Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Pada tahun 1994, didirikan pabrik dibawah PT Indo Kodeco Cement (PT
IKC) dengan sistem joint venture (Indocement : 51%, Korea Devt. Co. : 46%,
Marubeni Corp. : 3%) di daerah Tarjun, Kalimantan Selatan dengan kapasitas
terpasang 2.400.000 ton per tahun. Pada tanggal 29 maret 1995, PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk. memperoleh penghargaan sertifikat ISO 9001 karena
manajemen mutu yang baik.
Usaha selanjutnya adalah pembangunan plant 11 di Citeureup, Bogor pada
tahun 1997. Plant 11 memiliki kapasitas terpasang 2.400.000 ton pertahun dan
mulai beroperasi pada bulan Maret 1999. Pada tanggal 20 Oktober 2000,
berdasarkan RUPS Luar Biasa, diputuskan bahwa anak perusahaan PT. IKC
langsung berada dibawah operasional PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dan
dinamakan plant 12. Dengan beroperasinya plant 12 maka PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. memiliki kapasitas terpasang 17.100.000 ton klinker per tahun
sehingga menjadi produsen semen terbesar di Indonesia. Kapasitas produksi PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dari tiap plant ditunjukkan pada Tabel 1
(Production Dept., 2013).
Pada tanggal 18 April 2001, Kimmeridge Enterprise Pte. Ltd., anak
perusahaan Heidelberger Zemen AG (perusahaan semen dari Jerman) membeli
saham perseroan milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan milik
PT Holdiko Perkasa, sehingga Kimmeridge menjadi pemegang saham pengendalian
perseroan dengan total 1.674.133.233 saham atau setara dengan 45,48% dari total
modal yang disetor dan ditempatkan di perseroan. Setelah mengalami beberapa
perubahan, susunan pemegang saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah
sebagai berikut (CHRD, 2013):
a. Birchwood Omnia Limited, England
: 51,00 %
b. PT Mekar Perkasa
: 13,03 %
c. Masyarakat
: 35,97 %
Lokasi
Kapasitas
per tahun
Produk
Plant 1
Citeureup, Bogor
700.000 ton
PCC1 / OWC2
Plant 2
Citeureup, Bogor
600.000 ton
PCC / PCC
Plant 3
Citeureup, Bogor
1.100.000 ton
PCC
Plant 4
Citeureup, Bogor
1.100.000 ton
PCC
Plant 5
Citeureup, Bogor
200.000 ton
WC3
Plant 6
Citeureup, Bogor
1.600.000 ton
PCC
Plant 7
Citeureup, Bogor
1.900.000 ton
PCC
Plant 8
Citeureup, Bogor
1.900.000 ton
PCC
Plant 9
Palimanan, Cirebon
2.050.000 ton
PCC
Plant 10
Palimanan, Cirebon
2.050.000 ton
PCC
Plant 11
Citeureup, Bogor
2.600.000 ton
PCC
Plant 12
2.600.000 ton
PCC
Total
18.400.000 ton
White Cement
B. Lokasi Perusahaan
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. terdiri dari 12 plant yang terletak di tiga buah
lokasi berbeda, yakni :
1. Pabrik di Citeureup (Bogor), terdiri atas 9 plant (plant 1 s.d. 8 dan plant 11)
dengan area seluas 200 ha.
2. Pabrik di Palimanan (Cirebon), meliputi palnt 9 dan 10 dengan area seluas 520
hektar.
3. Pabrik di Tarjun (Kalimantan Selatan), yakni plant 12 dengan area seluas 580
hektar.
Alasan pemilihan ketiga lokasi tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan
berikut:
1. Orientasi pasar (market oriented)
Lokasi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa sebagian besar pembangunan
di Indonesia terletak di pulau Jawa dan daerah ini dekat Jakarta sehingga
memudahkan pendistribusian produk serta pemasaran impor ekspor.
2. Orientasi bahan baku (raw material oriented)
Sebagian besar bukit-bukit di Citeureup berupa bukit kapur dan tanah liat
walaupun tidak subur tetapi bermanfaat untuk bahan baku dalam pembuatan
semen sehingga 93% bahan mentah yang diperlukan dapat terpenuhi.
3. Tenaga Kerja
Daerah Citeureup bukanlah kawasan industri, jadi dengan berdirinya PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. membuka peluang besar untuk dapat
merekrut tenaga kerja yang banyak.
4. Transportasi
Dekatnya Citeureup dengan Jakarta (Tanjung Priok) dan jalan tol Jagorawi akan
sangat memudahkan pemasaran produk-produk PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk. baik untuk di dalam negeri maupun keperluan ekspor impor.
5. Utilitas
Adanya sungai Cileungsi yang melintasi kawasan PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. sangat mendukung untuk memenuhi kebutuhan air karena cukup
memungkinkan untuk dilakukan pembuatan unit pengolahan air.
BS 12 1989 (Inggris)
Merupakan bahan baku untuk mixed cement, cement asbestos, ubin lantai,
ferrocement, dan untuk penggunaan umum baha bangunan yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
b. Semen OPC tipe II
Mempunyai sifat ketahanan sulfat dan panas hidrasi rendah dimana biasanya
digunakan pada lahan dengan kadar sulfat rendah. Tipe ini biasanya
digunakan pada dermaga, bendungan, rangka konstruksi berat.
c. Semen OPC tipe V
Memiliki kelebihan dalam proteksi terhadap kadar sulfat yang tinggi yang
terdapat pada air. Biasanya digunakan unutk komstruksi di lahan gambut atau
bangunan di tepi laut yang memiliki kandungan sulfat yang tinggi.
Merupakan tipe semen spesial yang digunakan pada pengeboran minyak dan gas
alam baik di daratan maupun di lepas pantai dengan kedalaman sampai 8000 ft.
OWC dicampur dalam slurry dan kemudian diinjeksikan di antara pipa bor dan
dinding sumur minyak dimana semen dapat mengeras walaupun berada pada
temperatur sumur minyak yag tinggi.
4. Mixed Cement
Mixed cement (SNI 1535001993) merupakan klasifikasi luas yang mencakup
berbagai jenis produk semen. Mixed cement diproduksi dengan cara mencampur
clinker dengan berbagai macam aditif seperti fly ash (abu terbang), limestone
(batu kapur), dan terak tungku bakar (blast-furnace slag), dimana komposisinya
tergantung penggunaan. Mixed cement memiliki kadar clinker yang lebih rendah
(sekitar 65 % bila dibandingkan dengan OPC tipe I dengan kadar 96 %). Mixed
cement biasanya digunakanuntuk berbagai jenis aplikasi non struktural seperti
konstruksi bangunan apartemen yang tidak terlalu tinggi.
5. Pozzolan Cement
Pozzolan cement merupakan sebuah produk semen hidrolik pozzolanik dengan
kandungan limestone tinggi. Tipe ini biasanya digunakan untuk proyek
konstruksi dengan persyaratan lebih sedikit dukungan struktural. Tahun 1999, PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memperkenalkan tipe ini dengan angka
produksi 300.000 ton per tahun.
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
B. Struktur Organisasi
Perusahaan di Citeureup ini didukung oleh 4270 tenaga kerja dengan
berbagai macam keahlian dan disiplin ilmu sehingga keseluruhannya berintegrasi
dengan baik. Organisasi ini membagi unit-unit kerja organisasi secara fungsional
yang disahkan melalui surat pengesahan No. C2-3641.HT.01.01.Th.85.
Kekuasaan tertinggi dalam perusahaan dipegang oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Untuk pelaksanaan kegiataan operasional dipegang oleh
Dewan Direksi yang terdiri dari 9 orang yang bertugas melaksanakan kebijakan yang
telah digariskan RUPS.
Sebagai wakil pemegang saham untuk mengawasi Dewan Direksi
dibentuk Dewan Komisaris yang terdiri dari 9 orang dengan 1 Komisaris Utama dan
2 Wakil Komisaris Utama. Dalam melaksanakan kegiatan eksekutif sehari-hari,
: Teddy Djuhar
: I Nyoman Tjager
Komisaris
Komisaris
Komisaris
Dewan Direksi:
Direktur Utama
: Franciscus Welirang
Direktur
Direktur
Direktur
: Hasan Imer
Direktur
: Lie Sukanto
Direktur
: Ramakanta Bhattacharjee
Direktur
Direktur
10
Untuk pabrik Citeureup Bogor, dari kesembilan plant yang ada dibagi
menjadi 4 Divisi dimana setiap divisi dikepalai oleh 1 orang Plant/Division
Manager. Divisi tersebut antara lain plant 1-2 dan 5, plant 3-4, plant 6-11, dan plant
7-8.
Untuk plant 1-2 sendiri dibagi menjadi 3 departemen antara lain
Production Department, Electrical Department, dan Mechanical Department.
Sedangkan untuk tiap departemen dibagi menjadi beberapa Section. Untuk lebih
lengkapnya, struktur organisasi dalam suatu divisi dapat dilihat dari bagan struktur di
bawah ini:
11
C. Tenaga Kerja
Tenaga kerja di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Terdiri dari staff
dan non staff. Tenaga kerja tersebut merupakan orang-orang yang berasal dari
tingkat pendidikan dan latar belakang yang berbeda-beda. Berikut merupakan data
Work Force PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. per 2013 (CHRD, 2013).
12
Staff
Non Staff
Total
Head Office
428
362
790
Citeureup
433
2.297
2.730
Cirebon
67
593
660
Tarjun
100
637
773
Total
1.028
3.889
4.917
D. Waktu Kerja
Pembagian waktu kerja yang teratur sudah pasti akan membuat
karyawan dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Pembagian kerja yang
diberikan kepada karyawan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dibagi dalam
dua waktu kerja, yaitu:
1. Waktu Kerja Normal
Senin Kamis
Jumat
Sabtu Minggu
: Libur
Shift B
Shift C
10
11
12
13
14
15
16
Shift A
II
II
III
III
IV
IV
II
II
III
III
IV
IV
Shift B
IV
IV
II
II
III
III
IV
IV
II
II
III
III
Shift C
III
III
IV
IV
II
II
III
III
IV
IV
II
II
13
Waktu kerja shift tersebut dilaksanakan secara bergantian selama 2 hari dengan
hari libur selama 2 hari dalam 8 hari. Untuk bagian delivery dan packing, waktu
kerja dibagi menjadi 2 shift, yaitu:
Shift A
Senin Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu
: Libur
Shift B
Senin Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu
: Libur
E. Fasilitas Karyawan
1. Fasilitas Kesehatan
Di bidang kesehatan ditangani poliklinik yang berada di lingkungan pabrik. Pagi
hari diberikan kesempatan bagi karyawan yang ingin berobat, sedangkan sore
hari diperuntukkan bagi keluarga karyawan.
Fasilitas poliklinik yang ada di lingkungan pabrik antara lain:
a. Balai Pengobatan Umum/Dokter Umum dan Spesialis
b. Balai Pengobatan Gigi
c. Klinik P3K dan UGD (24 jam)
d. Apotik
e. Rontgen
2. Fasilitas Keselamatan Kerja
Di lokasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. telah dipasang rambu-rambu
peringatan pada tempat-tempat yang dianggap rawan dan pada tahun 1984 telah
berdiri departemen baru yaitu Safety Dept. dan Health Dept. dibawah GAD.
14
Adapun fasilitas yang disediakan seperti helm, safety shoes, masker, pelindung
telinga (ear plug), kacamata las, dsb.
3. Fasilitas Kesejahteraan dan Kerohanian
Fasilitas kesejahteraan dan kerohanian yang diberikan perusahaan kepada
karyawan antara lain:
a. Perumahan
b. Sarana Transportasi
c. Sarana Olah raga
d. Masjid
(1)
15
G. Penanganan Limbah
Pengolahan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri perlu mendapat
perhatian khusus. Limbah yang dibuang ke lingkungan sekitar harus sesuai dengan
baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Limbah yang
dihasilkan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah sebagai berikut:
1. Limbah Cair
Proses produksi semen tidak menghasilkan limbah cair. Limbah cair
yang ada berasal dari laboratorium, terutama Laboratorium Kimia. Limbah yang
dihasilkan berupa larutan-larutan kimia yang digunakan untuk keperluan
pengujian dan beberapa diantaranya mengandung logam berat. Selain itu juga
terdapat limbah cair yang berupa oli dan minyak.
Departemen
yang
menghasilkan
limbah
cair
menyimpan
dan
mengumpulkan limbah yang dihasilkannya. Setelah itu limbah yang sudah tidak
bisa dimanfaatkan akan dikirim ke PPLI (Penampungan Pengolahan Limbah
Indonesia) yang terletak di Bogor untuk diolah lebih lanjut.
2. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
berupa partikulat padat atau debu-debu baik yang terikut dalam gas buang
maupun yang timbul selama produksi. Penanganan limbah padat ini menjadi
tanggung jawab Departemen Produksi yang pelaksanaannya diserahkan pada
setiap section.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya debu adalah dengan
menggunakan peralatan seperti Dust Collector, Bag Filter, dan Electrostatic
Precipitator. Peraturan Kementrian Lingkungan Hidup menetapkan kandungan
debu maksimal dalam gas buangan sebesar 80 mg/cm3. Akan tetapi untuk
mengurangi resiko keluarnya debu bersama gas buang, PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. menetapkan kandungan debu maksimal 50 mg/cm3.
16
3. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan keluar dari chimney di Raw Mill maupun di Burning
Section. Gas buang yang dihasilkan mengandung karbon dioksida, SOx, dan
NOx. gas buangan tersebut juga mengandung
disebabkan oleh adanya pembakaran karbon yang tidak sempurna. Karbon ini
berasal dari batubara yang digunakan sebagai bahan bakar untuk Rotary Kiln
maupun Suspension Preheater. Karbon monoksida bila terhirup dalam jumlah
berlebihan akan sangat berbahaya karena bersifat toksik.
Upaya yang dilakukan untuk menghindari terjadinya limbah gas buang yang
berlebih adalah dengan tindakan preventif, yaitu mengoperasikan pembakaran
berdasarkan kondisi operasi yang telah ditentukan.
meliputi
perencanaan transportasi, penentuan harga jual yang sesuai (tidak melebihi ketentuan
Asosiasi Semen Indonesia), pendistribusian kepada distributor dan juga promosi.
Berikut gambaran pemasaran produk semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
yaitu:
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Semen
Semen berasal dari kata cementum yang berarti perekat. Kata semen
sudah dipakai lebih dari 2000 tahun, bahkan lime (CaO) sudah digunakan lebih
lama sebagai material bangunan. Semen adalah suatu campuran kimia yang
memiliki sifat hidraulis, apabila dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan
mengikat material lain menjadi satu massa yang padat. Karena sifat hidraulik
tersebut, maka semen dapat mengeras walaupun berada di dalam air.
Sifat hidraulik ini menjadikan semen sebagai suatu kebutuhan utama dalam
pekerjaan konstruksi bangunan seperti jalan raya, bandar udara, bendungan,
perumahan, dan lain-lain.
18
4. Tahun 1824, Yoseph Aspdin memperoleh paten untuk semen buatannya. Semen
ini dibuat dengan cara mengkalsinasi batu gamping dan diberi nama semen
Portland karena kekuatannya hampir sama dengan Portland Stone yang
merupakan bahan bangunan saat itu.
5. Tahun 1825, James Frost dari Swancombe pabrik semen Portland pertama kali
didirikan di Inggris, kemudian di Belgia pada tahun 1855, Jerman pada tahun
1855, dan Jepang pada tahun 1875.
6. 1850, David O Saylor dari Pensylvania menemukan semen alam. Semen ini
diproduksi di Amerika Serikat dengan cara menggunakan tungku tegak.
Kekuatan semen ini lebih rendah daripada sement Portland, akan tetapi lebih
tinggi daripada Hidraulic Cement.
7. Tahun 1908, mulai dikenal Rotary Kiln (tanur putar) sebagai pengering.
8. Tahun 1930, Dr. Lellep berhasil mengembangkan Travelling Gate Preheater
dengan maksud penghematan pemakaian energi panas dengan cara mengurangi
kadar air dari umpan dan memperbaiki proses pertukaran panas baik dalam
proses pemanasan awal maupun dalam proses kalsinasi. Penemuan ini
dipatenkan oleh Polysius dengan nama Lepol Kiln.
9. Tahun 1953, KHD berhasil menginstalasikan Suspension Raw Mill Preheater
yang pertama. Tipe kiln inilah yang saat ini banyak digunakan karena
pemakaian panasnya yang ekonomis. Pada awalnya, alasan utama pemilihan
proses basah adalah karena homogenisasi yang efektif dari hasil gilingan bahan
mentah tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dalam bentuk slurry. Dengan
pengembangan teknik-teknik khusus untuk homogenisasi dry material, seperti
mixed bed, mixing chamber silo, dan sebagainya, faktor penghambat tersebut
dapat teratasi.
19
C. Klasifikasi Semen
1. Portland Cement
Semen Portland merupakan produk yang diperoleh dari clinker yang
telah dihaluskan yang terdiri dari kalsium silikat hidraulis dan biasanya
mengandung CaSO4 sebagai tambahan. Kalsium silikat hidraulis memiliki
kemampuan untuk mengeras tanpa proses pengeringan atau reaksi dengan CO2
yang ada di udara luar.
Menurut ASTM, klasifikasi semen Portland terbagi atas 5 tipe:
a. Semen tipe I (Ordinary Portland Cement, OPC)
Semen ini merupakan semen yang paling banyak diproduksi. Kegunaannya
untuk konstruksi umum dan pekerjaan beton.
b. Semen tipe II (Moderate Heat of Hardening and Sulfate Resisting Cement)
Semen ini memberikan daya yang lebih besar terhadap kekuatan yang
disebabkan oleh bahan-bahan kimia aggressive, khususnya sulfat yang
terdapat dalam tanah dan air tertentu. Tetapi semen tipe ini mengeras lebih
lambat dan mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah daripada tipe I.
semen ini sedikit mengandung C3A (Trikalsium aluminat, 3CaO.Al2O3) dan
banyak mengandung C2S (Dikalsium silikat, 2CaO.SiO2). Kegunaan semen
ini untuk pembuatan beton pada musim dingin, pembangunan gedunggedung yang besar, dan produksi beton tekan dalam pabrik. Panas yang
dihasilkan semen ini tidak boleh lebih dari 70 kalori/gram setelah 7 harilah
28 hari.
c. Semen tipe III (High Early Strength Portland Cement)
Semen ini dibuat dari bahan baku dengan perbandingan lime dan silika lebih
tinggi dan digiling lebih halus daripada tipe I. Semen ini memiliki
kandungan C3S (Trikalsium silikat, 3CaO.SiO2) paling tinggi diantara tipe
semen yang lain, sehingga kekuatan awalnya tinggi. Kegunaan semen ini
untuk pembuatan beton pada musim dingin, pembangunan gedung-gedung
besar, dan produksi beton tekan dalam pabrik.
20
21
2. Mixed Cement
a. Fly Ash Cement (semen Abu Terbang)
Semen ini termasuk semen Portland Pozzolan yang terdiri dari campuran
semen Portland tipe I dan abu terbang yang dihasilkan dari hasil
pembakaran batubara pada instalasi PLTU. Semen ini tahan terhadap sulfat
sehingga cocok untuk konstruksi bawah laut dan daerah-daerah yang
berkadar sulfat tinggi. Semen ini digunakan untuk bangunan beton yang
besar yang membutuhkan panas hidrasi rendah, misalnya bendungan, parit,
dan pipa bawah tanah.
b. Silica Cement
Merupakan campuran abu vulkanik dan white earth, sangat tahan terhadap
sulfat dan bahan kimia.
c. Blast Furnace Slag Cement
Kuat tekan awal kecil, tetapi kuat tekan akhir tinggi. Sangat tahan terhadap
suhu dan bahan kimia. Digunakan untuk konstruksi dam, brake water, dan
lain-lain.
3. Special Cement
a. Alumina Cement
Bahan baku: batu kapur dan bauksit
Waktu pengikatan cepat, kuat tekan cukup. Digunakan untuk konstruksi
urgen dan refraktori.
b. Expansive Cement
Bahan baku: batu kaput, CaSO4, alumina.
Digunakan untuk menghindari retak pada semen/beton dan menghindari
penyusutan beton.
c. Colour Cement
Penambahan admixture dan pigmen pada semen putih. Digunakan untuk
dekorasi.
d. Jet Cement
Setelah 2-3 jam, kuat tekan 200 kg/cm2. Digunakan untuk konstruksi urgent.
22
D. Komposisi Semen
Semen dibentuk oleh 4 oksida utama, yaitu CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 yang
kemudian akan bereaksi membentuk senywa-senyawa berikut:
a. Trikalsium silikat
: 3CaO.SiO2
atau C3S
b. Dikalsium silikat
: 2CaO.SiO2
atau C2S
c. Trikalsium silikat
: 3CaO.Al2O3
atau C3A
C3 S
Menunjang kekuatan awal dan menimbulkan panas hidrasi. Kandungan
senyawa ini pada semen Portland adalah 48 54 %.
C2 S
Memberikan kekuatan awal yang stabil dan lambat pada beberapa minggu
terakhir sebelum mencapai kekuatan akhir yang sama dengan C3S. Kandungan
senyawa ini pada semen adalah 19 22 %.
C3 A
Memberikan pengaruh kekuatan pada fase akhir dan menyumbang panas
hidrasi paling tinggi. Kandungan senyawa ini pada semen adalah 9-10 %.
C4AF
Memberikan warna gelap pada semen. Kandungan senyawa ini pada semen
adalah 9 10%.
E. Sifat-sifat Semen
1. Panas Hidrasi Semen
Panas Hidrasi merupakan panas yang terjadi selama semen mengalami
proses hidrasi. Jumlah panas yang terjadi tergantung pada tipe semen, komposisi
kimia semen, kehalusan semen, dan rasio semen dengan air. Untuk komponen
yang berpengaruh pada timbulnya panas hidrasi adalah C3A, C4AF, C3S, dan
yang paling rendah adalah C2S. berdasarkan hal di atas, maka untuk
23
(2)
(3)
(4)
(5)
24
akan
menghalangi
mobilitas
partikel-partikel
semen.
Hal
ini
menyebabkan semen menjadi kaku dan terjadilah final set. Pada tahap ini, mulai
terjadi pengerasan secara steady.
3. Kuat Tekan
Komposisi semen sangat mempengaruhi kekuatan (strength) dari semen
itu sendiri. Kekuatan yang dimaksud adalah kuat tekan, yaitu sifat kemampuan
menahan suatu beban. Kekuatan semen tergantung pada kekuatan mekanik
dalam keadaan kaku/set dan keras. Kekuatan ini disebabkan oleh kondisi
partikel-partikel semen dan adhesi terhadap pasir atau agregat lain yang
dicampur sebagai adukan.
C3S memberikan kontribusi yang besar pada kuat tekan awal dan C2S
memberikan kontribusi kekuatan pada umur yang lebih lama. C3A
mempengaruhi kuat tekan sampai pada tingkat tertentu pada umur 28 hari dan
selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini semakin kecil. Hal yang sama
juga terjadidengan penambahan gypsum. Kekuatan awal merupakan salah satu
25
sifat fisis semen. Kadar C3S yang tinggi berarti semen mempunyai kekuatan
awal yang tinggi. Sedangkan apabila kadar C2S tinggi, semen mempunyai
kekuatan awal yang tinggi untuk waktu yang lama. Kadar C3A hanya sedikit
mempengaruhi perkembangan kekuatan awal, sedangkan pada perkembangan
berikutnya untuk C3A dan C4AF tidak berpengaruh.
4. Kelembaban
Sifat hidrolis semen membuat proses pengerasan semen dapat terjadi
pada udara terbuka. Hal ini terjadi karena semen menyerap air dan udara. Oleh
karena itu, perlu ada perhatian khusus pada saat penyimpanan dan transportasi.
Kelembaban semen akan mengakibatkan menurunnya specific gravity,
terbentuknya gumpalan-gumpalan, terjadinya false set, menurunnya kualitas
semen, bertambahnya loss of ignition, penurunan kekuatan, dan bertambahnya
waktu setting time dan hardening.
5. Daya Tahan terhadap Sulfat
Beton dari semen Portland dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh
asam dan sekitarnya. Umumnya serangan oleh asam dan beton adalah dengan
merubah konstruksi-konstruksi semen yang tidak larut dalam air menjadi
senyawa yang larut dalam air. Misalnya, HCl merubah C3S, C2S, C3A, dan
C4AF menjadi CaCl2, AlCl2, dan FeCl2.
Kecuali barium sulfat, semua senyawa sulfat umumnya dapat
menyerang beton dengan hebatnya. Sulfat bereaksi dengan kalsium hidroksida
dan juga kalsium alumina hidrat. Reaksi yang terjadi dapat menyebabkan
pengembangan volum dan mengakibatkan terjadinya ekspansi. Pada pengaruh
sulfat kontinu, ekspansi tersebut akan menimbulkan keretakan yang dapat
mengakibatkan beton hancur.
26
: 4,25 %
Al2O3
: 1,77 %
Fe2O3
: 0,45 %
CaO
: 49,59 %
MgO
: 3,07 %
27
b. Sandy clay
Bahan baku penting lainnya adalah clay. Clay terbentuk dari hancuran alkali
dan alkalin di alam yang mengandung aluminium silikat dan dari konversi
produk kimianya, terutama feldspar dan mika. Komponen utama clay
dibentuk oleh hydrous aluminium silicates. Clay dibagi menjdi group kaolin,
grup montmorinolite, grup clay mika termasuk illite dan klorida.
Kebutuhan clay untuk semua plant di Citeureup dipenuhi dari tambang
daerah Hambalang. Berikut adalah komposisi dari clay (Quality Control, 10
April 2013).
SiO2
: 63,30 %
Al2O3
: 14,89 %
Fe2O3
: 5,05 %
CaO
: 1,39 %
MgO
: 1,45 %
Untuk plant 1-2, bahan baku korektif yang digunakan adalah pasir besi (iron
sand) yang dibeli dari PT Aneka Tambang (persero) Tbk. Cilacap.
28
muncul
dalam
limestone
terutama
dalam
bentuk
diatomite
29
b. Alkali
Kandungan K2O dan Na2Osudah ada dalam bahan baku seperti clay dimana
komponen-komponen ini terdispersi dalam feldspar, mika, dan partikel illite,
serta sejumlah kecil abu batubara. Selama proses pembakaran dalam rotary
kiln, sebagian dari alkali menguap dalam zona pembakaran yang dapat
menyebabkan sirkulasi alkali.
c. Sulfur
Sulfur atau belerang biasanya muncul dalam bentuk silfida (pyrite dan
marcasite) dalam semua bahan baku semen. Kelebihan kandungan sulfur
seperti SO2 dapat bereaksi dengan CaCO3 dalam preheater dan kembali ke
kiln dalam bentuk CaSO4. Zat ini juga dapat memproduksi alkali sulfat yang
dapat mempengaruhi operasi kiln dan kualitas semen. Selain itu, kandungan
sulfur yang berlebih dapat menyebabkan penambahan emisi SO2 pada gas
buangan, menyumbat saluran preheater, dan bersifat korosif yang dapat
merusak peralatan. Untuk mengontrol setting time, semen membutuhkan
kalsium sulfat (gypsum) yang ditambahkan pada clinker. Kandungan
maksimum yang diperbolehkan dalam semen antara 1,7 2,4 %.
d. Klorida
Klorida bereaksi dengan alkali dala rotary kiln membentuk alkali klorida,
dan bersirkulasi di antara zona pembakaran kiln dan preheater, membentuk
sebuah siklus atau sirkulasi.
Mekanisme terjadinya suatu siklus klorida, alkali, atau sulfur (dikenal
dengan istilah alkali-cycle atau sulfur-cycle) terjadi di zona pembakaran kiln
dimana komponen tersebut menguap karena suhu yang tinggi. Komponenkomponen ini akan membentuk gas dan terbang bersama gas buang kiln
menuju preheater. Di dalam preheater, karena suhunya lebih dingin, maka
akan terjadi pengembunan hingga pemadatan kembali di dalam preheater.
Padatan yang terbentuk tak jarang menyumbat saluran di dalam preheater.
30
Proporsi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan semen pada plant 1-2 adalah
sebagai berikut (Quality Control, 10 April 2013):
Limestone
: 84,36 %
Sandy clay
: 14,34 %
Iron sand
: 1,32 %
31
Keuntungan:
a. Panas yang digunakan pada waktu pembakaran tidak sebesar panas yang
digunakan pada waktu pembakaran di proses basah.
b. Debu yang dihasilkan relatif lebih sedikit dibandingkan proses kering.
3. Proses semi kering
Dalam proses semi kering, umpan masuk kiln dalam bentuk butiran. Bahan baku
yang telah dihancurkan, digiling dalam raw mill. Selanjutnya dibentuk butiranbutiran dalam unit granulasi dengan penambahan 10 15 % air dan dicampur
untuk mencapai homogenitas. Setelah homogen baru diumpankan ke kiln.
Kerugian:
a. Peralatan yang digunakan lebih banyak
b. Debu yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan proses basah dan
semi basah.
4. Proses kering
Umpan yang masuk kiln berupa bubuk kering. Kadar air bahan baku antara 0,5
1,0 %. Saat ini proses yang paling banyak digunakan dalam pembuatan semen,
termasuk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., adalah proses kering.
Keuntungan:
a. Kiln yang digunakan lebih pendek
b. Kebutuhan panas lebih rendah
Kerugian:
a. Campuran tepung baku kurang homogen dibandingkan proses basah.
b. Banyak menimbulkan debu
32
Proses
< 100
100 400
400 750
600 900
600 1000
Reaksi kimia
800 1300
12500 1450
1450 1200
Pendinginan kiln
1200 100
20 C
1300 C
193,0
199,0
143,5
159,6
119,2
173,0
146,0
129,0
111,0
16,0
21,0
25,0
37,0
33
I.
:2%
SO3
: 3,5 %
Total alkali
: 0,6 %
Free lime
:1%
c. Setting time
Waktu pengikatan disyaratkan untuk mengendalikan sifat plastisitas dan
workability dari adonan semen. Setting time dipengaruhi oleh temperatur dan
kelembaban relatif. Temperatur yang tinggi dapatmenyebabkan waktu
pengikatan menjadi pendek. Penambahan bahan retarder seperti gypsum
juga mempengaruhi waktu pengikatan. Semakin banyak gypsum yang
ditambahkan, maka setting time-nya juga semakin lama.
d. Kuat tekan
Syarat ini digunakan untuk mengontrol kemampuan untuk menerima beban
tekan dari mortal atau beton yang akan dibuat. Kuat tekan dipengaruhi oleh:
Komposisi mineral, kandungan CaO, MgO, dan gypsum
Temperatur
34
Kehalusan semen
Rasio semen-air
Cara pengerjaan dan perlakuan
Standar kuat tekan minimum yaitu:
230 kg/cm2 setelah 3 hari
300 kg/cm2 setelah 7 hari
400 kg/cm2 setelah 28 hari
e. Panas hidrasi
Syarat ini digunakan untuk mengontrol agar panas yang digunakan pada
reaksi hidrasi semen tidak terlalu besar. Panas yang terlalu besar dapat
menimbulkan keretakan pada beton.
f. False set
Hal ini terjadi bila adonan megeras dalam waktu yang singkat. Dengan
proses weathering pada semen, false set dapat dihindari sehingga alkali
karbonat tidak terbentuk dari alkali dalam semen dan CO2 dalam udara.
g. Specific gravity
Specific gravity digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui kesempurnaan
pembakaran clinker dan untuk mengetahui apakah clinker telah tercampur
dengan sempurna.
2. Parameter Kimia
a. Loss of Ignition (LOI)
LOI disyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat
diuraikan pada pemijaran. Besarnya hilang pijar yang tergantung pada
banyaknya air kristal gypsum umumnya berkisar 2,5 3 %. Hilang pijar
pada semen terutama disebabkan oleh terjadinya penguapan air kristal yang
berasal dari gypsum dan penguapan air dan CO2 yang terlepas ke udara.
b. Insoluble Residue (IR)
IR adalah residu yang tetap tinggal di ayakan setelah semen direaksikan
dengan HCl dan Na2CO3. Nilai IR umumnya 1,5 %. IR dibatasi untuk
35
36
Tipe
I
II
III
IV
MgO max
5,0
5,0
5,0
5,0
5,0
3,0
3,0
4,5
3,0
3,0
2,5
3,0
3,0
LOI max
3,0
3,0
3,0
2,5
3,0
IR max
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
C3S max
35
C3S min
40
C3A max
25
56
3. Modulus Semen
Komposisi clinker yang terdiri dari banyak komponen dengan tingkat
kemungkinan yang sangat banyak da raw mix-nya bersumber dari bermacammacam bahan baku dengan komposisi yang kompleks. Kompleksitas itu
menyulitkan dalam membuat konfigurasi penyusunan bahan baku. Hal ini perlu
memenuhi persyaratan semen yang dikehendaki. Untuk itulah dibuat rasio yang
dapat memudahkan kontrol komposisi semen. Rasio itu disebut Modulus.
Untuk menentukan proporsi bahan baku, digunakan modulus semen.
Modulus semen adalah bilangan yang menyatakan perbandingan senyawasenyawa seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Modulus-modulus ini digunakan
sebagai dasar untuk menghitung perbandingan bahan baku yang diperlukan
untuk pembuatan terak dengan komposisi yang diinginkan, sehingga
menghasilkan jenis semen yang sesuai dengan standar produk yang berlaku.
Modulus yang dipakai dalam semen adalah:
37
Harga LSF antara 66 120 tetapi disarankan 92 96. Free lime disebabkan
oleh harga LSF yang lebih besar dari 100. Semakin tinggi harga LSF
biasanya kekuatan semen semakin baik dan membutuhkan panas yang lebih
tinggi pada proses pembakaran clinker.
b. Silica Modulus (SM)
Harga IM berkisar antara 1,5 2,5. Semen yang mempunyai harga IM tinggi
mengakibatkan waktu pengerasan yang sangat cepat sehingga diperlukan
gypsum dalam jumlah besar.
38
BAB IV
DESKRIPSI PROSES
A. Konsep Proses
Proses pembuatan semen dengan bahan baku batu kapur, tanah liat, dan pasir besi
dilakukan berdasarkan pada reaksi dehidrasi, kalsinasi, dan molekulerisasi.
1. Reaksi dehidrasi
CaCO3.xH2O(s) CaCO3(s) + xH2O(g)
(9)
(10)
(11)
(12)
Reaksi dehidrasi terjadi pada fase padat dan bersifat irreversible endotermis.
Reaksi ini meliputi penguapan air bebas yang terjadi di raw mill dan penguapan
air terikat yang terjadi di suspension preheater (SP).
2. Reaksi kalsinasi
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
(13)
(14)
Reaksi kalsinasi terjadi pada fase padat dan gas serta bersifat irreversible
endotermis. Reaksi ini mulai terjadi di suspension preheater kemudian berlanjut
di kiln.
3. Reaksi molekulerisasi
2CaO(l) + SiO2(l) 2CaO.SiO2(l) (C2S)
(15)
(16)
(17)
(18)
Reaksi molekulerisasi terjadi pada fare cair dan bersifat irreversible eksotermis.
Reaksi ini terjadi di rotary kiln pada suhu 850 1450 C dan tekanan 4,10
7,40 bar.
39
B. Langkah Proses
Secara garis besar, proses pembuatan semen di Plant 1-2 PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. dibagi dalam beberapa tahap berikut:
1. Raw Mill Section
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku perlu mengalami
tahap pengeringan dan penggilingan. Hal ini dimaksudkan untuk:
a. Mengeringkan bahan baku hingga kadar airnya berkurang dari 9,5 %
menjadi 1 %.
b. Mereduksi ukuran bahan baku dari 30 mm hingga ukurannya menjadi 170
mesh (90 ) sehingga diperoleh material yang lebih halus dengan luas
permukaan besar yang berpegaruh pada keefektifan di suspension preheater
dan kiln
c. Mencampur bahan sehingga diperoleh campuran yang homogen dan
menghasilkan LSF, SM, dan IM yang ditentukan
40
d. Memisahkan bahan yang masih kasar agar dapat diproses kembali sehingga
memenuhi syarat untuk umpan di Burning Section (raw meal)
Batu kapur (limestone), tanah liat (sandy clay), dan pasir besi (iron
sand) dari tempat penampungan sementara dimasukkan ke dalam hopper dengan
belt conveyor. Dari hopper menggunakan apron conveyor, bahan baku
ditimbang dengan weighing feeder untuk menghitung banyaknya bahan baku
yang diperlukan. Dari weighing feeder, bahan baku tersebut melewati belt
conveyor untuk diumpankan masuk ke dalam raw mill.
Dalam proses penggilingan dengan mill juga terjadi proses
pengeringan dengan menggunakan gas panas yang berasal dari SP (Suspension
Preheater) dengan temperatur + 300oC. Lifter dipasang diruang pengeringan
yang berfungsi untuk membantu kontak gas panas dengan material yang masuk.
Material yang telah tergiling kemudian akan terlempar dan terisap
menuju separator. Material yang halus akan menuju alat penangkap debu
Electrostatic Precipitator (EP). Sedangkan material yang masih kasar akan jatuh
kembali ke meja akibat gravitasi yang kemudian masuk bucket elevator untuk
dikembalikan ke dalam mill melalui saluran masuk yang berada di separator
untuk digiling kembali. Pada EP, debu yang tidak tertangkap dibuang ke udara
bebas melalui cerobong. Batas emisi debu disini adalah 80 mg/m3. Sedangkan
bahan baku halus yang dapat ditangkap EP akan jatuh kemudian akan diangkut
dengan screw conveyor dan air slide, kemudian dibawa masuk ke bucket
elevator dan dialirkan ke blending silo untuk dihomogenisasi.
2. Burning Section Section
Pada proses pembakaran ini akan terjadi reaksi kimia antara batu
kapur, silika, tanah liat dan pasir besi membentuk clinker dengan kandungan
C2S,C3S,C3A dan C4AF. Proses pembakaran meliputi tahapan:
a. Tahap Homogenisasi
Proses ini terjadi di dalam blending silo dengan menggunakan
bantuan udara bertekanan tinggi dari dasar silo. Tujuan homogenisasi adalah
untuk menghomogenkan campuran tepung baku, sehingga diharapkan tidak
41
akan terjadi kesulitan pada saat operasi di kiln. Keuntungan tahapan ini
adalah:
42
berlawanan arah dengan umpan. Dengan adanya susunan siklon di SP, maka
tepung baku mengalami pemanasan sepanjang tingkatan di siklon dan karena
gaya sentrifugal, material akan turun terpisah dengan gas panas. Karena
dorongan gas panas dari siklon 3, maka material yang berada di saluran
antara siklon 4 dan 3 terangkat masuk siklon 4. Pada siklon 4 terjadi proses
penguapan air yang terdapat pada tepung baku. karena gaya sentrifugal
material akan terpisah dengan gas panas. Material akan turun ke siklon 3 dan
2. karena ada dorongan gas panas dari siklon 2 maka material akan masuk di
siklon 3. Pada siklon 3 terjadi pemisahan material dengan gas panas
sehingga material akan jatuh ke saluran siklon 4, sedangkan gas panas akan
naik. Hal yang sama terjadi pada siklon 2 dan 1, material yang jatuh pada
siklon 1 masuk ke dalam calciner (KSV). Pada calciner material menerima
gas panas dari kiln yang selain menaikkan temperaturnya juga mendorong
terjadinya proses prekalsinasi hingga 85-90%.
43
CaO + CO2
(13)
Panas
44
1) Calcining Zone
Pada zone ini raw meal dari preheater akan mengalami pemanasan
hingga 900 0C dan proses yang terjadi adalah proses penguraian secara
maksimum dari unsur-unsur reaktif yang terkandung dalam material.
Pada kondisi ini material masih berbentuk bubuk, dan bagian dalam kiln
digunakan lapisan brick alumina.
2) Transition Zone
Karena adanya slope kiln ke arah outlet dan bergerak memutar, maka
material dari calcining zone akan bergerak ke daerah transition zone.
Pada daerah ini material mengalami pemanasan hingga 1200 0C.
Proses yang terjadi adalah mulai terbentuk reaksi sedikit demi sedikit
antara CaO dengan senyawa SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Material mulai
berubah menjadi cair dan pada daerah ini.
3) Sintering Zone
Pada daerah ini material mulai mendekati sumber panas yang terpancar
dari burner. Pemansan yang terjadi hingga 1500 0C. Proses yang
terjadi adalah pelelehan dari seluruh material dan reaksi maksimum
antara CaO dengan unsur SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 membentuk mineral
compound senyawa utama klinker yaitu C2S (belite), C3S (alite), C3A
(celite), dan C4AF (felite). Reaksi ini disebut reaksi klinkerisasi. Lapisan
yang terpasang pada dinding kiln adalah brick
(18)
(16)
(15)
(17)
45
4) Cooling Zone
Material yang berbentuk cair di sintering zone akan mengalir ke
coolingzone dan akan mengalami perubahan fasa karena material
menjauhi burner gun. Temperatur akan turun hingga mencapai 1200
0
C, dan karena adanya gerakan rotasi kiln, maka sebagian besar material
(19)
46
47
Chamber 1 diisi oleh bola-bola baja (steel ball) ukuran diameter 60, 70, dan 80
mm dan chamber 2 diisi baja dengan diameter 17, 20, 30 dan 50 mm dan proses
kontak antara steel ball dan clinker di masing-masing chamber berlangsung
30 menit. Dinding shell dilapisi dengan linear yang berfungsi mengarahkan
gerakan stell ball dan melindungi shell. Dengan adanya putaran mill maka akan
terjadi benturan antara steel ball dengan clinker sehingga clinker dapat hancur
dan halus yang mengakibatkan suhu dalam alat menjadi tinggi.
Sedang suhu dalam alat ini tidak boleh lebih dari 120 oC karena
gypsum akan kehilangan air kristalnya sehingga tidak dapat berfungsi sebagai
retarder dan semen yang dihasilkan akan mengalami proses false set yang lebih
cepat. Oleh karena itu di kedua ujung cement mill terdapat water spray yang
berfungsi untuk menyemburkan air agar suhu di dalam mill kurang dari atau
sama dengan 120oC.
Produk yang keluar dari Cement mill sebagian besar masuk lewat air
slide ke bucket elevator untuk selanjutnya dengan bantuan air slide, material
masuk O-sepa separator. Disini terjadi pemisahan partikel, partikel yang belum
memenuhi syarat kehalusan akan masuk kembali ke mill sedangkan partikel
halus akan masuk cement silo sebagai produk dengan bantuan air lift. Hasil
kasar (tailing) akan kembali masuk ke mill, sedagkan hasil yang halus bersama
dengan hasil dari air separator dan produk halus yang terikat udara masuk
dalam EP lewat air slide akan masuk ke cement silo dengan bantuan air lift.
4. Packing House Section
Dari cement silo, produk semen yang sudah jadi diangkut
menggunakan air slide menuju bucket elevator. Dari bucket elevator, semen
dimasukkan ke dalam vibrating screen untuk memisahkan material yang halus
dan kasar serta pangotor yang ikut terbawa produk semen.
Material kasar dan pengotor dibuang dengan menggunakan corong
vibrating screen di bagian atas, sedangkan material yang halus langsung masuk
ke dalam cement bin. Dari Bin, semen dialirkan ke dalam in-line packer. Jika
bin tersebut telah penuh maka semen akan terus bersirkulasi, yaitu dijatuhkan
48
49
BAB V
SPESIFIKASI ALAT
Spesifikasi:
Kode alat
: B3-01.0
Tipe
Ukuran
Kapasitas
: 130 ton/jam
Prinsip kerja:
Size reduction terjadi karena impact dari hammer mill. Pada alat ini digunakan
impeller untuk melemparkan material dengan kecepatan yang tinggi ke arah
plate impact yang keras dan kasar (breaker plate). Impact crusher digunakan
untuk material-material dengan daya lengket rendah dan rapuh. Yang perlu
diperhatikan adalah plate breaker sering aus.
Spesifikasi:
Kode alat
: B2-02.0
Tipe
Ukuran
: 750 630
Kapasitas
: 25 ton/jam
50
Prinsip kerja:
Material dihancurkan dengan melewatkan material tersebut di antara kedua roll
yang sedang berputar secara berlawanan arah. Material yang akan dihancurkan
akan diatur oleh alur/gigi secara melintang atau memanjang dari double roll
crusher tersebut.
c. Clay Drier
Tugas:
Mengeringkan moisture content tanah liat (clay) dari 28 % menjadi 3 %
Spesifikasi:
Kode alat
: D-01.0
Tipe
Ukuran
Kapasitas
: 25 ton/jam
Prinsip kerja:
Raw material masuk melalui cone feed ke dalam dryer. Pengeringan berlangsung
antara material dengan gas yang masuk searah dengan material basah hingga
terjadi penguapan air dari material tersebut. Gas panas yang digunakan
merupakan sisa pembakaran di kiln an telah dialirkan melalui SP. Mengalirnya
material disebabkan oleh kemiringan dryer, putaran, dan aliran gas panas. Di
dalam rotary dryer terdapat pengangkat/lifter yang jumlahnya ratusan dengan
tinggi 40 cm yang digunakan untuk meratakan pengeringan pada material.
Material yang masuk akan berputar mengikuti putaran dryer sehingga material
tersebut akan jatuh ke bawah pada saat berada di bagian atas di dalam rotary
dryer. Gas panas keluar dari dryer bercampur dengan debu halus. Gas tersebut
kemudian dialirkan masuk ke dalam cyclone.
51
: E-07.15
: Tube Mill
Ukuran
: 3.9 m ID 12 m L
Kapasitas
: 120 ton/jam
Prinsip kerja:
Di dalam alat ini terjadi proses pencampuran, penghancuran, penggilingan,
penghalusan, dan pengeringan. Raw material masuk melalui cone feed. Material
digiling dengan media penggiling berupa steel ball yang berdiameter 17 90
mm. Pengeringan berlangsung akibat kontak antara material dan gas panas yang
berasal dari SP. Gas panas dan material dialirkan secara co-current. Penghalusan
terjadi karena tumbukan dan gesekan antara steel ball dan material akibat
putaran mill.
:-
Tipe
: Steel Construction
Ukuran
: 11 m ID 23 m IH
Kapasitas
: 2000 ton
Prinsip kerja:
Dari air blending silo, material masuk ke bagian storage melalui sistem
pengangkutan air slide. Pada bagian storage ini produk raw meal disimpan
untuk kemudian diumpankan ke SP.
52
: F-11.1
Tipe
: Steel Construction
Ukuran
: 10,7 m ID 16 m IH
Kapasitas
: 1000 ton
Prinsip kerja:
Udara bertekanan tinggi dan udara bertekanan rendah dialirkan ke dalam silo
secara pulsuatif. Air blending silo mempunyai 9 segmen yang akan
menghembuskan udara bertekanan tinggi dan rendah secara kontinu dan bertahap
yaitu 10 detik off dan 5 detik on untuk udara bertekanan tinggi. Sedangkan untuk
udara bertekanan rendah dialirkan terus menerus. Setiap kali menghembuskan
udara bertekanan tinggi hanya 2 segmen yang bekerja. Alat ini juga dilengkapi
dengan aerator homogenitas material dimanna di setiap segmen memiliki 66
aerator. Proses homogenasi ini berlangsung selama 2 jam. Setelah proses
homogenisasi ini selesai, kemudian dilakukan pengecekan homogenitas bagian
bawah dan bagian atas. Setelah benar-benar homogen, material ini dimasukkan
ke dalam storage silo (raw material silo).
g. Air Separator
Tugas:
Memisahkan semen yang masih kasar untuk digiling kembali
Spesifikasi:
Kode alat
: I-06.1
Tipe
Ukuran
Kecepatan
: 140 70 rpm
Kapasitas
: 80 ton/jam
53
Prinsip kerja:
Material hasil penggilingan dari raw mill dimasukkan ke dalam air separator
dan jatuh di atas piringan pembagi yang berputar dan ditebarkan, kemudian
disirkulasikan oleh baling-baling fan. Akibat dari sirkulasi ruang yang berbentuk
cone, material kasar akan mengalami gaya sentrifugal dan menghantam dinding
sehingga akan kehilangan kecepatan. Pada saat itu, material kasar juga akan
mengalami gaya gravitasi sehingga akan jatuh ke dalam hopper tabung yang
berbentuk kerucut. Partikel-partikel yang kasar dikembalikan ke grinding mill
dan partikel yang halus akan terbawa aliran udara naik ke atas. Selanjutnya
partikel halus ini akan masuk ke cyclone dan keluar sebagai produk halus dari
bagian atas cyclone.
B. Burning Section
a. Clinker Silo
Tugas:
Sabagai tempat penyimpanan sementara untuk clinker
Spesifikasi:
Kode alat
:-
Tipe
: concreete construction
Ukuran
: 22 m ID 45.7 m IH 50.3 m OH
Kapasitas
: 17372 m3
Prinsip kerja:
Setelah didinginkan dan dihancurkan, clinker dibawa oleh apron conveyor ke
dalam clinker silo untuk disimpan sementara. Pada saluran pengeluaran terdapat
apron conveyor untuk membawa clinker dari clinker silo ke finish grinding mill.
54
Spesifikasi
Kode alat
: G-14.0
Tipe
Ukuran
Kapasitas
: 1500 ton/hari
Prinsip kerja:
Clinker jatuh dari rotary kiln ke grate plate membentuk tumpukan. Karena
adanya geraka plate (moving grate plate) yang berlawanan arah maka clinker
akan bergerak maju. Udara dingin yang ditiupkan blower lewat bagian bawah
grate menembus tumpukan clinker. Sebagian udara pendingin dihembuskan
sebagai udara sekunder untuk pembakaran di kiln dan sebagian lagi masuk ke
dalam EP untuk menangkap sisa debu sebelum dibuang ke udara bebas. Clinker
yang mempunyai ukuran lebih besar dari yang diinginkan akan dihancurkan ke
dalam impact crusher yang terdapat di antara susunan grate. Clinker yang telah
mengalami size reduction kemudian masuk ke drag chain, bergabung dengan
clinker dari chamber menuju apron conveyor.
c. Rotary Kiln
Tugas:
Sebagai tempat kalsinasi lanjutan hingga semua CaCO3 dan MgCO3 habis
terdekomposisi
Spesifikasi:
Kode alat
Tipe
: Rotary 3 Support
Ukuran
Kapasitas
: 2000 ton/hari
55
Prinsip kerja:
Umpan kiln berasal dari suspension preheater yang masuk dari ujung kiln (kiln
inlet hood) dengan suhu kira-kira 800 900 C dan dari ujung yang lain
disemburkan gas panas. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi lanjutan (+ 15 %)
dan sintering sehingga raw meal menjadi clinker. Kemiringan dan putaran kiln
menyebabkan material bergerak ke ujung pembakaran dan kemudian jatuh ke
dalam air quenching cooler yang dilengkapi dengan cooling air fan untuk
pendinginan lebih lanjut.
d. Suspension Preheater
Tugas:
Tempat reaksi kalsinasi dan pemanasan awal
Spesifikasi:
Kode alat
: MG-06.0
Tipe
Ukuran
: C1 6200 mm 1
C2 5500 mm 1
C3 4400 mm 1
C4 3300 mm 1
Kapasitas
: 2000 ton/hari
Prinsip kerja:
Material masuk ke saluran tepung baku yang terdapat di antara stage keempat
dan ketiga. Tepung baku ini akan bertemu dengan gas panas yang keluar dari
cyclone ketiga dan terbawa ke cyclone keempat. Pada cyclone ini, debu dan gas
panas akan keluar akibat hisapan EP fan. Sedangkan material akan jatuh ke
bawah dan masuk cyclone ketiga karena terbawa aliran gas dari cyclone kedua.
Pada cyclone ketiga, debu dan gas panas akan terbawa ke atas sedangkan
material akan jatuh ke bawah dan masuk cyclone pertama. Demikian proses
seharusnya yang terjadi pada stage yang lain. Material akan mengalami
prekalsinasi dimana CaCO3 yang terdapat dalam material akan terurai menjadi
56
CaO dan CO2 dengan menggunakan gas tersier dari cooler dan udara sisa
pembakaran di kiln. Setelah material mengalami prekalsinasi, material akan
terbawa ke kiln melalui kiln inlet hood. Pada suspension preheater ini, derajad
kalsinasi dapat mencapai 85 90 %.
: I-05.1-5
Tipe
: tube mill
Ukuran
: 4100 ID 12500 L
Kecepatan
: 15.2 rpm
Kapasitas
: 80 ton/jam
Prinsip kerja:
Material berup campuran antara clinker, gypsum, dan additive masuk melalui
inlet di chamber 1 material dihancurkan oleh steel ball ukuran besar dan
kemudian masuk chamber 2 untuk digerus/dihaluskan oleh steel ball yang
berukuran lebih kecil. Suhu di dalam mill dijaga supaya selalu dibawah 120 C.
b. Air Separator
Tugas:
Memisahkan material halus dan material yang masih kasar setelah grinding
Spesifikasi:
Kode alat
: I-06.1
Tipe
Ukuran
Kecepatan
: 140 70 rpm
Kapasitas
: 80 ton/jam
57
Prinsip kerja:
Material hasil penggilingan dari cement mill dimasukkan ke dalam air separator
dan jatuh di atas piringan pembagi yang berputar dan ditebarkan, kemudian
disirkulasikan oleh baling-baling fan. Akibat dari sirkulasi ruang yang berbentuk
cone, material kasar akan mengalami gaya sentrifugal dan menghantam dinding
sehingga akan kehilangan kecepatan. Pada saat itu, material kasar juga akan
mengalami gaya gravitasi sehingga akan jatuh ke dalam hopper tabung yang
berbentuk kerucut. Partikel-partikel yang kasar dikembalikan ke cement mill dan
partikel yang halus akan terbawa aliran udara naik ke atas. Selanjutnya partikel
halus ini akan masuk ke cyclone dan keluar sebagai produk halus dari bagian
atas cyclone.
: J-08.0
Tipe
: steel construction
Ukuran
: 3.5 m 3.5 m 5 m
Kapasitas
: 50 ton
Prinsip kerja:
Semen yang telah diangkut dengan bucket elevator ditampung di feed bin selama
beberapa waktu dengan dihembuskan udara oleh blower dari bagian bawah
untuk menghomogenkan semen. Semen keluar jatuh dari bagian bawah menuju
vibrating screen.
58
b. Packer
Tugas:
Memasukkan semen ke dalam kantong
Spesifikasi:
Kode alat
: J-14.0
Tipe
Ukuran
Akurasi
: 1/200
Kecepatan
: 1050 rpm
Kapasitas
: 90 ton/jam
Prinsip kerja:
Kantong diletakkan di atas saddle, limit switch tersentuh dan mengirim perintah
ke unit magnet untuk menarik rod ke atas dan ratchet hook terlepas. Ifilling tube
naik dan lubang akan terbuka. Pengisian berjalan sambil ditimbang. Setelah
pengisian sama dengan berat pembanding, hanger sadle turun, lubang tertutup
kembali, dan kantong dijatuhkan ke atas conveyor.
c. Cement Silo
Tugas:
Menyimpan semen yang sudah dihaluskan di Finish Mill Section
Spesifikasi:
Kode alat
:-
Tipe
: steel construction
Ukuran
: 15 m ID 28 m IH 31 m OH
Kapasitas
: 5000 ton
Prinsip kerja:
Setelah mengalami proses grinding, semen dialirkan dengan air sliding conveyor
menuju cement silo untuk penampungan sementara. Untuk proses packing,
semen juga dialirkan dari silo menggunakan air sliding conveyor.
59
: G-09.0
Tipe
Ukuran
: 22 m L 10 m W 20 m H
plate: 9358 mm H 1980 mm W 156 pcs
wire: 10300 mm L 1216 pcs
pitch: 250 mm
Kapasitas
Prinsip kerja:
Prinsip penangkapan debu dari EP didasarkan pada efek ionisasi di dalam
medan listrik yang kuat. Medan listrik ini dihasilkan oleh elektroda negatif yang
bertindak sebagai elektroda pelepas muatan listrik dan elektroda positif yang
bertindak sebagai elektroda pengumpul. Elektroda pengumpul berupa plat-plat
yang diletakkan berderet dan dihubungkan dengan bumi (ground), sedangkan
elektroda pelepas berupa kawat-kawat yang diletakkan berderet dekat elektroda
pengumpul dan dihubungkan dengan tegangan tinggi. Elektroda pengumpul
mempunyai polaritas positif dan elektroda pelepas mempunyai polaritas negatif.
Di antara kedua elektroda tersebut dialirkan tegangan tinggi searah sebesar 40
80 kV. Karena pengaruh medan listrik yang kuat di antara kedua elektroda
sesuai dengan gaya hukum tarik medan listrik oleh coloumb maka ion negatif
mendapat gaya tarik ke arah elektroda positif dan ion-ion positif mendapat gaya
tarik ke arah elektroda negatif. Bila gas masuk EP mengandung debu maka ionion dari partikel debu yang telah bermuatan listrik tersebut akan akan tertarik ke
arah elektroda yang bersesuaian, dimana pada
masing-masing elektroda
bermuatan listrik dan partikel debu akan dinetralisir kembali. Proses ini
berlangsung terus-menerus hingga debu yang menempel pada masing-masing
60
2. Dust Collector
Tugas:
Memisahkan gas buangan suspension preheater dari padatan halus yang terbawa
gas buangan tersebut serta memebersihkan debu dari coal bin
Spesifikasi:
Kode alat
: EH-10.0
Tipe
Ukuran
61
BAB VI
SISTEM UTILITAS
Unit utilitas berfungsi sebagai unit pendukung yang bertugas untuk mensuplai
kebutuhan bagi unit-unit yang lain. Adapun unit utilitas di PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut :
2.
Menjamin kelancaran stok dan distribusi air bersih dari instalasi produksi ke
setiap pemakai, yaitu
3.
Kepentingan Proyek
4.
Pemeriksaan kualitas air, baik air baku maupun air bersih secara perodik
termasuk limbah
5.
1.
63
Keterangan
Parameter
Keterangan
Warna
Tidak berwarna
Besi
0,2 mg/lt
Bau
Tidak berbau
Klorida
250 mg/lt
Rasa
Tidak berasa
Sulfat
250 mg/lt
pH
6,5 - 8,5
Nitrat
0,1 mg/lt
Kekeruhan
10 ppm
Timbal
3,0 mg/lt
Zat organik
10 mg/lt
mangan
0,1 mg/lt
Kesadahan
150 500
Korosi/ karat pada pipa dan peralatan terutama yang tertanam dalam tanah.
64
Fouling organism, lumut, jasad hidup lain seperti siput yang mengakibatkan
penyumbatan pada pipa dan sistem.
Kehilangan air karena kebocoran bak, tidak tersirkulasinya air secara baik/
tidak mengalir pada proporsi yang sebenarnya.
Syarat baku mutunya dapat dilihat pada tabel 8 (Departemen Kontrol Proses).
2.
Parameter
Keterangan
Parameter
Keterangan
Temperatur
Suhu udara
Klorida
pH
6,5 9
Sulfat
Kekeruhan
Maks 25 ppm
Nitrat
Maks 1 mg/lt
Kesadahan
CO2
Maks 20 mg/lt
Total padatan
Mangan
Besi
Maks 1 mg/lt
Magnesium
Water Treatment
Instalasi water treatment merupakan sarana untuk melakukan kegiatan
mulai dari pengambilan air baku dari sungai Cileungsi yang kemudian
memprosesnya menjadi air siap pakai atau didistribusikan sebagai pendingin, air
baku boiler. utilitas umum dan perusahaan group secara kuantitatif maupun
kualitatif. instalasi ini terletak di areal P-6/8 dengan menempati lahan 2 Ha.
65
Jenis
pembangkit
Diesel
Diesel
Turbin uap
Jumlah
unit
5
9
1
Kapasitas,
MW
8,20
19,00
11,87
Turbin gas
42,00
Total, MW
41,00
171,00
11,87
84,00
Bahan
bakar
IDO
IDO
Batubara
Gas
bertekanan
66
pembangkit listrik diesel power station dan juga untuk pemanasan awal di
rotary kiln.
3. Batubara
Batubara digunakan untuk bahan bakar burner di suspension preheater dan
rotary kiln. Untuk memenuhi kebutuhan batubara, PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk. Mengadakan kontrak kerja dengan PT Krakatau Steel yaitu
terminal batubara di Cigading seluas 18 Ha yang terletak di zona PT Krakatau
Steel, Cilegon Serang yang terminalnya dikelola oelh PT KICE.
4. Bahan bakar alternatif
Sebagai upaya dalam keberlanjutan penggunaan bahan bakar fosil, PT
Indocement
Tunggal
Prakarsa,
Tbk.
melakukan
tindakan
mengurangi
67
2. Lem
Digunakan untuk merekatkan bagian-bagian tepi kertas agar terbentuk menjadi
kantong-kantong kertas. Lem dibuat dengan cara mencampurkan tepung kanji
(tapioka) dan air dengan perbandingan 1:10 lalu dimasak sampai suhu 60 C,
kemudian ditambahkan tawas dari Polyvinyl Asetat (PVA) sebagai pengawet.
3. Benang dan Kapas
Jenis benang yang dipakai adalah benang polyester fibre dan benang
polypropilen multifilamen. Benang dipilih warna putih untuk semen Portland
dan merah untuk semen putih.
4. Tinta
Digunakan untuk memberi warna atau mencetak logo kantong semen merk
dagang perusahaan. Warna standard yang digunakan adalah warna merah dan
biru. Jenis tinta yang dipakai adalah callier dari Singapura, camantika dari
Jepang, dan DTC dari Jakarta.
5. Filler Cord
Digunakan untuk menutup lubang jahitan dan bantalan benang sehingga
memperkuat kantong semen. Jenis filler cord yang dipakai adalah polyamida
robe.
Mesin pembuat kantong semen terdiri dari dua mesin utama yaitu:
1. Tubing Machine
Konstruksi pada tubing machine dibagi menjadi lima unit:
a. Paper Roll Stand Unit, digunakan untuk meletakkan gulungan kertas yang
akan dibuat kantong setengah jadi.
b. Printing Unit, digunakan untuk mencetak logo/cap perusahaan pada
lembaran kertas yang akan dibuat kantong.
c. Edge Position Controller and Web Draw Unit, digunakan untuk menjaga
agar tegangan dari lembaran kertas berubah serta mengatur dan menjaga
posisi dari lapisan kantong bagian dalam dan bagian luar pada saat lembaran
kantong akan dipotong.
68
Berdasarkan kebutuhannya, dibuat jenis kantong semen sesuai dengan jenis semen
yang ada, yaitu:
1. Semen Portland Tipe I
6 lapis dengan kapasitas 50 kg
2. Fly Ash Cement
a. 5 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 dan 50 kg untuk luar Jawa.
b. 4 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 kg untuk Pulau Jawa.
3. Oil Well Cement
a. 6 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 dan 50 kg untuk luar Jawa.
b. 4 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 kg untuk Pulau Jawa.
4. White Cement
a. 6 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 dan 50 kg untuk luar Jawa.
b. 4 lapis (1 lapis polyethylene coating), isi 40 kg untuk Pulau Jawa.
69
70
2. Rigger
Rigger bertugas dalam bidang pengangkutan, misalnya pengangkutan alat dari
unit fabrikasi ke unit produksi dan sebagainya.
3. Fitter
Fitter bertugas melepas dan memasang kembali bagian-bagian alat yang akan
dan telah dipakai.
4. Fabrikasi
Unit ini bertugas mengerjakan/membuat bagian-bagian mesin yang ada
hubungannya dengan pengelasan dan penggunaan plat-plat baja sebagai benda
kerja, misalnya membuat bucket, siklon, dan lain-lain.
5. Welder
Unit welder bertugas sebagai tenaga pengelasan.
71
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
Laboratorium kimia
Laboratorium ini bertugas menganalisa secara kimia bahan baku, klinker, dan
semen yang meliputi:
72
Laboratorium fisika
Laboratorium fisika sebagai tempat menganalisis hal-hal yang berhubungan
dengan sifat fisika semen. Sifat fisika yang perlu diperhatikan dalam
pengendalian mutu semen adalah sebagai berikut:
a. Kehalusan
Semakin bertambahnya kehalusan semen, maka akan mempertinggi
kekuatan awal. Demikian juga panas hidrasi dan air yang dibutuhkan per
satuan berat semakin banyak. Setting time akan menjadi lebih pendek, tetapi
sebaliknya dapat menyebabkan drying shringkage dan keretakan beton.
Semen yang terlalu halus mudah dipengaruhi oleh udara luar, mineralmineralnya mudah rusak sehingga menyebabkan menurunya kekuatan
semen. Akan tetapi bila semen terlalu kasar kekuatan, plastisitas
dan
waktu
pengikatan
semen
biasnaya
dilakukan
dengna
73
d. False Set
False set merupakan pengikatan yang tidak wajar yaitu bila air ditambahkan
ke dalam semen setelah beberapa menit akan mengeras, tetapi bila campuran
diaduk kembali akan timbul lagi sifat plastisitasnya. Walaupun ini
menurunkan kualitas semen, namun tidak memberikan kesulitan yang berarti
dalam pembuatan beton. False set dapat dihindari dengan melindungi semen
dari udara luar, sehingga alkali karbonat tidak terbentuk. Berasal dari alkali
dalam semen dengan karbondioksida dari udara. False set dapat juga
dihindari dengan penambahan gypsum selama penggilingan akhir.
74
BAB VIII
TUGAS KHUSUS
Evaluasi Efisiensi Energi Sistem Kiln di Plant 1
A. Latar Belakang
Industri semen merupakan salah satu industri yang memegang peranan
penting dalam pembangunan bangsa. Faktor bahan baku yang banyak tersedia di
dalam negeri menjadi salah satu keunggulan dari industri ini. Produknya pun telah
menjadi kebutuhan mendasar dalam berbagai bidang. Perkembangan industri semen
di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, seiring dengan semakin
banyaknya permintaan dan didukung oleh melimpahnya cadangan bahan baku di
beberapa wilayah di Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu bagi industriindustri semen di Indonesia untuk lebih meningkatkan kinerja dan performa demi
menghasilkan semen yang berkualitas dan sesuai dengan standar serta keinginan
konsumen.
Terdapat banyak aspek yang mempengaruhi kinerja dari sebuah industri
semen, seperti misalnya ketersediaan dan komposisi bahan baku, kinerja dari alat
proses yang digunakan, kesinambungan antar unit operasi, dan lain sebagainya.
Keseluruhan aspek tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas semen
yang dihasilkan. Studi yang komprehensif terhadap aspek-aspek tersebut dapat
dilakukan untuk meninjau seberapa besar pengaruh dari aspek yang ditinjau terhadap
output yang diinginkan. Adapun salah satu studi yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana kinerja sebuah proses adalah dengan mengevaluasi kinerja setiap unit.
Seperti industri semen pada umumnya, PT Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk. sebagai produsen semen terbesar di Indonesia memiliki beberapa unit operasi
dalam proses produksi semen. Unit operasi tersebut meliputi raw mill section,
burning section, finish mill section, dan packing house section. Masing-masing
saling terkait namun evaluasi kinerjanya dilakukan terpisah.
75
Burning Section merupakan salah satu unit yang penting dalam industri
semen dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi utama yaitu perubahan raw
meal menjadi clinker yang selanjutnya dproses lebih lanjut menjadi semen. Burning
Section terdiri dari tiga alat utama, yaitu suspension preheater, rotary kiln, dan air
quenching cooler. Istilah kiln system seringkali digunakan untuk menyebut
rangkaian dari ketiga alat tersebut dengan kiln sebagai tinjauan utama.
Garis besar proses yang terjadi dalam burning section adalah tahap
pemanasan awal terjadi di suspension preheater (SP) yang diikuti dengan tahap
kalsinasi awal sampai mencapai konversi 85 %. Kalsinasi lanjutan terjadi di dalam
rotary kiln. Rotary kiln terbagi dalam empat zona yakni calcining, transition,
burning/sintering, dan cooling zone. Suhu maksimum yang dapat dicapai dalam
rotary kiln mencapai 1450 C. Clinker terbentuk pada tahap akhir kemudian
didinginkan secara tiba-tiba pada air quenching cooler.
Konsumsi energi terbsar dalam keseluruhan proses pembuatan semen
adalah konsumsi energi pada burning section. Oleh karena itu, diperlukan suatu studi
untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan energi dalam unit tersebut. Efisiensi
penggunaan energi dapat dilakukan dengan menghitung jumlah panas yang hilang
(heat loss) dari burning section. Heat loss dapat dihitung dari data-data operasional
yang ada dengan pengambilan sejumlah asumsi untuk menyederhanakan
perhitungan.
B. Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini antara lain sebagai:
a.
b.
menghitung heat loss dalam kiln system pada Plant 1 PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tk.
76
C. Tinjauan Proses
Tahapan proses di dalam sistem kiln dimaksudkan untuk meraksikan
bahan baku sehingga membentuk clinker dengan kandungan C2S, C3S, C3A, dan
C4AF tertentu. Proses ini terdiri atas dua tahap utama, yakni sebagai berikut:
1. Tahap Pembentukan Clinker
Proses pembentukan clinker terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut:
a. Proses pemanasan dan penguapan air
b. Proses kalsinasi awal
c. Proses kalsinasi lanjutan
d. Proses transisi
e. Proses sintering
f. Proses pendinginan
Pada suspension preheater, raw meal mengalami penguapan air,
pemanasan awal, dan proses kalsinasi awal hingga mencapai 80 90 %. Unit
suspension preheater memberikan beberapa keuntungan antara lain:
a. Gas panas yang keluar dari suspension preheater dapat digunakan sebagai
pemanas di raw mill.
b. Rotary kiln lebih pendek
c. Penghematan bahan bakar
Pada kiln, terjadi proses kalsinasi lanjutan, sintering, dan pendinginan
clinker. Proses pembakaran di rotary kiln menggunakan bahan bakar batubara.
Bahan bakar ini dialirkan ke burner di ujung pengeluaran kiln. Batubara dibakar
dengan bantuan udara primer yang dihembuskan oleh primary fan blower dari
udara bebas dan udara sekunder yang berasal dari cooler. Hasil pembakaran yang
berupa gas panas selanjutnya membantu pemanasan di suspension preheater dan
raw mill. Raw meal dari silo dialirkan dengan air slide dan bucket elevator ke
feed tank sebagai tempat penampungan sementara. Dari feed tank, raw meal
dikeluarkan melalui weighing feeder dengan tujuan untuk mengatur material agar
tetap konstan menuju bucket elevator. Selanjutnya raw meal masuk ke SP, yaitu
di antara cyclone 4 dan cyclone 3.
77
78
ini didapatkan dari bahan bakar batubara yang dialirkan ke dalam burner yang
terletak di ujung pengeluaran kiln. Bahan bakar dialirkan menggunakan udara
dan dibakar bersama dengan udara primer dan sebagian udara sekunder. Sistem
pembakaran yang digunakan adalah semi indirect firing system.
79
(20)
Reaksi sintesa:
2CaO(s) + SiO2(s) 2CaO.SiO2(s)
(15)
(16)
(18)
(17)
(20)
(13)
(15)
80
(16)
(18)
(17)
: 300 850 C
Tekanan
2. Rotary kiln
Suhu
: 850 1450 C
Tekanan
Suhu tersebut dipilih berdasarkan pada sifat bahan, dimana untuk disosiasi
CaCO3 diperlukan panas yang tinggi, juga untuk pembentukan clinker diperlukan
suhu yang tinggi untuk pembentukan fase cair. Bila suhu kurang, panas yang
diperlukan tidak mencukupi sehingga reaksi kurang sempurna. Sedangkan bila suhu
terlalu tinggi, akan terjadi pembakaran yang berlebihan.
81
SP flue gas
136.190,77 kg/jam
Dust return
12.579,17 kg/jam
Raw meal
125.791,67 kg/jam
SP primary air
3.483,67 kg/jam
Suspension
Preheater
Hot meal
82.291,22 kg/jam
SP coal
3.366,67 kg/jam
Tertiary air
20.817,45 kg/jam
Exhaust gas
135.313,45 kg/jam
Secondary air
52.043,64 kg/jam
Air Quenching
Cooler
Rotary Kiln
Hot clinker
72.060,47 kg/jam
Kiln coal
7.266,67 kg/jam
Cold clinker
72.060,47 kg/jam
Quenching air
208.174,54 kg/jam
Tertiary air
Raw meal
Dust return
Suspension Preheater
SP primary air
SP coal
Hot meal
Masuk, kg/jam
Raw meal
Keluar, kg/jam
125.791,67
Coal SP
3.366,67
Udara primer SP
3.483,20
77.602,17
Udara tersier
20.817,45
Dust return
12.579,17
Hot meal
82.291,22
Gas buangan SP
Total
Massa tidak terhitung
136.190,77
231.061,15
231.061,15
(21)
= 231.061,15 231.061,15
= 0,00 kg/jam
= 0,00 %
83
Secondary air
Hot meal
Rotary Kiln
Kiln coal
Hot clinker
Masuk, kg/jam
Hot meal
82.291,22
Coal kiln
7.266,67
8.061,12
Udara sekunder
Keluar, kg/jam
52.043,64
Clinker panas
72.060,47
77.602,17
Total
Massa tidak terhitung
149.662,64
149.662,64
= 149.662,64 149.662,64
= 0,00 kg/jam
= 0,00 %
84
Tertiary air
Exhaust gas
Secondary air
Air Quenching Cooler
Hot clinker
Cold clinker
Quenching air
Masuk, kg/jam
Clinker panas
Keluar, kg/jam
72.060,47
Udara pendingin
208.174,54
Clinker dingin
72.060,47
Exhaust gas
135.313,45
Udara tersier
20.817,45
Udara skunder
52.043,64
Total
Massa tidak terhitung
280.235,01
280.235,01
= 280.235,01 280.235,01
= 0,00 kg/jam
= 0,00 %
85
Detail perhitungan untuk neraca massa di tiap alat adalah sebagai berikut.
1. Neraca Massa di Suspension Preheater
a. Massa masuk suspension preheater
(1) Raw meal
Massa raw meal masuk SP
= 125,79 ton/jam
= 125.791,67 kg/jam
(Daily Report Operation, 10 April 2013)
Komposisi, % wt
13,16
3,26
1,92
42,15
2,43
Proceed Material Inquiry by Stage, 10 April 2013
= 75,23 % wt
= 5,08 % wt
Komposisi raw meal menjadi:
Komposisi, % wt
13,16
3,26
1,92
75,23
5,08
98,65
86
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
SiO2
13,32
16.750,54
60,08
278,78
Al2O3
3,29
4.142,57
101,96
40,63
Fe2O3
1,94
2.444,82
159,69
15,31
CaCO3
76,11
95.736,09
100,09
956,53
MgCO3
5,14
6.463,14
84,31
76,66
H2O
0,20
254,50
18,02
14,13
100,00
125.791,67
Total
1.382,04
(2) Batubara SP
Massa batubara masuk SP
= 3,37 ton/jam
= 3.366,67 kg/jam
(Daily Report Operation, 10 April 2013)
Komposisi, % wt
61,56
5,33
30,92
1,59
0,61
Total
100,00
QARD, 2012
87
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
56,99
1.918,71
12,01
159,75
4,94
166,27
1,01
164,96
28,62
963,64
16,00
60,23
1,47
49,51
14,01
3,54
0,56
18,93
32,07
0,59
H2O
7,41
249,60
18,02
13,85
Total
100,00
3.366,67
402,92
= 35 C / 1 atm
= 0,9952
kg/m3
Kelembaban udara
= 0,03
= 28,85
kg/kmol
Kapasitas blower
= 3.500 m3/jam
Damper opening
= 100 %
(27)
88
= 101,45 kg/jam
Massa udara kering = massa udara massa air dalam udara
(28)
= 3.483,20 101,45
= 3.381,75 kg/jam
= 117,22 kmol/jam
(30)
(31)
(32)
(33)
89
(34)
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
SiO2
13,32
1.675,05
60,08
27,88
Al2O3
3,29
414,26
101,96
4,06
Fe2O3
1,94
244,48
159,69
1,53
CaCO3
76,11
9.573,61
100,09
95,65
MgCO3
5,14
646,31
84,31
7,67
H2O
0,20
25,45
18,02
1,41
100,00
12.579,17
Total
138,20
90
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
SiO2
13,32
15.075,49
60,08
250,91
Al2O3
3,29
3.728,31
101,96
36,57
Fe2O3
1,94
2.200,34
159,69
13,78
CaCO3
76,11
86.162,49
100,09
860,88
MgCO3
5,14
5.816,83
84,31
68,99
H2O
0,20
229,05
18,02
12,71
100,00
113.212,50
Total
1.243,83
= 75 % mole
(13)
Mula-mula
860,88
Bereaksi
Setimbang
Satuan
645,66
215,22
kmol/jam
CaO
645,66
645,66
kmol/jam
CO2
645,66
645,66
kmol/jam
Mula-mula
CaCO3
86.162,49
Bereaksi
Setimbang
Satuan
64.621,86
21.540.62
kg/jam
CaO
36.206,80
36.206.80
kg/jam
CO2
28.415,07
28.415.07
kg/jam
(14)
91
Mula-mula
Bereaksi
Setimbang
Satuan
MgCO3
68,99
51,74
17,25
kmol/jam
MgO
51,74
51,74
kmol/jam
CO2
51,74
51,74
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
Setimbang
Satuan
MgCO3
5.816,83
4.362,62
1.454,21
kg/jam
MgO
2.085,45
2.085,45
kg/jam
CO2
2.277,17
2.277,17
kg/jam
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
SiO2
18,32
15.075,49
60,08
250,91
Al2O3
4,53
3.728,31
101,96
36,57
Fe2O3
2,67
2.200,34
159,69
13,78
CaCO3
26,18
21.540,62
100,09
215,22
MgCO3
1,77
1.454,21
84,31
17,25
CaO
44,00
36.206,80
56,08
645,66
MgO
2,53
2.085,45
40,30
51,74
Total
100,00
82.291,22
1.231,12
(35)
92
Mula-mula
Bereaksi
159,75
159,75
kmol/jam
O2
159,75
159,75
kmol/jam
CO2
159,75
Setimbang
159,75
Satuan
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
1.918,71
1.918,71
kg/jam
O2
5.111,81
5.111,81
kg/jam
CO2
7.030,52
Setimbang
7.030,52
Satuan
kg/jam
(36)
Mula-mula
Bereaksi
H2
82,48
82,48
kmol/jam
O2
41,24
41,24
kmol/jam
H2O
82,48
Setimbang
82,48
Satuan
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
H2
166,27
166,27
kg/jam
O2
1.319,65
1.319,65
kg/jam
H2O
1.485,92
Setimbang
1.485,92
Satuan
kg/jam
(37)
93
Mula-mula
Bereaksi
0,59
0,59
kmol/jam
O2
0,59
0,59
kmol/jam
SO2
0,59
Setimbang
0,59
Satuan
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
18,93
18,93
kg/jam
O2
18,89
18,89
kg/jam
SO2
37,82
Setimbang
37,82
Satuan
kg/jam
: 7.030,52
kg/jam
: 28.415,07
kg/jam
: 2.277,17
kg/jam
: 25.405,54
kg/jam +
: 63.128,29
kg/jam
94
229,05
kg/jam
249,60
kg/jam
: 1.485,92
kg/jam
101,45
kg/jam
606,33
kg/jam
: 5.496,60
kg/jam +
: 8.168,96
kg/jam
37,82
kg/jam
81,63
kg/jam +
119,44
kg/jam
N2 dari batubara SP
49,51
kg/jam
: 2.594,08
kg/jam
: 15.503,60
kg/jam
: 44.869,31
kg/jam +
: 63.016.50
kg/jam
O2 dari batubara SP
963,64
kg/jam
787,67
kg/jam
: 4.707,52
kg/jam
: 1.749,10
kg/jam
: - 6.450,35
kg/jam +
kg/jam
1.757,58
95
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
CO2
46,35
63.128,29
44,01
1.434,42
H2O
6,00
8.168,96
18,02
453,45
SO2
0,09
119,44
64,06
1,86
N2
46,27
63.016,50
28,01
2.249,51
O2
1,29
1.757,58
32,00
54,93
100,00
136.190,77
Total
4.194,17
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
56,99
4.141,38
12,01
344,81
4,94
358,88
1,01
356,06
28,62
2.079,94
16,00
130,00
1,47
106,87
14,01
7,63
0,56
40,86
32,07
1,27
H2O
7,41
538,74
18,02
29,90
100,00
7.266,67
Total
869,67
96
= 8.100 m3/jam
Damper opening
= 100 %
= 234,79 kg/jam
Massa udara kering = 8.061,12 234,79
= 7.826,33 kg/jam
= 271,27 kmol/jam
97
Mula-mula
Bereaksi
CaCO3
215,22
215,22
CaO
645,66
215,22
860,88
kmol/jam
215,22
215,22
kmol/jam
CO2
Setimbang
Satuan
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
CaCO3
21.540,62
21.540,62
CaO
36.206,80
12.068,93
48.275,73
kg/jam
9.471,69
9.471,69
kg/jam
CO2
Setimbang
Satuan
kg/jam
Mula-mula
Bereaksi
MgCO3
17,25
17,25
MgO
51,74
17,25
68,99
kmol/jam
17,25
17,25
kmol/jam
CO2
Setimbang
Satuan
kmol/jam
98
Mula-mula
Bereaksi
MgCO3
1.454,21
1.454,21
MgO
2.085,45
695,15
2.780,60
kg/jam
759,06
759,06
kg/jam
CO2
Setimbang
Satuan
kg/jam
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
SiO2
20,92
15.075,49
60,08
250,91
Al2O3
5,17
3.728,31
101,96
36,57
Fe2O3
3,05
2.200,34
159,69
13,78
CaO
66,99
48.275,73
56,08
860,88
MgO
3,86
2.780,60
40,30
68,99
Total
100,00
72.060,47
1.231,12
Mula-mula
Bereaksi
344,81
344,81
kmol/jam
O2
344,81
344,81
kmol/jam
CO2
344,81
Setimbang
344,81
Satuan
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
Setimbang
Satuan
4.141,38
4.141,38
kg/jam
O2
11.033,42
11.033,42
kg/jam
CO2
15.174,79
15.174,79
kg/jam
99
Mula-mula
Bereaksi
Setimbang
Satuan
H2
178,03
178,03
kmol/jam
O2
89,01
89,01
kmol/jam
H2O
178,03
178,03
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
H2
358,88
358,88
kg/jam
O2
2.848,35
2.848,35
kg/jam
H2O
3.207,24
Setimbang
3.207,24
Satuan
kg/jam
Mula-mula
Bereaksi
1,27
1,27
kmol/jam
O2
1,27
1,27
kmol/jam
SO2
1,27
Setimbang
1,27
Satuan
kmol/jam
Mula-mula
Bereaksi
Setimbang
Satuan
44,86
44,86
kg/jam
O2
40,77
40,77
kg/jam
SO2
81,63
81,63
kg/jam
100
: 15.174,79
kg/jam
: 9.471,69
kg/jam
kg/jam +
759,06
: 25.405,54
kg/jam
538,74
kg/jam
: 3.207,24
kg/jam
kg/jam
: 1.515,83
kg/jam +
: 5.496,60
kg/jam
81,63
kg/jam
234,79
106,87
kg/jam
: 6.003,44
kg/jam
: 38.758,99
kg/jam +
: 44.869,31
kg/jam
2.079,94
kg/jam
1.822,89
kg/jam
: 11.768,81
kg/jam
: -13.922,54
kg/jam +
kg/jam
1.749,10
101
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
CO2
32,74
25.405,54
44,01
577,27
H2O
7,08
5.496,60
18,02
305,11
SO2
0,11
81,63
64,06
1,27
N2
57,82
44.869,31
28,01
1.601,71
O2
2,25
1.749,10
32,00
54,66
100,00
77.602,17
Total
2.540,03
Throat fan 1
Kapasitas blower
= 29.319 m3/jam
Damper opening
= 20 %
= 169,97 kg/jam
= 5.835,65 169,97
= 5.665,68 kg/jam
= 196,38 kmol/jam
102
Throat fan 2
Kapasitas blower
= 23.707 m3/jam
Damper opening
= 90 %
= 618,46 kg/jam
= 21.233,89 618,46
= 20.615,42 kg/jam
= 714,56 kmol/jam
103
Cooling fan 1
Kapasitas blower
= 84.050 m3/jam
Damper opening
= 85 %
= 2.070,86 kg/jam
= 71.099,58 2.070,86
= 69.028,71 kg/jam
= 2.392,65 kmol/jam
104
Cooling fan 2
Kapasitas blower
= 78.831 m3/jam
Damper opening
= 80 %
= 1.828,02 kg/jam
= 62.762,09 1.828,02
= 1.828,02 kg/jam
= 2.112,07 kmol/jam
105
Cooling fan 3
Kapasitas blower
= 49.268 m3/jam
Damper opening
= 65 %
= 928,27 kg/jam
= 31.870,48 928,27
= 30.942,22 kg/jam
= 1.072,51 kmol/jam
106
Cooling fan 4
Kapasitas blower
= 25.745 m3/jam
Damper opening
= 60 %
= 447,75 kg/jam
= 15.372,85 447,75
= 14.925,10 kg/jam
= 517,33 kmol/jam
107
= 208.174,54 kg/jam
= 202.111,21 kg/jam
= 155.035,97 kg/jam
= 47.075,24 kg/jam
6.063,34 kg/jam
= 10 % wt
Udara sekunder
= 25 % wt
Exhaust gas
= 65 % wt
Komposisi, % wt
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
2,91
1.515,83
18,02
84,14
N2
74,47
38.758,99
28,01
1.383,59
O2
22,61
11.768,81
32,00
367,79
100,00
52.043,64
Total
1.835,52
108
Komposisi, % wt
H2O
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
2,91
606,33
18,02
33,66
N2
74,47
15.503,60
28,01
553,44
O2
22,61
4.707,52
32,00
147,12
100,00
20.817,45
Total
734,21
Komposisi, % wt
H2O
Massa, kg/jam
BM, kg/kmol
Mol, kmol/jam
2,91
3.941,17
18,02
218,77
N2
74,47
100.773,38
28,01
3.597,33
O2
22,61
30.598,91
32,00
956,25
100,00
135.313,45
Total
4.772,35
25,00
298,15
40,00
313,15
109
Mol, kmol/jam
CP.dT, kkal/kmol
n.CP.dT, kkal/jam
SiO2
278,78
164,24
45.787,90
Al2O3
40,63
288,39
11.716,77
Fe2O3
15,31
374,87
5.739,25
CaCO3
956,53
300,29
287.240,22
MgCO3
76,66
253,50
19.432,21
H2O
14,13
125,87
1.778,12
Total
1.382,04
371.694,47
b. Panas Batubara
Massa batubara masuk SP
= 3.366,67
kg/jam
= 7.266,67
kg/jam
= 10.633,33
kg/jam
40,00
313,15
Diambil CP rata-rata
0,315 kal/g.C
0,315 kkal/kg.K
= m.CP.dT
(38)
110
= 5.954,20 kkal/kg
(39)
30,00
303,15
n, kmol/jam
CP.dT, kkal/kmol
n.CP.dT, kkal/jam
18,66
41,93
782,61
N2
306,91
34,00
10.435,85
O2
81,58
31,35
2.557,98
Total
407,15
13.776,45
30,00
303,15
n, kmol/jam
CP.dT, kkal/kmol
n.CP.dT, kkal/jam
336,57
41,93
14.112,60
N2
5.534,35
34,00
188.185,90
O2
1.471,16
31,35
46.127,20
Total
7.342,07
248.425,70
111
446,50
719,65
n, kmol/jam
CP.dT, kkal/kmol
n.CP.dT, kkal/jam
SiO2
27,88
5.976,61
166.618,47
Al2O3
4,06
10.204,59
41.460,04
Fe2O3
1,53
13.010,65
19.919,26
CaCO3
95,65
10.241,28
979.608,45
MgCO3
7,67
7.123,35
54.604,52
H2O
1,41
3.651,54
5.158,56
Total
138,20
1.267.369,29
Hf, kkal/mol
Hf, kkal/kmol
CaCO3
-289,50
-0,29
CaO
-151,70
-0,15
MgCO3
-261,70
-0,26
MgO
-143,84
-0,14
CO2
-94,05
-0,09
(Perry, 1984)
112
n, kmol/jam
Hf, kkal/kmol
n.Hf, kkal/jam
CaO
860,88
-0,15
-130,60
MgO
68,99
-0,14
-9,92
CO2
929,87
-0,09
-87,46
Total
1.859,73
-227,97
n, kmol/jam
Hf, kkal/kmol
n.Hf, kkal/jam
CaCO3
860,88
-0,29
-249,22
MgCO3
68,99
-0,26
-18,05
Total
929,87
-267,28
= (n.Hf)produk n.Hf reaktan
(40)
= (-227,97) (-267,28)
= 39,30 kkal/jam
= 12,71
kmol/jam
= 13,85
kmol/jam
= 29,90
kmol/jam
= 56,47
kmol/jam
113
= nW.V
(41)
= 446,50 C
= 719,65 K
n, kmol/jam
CP.dT, kkal/kmol
CO2
1.434,42
4.561,99
6.543.833,62
H2O
453,45
3.651,54
1.655.777,35
SO2
1,86
4.286,63
7.992,22
N2
2.249,51
2.954,25
6.645.625,65
O2
54,93
3.172,42
174.249,65
Total
4.194,17
n.CP.dT, kkal/jam
15.027.478,49
Dengan:
L, m
Ts, C
L, m
Ts, C
299
45
254
10
206
50
254
15
123
55
254
20
113
60
254
25
180
65
254
30
279
70
254
35
282
75
254
40
L
254
78
: panjang kiln shell, m
254
Ts
114
(42)
: 5,79244 kkal/m2.jam.K
(43)
Tref
: suhu referensi, K
Ts, K
A, m2
Q, kkal/jam
572.15
59,69
94.736,12
10
479.15
59,69
62.581,16
15
396.15
59,69
33.883,72
20
386.15
59,69
30.426,20
25
453.15
59,69
53.591,60
30
552.15
59,69
87.821,07
35
555.15
59,69
88.858,33
40
527.15
59,69
79.177,27
45
527.15
59,69
79.177,27
50
527.15
59,69
79.177,27
55
527.15
59,69
79.177,27
60
527.15
59,69
79.177,27
65
527.15
59,69
79.177,27
70
527.15
59,69
79.177,27
75
527.15
59,69
79.177,27
78
527.15
35,81
47.506,36
Total
1.132.013,62
115
= 400,00 C
= 673,15 K
n, kmol/jam
CP.dT, kkal/kmol
n.CP.dT, kkal/jam
SiO2
250,91
5.212,20
1.307.769,05
Al2O3
36,57
8.937,52
326.808,70
Fe2O3
13,78
11.383,26
156.849,55
CaO
860,88
4.429,66
3.813.391,90
MgO
68,99
3.900,55
269.099,22
Total
1.231,12
5.873.918,42
n, kmol/jam
CP.dT, kkal/kmol
n.CP.dT, kkal/jam
218,77
1.400,05
306.285,35
N2
3.597,33
1.136,76
4.089.290,74
O2
956,25
1.158,04
1.107.376,96
H2O
Total
4.772,35
5.502.953,04
116
Masuk, kkal/jam
Keluar, kkal/jam
371.694,47
50.242,50
63.312.993,33
13.776,45
248.425,70
1.267.369,29
39,30
129,43
15.027.478,49
1.132.822,68
5.873.918,42
5.502.953,04
Total
63.997.132,45
28.805.130,66
(44)
= 63.997.132,45 28.805.130,66
= 35.192.001,80 kkal/jam
(46)
= 100 54,99
= 45,01 %
117
H. Pembahasan
Perhitungan neraca massa dan neraca panas dari sistem kiln perlu disusun
untuk mengetahui jumlah panas yang hilang (heat loss) dan efisiensi dari sistem
tersebut. Hal ini sangat penting karena proses produksi semen secara umum,
konsumsi energi yang paling besar adalah pada sistem kiln (burning section).
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai heat loss sebesar 54,99 %. Panas
yang hilang tersebut kemungkinan adalah karena pemijaran hot meal di dalam rotary
kiln yang kurang sempurna. Suhu clinker panas keluar kiln tercatat rata-rata 1.032,28
C (Proceed Material Inquiry by Stage, 10 April 2013). Suhu ideal clinker panas
keluar rotary kiln semestinya adalah 1.400 C. Pemijaran yang kurang sempurna
ini dapat disebabkan karena waktu tinggal clinker di dalam rotary kiln yang terlalu
singkat sehingga proses sintesis kurang sempurna. Efisiensi energi sistem kiln yang
terhitung adalah sebesar 45,01 %. Nilai efisiensi tersebut adalah konsekuensi dari
nilai heat loss. Semakin besar heat loss, maka efisiensi akan menjadi semakin kecil,
begitu juga sebaliknya.
Dari segi proses, efisiensi proses secara keseluruhan dapat ditingkatkan
dengan meminimalkan heat loss. Pada kasus ini, panas hilang diprediksikan karena
reaksi yang kurang sempurna akibat pemijaran hot meal yang kurang baik karena
waktu tinggal hot meal dalam kiln yang singkat. Untuk mengatasi masalah ini, maka
waktu tinggal tepung baku di dalam rotary kiln perlu diatur sedemikian sehingga
waktu tinggal di dalam kiln lebih lama. Hal yang dapat dilakukan seperti
menurunkan kecepatan putar rotary kiln sehingga laju hot meal dalam kiln menurun
dan waktu tinggal tepung baku lebih lama.
Data umpan raw meal tercatat rata-rata 125,79 ton/jam yang merupakan
kapasitas yang di atas umpan maksimal. Umpan ideal raw meal adalah 120 ton/jam
maksimal. Laju umpan yang terlalu besar ini juga memberikan kemungkinan
naiknya laju hot meal di dalam rotary kiln sehingga menjadikan waktu tinggal
tepung baku lebih singkat. Maka salah satu cara meningkatkan efisiensi energi di
sistem kiln ini juga dapat dilakukan dengan menekan laju umpan raw meal agar
tidak lebih dari laju umpan maksimal yang diperbolehkan.
118
I. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Sistem kiln (burning section) adalah unit yang terpenting dalam industri semen.
2. Komsumsi panas terbesar adalah konsumsi panas pada burning section terutama
di rotary kiln.
3. Heat loss dan efisiensi energi dari sistem kiln dapat dihitung dengan
mengevaluasi neraca massa dan neraca panas suatu sistem kiln.
4. Pada perhitungan neraca massa, asumsi dust return yang digunakan sebesar 10 %
berat dan kandungan air raw meal sebesar 0,20 % berat.
5. Tidak ada massa hilang (tidak terhitung) pada perhitungan neraca massa di
sistem kiln.
6. Pada perhitungan neraca panas, digunakan suhu referensi sebesar 25 C (298,15
K) dengan asumsi suhu udara lingkungan 30 C (313,15 K).
7. Heat loss terhitung sebesar 54,99 % dan efisiensi energi sebesar 45,01 %.
8. Heat loss yang semakin besar memberikan efisiensi energi yang semakin kecil,
begitu pula sebaliknya.
9. Kehilangan panas dapat diminimalkan dengan mengoptimalkan waktu tinggal
tepung baku dalam rotary kiln.
119
DAFTAR PUSTAKA
Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi ketiga.
Bandung : ITB.
Banerjea. 1980. Technology of Portland Cement and Blended Cement. India.
Duda, H. Walter. 1983. Cement Data Book. International Process Engineering In
Geankoplis, Christie J. 1983. Transport Processes and Unit Operations. 2nd edition.
Boston : Allyn and Bacon.
George, T. Austin. 1985. Chemical Process Industries. Shreevels. New York.
Perray, E. Kurt. 1973. Cement Manufactures Hand Book. 5nd edition. Japan : Mc
Graw Hill Book Company. Kogakhusa. Tokyo.
Perry, R.H. 1984. Chemical Engineers Hand Book. New York: Mc. Graw Hill Book
Company.
Smith, JM and Hc Van Ness. 1984. Introduction To Chemical Engineering
Thermodynamics. 4nd edition. New york : Mc. Graw Hill Book Company.
120