseph Aspdin memperoleh paten untuk semen buatannya. Semen
ini dibuat dengan cara mengkalsinasi batu gamping dan diberi nama semen
Portland karena kekuatannya hampir sama dengan Portland Stone yang
merupakan bahan bangunan saat itu.
5. Tahun 1825, James Frost dari Swancombe pabrik semen Portland pertama kali
didirikan di Inggris, kemudian di Belgia pada tahun 1855, Jerman pada tahun
1855, dan Jepang pada tahun 1875.
6. 1850, David O Saylor dari Pensylvania menemukan semen alam. Semen ini
diproduksi di Amerika Serikat dengan cara menggunakan tungku tegak.
Kekuatan semen ini lebih rendah daripada sement Portland, akan tetapi lebih
tinggi daripada Hidraulic Cement.
7. Tahun 1908, mulai dikenal Rotary Kiln (tanur putar) sebagai pengering.
8. Tahun 1930, Dr. Lellep berhasil mengembangkan Travelling Gate Preheater
dengan maksud penghematan pemakaian energi panas dengan cara mengurangi
kadar air dari umpan dan memperbaiki proses pertukaran panas baik dalam
proses pemanasan awal maupun dalam proses kalsinasi. Penemuan ini
dipatenkan oleh Polysius dengan nama Lepol Kiln.
9. Tahun 1953, KHD berhasil menginstalasikan Suspension Raw Mill Preheater
yang pertama. Tipe kiln inilah yang saat ini banyak digunakan karena
pemakaian panasnya yang ekonomis. Pada awalnya, alasan utama pemilihan
proses basah adalah karena homogenisasi yang efektif dari hasil gilingan bahan
mentah tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dalam bentuk slurry. Dengan
pengembangan teknik-teknik khusus untuk homogenisasi dry material, seperti
mixed bed, mixing chamber silo, dan sebagainya, faktor penghambat tersebut
dapat teratasi.

19

C. Klasifikasi Semen
1. Portland Cement
Semen Portland merupakan produk yang diperoleh dari clinker yang
telah dihaluskan yang terdiri dari kalsium silikat hidraulis dan biasanya
mengandung CaSO4 sebagai tambahan. Kalsium silikat hidraulis memiliki
kemampuan untuk mengeras tanpa proses pengeringan atau reaksi dengan CO2
yang ada di udara luar.
Menurut ASTM, klasifikasi semen Portland terbagi atas 5 tipe:
a. Semen tipe I (Ordinary Portland Cement, OPC)
Semen ini merupakan semen yang paling banyak diproduksi. Kegunaannya
untuk konstruksi umum dan pekerjaan beton.
b. Semen tipe II (Moderate Heat of Hardening and Sulfate Resisting Cement)
Semen ini memberikan daya yang lebih besar terhadap kekuatan yang
disebabkan oleh bahan-bahan kimia aggressive, khususnya sulfat yang
terdapat dalam tanah dan air tertentu. Tetapi semen tipe ini mengeras lebih
lambat dan mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah daripada tipe I.
semen ini sedikit mengandung C3A (Trikalsium aluminat, 3CaO.Al2O3) dan
banyak mengandung C2S (Dikalsium silikat, 2CaO.SiO2). Kegunaan semen
ini untuk pembuatan beton pada musim dingin, pembangunan gedunggedung yang besar, dan produksi beton tekan dalam pabrik. Panas yang
dihasilkan semen ini tidak boleh lebih dari 70 kalori/gram setelah 7 harilah
28 hari.
c. Semen tipe III (High Early Strength Portland Cement)
Semen ini dibuat dari bahan baku dengan perbandingan lime dan silika lebih
tinggi dan digiling lebih halus daripada tipe I. Semen ini memiliki
kandungan C3S (Trikalsium silikat, 3CaO.SiO2) paling tinggi diantara tipe
semen yang lain, sehingga kekuatan awalnya tinggi. Kegunaan semen ini
untuk pembuatan beton pada musim dingin, pembangunan gedung-gedung
besar, dan produksi beton tekan dalam pabrik.

20

d. Semen tipe IV (Low Heat Portland Cement)


Kandungan C3S dan C3A dangat rendah dan tahan terhadap sulfat.
Kandungan C3S dan C3A yang rendah mengakibatkan menurunnya laju
pelepasan panas selama proses hidrasi, akibatnya kadar C4AF (Tetrakalsium
alumina ferit, 4CaO.Al2O3.Fe2O3) meningkat karena proses penambahan
Fe2O3 yang dilakukan untuk mengurangi jumlah C3A. Panas yang dihasilkan
tidak boleh lebih dari 60 kalori/gram setelah 7 hari dan 70 kalori/gram
setelah 28 hari. Kegunaan semen ini untuk konstruksi bendungan.
e. Semen tipe V (Sulfate Resistance Cement)
Semen ini mengandung C3A yang paling rendah dan mempunyai ketahanan
sulfat yang paling tinggi. Kegunaan semen ini untuk konstruksi dalam tanah
yang banyak mengandung senyawa sulfat, konstruksi dalam tanah,
terowongan, selokan, dan konstruksi bangunan pada musim panas.
f. Semen Putih (White Cement)
Semen ini merupakan semen Portland dengan kadar besi oksida yang
rendah. Selama proses produksi berlangsung, dibutuhkan pengawasan
tambahan agar semen ini tidak terkontaminasi dengan Fe2O3. Penggunaan
ini untuk barang-barang seni dan dekorasi eksterior maupun interior.
g. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Semen ini digunakan dalam kegiatan pengeboran minyak bumi dan gas alam
baik di daratan maupun di lepas pantai. Semen sumur minyak mempunyai
waktu pengikatan pada temperatur dan tekanan tinggi serta tahan terhadap
sulfat.
h. High Sulfate Resistance
Semen ini digunakan pada pembuatan dermaga, bawah laut, dan
terowongan. Kandungan C3A rendah untuk menahan serangan sulfat.

21

2. Mixed Cement
a. Fly Ash Cement (semen Abu Terbang)
Semen ini termasuk semen Portland Pozzolan yang terdiri dari campuran
semen Portland tipe I dan abu terbang yang dihasilkan dari hasil
pembakaran batubara pada instalasi PLTU. Semen ini tahan terhadap sulfat
sehingga cocok untuk konstruksi bawah laut dan daerah-daerah yang
berkadar sulfat tinggi. Semen ini digunakan untuk bangunan beton yang
besar yang membutuhkan panas hidrasi rendah, misalnya bendungan, parit,
dan pipa bawah tanah.
b. Silica Cement
Merupakan campuran abu vulkanik dan white earth, sangat tahan terhadap
sulfat dan bahan kimia.
c. Blast Furnace Slag Cement
Kuat tekan awal kecil, tetapi kuat tekan akhir tinggi. Sangat tahan terhadap
suhu dan bahan kimia. Digunakan untuk konstruksi dam, brake water, dan
lain-lain.
3. Special Cement
a. Alumina Cement
Bahan baku: batu kapur dan bauksit
Waktu pengikatan cepat, kuat tekan cukup. Digunakan untuk konstruksi
urgen dan refraktori.
b. Expansive Cement
Bahan baku: batu kaput, CaSO4, alumina.
Digunakan untuk menghindari retak pada semen/beton dan menghindari
penyusutan beton.
c. Colour Cement
Penambahan admixture dan pigmen pada semen putih. Digunakan untuk
dekorasi.
d. Jet Cement
Setelah 2-3 jam, kuat tekan 200 kg/cm2. Digunakan untuk konstruksi urgent.

22

D. Komposisi Semen
Semen dibentuk oleh 4 oksida utama, yaitu CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 yang
kemudian akan bereaksi membentuk senywa-senyawa berikut:
a. Trikalsium silikat

: 3CaO.SiO2

atau C3S

b. Dikalsium silikat

: 2CaO.SiO2

atau C2S

c. Trikalsium silikat

: 3CaO.Al2O3

atau C3A

d. Tetrakalsium alumina ferit

: 4CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF

Keempat senyawa tersebut memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

C3 S
Menunjang kekuatan awal dan menimbulkan panas hidrasi. Kandungan
senyawa ini pada semen Portland adalah 48 54 %.

C2 S
Memberikan kekuatan awal yang stabil dan lambat pada beberapa minggu
terakhir sebelum mencapai kekuatan akhir yang sama dengan C3S. Kandungan
senyawa ini pada semen adalah 19 22 %.

C3 A
Memberikan pengaruh kekuatan pada fase akhir dan menyumbang panas
hidrasi paling tinggi. Kandungan senyawa ini pada semen adalah 9-10 %.

C4AF
Memberikan warna gelap pada semen. Kandungan senyawa ini pada semen
adalah 9 10%.

E. Sifat-sifat Semen
1. Panas Hidrasi Semen
Panas Hidrasi merupakan panas yang terjadi selama semen mengalami
proses hidrasi. Jumlah panas yang terjadi tergantung pada tipe semen, komposisi
kimia semen, kehalusan semen, dan rasio semen dengan air. Untuk komponen
yang berpengaruh pada timbulnya panas hidrasi adalah C3A, C4AF, C3S, dan
yang paling rendah adalah C2S. berdasarkan hal di atas, maka untuk
23

menghindari retak rambut pada pembangunan bendungan atau menara air,


digunakan semen dengan kandungan C3A rendah. Hal ini membuat panas
hidrasi yang terbentuk tidak terlalu besar sehingga semen akan lebih lambat
mengeras.
Reaksi yang terjadi bila air ditambahkan ke dalam semen Portland yaitu:
C3S + 6H2O C3S2.3H2O + 3Ca(OH)2

(2)

C3S + 4H2O C3S2.3H2O + Ca(OH)2

(3)

C3A + 6 H2O C3A.6H2O

(4)

C4AF + H2O 3CaO.Al2O3.6H2O + 3CaO.Fe2O3.6H2O

(5)

Kecepatan reaksi hidrasi akan mempengaruhi waktu pengikatan awal


dan pengerasan semen. Kecepatan awal harus cukup lambat agar adonan semen
dapat dituang. Urutan besarnya jumlah panas hidrasi dari yang terbesar ke yang
terkecil adalah:
a. High early strength cement
b. Ordinary cement
c. Moderate heat cement
d. Sulfate resistance cement
e. Low heat cement
Mutu semen sesudah pengerasan dipengaruhi oleh panas hidrasi. Adanya panas
hidrasi akan menyebabkan retak-retak rambut dan penyusutan.
2. Setting and Hardening
Mekanisme terjadinya setting dan hardening pada pencampuran semen
dengan air diawali dengan bereaksinya C3A menghasilkan 3CaO.Al2O3.3H2O.
Senyawa ini berupa gel/pasta yang bersifat cepat set (kaku), sehingga ia akan
mengontrol setting time. Pasta yang terbentuk akan bereaksi dengan gypsum
membentuk etterignite yang akan membungkus permukaan pasta itu sendiri dan
C3A. Lapisan tersebut membuat reaksi hidrasi C3A terhalangi dan proses
pengerasan yang cepat (flash set) dapat dicegah.

24

Peristiwa osmosis membuat lapisan etterignite pecah dan reaksi hidrasi


C3A akan terjadi lagi dan segera pula terbentuk etterignite yang baru. Hal ini
berlangsung terus-menerus hingga gypsum habis terpakai. Proses ini akhirnya
menghasilkan perpanjangan setting time dimana semakin banyak gypsum yang
digunakan maka setting time semakin panjang. Pada peristiwa ini, gypsum
dikenal sebagai retarder.
Kecepatan hidrasi bertambah seiring dengan hampir habisnya gypsum
dan C3A yang bereaksi dengan silika. Akibatnya, kristal C3S diubah bentuknya
menjadi kristal yang lebih besar. Periode ini diiringi dengan pecahnya coating.
Coating terbentuk pada awal reaksi hidrasi yaitu berupa endapan Ca(OH)2,
etterinite, dan C-S-H pada partikel semen. Periode inimenghambat reaksi hidrasi
dan disebut induction period.
Selama beberapa jam, reaksi hidrasi C3S terjadi dan menghasilkan
3CaO.2SiO2.3H2O (C-S-H). C-S-H akan mengisi rongga dan membentuk titiktitik kontak yang menghasilkan kekakuan. Konsentrasi dari C-S-H dan titik-titik
kontak

akan

menghalangi

mobilitas

partikel-partikel

semen.

Hal

ini

menyebabkan semen menjadi kaku dan terjadilah final set. Pada tahap ini, mulai
terjadi pengerasan secara steady.
3. Kuat Tekan
Komposisi semen sangat mempengaruhi kekuatan (strength) dari semen
itu sendiri. Kekuatan yang dimaksud adalah kuat tekan, yaitu sifat kemampuan
menahan suatu beban. Kekuatan semen tergantung pada kekuatan mekanik
dalam keadaan kaku/set dan keras. Kekuatan ini disebabkan oleh kondisi
partikel-partikel semen dan adhesi terhadap pasir atau agregat lain yang
dicampur sebagai adukan.
C3S memberikan kontribusi yang besar pada kuat tekan awal dan C2S
memberikan kontribusi kekuatan pada umur yang lebih lama. C3A
mempengaruhi kuat tekan sampai pada tingkat tertentu pada umur 28 hari dan
selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini semakin kecil. Hal yang sama
juga terjadidengan penambahan gypsum. Kekuatan awal merupakan salah satu

25

sifat fisis semen. Kadar C3S yang tinggi berarti semen mempunyai kekuatan
awal yang tinggi. Sedangkan apabila kadar C2S tinggi, semen mempunyai
kekuatan awal yang tinggi untuk waktu yang lama. Kadar C3A hanya sedikit
mempengaruhi perkembangan kekuatan awal, sedangkan pada perkembangan
berikutnya untuk C3A dan C4AF tidak berpengaruh.
4. Kelembaban
Sifat hidrolis semen membuat proses pengerasan semen dapat terjadi
pada udara terbuka. Hal ini terjadi karena semen menyerap air dan udara. Oleh
karena itu, perlu ada perhatian khusus pada saat penyimpanan dan transportasi.
Kelembaban semen akan mengakibatkan menurunnya specific gravity,
terbentuknya gumpalan-gumpalan, terjadinya false set, menurunnya kualitas
semen, bertambahnya loss of ignition, penurunan kekuatan, dan bertambahnya
waktu setting time dan hardening.
5. Daya Tahan terhadap Sulfat
Beton dari semen Portland dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh
asam dan sekitarnya. Umumnya serangan oleh asam dan beton adalah dengan
merubah konstruksi-konstruksi semen yang tidak larut dalam air menjadi
senyawa yang larut dalam air. Misalnya, HCl merubah C3S, C2S, C3A, dan
C4AF menjadi CaCl2, AlCl2, dan FeCl2.
Kecuali barium sulfat, semua senyawa sulfat umumnya dapat
menyerang beton dengan hebatnya. Sulfat bereaksi dengan kalsium hidroksida
dan juga kalsium alumina hidrat. Reaksi yang terjadi dapat menyebabkan
pengembangan volum dan mengakibatkan terjadinya ekspansi. Pada pengaruh
sulfat kontinu, ekspansi tersebut akan menimbulkan keretakan yang dapat
mengakibatkan beton hancur.

26

F. Bahan Baku Pembuatan Semen


Bahan baku yang digunakan di industri semen terdiri dari 3 golongan,
yaitu bahan baku utama, bahan baku korektif, dan bahan baku tambahan (aditif).
Namun di samping itu, ada pula bahan pengotor yang pada umumnya terikut dalam
bahan baku. Pada plant 1-2, bahan baku utama yang digunakan adalah limestone
dan sandy clay, sedangkan bahan baku korektif menggunakan iron sand.
1. Bahan baku utama
a. Limestone
Limestone merupakan bahan baku dengan kadar kapur tinggi berupa batuan
alam (CaCO3) yang termasuk dalam golongan mineral calcerous. Limestone
adalah yang paling umum digunakan, disamping jenis batu chalks, marl,
shell deposit. Batu kapur atau limestone dengan tingkat kemurnian tinggi
terdiri dari calcite dan aroganite. Warna fisik batu kapur dipengaruhi oleh
zat pengotornya. Yang paling murni adalah berwarna putih. Bentuk
limestone yang paling murni adalah kalsit dan aroganit. Kristal kalsit
berbentuk hexagonal dan aroganit berbentuk rhombic. Specific gravity kalsit
2,7 sedangkan aroganit 2,95.
Kebutuhan limestone untuk semua plant di Citeureup dipenuhi dari daerah
Quarry D yang berjarak 7 km dari pabrik. Berikut adalah komposisi dari
limestone (Quality Control, 10 April 2013).
SiO2

: 4,25 %

Al2O3

: 1,77 %

Fe2O3

: 0,45 %

CaO

: 49,59 %

MgO

: 3,07 %

Moisture content : 5,31 %

27

b. Sandy clay
Bahan baku penting lainnya adalah clay. Clay terbentuk dari hancuran alkali
dan alkalin di alam yang mengandung aluminium silikat dan dari konversi
produk kimianya, terutama feldspar dan mika. Komponen utama clay
dibentuk oleh hydrous aluminium silicates. Clay dibagi menjdi group kaolin,
grup montmorinolite, grup clay mika termasuk illite dan klorida.
Kebutuhan clay untuk semua plant di Citeureup dipenuhi dari tambang
daerah Hambalang. Berikut adalah komposisi dari clay (Quality Control, 10
April 2013).
SiO2

: 63,30 %

Al2O3

: 14,89 %

Fe2O3

: 5,05 %

CaO

: 1,39 %

MgO

: 1,45 %

Moisture content : 8,75 %

2. Bahan baku korektif


Bahan korektif ditambahkan apabila pada pencampuran komponen utama
komposisi oksida-oksida utamanya belum memenuhi persyaratan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Komposisi penambahan tergantung kekurangan
sesuai dengan raw mix design yang diinginkan. Beberapa contoh bahan baku
korektif yang biasa digunakan adalah:
Untuk silika : pasir silika, diatomite, tanah liat
Untuk besi

: pyrite cynder, iron sand, iron ore

Untuk plant 1-2, bahan baku korektif yang digunakan adalah pasir besi (iron
sand) yang dibeli dari PT Aneka Tambang (persero) Tbk. Cilacap.

28

3. Bahan baku aditif


Bahan baku aditif (tambahan) diberikan untuk tujuan tertentu, terutama
untuk memperbaiki sifat-sifat semen atau membuat jenis semen tertentu. Pada
plant 1-2, terutama plant 1 yang memproduksi semen PCC, bahan baku aditif
yang digunakan berupa gypsum, trass, dan limestone. Contoh bahan aditif yang
sering digunakan adalah sebagai berikut.
a. Gypsum (CaSO4.2H2O)
Bahan ini dibeli dari PT Petrokimia Gresik (untuk gypsum sintetis) dan dari
Thailand (untuk gypsum alami). Gypsum yang digunakan berkisar antara 2
3 % dari keseluruhan bahan baku. Penambahan gypsum bertujuan untuk
memperlambat pengerasan semen (setting time).
b. Trass atau Pozzolan
Konsentrasi yang digunakan diperbolehkan hingga 30 % untuk semen jenis
PPC. Sedangkan untuk OPC dan PCC masing-masing diperbolehkan hingga
10 dan 20 %. Kandungan terbanyak Pozzolan berupa silika dan alumina.

4. Bahan pengotor dan merugikan


Bahan pengotor yaitu komponen-komponen yang terikut dalam bahan baku
yang merugikan kualitas semen atau mengganggu jalannya operasi, sehingga
jumlahnya harus dibatasi.
a. Magnesium oksida (MgO)
MgO

muncul

dalam

limestone

terutama

dalam

bentuk

diatomite

(CaCO3.MgCO3). kandungan dalam clinker seharusnya sebanyak 2 %.


Kelebihan MgO dapat menyebabkan magnesia expansion atau keretakan
pada saat semen mengeras. Hal ini terjadi karena MgO bebas yang dikenal
dengan periclase bereaksi dengan air menghasilkan Mg(OH)2. Tetapi proses
ini berjalan lambat. Mg(OH)2 mempunyai volume yang lebih besar daripada
MgO dan dibentuk pada bintik yang sama dimana partikel periclase
bertempat. Hal ini dapat memisahkan pasta semen yang sedang mengeras,
sehingga dapat menyebabkan keretakan.

29

b. Alkali
Kandungan K2O dan Na2Osudah ada dalam bahan baku seperti clay dimana
komponen-komponen ini terdispersi dalam feldspar, mika, dan partikel illite,
serta sejumlah kecil abu batubara. Selama proses pembakaran dalam rotary
kiln, sebagian dari alkali menguap dalam zona pembakaran yang dapat
menyebabkan sirkulasi alkali.
c. Sulfur
Sulfur atau belerang biasanya muncul dalam bentuk silfida (pyrite dan
marcasite) dalam semua bahan baku semen. Kelebihan kandungan sulfur
seperti SO2 dapat bereaksi dengan CaCO3 dalam preheater dan kembali ke
kiln dalam bentuk CaSO4. Zat ini juga dapat memproduksi alkali sulfat yang
dapat mempengaruhi operasi kiln dan kualitas semen. Selain itu, kandungan
sulfur yang berlebih dapat menyebabkan penambahan emisi SO2 pada gas
buangan, menyumbat saluran preheater, dan bersifat korosif yang dapat
merusak peralatan. Untuk mengontrol setting time, semen membutuhkan
kalsium sulfat (gypsum) yang ditambahkan pada clinker. Kandungan
maksimum yang diperbolehkan dalam semen antara 1,7 2,4 %.
d. Klorida
Klorida bereaksi dengan alkali dala rotary kiln membentuk alkali klorida,
dan bersirkulasi di antara zona pembakaran kiln dan preheater, membentuk
sebuah siklus atau sirkulasi.
Mekanisme terjadinya suatu siklus klorida, alkali, atau sulfur (dikenal
dengan istilah alkali-cycle atau sulfur-cycle) terjadi di zona pembakaran kiln
dimana komponen tersebut menguap karena suhu yang tinggi. Komponenkomponen ini akan membentuk gas dan terbang bersama gas buang kiln
menuju preheater. Di dalam preheater, karena suhunya lebih dingin, maka
akan terjadi pengembunan hingga pemadatan kembali di dalam preheater.
Padatan yang terbentuk tak jarang menyumbat saluran di dalam preheater.

30

Proporsi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen pada plant 1-2 adalah
sebagai berikut (Quality Control, 10 April 2013):
Limestone

: 84,36 %

Sandy clay

: 14,34 %

Iron sand

: 1,32 %

G. Teknologi Pembuatan Semen


Teknologi pembuatan semen secara umum dibagi menjadi 4 macam proses, yaitu
proses basah, proses semi basah, proses semi kering, dan proses kering.
1. Proses basah
Pada proses ini, umpan masuk kiln berupa slurry dengan kadar air 25 40 %.
Kiln yang digunakan untuk proses basah mempunyai ukuran yang panjang dan
memerlukan zona dehidrasi karena harus mengeringkan kadar air yang cukup
tinggi. Panas yang diperlukan besar, yaitu 1200 1500 kkal/kg cklinker.
Keuntungan:
a. Semen yang dihasilkan lebih baik karena lebih homogen
b. Debu yang dihasilkan relatif lebih sedikit
Kerugian:
a. Untuk kapasitas clinker yang sama, fixed capital untuk pembuatan kiln
proses basah lebih besar dibandingkan dengan proses kering, karena kiln
yang digunakan lebih panjang.
b. Pada waktu pembakaran, memerlukan panas dalam jumlah yang besar
sehingga dibutuhkan bahan bakar yang banyak (biaya produksi tinggi.
2. Proses semi basah
Dalam proses semi basah, umpan masuk kiln dalam bentuk coke. Penyediaan
umpan kiln sama dengan proses basah, hanya umpan kiln disaring lebih dahulu.
Selanjutnya coke yang digunakan sebagai umpan kiln disyaratkan mempunyai
kandungan air 17 27 %.

31

Keuntungan:
a. Panas yang digunakan pada waktu pembakaran tidak sebesar panas yang
digunakan pada waktu pembakaran di proses basah.
b. Debu yang dihasilkan relatif lebih sedikit dibandingkan proses kering.
3. Proses semi kering
Dalam proses semi kering, umpan masuk kiln dalam bentuk butiran. Bahan baku
yang telah dihancurkan, digiling dalam raw mill. Selanjutnya dibentuk butiranbutiran dalam unit granulasi dengan penambahan 10 15 % air dan dicampur
untuk mencapai homogenitas. Setelah homogen baru diumpankan ke kiln.
Kerugian:
a. Peralatan yang digunakan lebih banyak
b. Debu yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan proses basah dan
semi basah.
4. Proses kering
Umpan yang masuk kiln berupa bubuk kering. Kadar air bahan baku antara 0,5
1,0 %. Saat ini proses yang paling banyak digunakan dalam pembuatan semen,
termasuk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., adalah proses kering.
Keuntungan:
a. Kiln yang digunakan lebih pendek
b. Kebutuhan panas lebih rendah
Kerugian:
a. Campuran tepung baku kurang homogen dibandingkan proses basah.
b. Banyak menimbulkan debu

H. Mekanisme Reaksi Pembuatan Semen


Mekanisme reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan semen dapat dilihat pada
Tabel 4. Reaksi-reaksi yang ada terjadi di Suspension Preheater dan Kiln. Adapun
besarnya panas pembentukan material semen dapat dilihat pada tabel 5 (Lea, 1970).

32

Tabel 4. Mekanisme Reaksi Pembuatan Semen Proses Kering


Suhu, C

Proses

< 100

Pelepasan air bebas

100 400

Pelepasan air terikat

400 750

Dekomposisi tanah liat

600 900
600 1000

Dekomposisi metakaolin membentuk


campuran oksida yang reaktif

Reaksi kimia

Al4(OH)8Si4O10 2Al2O3.SiO2 + 4H2O


Al2O3.2SiO2 Al2O3 + 2SiO2

Dekomposisi limestonedan pembentukan

CaCO3 CaO + CO2

C2S dan C3A

3CaO + 2SiO2 + Al2O3 2CaO.2SiO2 + CaO.Al2O3


2CaO.2SiO2 + CaO C2S

800 1300

Reaksi limestone dengan C2S dan C3A

2CaO + SiO C2S

serta pembentukan C4AF

CaO.Al2O3 + 2CaO C3A


CaO.Al2O3 + 3CaO + Fe2O3 C4AF

12500 1450

Reaksi lanjut limestone dengan C2S

1450 1200

Pendinginan kiln

1200 100

Pendinginan clinker di cooler

C2S + CaO C3S

Tabel 5. Panas Pembentukan Material Utama Semen


Panas pembakaran, kkal/kg
Reaksi

20 C

1300 C

2CaO + SiO2 (gel) C2S

193,0

2CaO + SiO2 (gel) C2S

199,0

3CaO + SiO2 (gel) C3S

143,5

2CaO + SiO2 (aerosil) C2S

159,6

3CaO + SiO2 (aerosil) C3S

119,2

2CaO + SiO2 (quartz) C2S

173,0

146,0

3CaO + SiO2 (quartz) C3S

129,0

111,0

3CaO + Al2O3 C3A

16,0

21,0

4CaO + Al2O3 + Fe2O3 C4AF

25,0

4CaO + 2Al2O3 + Fe2O3 C6A2F

37,0

33

I.

Parameter Penentu Kualitas Semen


1. Parameter Fisika
a. Kehalusan semen
Kehalusan semen menentukan luas permukaan partikel semen. Semakin
halus semn akan menyebabkan peningkatan panas hidrasi, peningkatan
kebutuhan air, dan terjadi drying shringkage pada proses hidrasi. Kekuatan
semen juga akan bertambah seiring bertambah halusnya semen. Bila semen
terlalu kasar, kekuatan, keplastisan, dan konsistensinya akan berkurang.
b. Kekekalan bentuk
Kekekalan bentuk disyaratkan untuk mengendalikan pemuaian atau
penyusutan beton yang dapat merusak konstruksi bangunan. Ekspansi semen
tersebut tergantung pada kandungan CaO dan MgO, Na2O dan K2O. Untuk
ordinary cement, kandungan maksimum senyawa-senyawa tersebut masingmasing adalah:
MgO

:2%

SO3

: 3,5 %

Total alkali

: 0,6 %

Free lime

:1%

c. Setting time
Waktu pengikatan disyaratkan untuk mengendalikan sifat plastisitas dan
workability dari adonan semen. Setting time dipengaruhi oleh temperatur dan
kelembaban relatif. Temperatur yang tinggi dapatmenyebabkan waktu
pengikatan menjadi pendek. Penambahan bahan retarder seperti gypsum
juga mempengaruhi waktu pengikatan. Semakin banyak gypsum yang
ditambahkan, maka setting time-nya juga semakin lama.
d. Kuat tekan
Syarat ini digunakan untuk mengontrol kemampuan untuk menerima beban
tekan dari mortal atau beton yang akan dibuat. Kuat tekan dipengaruhi oleh:
Komposisi mineral, kandungan CaO, MgO, dan gypsum
Temperatur

34

Kehalusan semen
Rasio semen-air
Cara pengerjaan dan perlakuan
Standar kuat tekan minimum yaitu:
230 kg/cm2 setelah 3 hari
300 kg/cm2 setelah 7 hari
400 kg/cm2 setelah 28 hari
e. Panas hidrasi
Syarat ini digunakan untuk mengontrol agar panas yang digunakan pada
reaksi hidrasi semen tidak terlalu besar. Panas yang terlalu besar dapat
menimbulkan keretakan pada beton.
f. False set
Hal ini terjadi bila adonan megeras dalam waktu yang singkat. Dengan
proses weathering pada semen, false set dapat dihindari sehingga alkali
karbonat tidak terbentuk dari alkali dalam semen dan CO2 dalam udara.
g. Specific gravity
Specific gravity digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui kesempurnaan
pembakaran clinker dan untuk mengetahui apakah clinker telah tercampur
dengan sempurna.
2. Parameter Kimia
a. Loss of Ignition (LOI)
LOI disyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat
diuraikan pada pemijaran. Besarnya hilang pijar yang tergantung pada
banyaknya air kristal gypsum umumnya berkisar 2,5 3 %. Hilang pijar
pada semen terutama disebabkan oleh terjadinya penguapan air kristal yang
berasal dari gypsum dan penguapan air dan CO2 yang terlepas ke udara.
b. Insoluble Residue (IR)
IR adalah residu yang tetap tinggal di ayakan setelah semen direaksikan
dengan HCl dan Na2CO3. Nilai IR umumnya 1,5 %. IR dibatasi untuk

35

mencegah tercampurnya bahan semen dengan bahan pengotor yang melebihi


batas.
c. Free Lime (CaO bebas)
Free lime adalah CaO yang tidak ikut bereaksi dengan komponen lain
selama proses pembuatan clinker. Kandungan CaO bebas yang baik adalah
dibawah 1,5 %. Bila terlalu tinggi, beton akan memiliki kekuatan yang lebih
rendah.
d. MgO
Kandungan MgO dibatasi karena dapat menimbulkan ekspansi terhadap
semen setelah jangka waktu beberapa tahun (akibat reaksi MgO dengan air
menjadi Mg(OH)2 yang mempunya volume besar).
e. SO3
SO3 dapat digunakan untuk memperbaiki pengikatan atau setting (sebagai
retarder) tetapi bila terlalu banyak akan menimbulkan kerugian yaitu dapat
menurunkan kekuatan semen.
f. Alkali
Dapat menimbulkan keretakan pada beton apabila dipakai agregat yang
mengandung silikat reaktif terhadap alkali. Apabila sgregatnya tidak
mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, tidak menimbulkan
kerugian.
g. Mineral C2S, C3S, C3A, dan C4AF
Umumnya standar mineral ini tidak dibatasi karenapengukurannya
membutuhkan peralatan mikroskopis yang mahal, namun dapat dihitung
melalui perhitungan estimasi. Syarat-syarat kimia dari semen Portland dapat
dilihat pada Tabel 6.

36

Tabel 6. Syarat Kimia dari Semen Portland


Komponen

Tipe
I

II

III

IV

MgO max

5,0

5,0

5,0

5,0

5,0

SO3 max untuk C3S < 8 %

3,0

3,0

4,5

3,0

3,0

SO3 max untuk C3S > 8 %

2,5

3,0

3,0

LOI max

3,0

3,0

3,0

2,5

3,0

IR max

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

Alkali sebagai Na2O

0,6

0,6

0,6

0,6

0,6

C3S max

35

C3S min

40

C3A max

25

C4AF + 2C3S atau C4AF + C2S max

C3S + C3A max

56

3. Modulus Semen
Komposisi clinker yang terdiri dari banyak komponen dengan tingkat
kemungkinan yang sangat banyak da raw mix-nya bersumber dari bermacammacam bahan baku dengan komposisi yang kompleks. Kompleksitas itu
menyulitkan dalam membuat konfigurasi penyusunan bahan baku. Hal ini perlu
memenuhi persyaratan semen yang dikehendaki. Untuk itulah dibuat rasio yang
dapat memudahkan kontrol komposisi semen. Rasio itu disebut Modulus.
Untuk menentukan proporsi bahan baku, digunakan modulus semen.
Modulus semen adalah bilangan yang menyatakan perbandingan senyawasenyawa seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Modulus-modulus ini digunakan
sebagai dasar untuk menghitung perbandingan bahan baku yang diperlukan
untuk pembuatan terak dengan komposisi yang diinginkan, sehingga
menghasilkan jenis semen yang sesuai dengan standar produk yang berlaku.
Modulus yang dipakai dalam semen adalah:

37

a. Lime Saturation Factor (LSF)

Harga LSF antara 66 120 tetapi disarankan 92 96. Free lime disebabkan
oleh harga LSF yang lebih besar dari 100. Semakin tinggi harga LSF
biasanya kekuatan semen semakin baik dan membutuhkan panas yang lebih
tinggi pada proses pembakaran clinker.
b. Silica Modulus (SM)

Harga SM berkisar antara 1,9 3,2, tetapi dalam pembuatan semen


disarankan antara 2,3 2,7. Semakin tinggi harga SM akan menyebabkan:
1) Pengerasan semen lambat
2) Pembentukan coating di kiln cenderung turun
3) Pembakaran clinker sulit
4) Kebutuhan bahan bakar meningkat
Jika harga SM terlalu rendah karena kandungan Al2O3 yang tinggi, maka
semen akan cepat mengeras.
c. Iron Modulus (IM)

Harga IM berkisar antara 1,5 2,5. Semen yang mempunyai harga IM tinggi
mengakibatkan waktu pengerasan yang sangat cepat sehingga diperlukan
gypsum dalam jumlah besar.

38

BAB IV
DESKRIPSI PROSES

A. Konsep Proses
Proses pembuatan semen dengan bahan baku batu kapur, tanah liat, dan pasir besi
dilakukan berdasarkan pada reaksi dehidrasi, kalsinasi, dan molekulerisasi.
1. Reaksi dehidrasi
CaCO3.xH2O(s) CaCO3(s) + xH2O(g)

(9)

Al2O3.yH2O(s) Al2O3(s) + yH2O(g)

(10)

SiO2.zH2O(s) SiO2(s) + zH2O(g)

(11)

Fe2O3.pH2O(s) Fe2O3(s) + pH2O(g)

(12)

Reaksi dehidrasi terjadi pada fase padat dan bersifat irreversible endotermis.
Reaksi ini meliputi penguapan air bebas yang terjadi di raw mill dan penguapan
air terikat yang terjadi di suspension preheater (SP).
2. Reaksi kalsinasi
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

(13)

MgCO3(s) MgO(s) + CO2(g)

(14)

Reaksi kalsinasi terjadi pada fase padat dan gas serta bersifat irreversible
endotermis. Reaksi ini mulai terjadi di suspension preheater kemudian berlanjut
di kiln.
3. Reaksi molekulerisasi
2CaO(l) + SiO2(l) 2CaO.SiO2(l) (C2S)

(15)

3CaO(l) + Al2O3(l) 3CaO.Al2O3(l) (C3A)

(16)

CaO.(l) + 2CaO.SiO2(l) 3CaO.SiO2(l) (C3S)

(17)

3CaO.Al2O3(l) + Fe2O3(l) 4CaO.Al2O3.Fe2O3(l) (C4AF)

(18)

Reaksi molekulerisasi terjadi pada fare cair dan bersifat irreversible eksotermis.
Reaksi ini terjadi di rotary kiln pada suhu 850 1450 C dan tekanan 4,10
7,40 bar.

39

B. Langkah Proses

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Semen

Secara garis besar, proses pembuatan semen di Plant 1-2 PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. dibagi dalam beberapa tahap berikut:
1. Raw Mill Section
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku perlu mengalami
tahap pengeringan dan penggilingan. Hal ini dimaksudkan untuk:
a. Mengeringkan bahan baku hingga kadar airnya berkurang dari 9,5 %
menjadi 1 %.
b. Mereduksi ukuran bahan baku dari 30 mm hingga ukurannya menjadi 170
mesh (90 ) sehingga diperoleh material yang lebih halus dengan luas
permukaan besar yang berpegaruh pada keefektifan di suspension preheater
dan kiln
c. Mencampur bahan sehingga diperoleh campuran yang homogen dan
menghasilkan LSF, SM, dan IM yang ditentukan

40

d. Memisahkan bahan yang masih kasar agar dapat diproses kembali sehingga
memenuhi syarat untuk umpan di Burning Section (raw meal)
Batu kapur (limestone), tanah liat (sandy clay), dan pasir besi (iron
sand) dari tempat penampungan sementara dimasukkan ke dalam hopper dengan
belt conveyor. Dari hopper menggunakan apron conveyor, bahan baku
ditimbang dengan weighing feeder untuk menghitung banyaknya bahan baku
yang diperlukan. Dari weighing feeder, bahan baku tersebut melewati belt
conveyor untuk diumpankan masuk ke dalam raw mill.
Dalam proses penggilingan dengan mill juga terjadi proses
pengeringan dengan menggunakan gas panas yang berasal dari SP (Suspension
Preheater) dengan temperatur + 300oC. Lifter dipasang diruang pengeringan
yang berfungsi untuk membantu kontak gas panas dengan material yang masuk.
Material yang telah tergiling kemudian akan terlempar dan terisap
menuju separator. Material yang halus akan menuju alat penangkap debu
Electrostatic Precipitator (EP). Sedangkan material yang masih kasar akan jatuh
kembali ke meja akibat gravitasi yang kemudian masuk bucket elevator untuk
dikembalikan ke dalam mill melalui saluran masuk yang berada di separator
untuk digiling kembali. Pada EP, debu yang tidak tertangkap dibuang ke udara
bebas melalui cerobong. Batas emisi debu disini adalah 80 mg/m3. Sedangkan
bahan baku halus yang dapat ditangkap EP akan jatuh kemudian akan diangkut
dengan screw conveyor dan air slide, kemudian dibawa masuk ke bucket
elevator dan dialirkan ke blending silo untuk dihomogenisasi.
2. Burning Section Section
Pada proses pembakaran ini akan terjadi reaksi kimia antara batu
kapur, silika, tanah liat dan pasir besi membentuk clinker dengan kandungan
C2S,C3S,C3A dan C4AF. Proses pembakaran meliputi tahapan:
a. Tahap Homogenisasi
Proses ini terjadi di dalam blending silo dengan menggunakan
bantuan udara bertekanan tinggi dari dasar silo. Tujuan homogenisasi adalah
untuk menghomogenkan campuran tepung baku, sehingga diharapkan tidak

41

akan terjadi kesulitan pada saat operasi di kiln. Keuntungan tahapan ini
adalah:

1) Mutu clinker lebih baik dan seragam


2) Penghematan bahan bakar
3) Proses pembakaran lebih stabil dalam kurun waktu yang lama
4) Terjadinya coating (tepung baku yang meleleh, bereaksi dan melekat
pada bata tahan api) sehingga bata tahan apinya dapat bertahan lama.
Pada plant 1 terdapat dua buah blending silo dengan kapasitas
masing-masing 1.000 ton. Material masuk melalui air slide yang kemudian
disebar ke enam buah saluran yang berada di atas silo. Didasar silo, material
terfluidisasi oleh udara, masuk ke dalam silo outlet secara bergantian dan
secara otomatis dialirkan ke ruang blending. Material jatuh ke air slide dan
dari bawah dialirkan udara yang bertekanan tinggi sehingga material
terangkat dan saling berhamburan hingga terhomogenisasi.
b. Tahap Pembentukan Klinker
Proses pembentukkan clinker terjadi dalam rotary kiln maupun
sebelumnya pada Suspension preheater (SP). Di dalam SP, material / raw
meal mengalami pemanasan awal dan proses kalsinasi awal. Kalsinasi awal
bertujuan untuk menaikkan derajat kalsinasi material sebelum masuk kiln
karena proses kalsinasi membutuhkan energi yang besar sehingga beban
panas kiln berkurang. Panas yang dibutuhkan untuk pemanasan dan
kalisinasi awal diperoleh dari gas buang rotary kiln dan dari pembakaran
yang terjadi di SP. Selanjutnya pada rotary kiln terjadi proses kalsinasi
lanjutan, sintering, dan pendinginan clinker. Keuntungan yang didapat
dengan menggunakan SP antara lain :
1) Gas panas yang keluar dari SP dapat digunakan untuk pemanasan di raw
mill, impact dryer, dan rotary dryer.
2) Panjang rotary kiln dapat relatif lebih pendek.
3) Penghematan bahan bakar

42

Secara keseluruhan, arah aliran gas dengan material adalah


counter current, tetapi bila dilihat per bagian transfer panasnya terjadi secara
co-current. Pembakaran menggunakan bahan bakar batubara yang dialirkan
ke burner pada ujung pengeluaran kiln. Batubara dibakar dengan bantuan
udara primer yang dihembuskan oleh primary fan blower dan udara
sekunder yang berasal dari cooler. Hasil pembakaran berupa gas panas
digunakan untuk membantu pemanasan di SP, raw mill dan coal mill.
Umpan kiln dari raw meal blending silo dialirkan oleh air slide dan bucket
elevator ke feed tank sebagai tempat penampungan sementara. Dari feed
tank, tepung baku dikeluarkan dan diumpankan ke SP.
Pada plant 1, jenis SP yang digunakan adalah Suspension
Preheater with Calciner dimana SP tersebut memiliki 4 stage yang berupa
cyclone (C1,C2,C3,C4). Material masuk kedalam SP melalui saluran
penghubung antara siklon 4 dan 3

sedangkan gas panas mengalir

berlawanan arah dengan umpan. Dengan adanya susunan siklon di SP, maka
tepung baku mengalami pemanasan sepanjang tingkatan di siklon dan karena
gaya sentrifugal, material akan turun terpisah dengan gas panas. Karena
dorongan gas panas dari siklon 3, maka material yang berada di saluran
antara siklon 4 dan 3 terangkat masuk siklon 4. Pada siklon 4 terjadi proses
penguapan air yang terdapat pada tepung baku. karena gaya sentrifugal
material akan terpisah dengan gas panas. Material akan turun ke siklon 3 dan
2. karena ada dorongan gas panas dari siklon 2 maka material akan masuk di
siklon 3. Pada siklon 3 terjadi pemisahan material dengan gas panas
sehingga material akan jatuh ke saluran siklon 4, sedangkan gas panas akan
naik. Hal yang sama terjadi pada siklon 2 dan 1, material yang jatuh pada
siklon 1 masuk ke dalam calciner (KSV). Pada calciner material menerima
gas panas dari kiln yang selain menaikkan temperaturnya juga mendorong
terjadinya proses prekalsinasi hingga 85-90%.

43

Reaksi dekomposisi carbonat adalah :


CaCO3

CaO + CO2
(13)

Panas

Dari siklon 4 baru dimasukkan ke kiln inlet hood. Penggunaan pre-calciner


ini memberikan keuntungan:
1) Diameter dan panjang kiln lebih kecil sehingga mengurangi penggunaan
bata tahan api di burning zone, karena sebagian pembakaran di burning
zone telah dilakukan oleh precalciner.
2) Bebas panas lebih rendah, terutama untuk kiln berkapasitas besar
3) Waktu tinggal material didalam kiln lebih cepat.
Tahap berikutnya tepung baku masuk ke rotary kiln. Disinilah
terjadi proses kalsinasi lanjutan dan sintering atau pembentukan mineralmineral pembentuk semen, yaitu C2S, C3S, C3A dan C4AF. Kontak antara
material dan gas panas berlangsung secara counter current, sehingga terjadi
perpindahan panas yang menyebabkan perubahan fisik dan kimia dari
material sepanjang kiln.
Tepung baku masuk rotary kiln pada suhu + 850oC. Pada daerah
kalsinasi suhu berkisar antara 850-1000oC, dan pada daerah sintering
berkisar 1450oC. Karena proses pembentukan clinker di dalam rotary kiln
berlangsung pada temperatur yang sangat tinggi, maka dinding rotary kiln
harus dilapisi dengan bata tahan api untuk melindungi shell tube akibat nyala
api, gas panas dan material panas, mengurangi beban rotary kiln dan
berfungsi sebagai isolator panas, sehingga dapat mengurangi kehilangan
panas akibat radiasi dan konveksi.
Proses klinkerisasi dalam kiln terbagi dalam beberapa zone, yaitu:

44

1) Calcining Zone
Pada zone ini raw meal dari preheater akan mengalami pemanasan
hingga 900 0C dan proses yang terjadi adalah proses penguraian secara
maksimum dari unsur-unsur reaktif yang terkandung dalam material.
Pada kondisi ini material masih berbentuk bubuk, dan bagian dalam kiln
digunakan lapisan brick alumina.
2) Transition Zone
Karena adanya slope kiln ke arah outlet dan bergerak memutar, maka
material dari calcining zone akan bergerak ke daerah transition zone.
Pada daerah ini material mengalami pemanasan hingga 1200 0C.
Proses yang terjadi adalah mulai terbentuk reaksi sedikit demi sedikit
antara CaO dengan senyawa SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Material mulai
berubah menjadi cair dan pada daerah ini.
3) Sintering Zone
Pada daerah ini material mulai mendekati sumber panas yang terpancar
dari burner. Pemansan yang terjadi hingga 1500 0C. Proses yang
terjadi adalah pelelehan dari seluruh material dan reaksi maksimum
antara CaO dengan unsur SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 membentuk mineral
compound senyawa utama klinker yaitu C2S (belite), C3S (alite), C3A
(celite), dan C4AF (felite). Reaksi ini disebut reaksi klinkerisasi. Lapisan
yang terpasang pada dinding kiln adalah brick

jenis basic yang

mempunyai sifat dapat mengikat coating, sehingga kiln shell lebih


terlindungi terhadap perlakuan panas yang sangat tinggi.
Reaksi klinker adalah:
4CaO(s) + Al2O3(s) + Fe2O3(s) 4CaO. Al2O3.Fe2O3(s) (C4AF)

(18)

4CaO(s) + Al2O3(s) 3CaO. Al2O3(s) (C3A)

(16)

2CaO(s) + SiO2(s) 2CaO.SiO3() (C2S)

(15)

CaO(s) + 2CaO. SiO3() 3CaO. SiO3(s) (C3S)

(17)

45

4) Cooling Zone
Material yang berbentuk cair di sintering zone akan mengalir ke
coolingzone dan akan mengalami perubahan fasa karena material
menjauhi burner gun. Temperatur akan turun hingga mencapai 1200
0

C, dan karena adanya gerakan rotasi kiln, maka sebagian besar material

akan berbentuk butiran.


c. Tahap Pendinginan Klinker
Setelah mengalami proses pembentukan clinker dari rotary kiln, clinker
didinginkan terlebih dahulu agar:
1) Menjaga keawetan peralatan transport dan penyimpanan karena clinker
masih bertemperatur tinggi
2) Menghindari terurainya C3S menjadi C2S
3) Clinker yang panas dapat menyebabkan peruraian gypsum yang
ditambahkan pada penggilingan akhir.
4) Menghindari terbentuknya crystal periclase, yang akan menurunkan
kualitas semen.
Pendinginan ini dilakukan secara tiba-tiba atau disebut juga proses
quenching. Laja pendinginan clinker mempengaruhi perbandingan antara
cristal dan fase cair clinker. Pendinginan yang lambat mendorong
pertumbuhan mineral clinker, oleh karena itu pendinginan clinker dilakukan
secara tiba-tiba dari suhu + 1450oC menjadi 120oC.
Tujuan quenching yaitu untuk mendapatkan klinker dengan mutu yang baik
dan mencegah terjadinya reaksi inversi pembentukan C2S dari C3S. Reaksi
inversi C3S:
3CaO.SiO2(s) 2CaO.SiO2(s) + CaO(s)

(19)

Proses pendinginan clinker di P-11 dilakukan dengan grate cooler


atau Air Quenching Cooler (AQC). Hamparan clinker yang mengalir
sepanjang grate cooler digerakkan dengan system hidrolisis. Udara
pendingin dihembuskan dari bawah grate dengan menggunakan cooling fan

46

menembus hamparan clinker. Udara hasil pembakaran dibagi menjadi udara


sekunder, tersier dan gas buang. Udara sekunder dimanfaatkan untuk
pembakaran di SP. Sedangkan gas buang setelah melewati Electrostatic
Precipitator (EP) dikeluarkan melalui stack.
Selain laju udara, variabel lain yang dikontrol adalah kecepatan
grate plate. Diantara grate 2 dan 3 terdapat crusher yang berfungsi
mereduksi ukuran clinker (biasanya berupa coating yang terlepas dari bata
tahan api) menjadi lebih kecil lagi. Partikel halus ini bersama-sama dengan
partikel halus dari EP yang telah dipisahkan dari gas buang dan diangkut
oleh screw conveyor, dibawa dengan apron conveyor menuju clinker silo.
Temperatur clinker yang keluar dari grate cooler sekitar 80-120oC. Diantara
semua tipe cooler, grate cooler adalah yang paling bagus dibandingkan
dengan satellite cooler karena grate cooler melakukan pendinginan secara
mendadak sehingga clinker yang dihasilkan bertemperatur lebih rendah.
3. Finish Mill Section
Pada unit penggilingan akhir dilakukan penggilingan clinker menjadi
semen yang memenuhi syarat kehalusan. Kehalusan semen adalah salah satu
faktor penentu utama dari semen yang dihasilkan. Partikel keluar dari alat
penggilingan (mill) yang kemudian melewati separator dan produk yang keluar
berukuran 30 m yang akan menghasilkan kuat tekan awal yang tinggi dan
peningkatan kuat tekan beton pada tahap berikutnya.
Clinker dari silo penyimpanan dimasukkan ke dalam hopper melalui
vibrating feeder dan ditentukan proporsinya dengan weighing feeder, kemudian
dibawa kealat penggilingan akhir. Gypsum sebagai bahan tambahan dibawa dari
storage menuju ke hooper dengan belt conveyor. Dengan diatur oleh weighing
feeder gypsum dimasukkan ke cement mill bersama dengan clinker. Gypsum
yang ditambahkan 3-5% dari clinker. Cement mill yang digunakan adalah tube
mill dengan ukuran diameter shell 4,1 m dan panjang 12,5 m, dengan kapasitas
80 ton/jam dan terdiri dari 2 chamber yang dibatasi oleh compartement.

47

Chamber 1 diisi oleh bola-bola baja (steel ball) ukuran diameter 60, 70, dan 80
mm dan chamber 2 diisi baja dengan diameter 17, 20, 30 dan 50 mm dan proses
kontak antara steel ball dan clinker di masing-masing chamber berlangsung
30 menit. Dinding shell dilapisi dengan linear yang berfungsi mengarahkan
gerakan stell ball dan melindungi shell. Dengan adanya putaran mill maka akan
terjadi benturan antara steel ball dengan clinker sehingga clinker dapat hancur
dan halus yang mengakibatkan suhu dalam alat menjadi tinggi.
Sedang suhu dalam alat ini tidak boleh lebih dari 120 oC karena
gypsum akan kehilangan air kristalnya sehingga tidak dapat berfungsi sebagai
retarder dan semen yang dihasilkan akan mengalami proses false set yang lebih
cepat. Oleh karena itu di kedua ujung cement mill terdapat water spray yang
berfungsi untuk menyemburkan air agar suhu di dalam mill kurang dari atau
sama dengan 120oC.
Produk yang keluar dari Cement mill sebagian besar masuk lewat air
slide ke bucket elevator untuk selanjutnya dengan bantuan air slide, material
masuk O-sepa separator. Disini terjadi pemisahan partikel, partikel yang belum
memenuhi syarat kehalusan akan masuk kembali ke mill sedangkan partikel
halus akan masuk cement silo sebagai produk dengan bantuan air lift. Hasil
kasar (tailing) akan kembali masuk ke mill, sedagkan hasil yang halus bersama
dengan hasil dari air separator dan produk halus yang terikat udara masuk
dalam EP lewat air slide akan masuk ke cement silo dengan bantuan air lift.
4. Packing House Section
Dari cement silo, produk semen yang sudah jadi diangkut
menggunakan air slide menuju bucket elevator. Dari bucket elevator, semen
dimasukkan ke dalam vibrating screen untuk memisahkan material yang halus
dan kasar serta pangotor yang ikut terbawa produk semen.
Material kasar dan pengotor dibuang dengan menggunakan corong
vibrating screen di bagian atas, sedangkan material yang halus langsung masuk
ke dalam cement bin. Dari Bin, semen dialirkan ke dalam in-line packer. Jika
bin tersebut telah penuh maka semen akan terus bersirkulasi, yaitu dijatuhkan

48

kembali ke dalam bucket elevator lalu kembali ke vibrating screen dan


seterusnya.
Masing-masing in-line packer terdiri dari enam corong pengisian yang
mengumpankan semen ke dalam kantong dengan kapasitas masing-masing 40
kg dan 50 kg. untuk mengurangi jumlah semen tumpah pada saat pengisian,
maka dipasang screw conveyor pendek pada masing-masing in-line packer dan
selanjutnya dialirkan ke screw conveyor panjang lalu masuk ke dalam bucket
elevator dan ke vibrating screen, selanjutnya masuk ke dalam bin.
Semen yang telah masuk ke dalam kantong akan diangkut ke dalam
belt conveyor menuju truk pengangkutan. Selain pengemasan ke dalam kantong
50 kg, pada unit packing terdapat juga pengemasan dalam ukuran besar yakni
big bag dengan kapasitas 1 dan 1,5 ton serta semen curah dengan kapasitas 1525 ton atau sesuai dengan pesanan. Untuk semen curah, semen yang berasal dari
bin langsung didistribusikan ke loading truck. Untuk mencegah terjadinya
polusi udara akibat debu, maka pada unit pengantongan ini dilengkapi dengan
alat dust collector jenis bag filter.

49

BAB V
SPESIFIKASI ALAT

A. Raw Meal Section


a. Impact Dryer (Limestone)
Tugas:

Menghancurkan limestone dari ukuran 50 menjadi 20 mm

Mengeringkan limestone dari 5 menjadi 3 % moisture content

Memisahkan limestone yang masih kasar untuk digiling kembali

Spesifikasi:
Kode alat

: B3-01.0

Tipe

: Kawasaki Hazemag SAPT 5/250 Imp. Brk.

Ukuran

: 3950L 3350W 9300H

Kapasitas

: 130 ton/jam

Prinsip kerja:
Size reduction terjadi karena impact dari hammer mill. Pada alat ini digunakan
impeller untuk melemparkan material dengan kecepatan yang tinggi ke arah
plate impact yang keras dan kasar (breaker plate). Impact crusher digunakan
untuk material-material dengan daya lengket rendah dan rapuh. Yang perlu
diperhatikan adalah plate breaker sering aus.

b. Double Roll Crusher (Clay)


Tugas:

Menghancurkan clay dari ukuran 300 menjadi 20 mm

Memisahkan limestone yang masih kasar untuk digiling kembali

Spesifikasi:
Kode alat

: B2-02.0

Tipe

: Kawasaki Spiked Roll

Ukuran

: 750 630

Kapasitas

: 25 ton/jam
50

Prinsip kerja:
Material dihancurkan dengan melewatkan material tersebut di antara kedua roll
yang sedang berputar secara berlawanan arah. Material yang akan dihancurkan
akan diatur oleh alur/gigi secara melintang atau memanjang dari double roll
crusher tersebut.

c. Clay Drier
Tugas:
Mengeringkan moisture content tanah liat (clay) dari 28 % menjadi 3 %
Spesifikasi:
Kode alat

: D-01.0

Tipe

: Paralel Flow, Rotary Dryer

Ukuran

: 3.4 m in 34 m length, slope: 5/100 (tan )

Kapasitas

: 25 ton/jam

Prinsip kerja:
Raw material masuk melalui cone feed ke dalam dryer. Pengeringan berlangsung
antara material dengan gas yang masuk searah dengan material basah hingga
terjadi penguapan air dari material tersebut. Gas panas yang digunakan
merupakan sisa pembakaran di kiln an telah dialirkan melalui SP. Mengalirnya
material disebabkan oleh kemiringan dryer, putaran, dan aliran gas panas. Di
dalam rotary dryer terdapat pengangkat/lifter yang jumlahnya ratusan dengan
tinggi 40 cm yang digunakan untuk meratakan pengeringan pada material.
Material yang masuk akan berputar mengikuti putaran dryer sehingga material
tersebut akan jatuh ke bawah pada saat berada di bagian atas di dalam rotary
dryer. Gas panas keluar dari dryer bercampur dengan debu halus. Gas tersebut
kemudian dialirkan masuk ke dalam cyclone.

51

d. Raw Grinding Mill


Tugas:
Menghancurkan campuran bahan baku (raw meal) menjadi ukuran yang seragam
Spesifikasi:
Kode alat
Tipe

: E-07.15

: Tube Mill

Ukuran

: 3.9 m ID 12 m L

Kapasitas

: 120 ton/jam

Prinsip kerja:
Di dalam alat ini terjadi proses pencampuran, penghancuran, penggilingan,
penghalusan, dan pengeringan. Raw material masuk melalui cone feed. Material
digiling dengan media penggiling berupa steel ball yang berdiameter 17 90
mm. Pengeringan berlangsung akibat kontak antara material dan gas panas yang
berasal dari SP. Gas panas dan material dialirkan secara co-current. Penghalusan
terjadi karena tumbukan dan gesekan antara steel ball dan material akibat
putaran mill.

e. Raw Meal Silo


Tugas:
Menyimpan raw meal sebelum diumpankan ke dalam suspension preheater
Spesifikasi:
Kode alat

:-

Tipe

: Steel Construction

Ukuran

: 11 m ID 23 m IH

Kapasitas

: 2000 ton

Prinsip kerja:
Dari air blending silo, material masuk ke bagian storage melalui sistem
pengangkutan air slide. Pada bagian storage ini produk raw meal disimpan
untuk kemudian diumpankan ke SP.

52

f. Air Blending Silo


Tugas:
Menghomogenkan raw meal dan sebagai tempat penampungan sementara
Spesifikasi:
Kode alat

: F-11.1

Tipe

: Steel Construction

Ukuran

: 10,7 m ID 16 m IH

Kapasitas

: 1000 ton

Prinsip kerja:
Udara bertekanan tinggi dan udara bertekanan rendah dialirkan ke dalam silo
secara pulsuatif. Air blending silo mempunyai 9 segmen yang akan
menghembuskan udara bertekanan tinggi dan rendah secara kontinu dan bertahap
yaitu 10 detik off dan 5 detik on untuk udara bertekanan tinggi. Sedangkan untuk
udara bertekanan rendah dialirkan terus menerus. Setiap kali menghembuskan
udara bertekanan tinggi hanya 2 segmen yang bekerja. Alat ini juga dilengkapi
dengan aerator homogenitas material dimanna di setiap segmen memiliki 66
aerator. Proses homogenasi ini berlangsung selama 2 jam. Setelah proses
homogenisasi ini selesai, kemudian dilakukan pengecekan homogenitas bagian
bawah dan bagian atas. Setelah benar-benar homogen, material ini dimasukkan
ke dalam storage silo (raw material silo).

g. Air Separator
Tugas:
Memisahkan semen yang masih kasar untuk digiling kembali
Spesifikasi:
Kode alat

: I-06.1

Tipe

: Cyclone Type Kawasaki CS 45-8

Ukuran

: Upper casing diameter 4500 mm

Kecepatan

: 140 70 rpm

Kapasitas

: 80 ton/jam

53

Prinsip kerja:
Material hasil penggilingan dari raw mill dimasukkan ke dalam air separator
dan jatuh di atas piringan pembagi yang berputar dan ditebarkan, kemudian
disirkulasikan oleh baling-baling fan. Akibat dari sirkulasi ruang yang berbentuk
cone, material kasar akan mengalami gaya sentrifugal dan menghantam dinding
sehingga akan kehilangan kecepatan. Pada saat itu, material kasar juga akan
mengalami gaya gravitasi sehingga akan jatuh ke dalam hopper tabung yang
berbentuk kerucut. Partikel-partikel yang kasar dikembalikan ke grinding mill
dan partikel yang halus akan terbawa aliran udara naik ke atas. Selanjutnya
partikel halus ini akan masuk ke cyclone dan keluar sebagai produk halus dari
bagian atas cyclone.

B. Burning Section
a. Clinker Silo
Tugas:
Sabagai tempat penyimpanan sementara untuk clinker
Spesifikasi:
Kode alat

:-

Tipe

: concreete construction

Ukuran

: 22 m ID 45.7 m IH 50.3 m OH

Kapasitas

: 17372 m3

Prinsip kerja:
Setelah didinginkan dan dihancurkan, clinker dibawa oleh apron conveyor ke
dalam clinker silo untuk disimpan sementara. Pada saluran pengeluaran terdapat
apron conveyor untuk membawa clinker dari clinker silo ke finish grinding mill.

b. Air Quenching Cooler


Tugas:
Mendinginkan clinker dari suhu 1200 menjadi maksimal 120 C

54

Spesifikasi
Kode alat

: G-14.0

Tipe

: horizontal double deck gr

Ukuran

: Grate width 3360 mm


Grate length 20400 mm
Grate stroke 130 160 mm

Kapasitas

: 1500 ton/hari

Prinsip kerja:
Clinker jatuh dari rotary kiln ke grate plate membentuk tumpukan. Karena
adanya geraka plate (moving grate plate) yang berlawanan arah maka clinker
akan bergerak maju. Udara dingin yang ditiupkan blower lewat bagian bawah
grate menembus tumpukan clinker. Sebagian udara pendingin dihembuskan
sebagai udara sekunder untuk pembakaran di kiln dan sebagian lagi masuk ke
dalam EP untuk menangkap sisa debu sebelum dibuang ke udara bebas. Clinker
yang mempunyai ukuran lebih besar dari yang diinginkan akan dihancurkan ke
dalam impact crusher yang terdapat di antara susunan grate. Clinker yang telah
mengalami size reduction kemudian masuk ke drag chain, bergabung dengan
clinker dari chamber menuju apron conveyor.

c. Rotary Kiln
Tugas:

Sebagai tempat kalsinasi lanjutan hingga semua CaCO3 dan MgCO3 habis
terdekomposisi

Tempat pembakaran hot meal sekaligus mereaksikannya untuk membentuk


mineral-mineral semen (C2S, C3S, C3A, dan C4AF)

Spesifikasi:
Kode alat

: G-13.1-3; MG-13.4 & G-13.5

Tipe

: Rotary 3 Support

Ukuran

: 4.5 m 78 m length, slope: 3.5 % (tan )

Kapasitas

: 2000 ton/hari

55

Prinsip kerja:
Umpan kiln berasal dari suspension preheater yang masuk dari ujung kiln (kiln
inlet hood) dengan suhu kira-kira 800 900 C dan dari ujung yang lain
disemburkan gas panas. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi lanjutan (+ 15 %)
dan sintering sehingga raw meal menjadi clinker. Kemiringan dan putaran kiln
menyebabkan material bergerak ke ujung pembakaran dan kemudian jatuh ke
dalam air quenching cooler yang dilengkapi dengan cooling air fan untuk
pendinginan lebih lanjut.

d. Suspension Preheater
Tugas:
Tempat reaksi kalsinasi dan pemanasan awal
Spesifikasi:
Kode alat

: MG-06.0

Tipe

: Kawasaki NKSV Multi Cyclone

Ukuran

: C1 6200 mm 1
C2 5500 mm 1
C3 4400 mm 1
C4 3300 mm 1

Kapasitas

: 2000 ton/hari

Prinsip kerja:
Material masuk ke saluran tepung baku yang terdapat di antara stage keempat
dan ketiga. Tepung baku ini akan bertemu dengan gas panas yang keluar dari
cyclone ketiga dan terbawa ke cyclone keempat. Pada cyclone ini, debu dan gas
panas akan keluar akibat hisapan EP fan. Sedangkan material akan jatuh ke
bawah dan masuk cyclone ketiga karena terbawa aliran gas dari cyclone kedua.
Pada cyclone ketiga, debu dan gas panas akan terbawa ke atas sedangkan
material akan jatuh ke bawah dan masuk cyclone pertama. Demikian proses
seharusnya yang terjadi pada stage yang lain. Material akan mengalami
prekalsinasi dimana CaCO3 yang terdapat dalam material akan terurai menjadi

56

CaO dan CO2 dengan menggunakan gas tersier dari cooler dan udara sisa
pembakaran di kiln. Setelah material mengalami prekalsinasi, material akan
terbawa ke kiln melalui kiln inlet hood. Pada suspension preheater ini, derajad
kalsinasi dapat mencapai 85 90 %.

C. Finish Mill Section


a. Finish Mill Grinding
Tugas:
Menghancurkan clinker menjadi semen dengan ukuran yang diinginkan
Spesifikasi:
Kode alat

: I-05.1-5

Tipe

: tube mill

Ukuran

: 4100 ID 12500 L

Kecepatan

: 15.2 rpm

Kapasitas

: 80 ton/jam

Prinsip kerja:
Material berup campuran antara clinker, gypsum, dan additive masuk melalui
inlet di chamber 1 material dihancurkan oleh steel ball ukuran besar dan
kemudian masuk chamber 2 untuk digerus/dihaluskan oleh steel ball yang
berukuran lebih kecil. Suhu di dalam mill dijaga supaya selalu dibawah 120 C.

b. Air Separator
Tugas:
Memisahkan material halus dan material yang masih kasar setelah grinding
Spesifikasi:
Kode alat

: I-06.1

Tipe

: cyclone type Kawasaki CS 45-8

Ukuran

: upper casing diameter 4500 mm

Kecepatan

: 140 70 rpm

Kapasitas

: 80 ton/jam

57

Prinsip kerja:
Material hasil penggilingan dari cement mill dimasukkan ke dalam air separator
dan jatuh di atas piringan pembagi yang berputar dan ditebarkan, kemudian
disirkulasikan oleh baling-baling fan. Akibat dari sirkulasi ruang yang berbentuk
cone, material kasar akan mengalami gaya sentrifugal dan menghantam dinding
sehingga akan kehilangan kecepatan. Pada saat itu, material kasar juga akan
mengalami gaya gravitasi sehingga akan jatuh ke dalam hopper tabung yang
berbentuk kerucut. Partikel-partikel yang kasar dikembalikan ke cement mill dan
partikel yang halus akan terbawa aliran udara naik ke atas. Selanjutnya partikel
halus ini akan masuk ke cyclone dan keluar sebagai produk halus dari bagian
atas cyclone.

D. Packing House Section


a. Feed Bin
Tugas:
Sebagai tempat penampungan sementara untuk semen dan menghomogenkannya
menggunakan udara hembus
Spesifikasi:
Kode alat

: J-08.0

Tipe

: steel construction

Ukuran

: 3.5 m 3.5 m 5 m

Kapasitas

: 50 ton

Prinsip kerja:
Semen yang telah diangkut dengan bucket elevator ditampung di feed bin selama
beberapa waktu dengan dihembuskan udara oleh blower dari bagian bawah
untuk menghomogenkan semen. Semen keluar jatuh dari bagian bawah menuju
vibrating screen.

58

b. Packer
Tugas:
Memasukkan semen ke dalam kantong
Spesifikasi:
Kode alat

: J-14.0

Tipe

: 6 spout auto-packer AI-75

Ukuran

: range og weighing 40 50 kgs

Akurasi

: 1/200

Kecepatan

: 1050 rpm

Kapasitas

: 90 ton/jam

Prinsip kerja:
Kantong diletakkan di atas saddle, limit switch tersentuh dan mengirim perintah
ke unit magnet untuk menarik rod ke atas dan ratchet hook terlepas. Ifilling tube
naik dan lubang akan terbuka. Pengisian berjalan sambil ditimbang. Setelah
pengisian sama dengan berat pembanding, hanger sadle turun, lubang tertutup
kembali, dan kantong dijatuhkan ke atas conveyor.

c. Cement Silo
Tugas:
Menyimpan semen yang sudah dihaluskan di Finish Mill Section
Spesifikasi:
Kode alat

:-

Tipe

: steel construction

Ukuran

: 15 m ID 28 m IH 31 m OH

Kapasitas

: 5000 ton

Prinsip kerja:
Setelah mengalami proses grinding, semen dialirkan dengan air sliding conveyor
menuju cement silo untuk penampungan sementara. Untuk proses packing,
semen juga dialirkan dari silo menggunakan air sliding conveyor.

59

E. Spesifikasi Alat Pembantu


1. Electrostatic Precipitator
Tugas:
Menengkap debu dari gas buangan sebelum dibuang melalui chimney
Spesifikasi:
Kode alat

: G-09.0

Tipe

: Horizontal Flow 2-Sectional Type

Ukuran

: 22 m L 10 m W 20 m H
plate: 9358 mm H 1980 mm W 156 pcs
wire: 10300 mm L 1216 pcs
pitch: 250 mm

Kapasitas

: 5500 m3/menit (wet) at 130 C

Prinsip kerja:
Prinsip penangkapan debu dari EP didasarkan pada efek ionisasi di dalam
medan listrik yang kuat. Medan listrik ini dihasilkan oleh elektroda negatif yang
bertindak sebagai elektroda pelepas muatan listrik dan elektroda positif yang
bertindak sebagai elektroda pengumpul. Elektroda pengumpul berupa plat-plat
yang diletakkan berderet dan dihubungkan dengan bumi (ground), sedangkan
elektroda pelepas berupa kawat-kawat yang diletakkan berderet dekat elektroda
pengumpul dan dihubungkan dengan tegangan tinggi. Elektroda pengumpul
mempunyai polaritas positif dan elektroda pelepas mempunyai polaritas negatif.
Di antara kedua elektroda tersebut dialirkan tegangan tinggi searah sebesar 40
80 kV. Karena pengaruh medan listrik yang kuat di antara kedua elektroda
sesuai dengan gaya hukum tarik medan listrik oleh coloumb maka ion negatif
mendapat gaya tarik ke arah elektroda positif dan ion-ion positif mendapat gaya
tarik ke arah elektroda negatif. Bila gas masuk EP mengandung debu maka ionion dari partikel debu yang telah bermuatan listrik tersebut akan akan tertarik ke
arah elektroda yang bersesuaian, dimana pada

masing-masing elektroda

bermuatan listrik dan partikel debu akan dinetralisir kembali. Proses ini
berlangsung terus-menerus hingga debu yang menempel pada masing-masing

60

elektroda maka plat-plat tersebut dipukul dengan cara diketuk-ketuk secara


periodik oleh rapping gear. Sehingga debu tersebut jatuh ke bagian atas
penampung yang disebut dust hopper.

2. Dust Collector
Tugas:
Memisahkan gas buangan suspension preheater dari padatan halus yang terbawa
gas buangan tersebut serta memebersihkan debu dari coal bin
Spesifikasi:
Kode alat

: EH-10.0

Tipe

: mechanical vibration type

Ukuran

: 150 m2 filter area, 3 chambers


Pressure loss 170 mmaq
Filter bag: NT 112, 170 2650L 108 pcs

Kapasitas: 150 m3/menit (80 C)


Prinsip kerja:
Debu yang dihisap dari berbagai mesin akan ditahan pada bag filter bagian luar.
Untuk melepaskan debu akan digunakan sistem penembakan udara bertekanan
tinggi. Udara bertekanan tinggi berasal dari kompresor dan diatur dengan valve
yang dirangkai secara elektrik. Biasanya dilengkapi filter udara agar tetap
kering. Tujuan penembakan untuk melepaskan debu dari bag filter. Material
yang jatuh akibat penembakan akan diangkut dengan screw conveyor keluar
melewati lubang yang dilengkapi dengan rotary lock guna mencegah material
tidak kembali ke dust collector dan juga sebagai penyekat sehingga hisapannya
tetap besar.

61

BAB VI
SISTEM UTILITAS

Unit utilitas berfungsi sebagai unit pendukung yang bertugas untuk mensuplai
kebutuhan bagi unit-unit yang lain. Adapun unit utilitas di PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut :

A. Unit Penyediaan dan Pengolahan Air


Unit pengolahan air atau water supply section merupakan salah satu unit
utilitas yang bertugas mengelola air untuk kebutuhan industri maupun rumah
tangga. Unit ini sangat berpengaruh dalam kelancaran produksi semen di PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dari awal hingga akhir proses. Selain itu air ini
juga dimanfaatkan oleh perusahaan lain yang masih dalam group seperti PT
Bogasari Textile, Areal CCIE, PT Indomix, dan beberapa perusahaan yang lain
dilingkungan pabrik Citeureup. Water supply section memiliki tugas antara lain:
1.

Menjaga kelancaran produksi air bersih dengan mengoperasikan instalasi water


treatment

2.

Menjamin kelancaran stok dan distribusi air bersih dari instalasi produksi ke
setiap pemakai, yaitu

3.

Cement plant P-1 s/d P-8 serta P-11

Kantor-kantor P-1 s/d P-8 serta P-11

Utilitas untuk diseluruh divisi

Kepentingan Proyek

Areal / kawasan CCIE dan PT Indomix

Pengambilan dan pengolahan air tanah serta pendistribusiannya ke kompleks


perumahan, poliklinik, dan instalasi pusat produksi air minum karyawan.

4.

Pemeriksaan kualitas air, baik air baku maupun air bersih secara perodik
termasuk limbah

5.

Merawat dan memperbaiki seluruh sistem water supply treatment / water


supply serta jaringan distribusi ke lokasi pemakaian pada seluruh plant.
62

1.

Pasokan Air Baku dan Penggunaan


Secara garis besar sumber baku air di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
ada 2 (dua) macam yaitu :
a. Sumber Air Tanah
Air tanah ini berasal dari 11 buah sumur dalam (depp well) yang terdapat di
komplek pabrik dengan kapasitas rata-rata sebesar 200 liter/menit tiap sumurnya.
Pangambilan air tanah dilakukan dengan cara mengebor tanah hingga kedalaman
40-60 meter dengan diameter 22 inchi. Casing yang digunakan adalah pipa
dengan diameter kurang dari 22 inchi yang dibawahnya dipasang penyaring yang
berfungsi agar kotoran tidak terhisap bersama air sedangkan pada ujung atas pipa
dipasang pompa. Air kemudian melalui filter rock dan disaring dengan pipa
penyaring. Air yang telah disaring tersebut kemudian dialirkan ke bak
penampung. Penggunaan air tanah hanya terbatas untuk kepentingan perumahan
dan poliklinik yang setiap harinya sekitar 6000 liter.
Pusat Produksi Air Minum (PPAM) karyawan yang terletak di Housing II
merupakan instalasi yang dirancang khusus untuk memproduksi air minum
kemasan 20 Liter, instalasi ini melaksanakan proses perlakuan peningkatan mutu
fisik dan kimiawi sekaligus bakteriologis dengan media ozon sebagai oksidan
dan desinfektannya. Proses ini dikenal oleh karyawan dengan ozonisasi.
Karakteristik dari air bersih dapat dilihat pada tabel 7 (Departemen Kontrol
Proses).

63

Tabel 7. Karakteristik Air Bersih


Parameter

Keterangan

Parameter

Keterangan

Warna

Tidak berwarna

Besi

0,2 mg/lt

Bau

Tidak berbau

Klorida

250 mg/lt

Rasa

Tidak berasa

Sulfat

250 mg/lt

pH

6,5 - 8,5

Nitrat

0,1 mg/lt

Kekeruhan

10 ppm

Timbal

3,0 mg/lt

Zat organik

10 mg/lt

mangan

0,1 mg/lt

Kesadahan

150 500

b. Sumber Air Permukaan


Air permukaan yang diambil adalah air sungai yang mengalir di belakang
pabrik yaitu sungai Cileungsi, Air baku kemudian diolah di Instalasi Water
Treatment (IWT) sebelum didistribusikan ke pemakai yang 85 % diantaranya
digunakan untuk air pendingin dengan menggunakan sistem daur ulang plant.
Air yang dikirim dari water treatment tersebut sebelum dipakai ke plant
ditampung pada bak sirkulasi yang sekaligus berfungsi sebagai bak cadangan
yang berada pada masing-masing plant.
Untuk merawat kualitas air pendingin agar tetap terjaga secara optimum
sudah selayaknya dilakukan secondary treatment yang antara lain dilakukan
dengan jalan:

Memberi tambahan bahan-bahan tertentu seperti: chlor, corrosion, dan scale


inhibitor.

Blow down dan pembersihan bak secara periodik.

Permasalahan yang dihadapi dalam sistem tersebut antara lain:

Scale/kerak pada pipa dan peralatan.

Korosi/ karat pada pipa dan peralatan terutama yang tertanam dalam tanah.
64

Fouling organism, lumut, jasad hidup lain seperti siput yang mengakibatkan
penyumbatan pada pipa dan sistem.

Kehilangan air karena kebocoran bak, tidak tersirkulasinya air secara baik/
tidak mengalir pada proporsi yang sebenarnya.

Kontaminasi, debu, tanah, dan lain-lain

Syarat baku mutunya dapat dilihat pada tabel 8 (Departemen Kontrol Proses).

Tabel 8. Syarat Baku Mutu Air Pendingin

2.

Parameter

Keterangan

Parameter

Keterangan

Temperatur

Suhu udara

Klorida

Maks 600 mg/lt

pH

6,5 9

Sulfat

Maks 400 mg/lt

Kekeruhan

Maks 25 ppm

Nitrat

Maks 1 mg/lt

Kesadahan

Maks 500 mg/lt

CO2

Maks 20 mg/lt

Total padatan

Maks 1500 mg/lt

Mangan

Maks 0,5 mg/lt

Besi

Maks 1 mg/lt

Magnesium

Maks 150 mg/lt

Water Treatment
Instalasi water treatment merupakan sarana untuk melakukan kegiatan
mulai dari pengambilan air baku dari sungai Cileungsi yang kemudian
memprosesnya menjadi air siap pakai atau didistribusikan sebagai pendingin, air
baku boiler. utilitas umum dan perusahaan group secara kuantitatif maupun
kualitatif. instalasi ini terletak di areal P-6/8 dengan menempati lahan 2 Ha.

65

B. Unit Instalasi Tenaga Listrik


Kebutuhan utama listrik di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
didapatkan dari PLN. Sedangkan untuk kebutuhan tertentu, di pabrik Bogor
memiliki 2 power station sabagi cadangan tenaga. Untuk saat ini, unit pabrik Bogor
mengoperasikan stasiun power 1 dan power 2.
Kebutuhan listrik digunakan untuk keperluan penerangan, pendinginan
ruangan, pompa-pompa blower, pengisi baterai, fan, penggerak crane, mensuplai
peralatan bantu, dan sebagainya. Pengoperasian dilakukan dari central remote
control yang terdapat di ruangan central.

Tabel 9. Kapasitas Pembangkit Listrik PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.


Tempat
Power I
Power II

Jenis
pembangkit
Diesel
Diesel
Turbin uap

Jumlah
unit
5
9
1

Kapasitas,
MW
8,20
19,00
11,87

Turbin gas

42,00

Total, MW
41,00
171,00
11,87
84,00

Bahan
bakar
IDO
IDO
Batubara
Gas
bertekanan

C. Unit Penyediaan Bahan Bakar


Unit ini di bawah Supply Division yang bertugas menyediakan kebutuhan
bahan bakar dan mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkan. Jenis bahan
bakar yang dibutuhkan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. antara lain:
1. Solar
Solar digunakan untuk bahan bakar alat-alat transportasi, seperti truk, alat berat,
dan kendaraan operasional pabrik. Bahan bakar ini langsung dibeli dari
Pertamina. Solar dikirim ke pabrik dengan menggunakan tangki yang kemudian
ditampung dalam tempat pengisian solar
2. Oil
Oil yang biasa digunakan adalah IDO (Industrial Diesel Oil) yang berasal dari
penyulingan minyak bumi. IDO digunakan sebagai bahan bakar untuk jenis

66

pembangkit listrik diesel power station dan juga untuk pemanasan awal di
rotary kiln.
3. Batubara
Batubara digunakan untuk bahan bakar burner di suspension preheater dan
rotary kiln. Untuk memenuhi kebutuhan batubara, PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk. Mengadakan kontrak kerja dengan PT Krakatau Steel yaitu
terminal batubara di Cigading seluas 18 Ha yang terletak di zona PT Krakatau
Steel, Cilegon Serang yang terminalnya dikelola oelh PT KICE.
4. Bahan bakar alternatif
Sebagai upaya dalam keberlanjutan penggunaan bahan bakar fosil, PT
Indocement

Tunggal

Prakarsa,

Tbk.

melakukan

tindakan

mengurangi

penggunaan batubara dengan mencampurnya dengan limbah yang masih dapat


dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Beberapa contoh bahan bakar alternatif yang
digunakan adalah sekam padi, serbuk gergaji, dan ban bekas.

D. Unit Pembuatan Kantong Semen


Pada PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk., unit pembuatan kantong
semen merupakan divisi tersendiri yakni Paper Bag Divition. Bahan baku yang
digunakan untuk pembuatan kantong semen adalah:
1. Kertas
Jenis kertas yang digunakan untuk pembuatan kantong semen adalah jenis kertas
regular kraft dan extensible kraft (cuplak) antara lain:
a. Regular kraft eurocan, dari Kanada
b. Regular kraft canfor, dari Kanada
c. Regular kraft KKA, dari kertas kraft Aceh
d. Extensible kraft (cuplak), dari Scandinavia
e. Extensible kraft (cuplak KKA), dari kertas kraft Aceh
Kualitas kertas yang digunakan diuji untuk mengetahui kekuatan kertas tersebut.

67

2. Lem
Digunakan untuk merekatkan bagian-bagian tepi kertas agar terbentuk menjadi
kantong-kantong kertas. Lem dibuat dengan cara mencampurkan tepung kanji
(tapioka) dan air dengan perbandingan 1:10 lalu dimasak sampai suhu 60 C,
kemudian ditambahkan tawas dari Polyvinyl Asetat (PVA) sebagai pengawet.
3. Benang dan Kapas
Jenis benang yang dipakai adalah benang polyester fibre dan benang
polypropilen multifilamen. Benang dipilih warna putih untuk semen Portland
dan merah untuk semen putih.
4. Tinta
Digunakan untuk memberi warna atau mencetak logo kantong semen merk
dagang perusahaan. Warna standard yang digunakan adalah warna merah dan
biru. Jenis tinta yang dipakai adalah callier dari Singapura, camantika dari
Jepang, dan DTC dari Jakarta.
5. Filler Cord
Digunakan untuk menutup lubang jahitan dan bantalan benang sehingga
memperkuat kantong semen. Jenis filler cord yang dipakai adalah polyamida
robe.

Mesin pembuat kantong semen terdiri dari dua mesin utama yaitu:
1. Tubing Machine
Konstruksi pada tubing machine dibagi menjadi lima unit:
a. Paper Roll Stand Unit, digunakan untuk meletakkan gulungan kertas yang
akan dibuat kantong setengah jadi.
b. Printing Unit, digunakan untuk mencetak logo/cap perusahaan pada
lembaran kertas yang akan dibuat kantong.
c. Edge Position Controller and Web Draw Unit, digunakan untuk menjaga
agar tegangan dari lembaran kertas berubah serta mengatur dan menjaga
posisi dari lapisan kantong bagian dalam dan bagian luar pada saat lembaran
kantong akan dipotong.

68

d. Longitudinal Pasting Unit, digunakan untuk memberikan lem pada lembaran


kantong yang dipotong.
e. Tube Forming Unit, digunakan untuk membentuk lembaran beberapa lapis
kertas menjadi bentuk kantong semen.

2. Automatic Sewing Machine Lune


Konstruksi pada sewing machine terbagi menjadi empat unit:
a. Automatic Tube Feeder, digunakan untuk mengambil dan memasukkan tube
ke mesin automatic valve former.
b. Automatic Valve Former, digunakan untuk melipat katup pada kantong
kertas.
c. Double Head Sewing, digunakan untuk menjahit sisi bawah dan atas kertas.
d. Automatic Bag Collector, digunakan untuk menumpuk kantong yang sudah
dijahit.

Berdasarkan kebutuhannya, dibuat jenis kantong semen sesuai dengan jenis semen
yang ada, yaitu:
1. Semen Portland Tipe I
6 lapis dengan kapasitas 50 kg
2. Fly Ash Cement
a. 5 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 dan 50 kg untuk luar Jawa.
b. 4 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 kg untuk Pulau Jawa.
3. Oil Well Cement
a. 6 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 dan 50 kg untuk luar Jawa.
b. 4 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 kg untuk Pulau Jawa.
4. White Cement
a. 6 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 dan 50 kg untuk luar Jawa.
b. 4 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 kg untuk Pulau Jawa.

69

E. Unit Peralatan Berat


Unit ini disebut HED (Heavy Equipment Division) dan bertugas menangani
pengoperasian dan perawatan alat berat. HED dibagi menjadi 3 departemen, yaitu:
1. Mining Heavy Equipment Dept. (MHED)
2. Production Mobile Equipment Depti. (PMED)
3. Light Medium Equipment Transportation and Operation Dept. (LMETOD)
Masing-masing departemen dibagi menjadi empat section:
1. Aplikasi Alat Berat
Pemilihan jenis, model, kapasitas, dan merk alat berat untuk aplikasi medan
operasi tertentu mengacu pada performance hand book dan petunjuk teknis dan
ekonomi.
2. Pengoperasian Alat Berat
Tugas yang dilakukan meliputi penempatan dan pengaturan kendaraan alat-alat
berat, pemantauan, test, dan evaluasi.
3. Perawatan (maintainance)
Bertugas melakukan preventive maintainance dan predictive maintainance.
4. Administrasi dan Staff
Tugas/fungsi yang dilakukan adalah pelayanan administrasi, part purchasing,
pengolahan, dan teknis pengoperasian alat berat.

F. Unit Fabrikasi dan Perbaikan Mesin


Unit Fabrikasi dan Perbaikan Mesin berada d bawah TSD (Technical Service
Division) yang bertugas melakukan pembuatan suku cadang mesin/alat produksi
serta melakukan perbaikan mesin/alat produksi tersebut. Unit ini bekerja
berdasarkan pesanan dari unit produksi dan dibagi atas lima kelompok kerja.
1. Machine Tool
Unit ini bertugas membuat suku cadang yang dibutuhkan sesuai kemampuan
mesin perkakas yang ada. Suku cadang yang dapat dibuat antara lain roda gigi,
baut, mur, dan lainnya.

70

2. Rigger
Rigger bertugas dalam bidang pengangkutan, misalnya pengangkutan alat dari
unit fabrikasi ke unit produksi dan sebagainya.
3. Fitter
Fitter bertugas melepas dan memasang kembali bagian-bagian alat yang akan
dan telah dipakai.
4. Fabrikasi
Unit ini bertugas mengerjakan/membuat bagian-bagian mesin yang ada
hubungannya dengan pengelasan dan penggunaan plat-plat baja sebagai benda
kerja, misalnya membuat bucket, siklon, dan lain-lain.
5. Welder
Unit welder bertugas sebagai tenaga pengelasan.

71

BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

A. Central Control Panel Section


CCP merupakan seksi pusat kontrol yang berada di setiap Plant/Division,
dimana besaran-besaran prosesnya dikendaliakan. Untuk plant 1-2, karena
pabriknya merupakan yang paling tua, CCP yang dimiliki belum terintegrasi. CCP
terpencar di setiap Section baik Raw Mill, Burning (Kiln), Finish Mill, dan Packing
House Section. Sedangkan di plant lain, CCP yang dimiliki sudah terintegrasi
menjadi satu dan mengontrol setiap section. Besaran-besaran yang dikendalikan
atau diukur yaitu; suhu,tekanan, laju aliran, kandungan gas serta bukaan damper.
Peralatan instrumentasi yang ada dalam CCP yaitu;
1. Controller
Digunakan untuk mengendalikan proses produksi baik secara automatis maupun
normal.
2. Recorder
Digunakan untuk mencatat semua kejadian proses produksi sepanjang waktu.
3. Indicator
Digunakan untuk mengatur temperatur,tekanan serta kualitas bahan.

B. Quality Assurance and Research Department


Karena plant 1-2 adalah pabrik tertua, quality control yang dilakukan masih manual,
yakni setiap bahan baku dan produk di setiap aliran dianalisis secara berkala di
dalam laboratorium yang ada di QARD tersebut. QARD memiliki dua laboratorium,
yaitu laboratorium kimia dan laboratorium fisika.
1.

Laboratorium kimia
Laboratorium ini bertugas menganalisa secara kimia bahan baku, klinker, dan
semen yang meliputi:

72

a. Penentuan komposisi penyusun produk semen, yaitu kandungan CaO, SiO2,


Al2O3, dan MgO serta komponen gas dan residu yang tidak larut dalam
asam.
b. Analisa kandungan air dalam bahan baku.
2.

Laboratorium fisika
Laboratorium fisika sebagai tempat menganalisis hal-hal yang berhubungan
dengan sifat fisika semen. Sifat fisika yang perlu diperhatikan dalam
pengendalian mutu semen adalah sebagai berikut:
a. Kehalusan
Semakin bertambahnya kehalusan semen, maka akan mempertinggi
kekuatan awal. Demikian juga panas hidrasi dan air yang dibutuhkan per
satuan berat semakin banyak. Setting time akan menjadi lebih pendek, tetapi
sebaliknya dapat menyebabkan drying shringkage dan keretakan beton.
Semen yang terlalu halus mudah dipengaruhi oleh udara luar, mineralmineralnya mudah rusak sehingga menyebabkan menurunya kekuatan
semen. Akan tetapi bila semen terlalu kasar kekuatan, plastisitas

dan

konsistensinya akan menurun. Biasanya kehalusan semen sekitar 3200-3600


cm2/g blaine.
b. Compressive strenght
Kekuatan beton erat hubunganya dengan kualitas semen seperti komposisi
meneral, kandungan free-lime dan MgO, kandungan gypsum, serta
kehalusan semen dan pengerjaanya.
c. Waktu Pengikatan
Menurut spesifikasi ASTM, waktu pengikatan semen lebih dari 1 jam untuk
initial set dan lebih dari 10 jam untuk final set menurut metode Gilmore.
Waktu pengikatan diluar batas ini menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan.
Pengujian

waktu

pengikatan

semen

biasnaya

dilakukan

dengna

memperhatikan kondisi dan kelembaban.

73

d. False Set
False set merupakan pengikatan yang tidak wajar yaitu bila air ditambahkan
ke dalam semen setelah beberapa menit akan mengeras, tetapi bila campuran
diaduk kembali akan timbul lagi sifat plastisitasnya. Walaupun ini
menurunkan kualitas semen, namun tidak memberikan kesulitan yang berarti
dalam pembuatan beton. False set dapat dihindari dengan melindungi semen
dari udara luar, sehingga alkali karbonat tidak terbentuk. Berasal dari alkali
dalam semen dengan karbondioksida dari udara. False set dapat juga
dihindari dengan penambahan gypsum selama penggilingan akhir.

74

BAB VIII
TUGAS KHUSUS
Evaluasi Efisiensi Energi Sistem Kiln di Plant 1
A. Latar Belakang
Industri semen merupakan salah satu industri yang memegang peranan
penting dalam pembangunan bangsa. Faktor bahan baku yang banyak tersedia di
dalam negeri menjadi salah satu keunggulan dari industri ini. Produknya pun telah
menjadi kebutuhan mendasar dalam berbagai bidang. Perkembangan industri semen
di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, seiring dengan semakin
banyaknya permintaan dan didukung oleh melimpahnya cadangan bahan baku di
beberapa wilayah di Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu bagi industriindustri semen di Indonesia untuk lebih meningkatkan kinerja dan performa demi
menghasilkan semen yang berkualitas dan sesuai dengan standar serta keinginan
konsumen.
Terdapat banyak aspek yang mempengaruhi kinerja dari sebuah industri
semen, seperti misalnya ketersediaan dan komposisi bahan baku, kinerja dari alat
proses yang digunakan, kesinambungan antar unit operasi, dan lain sebagainya.
Keseluruhan aspek tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas semen
yang dihasilkan. Studi yang komprehensif terhadap aspek-aspek tersebut dapat
dilakukan untuk meninjau seberapa besar pengaruh dari aspek yang ditinjau terhadap
output yang diinginkan. Adapun salah satu studi yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana kinerja sebuah proses adalah dengan mengevaluasi kinerja setiap unit.
Seperti industri semen pada umumnya, PT Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk. sebagai produsen semen terbesar di Indonesia memiliki beberapa unit operasi
dalam proses produksi semen. Unit operasi tersebut meliputi raw mill section,
burning section, finish mill section, dan packing house section. Masing-masing
saling terkait namun evaluasi kinerjanya dilakukan terpisah.

75

Burning Section merupakan salah satu unit yang penting dalam industri
semen dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi utama yaitu perubahan raw
meal menjadi clinker yang selanjutnya dproses lebih lanjut menjadi semen. Burning
Section terdiri dari tiga alat utama, yaitu suspension preheater, rotary kiln, dan air
quenching cooler. Istilah kiln system seringkali digunakan untuk menyebut
rangkaian dari ketiga alat tersebut dengan kiln sebagai tinjauan utama.
Garis besar proses yang terjadi dalam burning section adalah tahap
pemanasan awal terjadi di suspension preheater (SP) yang diikuti dengan tahap
kalsinasi awal sampai mencapai konversi 85 %. Kalsinasi lanjutan terjadi di dalam
rotary kiln. Rotary kiln terbagi dalam empat zona yakni calcining, transition,
burning/sintering, dan cooling zone. Suhu maksimum yang dapat dicapai dalam
rotary kiln mencapai 1450 C. Clinker terbentuk pada tahap akhir kemudian
didinginkan secara tiba-tiba pada air quenching cooler.
Konsumsi energi terbsar dalam keseluruhan proses pembuatan semen
adalah konsumsi energi pada burning section. Oleh karena itu, diperlukan suatu studi
untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan energi dalam unit tersebut. Efisiensi
penggunaan energi dapat dilakukan dengan menghitung jumlah panas yang hilang
(heat loss) dari burning section. Heat loss dapat dihitung dari data-data operasional
yang ada dengan pengambilan sejumlah asumsi untuk menyederhanakan
perhitungan.

B. Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini antara lain sebagai:
a.

mempelajari tahapan proses yang terjadi di dalam kiln system/burning section

b.

menghitung heat loss dalam kiln system pada Plant 1 PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tk.

76

C. Tinjauan Proses
Tahapan proses di dalam sistem kiln dimaksudkan untuk meraksikan
bahan baku sehingga membentuk clinker dengan kandungan C2S, C3S, C3A, dan
C4AF tertentu. Proses ini terdiri atas dua tahap utama, yakni sebagai berikut:
1. Tahap Pembentukan Clinker
Proses pembentukan clinker terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut:
a. Proses pemanasan dan penguapan air
b. Proses kalsinasi awal
c. Proses kalsinasi lanjutan
d. Proses transisi
e. Proses sintering
f. Proses pendinginan
Pada suspension preheater, raw meal mengalami penguapan air,
pemanasan awal, dan proses kalsinasi awal hingga mencapai 80 90 %. Unit
suspension preheater memberikan beberapa keuntungan antara lain:
a. Gas panas yang keluar dari suspension preheater dapat digunakan sebagai
pemanas di raw mill.
b. Rotary kiln lebih pendek
c. Penghematan bahan bakar
Pada kiln, terjadi proses kalsinasi lanjutan, sintering, dan pendinginan
clinker. Proses pembakaran di rotary kiln menggunakan bahan bakar batubara.
Bahan bakar ini dialirkan ke burner di ujung pengeluaran kiln. Batubara dibakar
dengan bantuan udara primer yang dihembuskan oleh primary fan blower dari
udara bebas dan udara sekunder yang berasal dari cooler. Hasil pembakaran yang
berupa gas panas selanjutnya membantu pemanasan di suspension preheater dan
raw mill. Raw meal dari silo dialirkan dengan air slide dan bucket elevator ke
feed tank sebagai tempat penampungan sementara. Dari feed tank, raw meal
dikeluarkan melalui weighing feeder dengan tujuan untuk mengatur material agar
tetap konstan menuju bucket elevator. Selanjutnya raw meal masuk ke SP, yaitu
di antara cyclone 4 dan cyclone 3.

77

Sistem SP terdiri dari 4 cyclone yang berhubungan satu sama lain


secara bertingkat. Raw meal mengalami pemanasan secara berulang di sepanjang
tingkat cyclone dan material akan turun secara terpisah dari gas panas dengan
bantuan gaya tangensial. Gas panas akan keluar karena hisapan SP fan. Gas
panas ini digunakan kembali untuk proses pengeringan dan penggilingan di raw
mill section.
SP dilengkapi dengan precalciner yang berfungsi untuk menaikkan
derajad kalsinasi material sebelum masuk ke kiln karena proses kalsinas
memerlukan energi yang besar. Gas untuk pemanas material berasal dari gas
panas yang dihasilkan oleh 4 burner yang dipasang pada riser duct serta sisa gas
panas dari kiln. Penggunaan precalciner ini memberikan keuntungan antara lain:
a. Diameter dan panjang kiln lebih kecil sehingga mengurangi pemakaian bata
tahan api di burning zone, karena sebagian pembakaran di burning zone telah
dilakukan oleh precalciner.
b. Beban panas lebih rendah terutama untuk kiln berkapasitas besar.
c. Waktu tinggal material di dalam kiln lebih singkat.
Raw meal yang keluar dari SP menjadi hot meal, masuk ke kiln, dan
mengalir di sepanjang kiln berdasarkan gaya gravitasi. Hot meal memasuki kiln
pada suhu 900 1000 C melalui kiln inlet hood. Di dalam rotary kiln, terjadi
kontak antara gas panas dan material secara kontinu dengan arah counter-current
sehingga terjadi reaksi dan perpindahan panas yang menyebabkan terjadinya
perubahan fisis dan kimia material sepanjang kiln menjadi hasil akhir berupa
clinker. Proses pembentukan clinker berlangsung pada suhu tinggi. Oleh karena
itu, dinding rotary kiln harus dilapisi dengan batu bata tahan api dengan tujuan
untuk mengurangi beban panas kiln shell dan sebagai isolator panas untuk
mengurangi kehilangan panas akibat radiasi dan konvksi.
Pada zona kalsinasi lanjutan, proses kalsinasi berlangsung sampai
sempurna. Pada zona transisi, hot meal mengalami persiapan pembakaran dengan
sebagian material mengalami perubahan fase menjadi cair dan berfungsi sebagai
pengikat pada reaksi pembakaran pada proses sintering. Panas di dalam proses

78

ini didapatkan dari bahan bakar batubara yang dialirkan ke dalam burner yang
terletak di ujung pengeluaran kiln. Bahan bakar dialirkan menggunakan udara
dan dibakar bersama dengan udara primer dan sebagian udara sekunder. Sistem
pembakaran yang digunakan adalah semi indirect firing system.

2. Tahap Pendinginan Clinker


Clinker yang keluar dari rotary kiln mengalami pendinginan awal
dalam kiln yaitu pada cooling zone dari 1450 C menjadi 1100 1200 C. Pada
proses pendinginan dalam kiln, fase cair mengkristal kembali membentuk C3S
dan C4AF. Selanjutnya pendinginan dilakukan dalam air quenching cooler.
Clinker harus didinginkan ecara cepat sebelum masuk ke dalam unit
penggilingan akhir. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
a. Menghindari terbentuknya kristal long periclase yang dapat menurunkan
kualitas semen.
b. Proses pendinginan yang cepat dapat meningkatkan mutu semen yang
dihasilkan.
c. Clinker panas akan menyebabkan penguraian gypsum yang ditambahkan
pada proses penggilingan akhir.
d. Sensible heat yang terkandung dalam clinker dapat dimanfaatkan kembali
untuk secondary air dan tertiary air.
Proses pendinginan di dalam cooler dilakukan secara tiba-tiba dari
suhu 1100 1200 C menjadi 100 120 C. Pada cooler, sumber udara pendigin
berasal dari lima fan yang dapat diatur laju alir gasnya.
Pada pendinginan dengan grate cooler, cooler yang digunakan terdiri
dari dua buah grate yang disusun secara horizontal. Grate pertama letaknya lebih
tinggi dari grate kedua dan berfungsi untuk proses pendinginan dan menghindari
proses pembentukan C3S menjadi C2S agar standar C3S yang diinginkan untuk
semen dapat dipenuhi. Dari grate kedua, clinker selanjutnya masuk ke impact
crusher yang berfungsi untuk menghancurkan clinker.

79

Grate cooler memiliki pelat yang berlubang-lubang dan disusun


dengan kemiringan tertentu. Pelat tersebut bekerja secara maju-mundur dan
disusun selang-seling antara pelat yang bergerak dengan pelat yang diam. Udara
yang dihembuskan dari fan menembus hamparan clinker. Udara panas yang
dihasilkan akan digunakan sebagai udara pemanas di dalam kiln dan sebagian
akan tertarik oleh EP fan. Clinker yang telah mengalami proses pendinginan
keluar pada suhu 90 120 C dan selanjutnya dibawa menuju ke clinker silo
dengan menggunakan apron conveyor.

D. Reaksi-reaksi dalam Sistem Kiln


Pada dasarnya yang terjadi adalah proses pembuatan semen dengan bahan
baku limestone, sandy clay, dan iron sand berdasarkan pada reaksi disosiasi dan
sintesa secara molekuler.
Reaksi disosiasi:
Al2Si2O7.xH2O(s) Al2O3(s) + 2 SiO2(s) + xH2O

(20)

Reaksi sintesa:
2CaO(s) + SiO2(s) 2CaO.SiO2(s)

(15)

3CaO(s) + Al2O3(s) 3CaO.Al2O3(s)

(16)

4CaO(s) + Al2O3(s) + Fe2O3(s) 4CaO.Al2O3.Fe2O3(s)

(18)

2CaO.SiO2 (s) + CaO(l) 3CaO.SiO2(l)

(17)

Reaksi tersebut terjadi menurut mekanisme berikut:


1. Penguapan air bebas yang terkandung dalam raw meal (100 C)
2. Penguapan air hidrat yang dikandung clay (500 C)
Al2Si2O7.xH2O(s) Al2O3(s) + 2 SiO2(s) + xH2O

(20)

3. Kalsinasi (600 900 C)


CaCO3 CaO + CO2

(13)

4. Penguapan air hidrat yang terkandung dalam limestone (800 C)


5. Pembentukan C2S (800 900 C)
2CaO(s) + SiO2(s) 2CaO.SiO2(s)

(15)

80

6. Pembentukan C3A dan C4AF (900 1200 C)


3CaO(s) + Al2O3(s) 3CaO.Al2O3(s)

(16)

4CaO(s) + Al2O3(s) + Fe2O3(s) 4CaO.Al2O3.Fe2O3(s)

(18)

7. Pembentukan fase cair (1250 1280 C)


8. Pembentukan C3S (1260 1450 C)
2CaO.SiO2 (s) + CaO(l) 3CaO.SiO2(l)

(17)

Reaksi dilakukan di SP dan kiln yang dioperasikan pada kondisi berikut:


1. Suspension preheater
Suhu

: 300 850 C

Tekanan

: -7,72 s/d -54,86 mbar

2. Rotary kiln
Suhu

: 850 1450 C

Tekanan

: 0,10 s/d -7,40 mbar

Suhu tersebut dipilih berdasarkan pada sifat bahan, dimana untuk disosiasi
CaCO3 diperlukan panas yang tinggi, juga untuk pembentukan clinker diperlukan
suhu yang tinggi untuk pembentukan fase cair. Bila suhu kurang, panas yang
diperlukan tidak mencukupi sehingga reaksi kurang sempurna. Sedangkan bila suhu
terlalu tinggi, akan terjadi pembakaran yang berlebihan.

E. Evaluasi Heat Loss


Data-data yang digunakan dalam perhitungan evaluasi heat loss pada
plant 1-2 adalah sebagai berikut:
1. Data primer
Data ini diperoleh dari Departemen Produksi Plant 1-2 berupa Daily report
Operation pada tanggal 10 April 2013. Adapun data yang digunakan meliputi
data-data sebagai berikut:
a. Komposisi raw meal dan ultimate analysis batubara
b. Net Heating Value (NHV) batubara

81

c. Kapasitas blower udara primer, sekunder, dan udara pendingin


d. Bukaan damper dari blower udara pendingin
2. Data Sekunder
Data ini diperoleh dari literatur dan studi pustaka yang meliputi:
a. Panas jenis bahan dan air, udara, dan batubara
b. Kelembaban relatif udara
c. Densitas udara
d. Panas penguapan air

Data-data primer dan sekunder tersebut digunakan dalam perhitungan


neraca massa dan neraca energi (panas). Neraca massa dan neraca energi yang
terhitung selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung total heat loss dalam
sistem kiln. Dari hasil perhitungan heat loss, efisiensi penggunaan energi dapat
diketahui.

SP flue gas
136.190,77 kg/jam

Dust return
12.579,17 kg/jam
Raw meal
125.791,67 kg/jam

SP primary air
3.483,67 kg/jam

Suspension
Preheater

Hot meal
82.291,22 kg/jam

SP coal
3.366,67 kg/jam

Tertiary air
20.817,45 kg/jam

Kiln flue gas


77.602,17 kg/jam

Exhaust gas
135.313,45 kg/jam

Secondary air
52.043,64 kg/jam

Air Quenching
Cooler

Rotary Kiln
Hot clinker
72.060,47 kg/jam

Kiln coal
7.266,67 kg/jam

Kiln primary air


8.061,12 kg/jam

Cold clinker
72.060,47 kg/jam

Quenching air
208.174,54 kg/jam

Gambar 5. Diagram Alir Kuantitatif Sistem Kiln


82

F. Perhitungan Neraca Massa


Hasil perhitungan neraca massa di suspension preheater:
SP Flue gas

Tertiary air

Raw meal
Dust return

Suspension Preheater

SP primary air
SP coal

Hot meal

Kiln flue gas

Gambar 6. Diagram Alir Suspension Preheater

Tabel 10. Neraca Massa di Suspension Preheater


Arus

Masuk, kg/jam

Raw meal

Keluar, kg/jam

125.791,67

Coal SP

3.366,67

Udara primer SP

3.483,20

Gas buang kiln

77.602,17

Udara tersier

20.817,45

Dust return

12.579,17

Hot meal

82.291,22

Gas buangan SP
Total
Massa tidak terhitung

136.190,77
231.061,15

231.061,15

= massa masuk massa keluar

(21)

= 231.061,15 231.061,15
= 0,00 kg/jam

= 0,00 %
83

Hasil perhitungan neraca massa di rotary kiln:

Kiln flue gas

Secondary air
Hot meal

Rotary Kiln

Kiln coal

Hot clinker

Kiln primary air

Gambar 7. Diagram Alir Rotary Kiln

Tabel 11. Neraca Massa di Rotary Kiln


Arus

Masuk, kg/jam

Hot meal

82.291,22

Coal kiln

7.266,67

Udara primer kiln

8.061,12

Udara sekunder

Keluar, kg/jam

52.043,64

Clinker panas

72.060,47

Gas buangan kiln

77.602,17

Total
Massa tidak terhitung

149.662,64

149.662,64

= 149.662,64 149.662,64
= 0,00 kg/jam

%massa tidak terhitung

= 0,00 %

84

Hasil perhitungan neraca massa di air quenching cooler:

Tertiary air

Exhaust gas

Secondary air
Air Quenching Cooler

Hot clinker

Cold clinker

Quenching air

Gambar 8. Diagram Alir Air Quenching Cooler

Tabel 12. Neraca Massa di Air Quenching Cooler


Arus

Masuk, kg/jam

Clinker panas

Keluar, kg/jam

72.060,47

Udara pendingin

208.174,54

Clinker dingin

72.060,47

Exhaust gas

135.313,45

Udara tersier

20.817,45

Udara skunder

52.043,64

Total
Massa tidak terhitung

280.235,01

280.235,01

= 280.235,01 280.235,01
= 0,00 kg/jam

%massa tidak terhitung

= 0,00 %

85

Detail perhitungan untuk neraca massa di tiap alat adalah sebagai berikut.
1. Neraca Massa di Suspension Preheater
a. Massa masuk suspension preheater
(1) Raw meal
Massa raw meal masuk SP

= 125,79 ton/jam
= 125.791,67 kg/jam
(Daily Report Operation, 10 April 2013)

Tabel 13. Hasil Analisis Komposisi Raw Meal


Komponen
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO

Komposisi, % wt
13,16
3,26
1,92
42,15
2,43
Proceed Material Inquiry by Stage, 10 April 2013

= 75,23 % wt

= 5,08 % wt
Komposisi raw meal menjadi:

Tabel 14. Komposisi Raw Meal


Komponen
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaCO3
MgCO3
Total

Komposisi, % wt
13,16
3,26
1,92
75,23
5,08
98,65

86

Asumsi moisture content dari raw meal sebesar 0,20 % wt.


Total komposisi raw meal basah menjadi 98,85 % wt.

Tabel 15. Komposisi Raw Meal Terkoreksi


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

SiO2

13,32

16.750,54

60,08

278,78

Al2O3

3,29

4.142,57

101,96

40,63

Fe2O3

1,94

2.444,82

159,69

15,31

CaCO3

76,11

95.736,09

100,09

956,53

MgCO3

5,14

6.463,14

84,31

76,66

H2O

0,20

254,50

18,02

14,13

100,00

125.791,67

Total

1.382,04

(2) Batubara SP
Massa batubara masuk SP

= 3,37 ton/jam
= 3.366,67 kg/jam
(Daily Report Operation, 10 April 2013)

Tabel 16. Komposisi Batubara


Komponen

Komposisi, % wt

61,56

5,33

30,92

1,59

0,61

Total

100,00
QARD, 2012

87

Moisture content dari batubara SP sebesar 8,01 % wt (Daily Report


Operation, 10 April 2013). Total komposisi batubara SP basah menjadi
108,01 % wt.

Tabel 17. Komposisi Batubara Terkoreksi


Komponen Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

56,99

1.918,71

12,01

159,75

4,94

166,27

1,01

164,96

28,62

963,64

16,00

60,23

1,47

49,51

14,01

3,54

0,56

18,93

32,07

0,59

H2O

7,41

249,60

18,02

13,85

Total

100,00

3.366,67

402,92

(3) Udara primer SP


Data udara lingkungan:
Suhu dan tekanan

= 35 C / 1 atm

Massa jenis udara

= 0,9952

kg/m3

Kelembaban udara

= 0,03

kg air/kg udara kering

Berat molekut rata-rata

= 28,85

kg/kmol

Kapasitas blower

= 3.500 m3/jam

Damper opening

= 100 %

Massa udara = kapasitas blower udara damper opening

(27)

= 3.500 m3/jam 0,9952 kg/m3 1


= 3.483,20 kg/jam

88

= 101,45 kg/jam
Massa udara kering = massa udara massa air dalam udara

(28)

= 3.483,20 101,45
= 3.381,75 kg/jam

= 117,22 kmol/jam

Mol N2 dalam udara = 0,79 mol udara kering

(30)

= 0,79 117,22 kmol/jam


= 92,60 kmol/jam

Mol O2 dalam udara = 0,21 mol udara kering

(31)

= 0,21 117,22 kmol/jam


= 24,62 kmol/jam

Massa N2 dalam udara

= mol N2 dalam udara BM N2

(32)

= 92,60 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 2.594,08 kg/jam

Massa O2 dalam udara

= mol O2 dalam udara BM O2

(33)

= 24,62 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 787,67 kg/jam

89

(4) Gas buangan kiln


Massa gas buangan kiln masuk suspension preheater dihitung di neraca
massa kiln.

(5) Udara tersier


Massa udara tersier masuk suspension preheater dihitung di neraca
massa air quenching cooler.

b. Massa keluar suspension preheater


(1) Dust return
Asumsi %dust return = 10 % wt
Massa dust return

= %dust return massa raw meal

(34)

= 0.1 125.791,67 kg/jam


= 12.579,17 kg/jam

Tabel 18. Komposisi Dust Return


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

SiO2

13,32

1.675,05

60,08

27,88

Al2O3

3,29

414,26

101,96

4,06

Fe2O3

1,94

244,48

159,69

1,53

CaCO3

76,11

9.573,61

100,09

95,65

MgCO3

5,14

646,31

84,31

7,67

H2O

0,20

25,45

18,02

1,41

100,00

12.579,17

Total

138,20

90

Tabel 19. Komposisi Raw Meal Setelah Dust Return


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

SiO2

13,32

15.075,49

60,08

250,91

Al2O3

3,29

3.728,31

101,96

36,57

Fe2O3

1,94

2.200,34

159,69

13,78

CaCO3

76,11

86.162,49

100,09

860,88

MgCO3

5,14

5.816,83

84,31

68,99

H2O

0,20

229,05

18,02

12,71

100,00

113.212,50

Total

1.243,83

(2) Hot meal


Derajad kalsinasi

= 75 % mole

Reaksi kalsinasi CaCO3:


CaCO3 CaO + CO2

(13)

Tabel 20. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi CaCO3 di SP dalam kmol/jam


Komponen
CaCO3

Mula-mula
860,88

Bereaksi

Setimbang

Satuan

645,66

215,22

kmol/jam

CaO

645,66

645,66

kmol/jam

CO2

645,66

645,66

kmol/jam

Tabel 21. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi CaCO3 di SP dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

CaCO3

86.162,49

Bereaksi

Setimbang

Satuan

64.621,86

21.540.62

kg/jam

CaO

36.206,80

36.206.80

kg/jam

CO2

28.415,07

28.415.07

kg/jam

Reaksi kalsinasi MgCO3:


MgCO3 MgO + CO2

(14)

91

Tabel 22. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi MgCO3 di SP dalam kmol/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

Setimbang

Satuan

MgCO3

68,99

51,74

17,25

kmol/jam

MgO

51,74

51,74

kmol/jam

CO2

51,74

51,74

kmol/jam

Tabel 23. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi MgCO3 di SP dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

Setimbang

Satuan

MgCO3

5.816,83

4.362,62

1.454,21

kg/jam

MgO

2.085,45

2.085,45

kg/jam

CO2

2.277,17

2.277,17

kg/jam

Tabel 24. Komposisi Hot Meal Masuk Rotary Kiln


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

SiO2

18,32

15.075,49

60,08

250,91

Al2O3

4,53

3.728,31

101,96

36,57

Fe2O3

2,67

2.200,34

159,69

13,78

CaCO3

26,18

21.540,62

100,09

215,22

MgCO3

1,77

1.454,21

84,31

17,25

CaO

44,00

36.206,80

56,08

645,66

MgO

2,53

2.085,45

40,30

51,74

Total

100,00

82.291,22

1.231,12

(3) Gas buangan SP


Pembakaran batubara di suspension preheater.
Pembakaran unsur karbon (C)
Reaksi pembakaran karbon dari batubara:
C + O2 CO2

(35)

92

Tabel 25. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Karbon di SP dalam kmol/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

159,75

159,75

kmol/jam

O2

159,75

159,75

kmol/jam

CO2

159,75

Setimbang

159,75

Satuan

kmol/jam

Tabel 26. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Karbon di SP dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

1.918,71

1.918,71

kg/jam

O2

5.111,81

5.111,81

kg/jam

CO2

7.030,52

Setimbang

7.030,52

Satuan

kg/jam

Pembakaran unsur hidrogen (H)


Reaksi pembakaran hidrogen dari batubara:
2H2 + O2 2H2O

(36)

Tabel 27. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Hidrogen di SP dalam kmol/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

H2

82,48

82,48

kmol/jam

O2

41,24

41,24

kmol/jam

H2O

82,48

Setimbang

82,48

Satuan

kmol/jam

Tabel 28. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Hidrogen di SP dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

H2

166,27

166,27

kg/jam

O2

1.319,65

1.319,65

kg/jam

H2O

1.485,92

Setimbang

1.485,92

Satuan

kg/jam

Pembakaran unsur belerang (H)


Reaksi pembakaran belerang dari batubara:
S + O2 SO2

(37)

93

Tabel 29. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Belerang di SP dalam kmol/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

0,59

0,59

kmol/jam

O2

0,59

0,59

kmol/jam

SO2

0,59

Setimbang

0,59

Satuan

kmol/jam

Tabel 30. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Belerang di SP dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

18,93

18,93

kg/jam

O2

18,89

18,89

kg/jam

SO2

37,82

Setimbang

37,82

Satuan

kg/jam

Dari hasil perhitungan stoichiometri pembakaran batubara di atas, dapat


disimpulkan bahwa banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran
batubara adalah sebesar 6.450,35 kg/jam.

Komponen-kmponen yang terdapat dalam gas buangan SP antara lain:


Gas karbon dioksida (CO2)
-

CO2 hasil pembakaran batubara SP

: 7.030,52

kg/jam

CO2 hasil kalsinasi CaCO3 di SP

: 28.415,07

kg/jam

CO2 hasil kalsinasi MgCO3 di SP

: 2.277,17

kg/jam

CO2 dari gas buangan kiln

: 25.405,54

kg/jam +

: 63.128,29

kg/jam

Massa CO2 total keluar SP

94

Uap air (H2O)


-

H2O dari raw meal

229,05

kg/jam

H2O dari batubara SP

249,60

kg/jam

H2O hasil pembakaran batubara SP

: 1.485,92

kg/jam

H2O dari udara primer SP

101,45

kg/jam

H2O dari udara tersier

606,33

kg/jam

H2O dari gas buangan kiln

: 5.496,60

kg/jam +

: 8.168,96

kg/jam

Massa CO2 total keluar SP


Gas belerang dioksida (SO2)
-

SO2 hasil pembakaran batubara SP

37,82

kg/jam

SO2 dari gas buangan kiln

81,63

kg/jam +

119,44

kg/jam

Massa SO2 total keluar SP


Gas nitrogen (N2)
-

N2 dari batubara SP

49,51

kg/jam

N2 dari udara primer SP

: 2.594,08

kg/jam

N2 dari udara tersier

: 15.503,60

kg/jam

N2 dari gas buangan kiln

: 44.869,31

kg/jam +

: 63.016.50

kg/jam

Massa N2 total keluar SP


Gas oksigen (O2)
-

O2 dari batubara SP

963,64

kg/jam

O2 dari udara primer SP

787,67

kg/jam

O2 dari udara tersier

: 4.707,52

kg/jam

O2 dari gas buangan kiln

: 1.749,10

kg/jam

O2 untuk pembakaran batubara SP

: - 6.450,35

kg/jam +

kg/jam

Massa O2 total keluar SP

1.757,58

95

Tabel 31. Komposisi Gas Buangan Suspension Preheater


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

CO2

46,35

63.128,29

44,01

1.434,42

H2O

6,00

8.168,96

18,02

453,45

SO2

0,09

119,44

64,06

1,86

N2

46,27

63.016,50

28,01

2.249,51

O2

1,29

1.757,58

32,00

54,93

100,00

136.190,77

Total

4.194,17

2. Neraca Massa di Rotary Kiln


a. Massa masuk rotary kiln
(1) Hot meal
Massa hot meal masuk rotary kiln dihitung di neraca massa suspension
preheater.

(2) Batubara kiln


Massa batubara kiln = 7,27 ton/jam
= 7.266,67 kg/jam
Daily Report Operation, 10 April 2013

Tabel 32. Komposisi Batubara Kiln


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

56,99

4.141,38

12,01

344,81

4,94

358,88

1,01

356,06

28,62

2.079,94

16,00

130,00

1,47

106,87

14,01

7,63

0,56

40,86

32,07

1,27

H2O

7,41

538,74

18,02

29,90

100,00

7.266,67

Total

869,67

96

(3) Udara primer kiln


Kapasitas blower

= 8.100 m3/jam

Damper opening

= 100 %

Massa udara = 8.100 m3/jam 0,9952 kg/m3 1


= 8.061,12 kg/jam

= 234,79 kg/jam
Massa udara kering = 8.061,12 234,79
= 7.826,33 kg/jam

Mol udara kering

= 271,27 kmol/jam

Mol N2 dalam udara = 0,79 271,27 kmol/jam


= 214,31 kmol/jam

Mol O2 dalam udara = 0,21 271,27 kmol/jam


= 56,97 kmol/jam

Massa N2 dalam udara

= 214,31 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 6.003,44 kg/jam

Massa O2 dalam udara

= 56,97 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 1.822,89 kg/jam

97

(4) Udara sekunder


Udara sekunder masuk rotary kiln dihitung di neraca massa air
quenching cooler.

b. Massa keluar rotary kiln


(1) Clinker panas
Kalsinasi CaCO3 di rotary kiln:
Tabel 33. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi CaCO3 di Kiln dalam kmol/jam
Komponen

Mula-mula

Bereaksi

CaCO3

215,22

215,22

CaO

645,66

215,22

860,88

kmol/jam

215,22

215,22

kmol/jam

CO2

Setimbang

Satuan
kmol/jam

Tabel 34. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi CaCO3 di Kiln dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

CaCO3

21.540,62

21.540,62

CaO

36.206,80

12.068,93

48.275,73

kg/jam

9.471,69

9.471,69

kg/jam

CO2

Setimbang

Satuan
kg/jam

Kalsinasi MgCO3 di rotary kiln:


Tabel 35. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi MgCO3 di Kiln dalam kmol/jam
Komponen

Mula-mula

Bereaksi

MgCO3

17,25

17,25

MgO

51,74

17,25

68,99

kmol/jam

17,25

17,25

kmol/jam

CO2

Setimbang

Satuan
kmol/jam

98

Tabel 36. Stoichiometri Reaksi Kalsinasi MgCO3 di Kiln dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

MgCO3

1.454,21

1.454,21

MgO

2.085,45

695,15

2.780,60

kg/jam

759,06

759,06

kg/jam

CO2

Setimbang

Satuan
kg/jam

Tabel 37. Komposisi Clinker Panas


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

SiO2

20,92

15.075,49

60,08

250,91

Al2O3

5,17

3.728,31

101,96

36,57

Fe2O3

3,05

2.200,34

159,69

13,78

CaO

66,99

48.275,73

56,08

860,88

MgO

3,86

2.780,60

40,30

68,99

Total

100,00

72.060,47

1.231,12

(2) Gas buangan kiln


Pembakaran batubara di rotary kiln.
Pembakaran unsur karbon (C)

Tabel 38. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Karbon di Kiln dalam kmol/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

344,81

344,81

kmol/jam

O2

344,81

344,81

kmol/jam

CO2

344,81

Setimbang

344,81

Satuan

kmol/jam

Tabel 39. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Karbon di Kiln dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

Setimbang

Satuan

4.141,38

4.141,38

kg/jam

O2

11.033,42

11.033,42

kg/jam

CO2

15.174,79

15.174,79

kg/jam

99

Pembakaran unsur hidrogen (H)

Tabel 40. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Hidrogen di Kiln dalam kmol/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

Setimbang

Satuan

H2

178,03

178,03

kmol/jam

O2

89,01

89,01

kmol/jam

H2O

178,03

178,03

kmol/jam

Tabel 41. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Hidrogen di Kiln dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

H2

358,88

358,88

kg/jam

O2

2.848,35

2.848,35

kg/jam

H2O

3.207,24

Setimbang

3.207,24

Satuan

kg/jam

Pembakaran unsur belerang (S)

Tabel 42. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Belerang di Kiln dalam kmol/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

1,27

1,27

kmol/jam

O2

1,27

1,27

kmol/jam

SO2

1,27

Setimbang

1,27

Satuan

kmol/jam

Tabel 43. Stoichiometri Reaksi Pembakaran Belerang di Kiln dalam kg/jam


Komponen

Mula-mula

Bereaksi

Setimbang

Satuan

44,86

44,86

kg/jam

O2

40,77

40,77

kg/jam

SO2

81,63

81,63

kg/jam

Dari hasil perhitungan stoichiometri pembakaran batubara di atas, dapat


disimpulkan bahwa banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran
batubara adalah sebesar 13.922,54 kg/jam.

100

Komponen-kmponen yang terdapat dalam gas buangan SP antara lain:


Gas karbon dioksida (CO2)
-

CO2 hasil pembakaran batubara kiln

: 15.174,79

kg/jam

CO2 hasil kalsinasi CaCO3 di kiln

: 9.471,69

kg/jam

CO2 hasil kalsinasi MgCO3 di kiln

kg/jam +

Massa CO2 total keluar kiln

759,06

: 25.405,54

kg/jam

Uap air (H2O)


-

H2O dari batubara kiln

538,74

kg/jam

H2O hasil pembakaran batubara kiln

: 3.207,24

kg/jam

H2O dari udara primer kiln

kg/jam

H2O dari udara sekunder

: 1.515,83

kg/jam +

Massa H2O total keluar kiln

: 5.496,60

kg/jam

81,63

kg/jam

234,79

Gas belerang dioksida (SO2)


SO2 hasil pembakaran batubara kiln
Gas nitrogen (N2)
-

N2 dari batubara kiln

106,87

kg/jam

N2 dari udara primer kiln

: 6.003,44

kg/jam

N2 dari udara sekunder

: 38.758,99

kg/jam +

Massa N2 total keluar kiln

: 44.869,31

kg/jam

Gas oksigen (O2)


-

O2 dari batubara kiln

2.079,94

kg/jam

O2 dari udara primer kiln

1.822,89

kg/jam

O2 dari udara sekunder

: 11.768,81

kg/jam

O2 untuk pembakaran batubara SP

: -13.922,54

kg/jam +

kg/jam

Massa O2 total keluar kiln

1.749,10

101

Tabel 44. Komposisi Gas Buangan Rotary Kiln


Komponen

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

CO2

32,74

25.405,54

44,01

577,27

H2O

7,08

5.496,60

18,02

305,11

SO2

0,11

81,63

64,06

1,27

N2

57,82

44.869,31

28,01

1.601,71

O2

2,25

1.749,10

32,00

54,66

100,00

77.602,17

Total

2.540,03

3. Neraca Massa di Air Quenching Cooler


a. Massa masuk air quenching cooler
(1) Clinker panas
Massa clinker panas masuk air quenching coler dihitung di neraca massa
rotary kiln.

(2) Udara pendingin

Throat fan 1

Kapasitas blower

= 29.319 m3/jam

Damper opening

= 20 %

Massa udara = 29.319 m3/jam 0,9952 kg/m3 0,20


= 5.835,65 kg/jam

= 169,97 kg/jam

Massa udara kering

= 5.835,65 169,97
= 5.665,68 kg/jam

Mol udara kering

= 196,38 kmol/jam
102

Mol N2 dalam udara = 0,79 196,38 kmol/jam


= 155,14 kmol/jam

Mol O2 dalam udara = 0,21 196,38 kmol/jam


= 41,24 kmol/jam

Massa N2 dalam udara

= 155,14 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 4.346,05 kg/jam

Massa O2 dalam udara

= 41,24 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 1.319,64 kg/jam

Throat fan 2

Kapasitas blower

= 23.707 m3/jam

Damper opening

= 90 %

Massa udara = 23.707 m3/jam 0,9952 kg/m3 0,90


= 21.233,89 kg/jam

= 618,46 kg/jam

Massa udara kering

= 21.233,89 618,46
= 20.615,42 kg/jam

Mol udara kering

= 714,56 kmol/jam

Mol N2 dalam udara = 0,79 714,56 kmol/jam


= 564,52 kmol/jam

103

Mol O2 dalam udara = 0,21 714,56 kmol/jam


= 150,06 kmol/jam

Massa N2 dalam udara

= 564,52 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 15.813,73 kg/jam

Massa O2 dalam udara

= 150,06 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 4.801,69 kg/jam

Cooling fan 1

Kapasitas blower

= 84.050 m3/jam

Damper opening

= 85 %

Massa udara = 84.050 m3/jam 0,9952 kg/m3 0,85


= 71.099,58 kg/jam

= 2.070,86 kg/jam

Massa udara kering

= 71.099,58 2.070,86
= 69.028,71 kg/jam

Mol udara kering

= 2.392,65 kmol/jam

Mol N2 dalam udara = 0,79 2.392,65 kmol/jam


= 1.890,19 kmol/jam

Mol O2 dalam udara = 0,21 2.392,65 kmol/jam


= 502,46 kmol/jam

104

Massa N2 dalam udara

= 1.890,19 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 52,950,72 kg/jam

Massa O2 dalam udara

= 502,46 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 16.078,00 kg/jam

Cooling fan 2

Kapasitas blower

= 78.831 m3/jam

Damper opening

= 80 %

Massa udara = 78.831 m3/jam 0,9952 kg/m3 0,80


= 62.762,09 kg/jam

= 1.828,02 kg/jam

Massa udara kering

= 62.762,09 1.828,02
= 1.828,02 kg/jam

Mol udara kering

= 2.112,07 kmol/jam

Mol N2 dalam udara = 0,79 2.112,07 kmol/jam


= 1.668,54 kmol/jam

Mol O2 dalam udara = 0,21 2.112,07 kmol/jam


= 443,54 kmol/jam

Massa N2 dalam udara

= 1.668,54 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 46.741,46 kg/jam

105

Massa O2 dalam udara

= 443,54 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 14.192,61 kg/jam

Cooling fan 3

Kapasitas blower

= 49.268 m3/jam

Damper opening

= 65 %

Massa udara = 49.268 m3/jam 0,9952 kg/m3 0,65


= 31.870,48 kg/jam

= 928,27 kg/jam

Massa udara kering

= 31.870,48 928,27
= 30.942,22 kg/jam

Mol udara kering

= 1.072,51 kmol/jam

Mol N2 dalam udara = 0,79 1.072,51 kmol/jam


= 847,28 kmol/jam

Mol O2 dalam udara = 0,21 1.072,51 kmol/jam


= 225,23 kmol/jam

Massa N2 dalam udara

= 847,28 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 23.735,23 kg/jam

Massa O2 dalam udara

= 225,23 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 7.206,98 kg/jam

106

Cooling fan 4

Kapasitas blower

= 25.745 m3/jam

Damper opening

= 60 %

Massa udara = 25.745 m3/jam 0,9952 kg/m3 0,60


= 15.372,85 kg/jam

= 447,75 kg/jam

Massa udara kering

= 15.372,85 447,75
= 14.925,10 kg/jam

Mol udara kering

= 517,33 kmol/jam

Mol N2 dalam udara = 0,79 517,33 kmol/jam


= 408,69 kmol/jam

Mol O2 dalam udara = 0,21 517,33 kmol/jam


= 108,64 kmol/jam

Massa N2 dalam udara

= 408,69 kmol/jam 28,01 kg/kmol


= 11.448,78 kg/jam

Massa O2 dalam udara

= 108,64 kmol/jam 32,00 kg/kmol


= 3.476,32 kg/jam

107

Massa total udara masuk cooler

= 208.174,54 kg/jam

Massa total uap air dalam udara

Massa total udara kering

= 202.111,21 kg/jam

Massa total N2 masuk cooler

= 155.035,97 kg/jam

Massa total O2 masuk cooler

= 47.075,24 kg/jam

6.063,34 kg/jam

b. Massa keluar air quenching cooler


Asumsi distribusi udara dari cooler:
Udara tersier

= 10 % wt

Udara sekunder

= 25 % wt

Exhaust gas

= 65 % wt

(1) Clinker dingin


Massa dan komposisi clinker dingin dianggap sama dengan massa dan
komposisi clinker panas. Massa dan komposisi clinker panas dihitung di
neraca massa rotary kiln.

(2) Udara sekunder


Massa udara sekunder = 52.043,64 kg/jam

Tabel 45. Komposisi Udara Sekunder


Komponen
H2O

Komposisi, % wt

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

2,91

1.515,83

18,02

84,14

N2

74,47

38.758,99

28,01

1.383,59

O2

22,61

11.768,81

32,00

367,79

100,00

52.043,64

Total

1.835,52

108

(3) Udara tersier


Massa udara tersier = 20.817,45 kg/jam

Tabel 46. Komposisi Udara Tersier


Komponen

Komposisi, % wt

H2O

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

2,91

606,33

18,02

33,66

N2

74,47

15.503,60

28,01

553,44

O2

22,61

4.707,52

32,00

147,12

100,00

20.817,45

Total

734,21

(4) Exhaust gas


Massa exhaust gas = 135.313,45 kg/jam

Tabel 47. Komposisi Exhaust Gas


Komponen

Komposisi, % wt

H2O

Massa, kg/jam

BM, kg/kmol

Mol, kmol/jam

2,91

3.941,17

18,02

218,77

N2

74,47

100.773,38

28,01

3.597,33

O2

22,61

30.598,91

32,00

956,25

100,00

135.313,45

Total

4.772,35

G. Perhitungan Neraca Panas


Suhu referensi

25,00

298,15

1. Panas Masuk Sistem Kiln


a. Panas Raw Meal
Suhu raw meal masuk SP

40,00

313,15

109

Tabel 48. Panas Sensible Raw Meal


Komponen

Mol, kmol/jam

CP.dT, kkal/kmol

n.CP.dT, kkal/jam

SiO2

278,78

164,24

45.787,90

Al2O3

40,63

288,39

11.716,77

Fe2O3

15,31

374,87

5.739,25

CaCO3

956,53

300,29

287.240,22

MgCO3

76,66

253,50

19.432,21

H2O

14,13

125,87

1.778,12

Total

1.382,04

371.694,47

b. Panas Batubara
Massa batubara masuk SP

= 3.366,67

kg/jam

Massa batubara masuk Kiln

= 7.266,67

kg/jam

Massa total masuk sistem

= 10.633,33

kg/jam

Suhu batubara masuk sistem

40,00

313,15

(1) Panas sensible batubara


Kapasitas panas batubara

= 0,26 0,37 kal/g.C (Perry, 1984)

Diambil CP rata-rata

0,315 kal/g.C

0,315 kkal/kg.K

Panas sensible batubara

= m.CP.dT

(38)

= 10.633,33 0,315 (313,15 298,15)


= 50.242,50 kkal/jam

110

(2) Panas Pembakaran Batubara


Heating value (HV)

= 5.954,20 kkal/kg

Panas pembakaran batubara = m.HV

(39)

= 10.633,33 kg/jam 5.954,20 kkal/kg


= 63.312.993,33 kkal/jam

c. Panas Udara Primer


Suhu udara primer masuk sistem =

30,00

303,15

Tabel 49. Panas Sensible Udara Primer


Komponen
H2O

n, kmol/jam

CP.dT, kkal/kmol

n.CP.dT, kkal/jam

18,66

41,93

782,61

N2

306,91

34,00

10.435,85

O2

81,58

31,35

2.557,98

Total

407,15

13.776,45

d. Panas Udara Pendingin


Suhu udara primer masuk sistem =

30,00

303,15

Tabel 50. Panas Sensible Udara Pendingin


Komponen
H2O

n, kmol/jam

CP.dT, kkal/kmol

n.CP.dT, kkal/jam

336,57

41,93

14.112,60

N2

5.534,35

34,00

188.185,90

O2

1.471,16

31,35

46.127,20

Total

7.342,07

248.425,70

111

2. Panas Keluar Sistem Kiln


a. Panas Dust Return
Suhu dust return keluar sistem

446,50

719,65

Tabel 51. Panas Sensible Dust Return


Komponen

n, kmol/jam

CP.dT, kkal/kmol

n.CP.dT, kkal/jam

SiO2

27,88

5.976,61

166.618,47

Al2O3

4,06

10.204,59

41.460,04

Fe2O3

1,53

13.010,65

19.919,26

CaCO3

95,65

10.241,28

979.608,45

MgCO3

7,67

7.123,35

54.604,52

H2O

1,41

3.651,54

5.158,56

Total

138,20

1.267.369,29

b. Panas Reaksi Kalsinasi

Tabel 52. Panas Pembentukan


Komponen

Hf, kkal/mol

Hf, kkal/kmol

CaCO3

-289,50

-0,29

CaO

-151,70

-0,15

MgCO3

-261,70

-0,26

MgO

-143,84

-0,14

CO2

-94,05

-0,09
(Perry, 1984)

112

(1) Panas pembentukan produk

Tabel 53. Panas Pembentukan Produk


Komponen

n, kmol/jam

Hf, kkal/kmol

n.Hf, kkal/jam

CaO

860,88

-0,15

-130,60

MgO

68,99

-0,14

-9,92

CO2

929,87

-0,09

-87,46

Total

1.859,73

-227,97

(2) Panas dekomposisi reaktan

Tabel 54. Panas Dekomposisi Reaktan


Komponen

n, kmol/jam

Hf, kkal/kmol

n.Hf, kkal/jam

CaCO3

860,88

-0,29

-249,22

MgCO3

68,99

-0,26

-18,05

Total

929,87

Panas reaksi kalsinasi

-267,28
= (n.Hf)produk n.Hf reaktan

(40)

= (-227,97) (-267,28)
= 39,30 kkal/jam

c. Panas Penguapan Air


Panas laten air (V)

= 9,729 kal/mol (Perry, 1984)

Mol air raw meal

= 12,71

kmol/jam

Mol air batubara SP

= 13,85

kmol/jam

Mol air batubara kiln

= 29,90

kmol/jam

Mol air total

= 56,47

kmol/jam

113

= nW.V

Panas penguapan air

(41)

= 56,47 kmol/jam 9,729 kkal/kmol


= 549,43 kkal/jam

d. Panas Gas Buangan SP


Suhu gas buangan SP

= 446,50 C
= 719,65 K

Tabel 55. Panas Sensible Gas Buangan SP


Komponen

n, kmol/jam

CP.dT, kkal/kmol

CO2

1.434,42

4.561,99

6.543.833,62

H2O

453,45

3.651,54

1.655.777,35

SO2

1,86

4.286,63

7.992,22

N2

2.249,51

2.954,25

6.645.625,65

O2

54,93

3.172,42

174.249,65

Total

4.194,17

n.CP.dT, kkal/jam

15.027.478,49

e. Panas Radiasi dan Konveksi Kiln

Tabel 56. Suhu Kiln Shell

Dengan:

L, m

Ts, C

L, m

Ts, C

299

45

254

10

206

50

254

15

123

55

254

20

113

60

254

25

180

65

254

30

279

70

254

35

282

75

254

40
L

254
78
: panjang kiln shell, m

254

Ts

: suhu kiln shell, C

114

Panas konveksi dan radiasi kiln shell:


Q = kA(Ts Tref)
Dengan:

(42)

: panas konveksi dan radiasi kiln, kkal/jam

: 5,79244 kkal/m2.jam.K

: luas permukaan luar shell, m2


A = DoL

(43)

Do = 3,80 m (diameter luar kiln shell)


L (panjang inkremen, m)
Ts

: suhu dinding luar shell, K

Tref

: suhu referensi, K

Tabel 57. Panas Radiasi dan Konveksi Kiln Shell


L, m

Ts, K

A, m2

Q, kkal/jam

572.15

59,69

94.736,12

10

479.15

59,69

62.581,16

15

396.15

59,69

33.883,72

20

386.15

59,69

30.426,20

25

453.15

59,69

53.591,60

30

552.15

59,69

87.821,07

35

555.15

59,69

88.858,33

40

527.15

59,69

79.177,27

45

527.15

59,69

79.177,27

50

527.15

59,69

79.177,27

55

527.15

59,69

79.177,27

60

527.15

59,69

79.177,27

65

527.15

59,69

79.177,27

70

527.15

59,69

79.177,27

75

527.15

59,69

79.177,27

78

527.15

35,81

47.506,36

Total

1.132.013,62

115

f. Panas Clinker Dingin


Suhu clinker dingin

= 400,00 C
= 673,15 K

Tabel 58. Panas Sensible Clinker Dingin


Komponen

n, kmol/jam

CP.dT, kkal/kmol

n.CP.dT, kkal/jam

SiO2

250,91

5.212,20

1.307.769,05

Al2O3

36,57

8.937,52

326.808,70

Fe2O3

13,78

11.383,26

156.849,55

CaO

860,88

4.429,66

3.813.391,90

MgO

68,99

3.900,55

269.099,22

Total

1.231,12

5.873.918,42

g. Panas Exhaust Gas


Suhu exhaust gas = 190,21 C
= 463,36 K

Tabel 59. Panas Sensible Exhaust Gas


Komponen

n, kmol/jam

CP.dT, kkal/kmol

n.CP.dT, kkal/jam

218,77

1.400,05

306.285,35

N2

3.597,33

1.136,76

4.089.290,74

O2

956,25

1.158,04

1.107.376,96

H2O

Total

4.772,35

5.502.953,04

116

Tabel 60. Neraca Panas Overall di Sistem Kiln


Arus

Masuk, kkal/jam

Panas sensible raw meal

Keluar, kkal/jam

371.694,47

Panas sensible coal

50.242,50

Panas pembakaran coal

63.312.993,33

Panas sensible udara primer


Panas sensible udara pendingin

13.776,45
248.425,70

Panas sensible dust return

1.267.369,29

Panas reaksi kalsinasi

39,30

Panas penguapan air

129,43

Panas sensible gas buangan SP

15.027.478,49

Panas radiasi dan konveksi

1.132.822,68

Panas sensible clinker dingin

5.873.918,42

Panas sensible exhaust gas

5.502.953,04

Total

63.997.132,45

Heat loss = total panas masuk total panas keluar

28.805.130,66
(44)

= 63.997.132,45 28.805.130,66
= 35.192.001,80 kkal/jam

Efisiensi sistem kiln

= 100 - %heat loss

(46)

= 100 54,99
= 45,01 %

117

H. Pembahasan
Perhitungan neraca massa dan neraca panas dari sistem kiln perlu disusun
untuk mengetahui jumlah panas yang hilang (heat loss) dan efisiensi dari sistem
tersebut. Hal ini sangat penting karena proses produksi semen secara umum,
konsumsi energi yang paling besar adalah pada sistem kiln (burning section).
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai heat loss sebesar 54,99 %. Panas
yang hilang tersebut kemungkinan adalah karena pemijaran hot meal di dalam rotary
kiln yang kurang sempurna. Suhu clinker panas keluar kiln tercatat rata-rata 1.032,28
C (Proceed Material Inquiry by Stage, 10 April 2013). Suhu ideal clinker panas
keluar rotary kiln semestinya adalah 1.400 C. Pemijaran yang kurang sempurna
ini dapat disebabkan karena waktu tinggal clinker di dalam rotary kiln yang terlalu
singkat sehingga proses sintesis kurang sempurna. Efisiensi energi sistem kiln yang
terhitung adalah sebesar 45,01 %. Nilai efisiensi tersebut adalah konsekuensi dari
nilai heat loss. Semakin besar heat loss, maka efisiensi akan menjadi semakin kecil,
begitu juga sebaliknya.
Dari segi proses, efisiensi proses secara keseluruhan dapat ditingkatkan
dengan meminimalkan heat loss. Pada kasus ini, panas hilang diprediksikan karena
reaksi yang kurang sempurna akibat pemijaran hot meal yang kurang baik karena
waktu tinggal hot meal dalam kiln yang singkat. Untuk mengatasi masalah ini, maka
waktu tinggal tepung baku di dalam rotary kiln perlu diatur sedemikian sehingga
waktu tinggal di dalam kiln lebih lama. Hal yang dapat dilakukan seperti
menurunkan kecepatan putar rotary kiln sehingga laju hot meal dalam kiln menurun
dan waktu tinggal tepung baku lebih lama.
Data umpan raw meal tercatat rata-rata 125,79 ton/jam yang merupakan
kapasitas yang di atas umpan maksimal. Umpan ideal raw meal adalah 120 ton/jam
maksimal. Laju umpan yang terlalu besar ini juga memberikan kemungkinan
naiknya laju hot meal di dalam rotary kiln sehingga menjadikan waktu tinggal
tepung baku lebih singkat. Maka salah satu cara meningkatkan efisiensi energi di
sistem kiln ini juga dapat dilakukan dengan menekan laju umpan raw meal agar
tidak lebih dari laju umpan maksimal yang diperbolehkan.

118

I. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Sistem kiln (burning section) adalah unit yang terpenting dalam industri semen.
2. Komsumsi panas terbesar adalah konsumsi panas pada burning section terutama
di rotary kiln.
3. Heat loss dan efisiensi energi dari sistem kiln dapat dihitung dengan
mengevaluasi neraca massa dan neraca panas suatu sistem kiln.
4. Pada perhitungan neraca massa, asumsi dust return yang digunakan sebesar 10 %
berat dan kandungan air raw meal sebesar 0,20 % berat.
5. Tidak ada massa hilang (tidak terhitung) pada perhitungan neraca massa di
sistem kiln.
6. Pada perhitungan neraca panas, digunakan suhu referensi sebesar 25 C (298,15
K) dengan asumsi suhu udara lingkungan 30 C (313,15 K).
7. Heat loss terhitung sebesar 54,99 % dan efisiensi energi sebesar 45,01 %.
8. Heat loss yang semakin besar memberikan efisiensi energi yang semakin kecil,
begitu pula sebaliknya.
9. Kehilangan panas dapat diminimalkan dengan mengoptimalkan waktu tinggal
tepung baku dalam rotary kiln.

119

DAFTAR PUSTAKA
Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi ketiga.
Bandung : ITB.
Banerjea. 1980. Technology of Portland Cement and Blended Cement. India.
Duda, H. Walter. 1983. Cement Data Book. International Process Engineering In
Geankoplis, Christie J. 1983. Transport Processes and Unit Operations. 2nd edition.
Boston : Allyn and Bacon.
George, T. Austin. 1985. Chemical Process Industries. Shreevels. New York.
Perray, E. Kurt. 1973. Cement Manufactures Hand Book. 5nd edition. Japan : Mc
Graw Hill Book Company. Kogakhusa. Tokyo.
Perry, R.H. 1984. Chemical Engineers Hand Book. New York: Mc. Graw Hill Book
Company.
Smith, JM and Hc Van Ness. 1984. Introduction To Chemical Engineering
Thermodynamics. 4nd edition. New york : Mc. Graw Hill Book Company.

120

Você também pode gostar