Você está na página 1de 30

Nama

NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

BAB V
ANALISIS LEMAK
A. Pre-lab
1. Jelaskan prinsip analisis kadar lemak dengan metode soxhlet!
Prinsip dari analisa lemak metode soxhlet ini adalah analisa kadar lemak
dengan cara ekstraksi lemak dari bahan pangan dengan menggunakan pelarut
organik dan bersifat non polar, sehingga lemak terbawa oleh pelarut. Pelarut non
polar yang digunakan adalah Petroleum Eter (PE), Petroleum benzena, heksana,
dietil eter, dan lain-lain. Lemak dan pelarut dipisahkan dengan cara menguapkan
pelarut sehingga dapat diketahui berat lemaknya. Kadar lemak dapat ditentukan
dengan rumus sebagai berikut (Nielsen, 2008):

lemak =

W 2W 1
100
W sampel

Ekstraksi dengan menggunakan metode sokletasi, yakni sejenis ekstraksi


dengan pelarut organic yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjaga jumlah
pelarut relative konstan dengan menggunakan alat soklet. Adapun prinsip
penyaringan yang berulang-ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan
pelarut yang digunakan relative sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka
pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi
menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa
organic yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang
tidak diinginkan (Arlene, 2013).
Lemak yang terekstrasi dalam pelarut akan terakumulasi dalam wadah
pelarut (labu Soxhlet), kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara
dipanaskan dengan oven 1050C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak
karena titik didih lemak lebih tinggi dari 1050C, sehingga menguap dan tinggal dalam
wadah. Lemak hasil ekstraksi kemudian ditimbang beratnya lalu dihitung sehingga
diperoleh kadar lemak dalam sampel (Arlene, 2013).
2. Mengapa metode soxhlet disebut metode penetapan lemak kasar?
Penetapan kadar lemak dengan ektraksi menggunakan pelarut pada bahan
merupakan analisa kadar lemak kasar karena tidak hanya lemak saja yang ikut
terekstraksi. Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara
murni. Hal tersebut disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak,
tidak hanya lemak saja yang ikut terekstraksi, tetapi juga fosfolipid, sterol, asam
lemak bebas, karotenoid, klorofil, dan pigmen larut lemak lainnya. Komponenkomponen lain yang ikut terekstrak disebabkan pelarut yang digunakan merupakan
pelarut lemak (non polar) seperti dietil eter, Petroleum Eter (PE), Petroleum
benzena, dan heksana yang tidak dapat memisahkan lemak dengan komponen lain
yang masih berikatan dengan lemak (Ketaren, 2006).
Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat
non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam,
tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane,

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Benzene, Chloroform, petroleum eter . (Ketaren, 2006).


3. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan kadar lemak metode soxhlet!
Menurut Nielsen (2008) yang mempengaruhi kadar lemak metode sozhlet adalah :
- Jenis pelarut
Jenis pelarutnya harus bersifat non polar karena pelarut akan melarutkan atau
mengekstraksi lemak pada metode soxhlet. Sifat non polar yang sesuai dengan
minyak maka akan mengekstraksi lemak secara optimum pada metode soxhlet.
- Proses pengeringan sampel di oven
Apabila masih terdapat air pada sampel, maka saat ekstraksi pada soxhlet air
yang bersifat polar akan mengganggu ekstraksi lemak karena lemak dan pelarut
yang digunakan bersifat non polar.
- Keberadaan senyawa lain yang ikut terlarut
- Ukuran partikel sampel
Pada metode soxhlet diperlukan penghancuran sampel untuk memperluas
permukaan agar sampel dapat berkontak langsung dengan baik oleh solvent dan
kandungan lemak dapat terekstraksi secara optimal.
- Kadar air
Karena metode soxhlet tidak cocok untuk sampel yang berkadar air tinggi,
sehingga diperlukan pengeringan yang relatif lama agar kadar air pada sampel
tidak mengganggu ekstraksi lemak.
4. Sebutkan kelebihan dan kelemahan ekstraksi lemak menggunakan metode soxhlet!
Kelebihan metoda soxhlet lebih efisien, karena (Apriyantono, 2009) :
- Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara
berulang kali
- Waktu yang digunakan lebih efisien
- Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi
- Jumlah sampel yang diperlukan sedikit
- Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang
Adapun kelemahan metode soxhlet yaitu (Apriyantono, 2009) :
- Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan-bahan tumbuhan yang mudah
rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi
penguraian
- Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian
- Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah
menguap
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bilangan peroksida!
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat
oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat
teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Salah satu
parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran
angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami
oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan
kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya


menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan
bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika
bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses
oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Paparan
oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi
oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya
oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu
dan berkurang pada suhu rendah (Ketaren, 2006).
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang
tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq
peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak
enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan
berbau tengik (Sudarmadji, 2010).
6. Jelaskan prinsip pengukuran bilangan peroksida yang menggunakan metode titrasi!
Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak.
Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh
oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan
untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Metode
iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan angka peroksida
umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium
iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam
pencampuran asam asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium
thiosulfat standar. Berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam
dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi
dengan natrium tiosilfat. Prinsip metode ini yaitu minyak dilarutkan ke dalam larutan
asam asetat glacial-kloroform (3:2) yang kemudian ditambahkan KI. Dalam
campuran tersebut akan terjadi reaksi KI dalam suasana asam dengan peroksida
yang akan membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya dititrasi
dengan larutan standar natrium tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik
dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini
disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu
dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan
oksigen dari udara (Panagan, 2010).
Angka peroksida sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini
menyatakan milimol oksigen peroksida per kilogram lemak. Peroksida merupakan
produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan pada
kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk mengoksidasi
ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan miliekuivalen
oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida yang
dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak
(Panagan, 2010).
7. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran bilangan peroksida!
Menurut Nielsen (2008) yang mempengaruhi bilangan peroksida adalah :
- Jumlah pengulangan penggorengan. Semakin banyak suatu minyak digunakan

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

untuk penggorengan, maka asam lemaknya juga akan semakin teroksidasi dan
menyebabkan kandungan peroksidanya semakin banyak
Suhu penggorengan
Adanya oksigen dalam sampel akan menyebabkan kemungkinan asam lemak
teroksidasi semakin besar, sehingga akan semakin banyak peroksida dalam
sampel tersebut
Ketidakjenuhan asam lemak pada minyak
Adanya antioksidan

8. Apa yang dimaksud dengan asam lemak bebas?


Asam Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acid (FFA) adalah asam yang di
bebaskan pada hidrolisa dari lemak. Terdapat berbagai macam lemak, tetapi untuk
perhitungan, kadar ALB minyak sawit dianggap sebagai Asam Palmitat. Asam lemak
bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh
molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kerusakan minyak
atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya kontak
antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak, biasanya dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya, terurainya asamasam lemak disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asamasam lemak bebas. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan
oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai
15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam
lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada
permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah
dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas (Ketaren, 2006).
Minyak goreng memiliki kandungan asam lemak bebas yang berbeda beda.
Hal ini dapat terjadi karena proses dari pembuatan masing-masing minyak
tidaklah sama. Sebagai indikator besar kecilnya kandungan asam lemak bebas yang
terdapat pada minyak adalah berdasarkan jumlah NaOH yang diperlukan
untuk titrasi. Sebelum memasuki proses titrasi, minyak dicampur terlebih dahulu
dengan etanol netral. Tujuanya adalah agar asam lemak bebas dapat terikat pada
etanol sehingga lebih mudah terdeteksi oleh NaOH saat titrasi. Etanol bersifat asam
dan NaOH bersifat basa. Penambahan indicator PP adalah untuk mengetahui
tingkat equivalensi larutan tersebut atau larutan menjadi netral. Sebagai ukuran
standar mutu dalam perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesat 5% (Panagan,
2010).
9. Jelaskan prinsip penetapan kadar asam lemak bebas metode titrasi?
Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode titrasi asam
basa. Prinsip dari titrasi asam basa yaitu titrasi asam-basa dalam medium etanol.
Sedangkan indikator yang digunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi adalah
fenolftalein. Melalui metode ini, jumlah asam lemak bebas dalam suatu sampel
ekuivalen dengan jumlah basa (NaOH) yang ditambahkan dalam titrasi yang
ditandai dengan berubahnya warna sampel menjadi warna merah jambu akibat
adanya indikator PP tadi (Setiadji, 2007).
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari
minyak atau lemak. Hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau
sampel. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak
bebas dalam sampel semakin tinggi. besarnya asam lemak bebas yang terkandung
dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses
pengolahan yang kurang baik (Julisti, 2010).
10. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan kadar asam lemak bebas!
Menurut Buckle (2007) yang mempengaruhi penetapan kadar asam lemak bebas
adalah :
- kadar air dalam minyak atau bahan pangan,
- frekuensi menggunakan minyak goreng,
- kelembaban bahan pangan,
- suhu penggorengan,
- dan kecepatan perubahan lemak (reaksi oksidasi)

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

B. Diagram Alir
1. Kadar Lemak Metode Soxhlet

Alat dan bahan disiapkan

Labu lemak dikeringkan di oven suhu 105oC, 2 jam

Didinginkan dalam desikator

Ditimbang hingga
konstan (W1)

5 gr sampel dimasukkan selongsong kertas

Dioven selama 1 jam

Diisi labu lemak dan selongsong kertas dengan eter 35 ml

Diekstraksi selama 5 jam

Hasil ekstraksi dipanaskan di oven suhu 105 0C selama 1 jam


Ditimbang hingga
Didinginkan dalam desikator

konstan
(W2)

Hasil

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

2. Bilangan Peroksida
Sampel minyak

Ditimbang 10 gr

30 ml pelarut asam asetat glasial


Dimasukkan erlenmeyer 250 ml

0.5 ml larutan KI jenuh

Dikocok sampai minyak larut

Dibiarkan 1 menit

Ditambahkan 30 ml aquades

Iodium bebas dari peroksida

Indicator amilum

Dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.1 N

Akhir titrasi warna biru menghilang

Diulang untuk blanko tanpa sampel minyak

Hasil

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

3. Kadar Asam Lemak Bebas


Sampel

Ditimbang sebanyak 10 gr

50 ml alcohol 95 %
3 tetes indicator PP 1%

Dimasukkan Erlenmeyer 250 ml

Dititrasi dengan KOH 0.05 N

Hasil

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Warna merah jambu permanen

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

C. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Sampel
Metode soxhlet :
a. Kacang tanah
Kacang Tanah mengandung energi sebesar 525 kilokalori, protein 27,9 gram,
karbohidrat 17,4 gram, lemak 42,7 gram, kalsium 315 miligram, fosfor 456
miligram, dan zat besi 5,7 miligram. Selain itu di dalam Kacang Tanah juga
terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,44 miligram dan vitamin C 0
miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram
Kacang Tanah, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 % (Apriyantono,
2009).
b. Kacang merah
Kacang Merah mengandung energi sebesar 336 kilokalori, protein 23,1 gram,
karbohidrat 59,5 gram, lemak 1,7 gram, kalsium 80 miligram, fosfor 400 miligram,
dan zat besi 5 miligram. Selain itu di dalam Kacang Merah juga terkandung
vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,6 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil
tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kacang Merah,
dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 95 % (Apriyantono, 2009).
c. Kedelai
Kadar lemak kedelai adalah tertinggi di antara kacang-kacangan, dengan
didominasi oleh asam lemak tak jenuhya seperti asam linoleat, asam linolenat, dan
asam oleat. Asam linolenat sebesar 53% dari total kandungan asam lemak tak
jenuh, tetapi sedikit kandungan asam lemak -3 (asam lemak yang baik)
(Andarwulan, 2011).
d. Alpukat
Sekitar 75% dari kalori sebuah alpukat datang dari lemak, yang sebagian besar
adalah lemak tak jenuh tunggal. kaya akan vitamin B, serta vitamin E dan vitamin
K. Kandungan Lemak Alpukat per 100 g (3.5 oz) adalah sebesar 14,66 g (Tejasari,
2006).
e. Kelapa
Asam lemak yang terkandung dalam daging buah kelapa mengandung 90% asam
lemak jenuh dan 10% asam lemak tak jenuh. Meskipun tergolong minyak jenuh,
minyak kelapa dikategorikan sebagai minyak berantai karbon sedang (medium
chain fatty acids, MCFA). Keunggulan asam lemak rantai sedang dibandingkan
dengan asam lemak rantai panjang yaitu asam lemak rantai sedang lebih mudah
dicerna dan diserap (Genisa, 2013).
f.

Kemiri
Kemiri adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Kemiri mengandung energi sebesar 636 kilokalori, protein 19 gram,
karbohidrat 8 gram, lemak 63 gram, kalsium 80 miligram, fosfor 200 miligram, dan
zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam Kemiri juga terkandung vitamin A
sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,06 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kemiri, dengan jumlah yang
dapat dimakan sebanyak 100 % (Arlene, 2013).
Metode bilangan peroksida dan ALB:
a. Minyak curah
Minyak goreng curah adalah minyak kelapa sawit tanpa merek yang hanya
mengalami satu kali proses penyaringan. Minyak curah berbeda dengan minyak
goreng bermerek lainnya yang mengalami dua kali proses penyaringan. Sehingga
dari warnanya minyak curah tampak lebih keruh. Begitu juga kandungan yang
terdapat antara minyak curah dan minyak kemasan. Sehingga dari segi
kandungan, minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam
oleat dibanding minyak kemasan (Darnoko, 2006).
b. Minyak bermerk
Minyak goreng kemasan umumnya melalui proses produksi lebih lama dibanding
minyak curah karena mengalami beberapa kali proses penyaringan. Sehingga
roses produksi sedikit banyak mempengaruhi kualitas minyak goreng yang
dihasilkan baik secara fisik maupun secara kandungan gizi. Minyak goreng
kemasan komposisinya didominasi asam oleat atau omega 9 (Darnoko, 2006).
c. Margarine
Margarin merupakan pengelmusi air dalam minyak, dengan persyaratan
mengandung tidak kurang dari 80% lemak. Umumnya margarin berasal dari lemak
hewani dan nabati, sedangkan minyak nabati yang digunakan adalah minyak
kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai dan minyak biji kapas (Genisa, 2013).
2. Tinjauan reagen
Metode soxhlet :
a. Petroleum eter
Petroleum eter adalah pelarut non polar yang merupakan campuran hidrokarbon
cair yang bersifat mudah menguap. Petroleum eter disini akan melarutkan
senyawa-senyawa yang bersifat kurang polar pada selubung sel dan dinding sel
seperti lemak-lemak, terpenoid, klorofil dan steroid (Nielsen, 2008).
Metode Bilangan peroksida :
- Asam asetat glacial
Fungsi dari penambahan asam asetat glacial adalah sebagai pemberi suasana
asam yang sesuai untuk kalium iodide dan peroksida (Darnoko,2006).
-

Kloroform
Fungsi dari penambahan kloroform adalah sebagai pelarut. Karena minyak
merupakan kelompok yang masuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik
yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik
non-polar misalnya, Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak
dan minyak dapat larut dalam pelarut tersebut karena minyak mempunyai polaritas
yang sama dengan pelarut tersebut (Panagan, 2010).

KI jenuh

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Fungsi dari penambahan KI adalah untuk membebaskan iodin yang ditandai


terbentuknya warna kuning pada sampel. Pada tahap ini, terjadi reaksi sebagai
berikut (Darnoko, 2006) :
R-OOH + 2KI + H2O
R-OH + I2 + 2 KOH
- Indikator amilum
Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang
terjadi pada saat titik akhir titrasi. Kepekaan warnanya tergantung pada pelarut
yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam
air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Penambahan amilum
dilakukan saat mendekati titik akhir, yaitu pada saat warna larutan sudah sangat
muda yang menunjukkan konsentrasi iod yang sangat rendah. Penambahan
amilum cukup 1ml. Amilum (kanji) bereaksi dengan iod (I2) membentuk suatu
kompleks yang berwarna biru kuat (biru kehitaman) (Darnoko, 2006).
-

Akuades
Aquades ini berfungsi sebagai penyedia H+ dan juga pengencer sehingga iodium
lebih mudah mengikat pati pada metode bilangan peroksida (Panagan, 2010).

Na-tiosulfat
Fungsi dari Na-tiosulfat berfungsi sebagai titran karena prinsip dari analisis pada
proses titrasi Na-tiosulfat akan bereaksi dengan iodin yang pada mulanya
berikatan dengan pati berwarna biru , saat Na-tiosulfat yang ditambahkan dirasa
cukup adalah warna bening yang bereaksi dengan I2 bebas (Panagan, 2010).

Metode ALB :
a. Etanol 95%
Alkohol juga termasuk zat pelarut organik yang sering digunakan untuk
melarutkan lemak dalam proses analisa lemak. Fungsi penambahan alkohol
adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi
dengan basa alkali. Karena alkohol yang digunakan adalah untuk melarutkan
minyak, sehingga alkohol (etanol) yang digunakan konsentrasinya berada di
kisaran 95-96%, karena etanol 95 % merupakan pelarut lemak yang baik (Setiadji,
2007).
b. Indikator pp
Indikator PP (phenolphtealin) adalah Indikator asam-basa yang digunakan dalam
titrasi asidimetri dan alkalimetri. Indikator ini bekerja karena perubahan pH larutan.
Indikator ini merupakan senyawa organik yang bersifat asam atau basa, yang
dalam daerah pH tertentu akan berubah warnanya. Indikator Phenol phtalein
dibuat dengan cara kondensasi anhidrida ftalein (asam ftalat) dengan fenol.
Trayek pH 8,2 10,0 dengan warna asam yang tidak berwarna dan berwarna
merah muda dalam larutan basa (Setiadji, 2007).
c. KOH
Fungsi penambahan KOH adalah untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Sudarmadji, 2010).

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., F.Kusnandar & D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta :
Arcon.
Apriyantono. 2009. Analisa Bahan Pangan dan Pertanian. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi
UGM.
Arlene, A. 2013. Ekstraksi Kemiri Dengan Metode Soxhlet Dan Karakterisasi Minyak Kemiri.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 2.
Buckle, K.A. 2007. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Darnoko D. S. 2006. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit Dan Produk Turunannya. Medan:
Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Genisa, Jalil. 2013.Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Masagena Press: Makassar.
Julisti, Bertha. 2010. Perhitungan Penyabunan dan Asam Lemak Bebas (FFA). Jakarta:
Penebar Swadaya.
Ketaren, S. 2006. Pengantar Teknologi dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI Press.
Nielsen, S. S. 2008. Food Analysis Second Edition. Indiana: Aspen Publishers, Inc.
Panagan, Almunady.T. 2010. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (allium
ascalonicum) Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak
Goreng Curah. Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Juni 2010 (C) 10-06-05.
Setiadji. 2007. Kimia Oraganik. Jember : FTP UNEJ.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogakarta: Liberty.
Tejasari. 2006. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

REVISI DIAGRAM ALIR


1. Kadar Lemak Metode Soxhlet

Labu Lemak
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Labu lemak dikeringkan di oven dengan suhu 1050C selama 2 jam

Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga konstan

Diambil 5 gram sampel dan dimasukkan selongsong kertas

Dioven selama 1 jam

Diikat dan dimasukkan ke dalam thimble


40 ml Petrolium Eter
Diekstraksi 5 jam
Dipanaskan di oven pada suhu 1050C selama 1 jam

Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot konstan

Dihitung % Kadar Lemak


Hasil

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

2. Bilangan Peroksida

Sampel minyak

Ditimbang 10 gr

Dimasukkan erlenmeyer 250 ml


30 ml pelarut asam asetat
glasial;kloroform (3:2)
Dikocok sampai minyak larut
0.5 ml larutan KI jenuh
Dibiarkan 1 menit sambil dikocok
Ditambahkan 30 ml aquades
15 tetes indikator amilum
Dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.1

Dititrasi sampai warna biru menghilang

Diulang untuk blanko tanpa sampel minyak

Dihitung bilangan peroksida


Hasil

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

3. Kadar Asam Lemak Bebas

Sampel Minyak

Ditimbang sebanyak 10 gr

Dimasukkan Erlenmeyer 250 ml

50 ml ethanol 95 %
3 tetes indicator PP 1%

Dititrasi dengan KOH 0.05 N sampai terbentuk warna merah jambu permanen

Dihitung % kadar asam lemak bebas


Hasil

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok
D. Hasil dan Pembahasan
1. Kadar Lemak Metode Soxhlet
No. Nama sampel Berat sampel

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Berat
sampel+labu

Berat
labu

Berat lemak
(gram)

%
lemak

1.

Kacang Tanah

5,0093

49,4493

48,8471

0,6022

12,03

2.

Kacang Merah

5,0053

45,7305

47,1036

-1,3731

-27,43

3.

Kedelai

5,0057

45,4945

45,8870

0,3925

-7,84

Perhitungan :

kadar lemak =

W 2W 1
100
W sampel

1. Sampel kacang tanah

kadar lemak =

49,449348,8471
100
5,0039

12,03
2. Sampel kacang merah

kadar lemak =

45,730547,1036
100
5,0053

27,43
3. Sampel kedelai

kadar lemak =

45,494545,8870
100
5,0057

7,84
1. Pembahasan
Prinsip dari analisa lemak metode soxhlet ini adalah analisa kadar lemak dengan cara
ekstraksi lemak dari bahan pangan dengan menggunakan pelarut organik yang bersifat
nonpolar sehingga lemak terbawa oleh pelarut. Lemak dan pelarut dipisahkan dengan
cara menguapkan pelarut sehingga dapat diketahui berat lemaknya. Kadar lemak dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

lemak =

W 2W 1
100
W sampel

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisa pada ekstraksi lemak dengan
metode soxhlet ini antara lain Jenis pelarut yaitu pelarutnya harus bersifat non polar
karena pelarut akan melarutkan atau mengekstraksi lemak pada metode soxhlet. Sifat
non polar yang sesuai dengan minyak maka akan mengekstraksi lemak secara optimum
pada metode soxhlet. Lalu proses pengeringan sampel di oven, apabila masih terdapat
air pada sampel, maka saat ekstraksi pada soxhlet air yang bersifat polar akan
mengganggu ekstraksi lemak karena lemak dan pelarut yang digunakan bersifat non
polar. Kemudian keberadaan senyawa lain yang ikut terlarut, ukuran partikel sampel
yaitu pada metode soxhlet diperlukan penghancuran sampel untuk memperluas
permukaan agar sampel dapat berkontak langsung dengan baik oleh solvent dan
kandungan lemak dapat terekstraksi secara optimal. Selain itu juga Kadar air perlu
diperhatikan pula karena metode soxhlet tidak cocok untuk sampel yang berkadar air
tinggi, sehingga diperlukan pengeringan yang relatif lama agar kadar air pada sampel
tidak mengganggu ekstraksi lemak.
2. Analisa Prosedur
Tahap pertama dalam melakukan uji analisa kadar lemak menggunakan metode
Soxhlet ini adalah menyiapkan alat dan juga bahan-bahan yang dibutuhkan. Alat dan
bahan tersebut meliputi seperangkat soxhlet beserta kondensor dan labu lemak,
timbangan analitik, kapas, oven, desikator, selongsong kertas, dan pelarut petroleum
eter. Analisa kadar lemak ini dilakukan pada 3 jenis sampel yang berbeda yaitu kacang
tanah, kacang merah, dan kedelai.
Setelah alat dan bahan disiapkan, maka tahapan selanjutnya adalah tahap
preparasi sampel yang dilakukan dengan menghancurkan sampel kacang tanah,
kacang merah dan kedelai secara terpisah menggunakan mortar. Fungsi dari
penghancuran sampel ini adalah untuk memperkecil partikel dan memperbesar luas
permukaan dari sampel, karena kandungan lemak pada bahan pangan kebanyakan
berada didalam partikel sehingga apabila sampel dihancurkan maka akan mudah keluar
dan dianalisa. Kemudian labu lemak dikeringkan dengan oven suhu 1050C selama 2 jam
untuk menghilangkan kadar airnya. Selanjutnya ditimbang sampel sebanyak 5 gram
dalam wadah gelas arloji menggunakan timbangan analitik yang memiliki ketelitian 4
angka dibelakang koma. Setelah masing-masing sampel ditimbang, lalu sampel di oven
atau dikeringkan selama 1 jam. Lalu kemudian sampel bungkus menggunakan kertas
saring dan dibuat thimble. Fungsi pembungkusan sampel ini adalah untuk mendapatkan
hasil ekstrak lemak yang diinginkan secara optimum, dan agar padatan dapat terpisah
sehingga yang didapatkan adalah murni ekstrak lemak dari sampel. Setelah itu diikatkan
dengan tali atau benang yang telah dilabeli sesuai nama sampel, hal ini bertujuan untuk
memudahkan pengamatan.
Kemudian sampel dimasukkan kedalam tabung destilasi yang dirangkaikan dengan
labu soxhlet. Sebelum itu labu soxhlet yang sedikit basah perlu dikeringkan terlebih
dahulu dengan memasukkan dalam oven selama kurang lebih 15 menit. Setelah sampel
dalam tabung destilasi dirangkai dengan labu soxhlet, ditambahkan pelarut PE
(Petroleum Eter) sebanyak 40 ml yang diukur dengan gelas ukur dimasukkan ke dalam
labu soxhlet melalui tabung destilasi sehingga pelarut akan turun ke labu soxhlet. PE
dipilih karena mudah didapatkan daripada pelarut organik yang lain, selektif melarutkan
lemak tiggi, dan relatif terjangkau, titik didih lebih rendah dari pelarut lain, serta mudah
menguap pada suhu 60-800C.
Setelah pelarut dimasukkan ke dalam labu soxhlet, sampel tersebut di refluks
selama 5 jam. Kemudian hasil refluks berupa lemak yang bercampur dengan pelarut di
uapkan sisa pelarutnya ke dalam oven dengan suhu 105 0C selama 1 jam. Fungsi dari
pengovenan yang kedua ini adalah untuk menghilangkan sisa pelarut yang mungkin

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

masih tertinggal didalam labu lemak. Setelah 1 jam berlangsung, sampel dikeluarkan
dan kemudian di dinginkan kedalam desikator menggunakan alas cawan petri. Tahapan
selanjutnya yaitu menimbang labu lemak. Jadi berat lemak dapat diketahui dengan
mengurangi berat labu lemak dengan berat labu lemak awal. Terakhir yaitu menghitung
persentase kadar lemak yang terdapat dalam masing-masing sampel dengan
menggunakan rumus.
3. Perbandingan Hasil Praktikum dengan Literatur
Pada praktikum analisa lemak metode soxhlet ini menggunakan tiga sampel yaitu
kacang tanah, kacang merah, dan kedelai. Berat sampel kacang tanah yang digunakan
yaitu 5,0039 gram dengan berat labu lemak awal (W1) yaitu 48,8471 gram, kemudian
berat lemak akhir (W2) adalah 49,4493 gram. Sehingga ketika dihitung menggunakan
rumus, maka diketahui bahwa persentase lemak yang terdapat dalam sampel kacang
tanah yaitu sebesar 12,03%. Jika dibandingkan dengan data literatur kadar lemak
kacang tanah secara keseluruhan yaitu mencapai 43 gram per 100 gram. Kacang tanah
kaya akan asam lemak tidak jenuh yang dapat menurunkan kolesterol darah (Astawan,
2009). Menurut literatur lain, minyak merupakan campuran ester dari gliserol dan asam
lemak rantai panjang yang sering disebut trigliserida. Trigliserida terbentuk dari asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Minyak kacang tanah mengandung 76 82%
asam lemak tak jenuh yang terdiri dari 40 45% asam oleat dan 30 45% asam
linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar
asam miristat sekitar 5%. Kandungan minyak yang terdapat di dalam kacang tanah
cukup tinggi yaitu berkisar antara 40 50% (Ganjar, 2009). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa, lemak kacang tanah yang diuji lebih kecil dari literatur yang didapat. Hal ini
mungkin saja terjadi karena jenis pelarut yang digunakan dalam pengujian memiliki
perbedaan dengan literatur, proses penyaringan sampel yang kurang baik, jenis varietas
kecang tanah yang digunakan berbeda dengan literature atau bisa saja karena kadar air
sampel kacang tanah ini masih terlalu banyak (Suter, 2008). Selain itu, pada dasarnya
metode soxhlet merupakan metode kasar, jadi wajar saja jika hasil yang diperoleh
berbeda.
Sampel yang kedua yaitu sampel kacang merah. Berat sampel kacang merah
yang diuji yaitu 5,0053 gram dengan berat labu lemak awal (W1) yaitu 47,1036 gram,
kemudian berat lemak akhir (W2) adalah 45,7305 gram. Sehingga ketika dihitung
menggunakan rumus, maka diketahui bahwa persentase lemak yang terdapat dalam
kacang merah yaitu sebesar -27,43%. Menurut literatur, kadar lemak pada kacang
merah relatif rendah yaitu sebesar 1,5 gram per 100 gram. Adapun komponen lemak
dari kacang merah terdiri atas asam lemak jenuh 19% dan asam lemak tidak jenuh
63,3%. Sebagian besar asam lemak jenuh berbentuk asam lemak palmitat sedangkan
asam lemak tidak jenuhnya berbentuk asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat
(Astawan, 2009). Dari data hasil praktikum, kadar lemak dalam kacang merah sebesar
-27,43 % yang menunjukkan angka jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan
literatur. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis
kedelai yang digunakan. Kedelai memiliki beberapa varietas, dan sertiap varietas dari
kedelai tersebut memiliki kadar lemak yang berbeda (Suter, 2008). Bisa juga
dikarenakan kesalahan negatif pada saat menimbang sampel pada timbangan analitik.
Peletakan sampel yang kurang tepat pada timbangan analitik juga mempengaruhi hasil.
Misalnya sampel kurang ke tengah sehinga hasil yang didapatkan tidak akurat bahkan
hasilnya negatif. Bisa juga karena timbangan yang digunakan kurang baik atau
bermasalah sehingga hasilnya kurang maksimal.
Sampel yang terakhir diuji adalah kedelai. Berat sampel kedelai yang digunakan
5,0057 gram, berat labu lemak awal (W1) yaitu 45,8870 gram, kemudian berat lemak
akhir (W2) yaitu 45,4945 gram. Sehingga ketika menghitung mencari persentase kadar
lemak dengan menggunakan rumus, didapatkan sebesar -7,84%. Menurut literatur,

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

kadar lemak pada kedelai yaitu sebesar 16,7 gram per 100 gram (Astawan, 2009). Dari
data hasil praktikum, kadar lemak dalam kedelai sebesar -7,84 % yang menunjukkan
angka jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan literatur. Perbedaan ini bisa
disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kedelai yang digunakan.
Kedelai memiliki beberapa varietas, dan sertiap varietas dari kedelai tersebut memiliki
kadar lemak yang berbeda (Suter, 2008). Bisa juga dikarenakan kesalahan negatif pada
saat menimbang sampel pada timbangan analitik. Peletakan sampel yang kurang tepat
pada timbangan analitik juga mempengaruhi hasil. Misalnya sampel kurang ke tengah
sehinga hasil yang didapatkan tidak akurat bahkan hasilnya negatif. Bisa juga karena
timbangan yang digunakan kurang baik atau bermasalah sehingga hasilnya kurang
maksimal.

4. Pertanyaan
a. Apa yang terjadi jika pemanasan dalam oven dilakukan terlalu lama setelah ekstraksi
lemak metode soxhlet?
Jika pemanasan dalam oven dilakukan terlalu lama setelah ekstraksi lemak metode
soxhlet, maka akan mengakibatkan lemak yang terkandung menjadi rusak dan
lamanya pengeringan akan berpengaruh terhadap komposisi kandungan lemak.
Selain itu bisa juga akan terbentuk keton dan aldehid.
b. Kapan ekstraksi lemak metode soxhlet dihentikan? Jelaskan mengapa!
Ekstraksi lemak metode soxhlet dihentikan jika pelarut sudah berwarna jernih. Hal ini
dikarenakan warna pelarut yang jernih menandakan bahwa sudah tidak ada lagi
lemak atau minyak yang terlarut dalam pelarut atau dengan kata lain pada kondisi
tersebut semua lemak sudah terekstrak.
c. Jenis pelarut apa yang dapat digunakan untuk penentuan kadar lemak metode
soxhlet? Jelaskan kelebihan dan kekurangannya!
Pelarut yang dapat digunakan untuk penentuan kadar lemak metode soxhlet adalah
pelarut nonpolar seperti dietil eter, petrolium benzena, petrolium eter, heksana,
benzana, dan aseton. Pada praktikum ini digunakan Petroleum eter sebagai pelarut
yang memiliki kelebihan yaitu mempunyai selektifitas yang tinggi sehingga dapat
mengekstraksi lemak dengan baik dan kemungkinan kecil terganggu oleh komponen
nonpolar lainnya. Selain itu harga pertroleum eter relative murah dan resiko
flamablenya rendah, memiliki titik didih rendah yaitu 60-80C. Adapun kekurangan
dari petroleum eter dan beberapa pelarut yang digunakan dalam ekstraksi lemak
metode soxhlet yaitu kurang bisa memisahkan secara spesifik zat yang terlarut.
Contohnya lemak yang terekstraksi bukan merupakan lemak murni, melainkan masih
ada lemak yang berikatan dengan komponen lain misalnya karbohidrat dan protein
(lipoprotein, dll). Selain itu, pelarut heksana itu sendiri memiliki kelebihan diantaranya
mudah didapat, harga murah, titik didih relatif rendah, tidak mudah meledak,
seletktivitas tinggi, namun kekuranganya adalah mudah terbakar. Sementara
kelebihan aseton adalah pelarut yang mudah menguap. Namun aseton memiliki
kekurangan yaitu mudah terbakar.
d. Apakah semua jenis lipid terdeteksi sebagai lemak pada analisis lemak dengan
metode soxhlet?
Ya. Semua jenis lipid terdeteksi sebagai lemak pada analisis lemak dengan metode
soxhlet, karena pelarut yang ada pada soxhlet ini non polar sehingga mengikat

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

semua jenis lipid yang non polar seperti fosfolipida, sterol, asam lemak bebas,
karotenoid, dan pigmen larut lemak lainnya dan kemudian terbaca sebagai lemak.
Selain itu metode soxhlet ini menggunakan metode lemak kasar karena tidak bisa
memisahkan lemak yang berikatan dengan komponen lain.

2. BilanganPeroksida
No.

Nama sampel

1.
2.
3.

Margarin
Minyak curah
Minyak merk

Berat
sampel
10,0005
10,0075
10,0016

Volume
Na2S2O3 (ml)
0,3
0,4
0,65

Bilanganpe
roksida
3
4
6,5

Perhitungan :

Rumus Bilangan Peroksida=

1.

Minyak merk
Bilangan peroksida=

2.

0,65 x 0,1 x 1000


=6,5 mek /kg
10,0016

Minyak curah
Bilangan peroksida=

3.

Vtitrasi N Na2 S 2O 3 1000


berat sampel

0,4 x 0,1 x 1000


=4 mek /kg
10,0075

Margarin
Bilangan peroksida=

0,3 0,1 1000


=3 mek /kg
10,0005

1. Pembahasan
Prinsip dari penentuan bilangan peroksida yaitu penentuan bilangan peroksida
dengan cara mengukur iod/I2 yang dibebaskan oleh Kalium Iodida. Iod akan
dilepaskan oleh KI akibat reaksi oksidasi dari peroksida pada sampel, pada larutan
asam asetat glasial:kloroform (3:2). Berikut ini adalah rumus untuk menentukan
bilangan peroksida yaitu sebagai berikut:

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Vtitrasi N Na2 S 2 O 3 1000

meq
Bilangan Peroksida
=
kg

( )

Pada analisa bilangan peroksida pada berbagai sampel minyak ini banyak faktor yang
dapat mempengaruhi hasil analisa diantaranya jumlah pengulangan penggorengan.
Semakin banyak suatu minyak digunakan untuk penggorengan, maka asam lemaknya
juga akan semakin teroksidasi dan menyebabkan kandungan peroksidanya semakin
banyak. Suhu penggorengan, ketidakjenuhan asam lemak pada minyak, adanya
antioksidan dan adanya oksigen dalam sampel akan menyebabkan kemungkinan
asam lemak teroksidasi semakin besar, sehingga akan semakin banyak peroksida
dalam sampel tersebut.
2. Analisa Prosedur
Seperti pada percobaan lainnya, tahap pertama yang dilakukan dalam analisa
bilangan peroksida ini yaitu menyiapkan alat dan juga bahan yang dibutuhkan. Alatalat yang dibutuhkan antara lain masing-masing 1 buah pipet ukur 1 ml dan 10 ml,
gelas ukur, pipet tetes, 4 buah beaker glass 250 ml, 1 buah beaker glass 100ml, 3
buah erlenmeyer 250ml, timbangan analitik, biuret, dan statif. Sedangkan bahan yang
dibutuhkan meliputi pelarut asam asetat glasial : kloroform (3:2), kalium iodida jenuh,
indikator amilum, aquades serta titer berupa natrium thiosulfat 0,1 N. Analisa bilangan
peroksida ini dilakukan pada 3 jenis sampel yang berbeda yaitu minyak merk, minyak
curah, dan margarin.
Setelah alat dan bahan disiapkan maka tahapan selanjutnya adalah menimbang
masing-masing sampel sebanyak 10 gram menggunakan timbangan analitik.
Penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik ditujukan agar hasil
penimbangan mendapatkan akurasi yang baik. Kemudian masing-masing sampel
tersebut dimasukkan ke dalam 3 buah erlenmeyer berbeda yang masing-masing
sudah diberi label. Selanjutnya ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat
glasial:kloroform (3:2) dan dikocok sampai sampel minyak larut. Asam asetat glasial
disini berfungsi untuk menyediakan kondisi pH asam yang sesuai untuk reaksi kalium
ioda jenuh dan peroksida. Sementara kloroform berfungsi sebagai pelarut lemak
sehingga komponen larut lemak lainnya akan terpisah dari peroksida. Setelah itu
ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh yang kemudian akan bereaksi dengan peroksida
dimana I2 akan dilepas karena oksidasi dari peroksida. Selanjutnya dikocok selama 1
menit untuk kemudian ditambahkan dengan 30 ml aquades. Aquades ini berfungsi
sebagai penyedia H+ dan juga pengencer sehingga iodium lebih mudah mengikat pati.
Kemudian ditambahkan 15 tetes indikator amilum yang sebelumnya sudah
dipanaskan sampai mendidih agar dapat dipastikan bahwa amilum tersebut telah larut
sehingga dapat membebaskan iodin. Apabila indikator tidak dipanaskan terlebih
dahulu, amilum dalam indikator akan mengendap sehingga ketika ditambahkan dalam
sampel tidak dapat memberikan warna biru yang berarti bahwa larutan tidak dapat
berfungsi sebagai indikator karena didalamnya hanya terdapat aquades tanpa
indikator yang terlarut. Amilum digunakan sebagai indikator dikarenakan struktur yang
dimilikinya dapat memerangkap I2 yang merupakan indikasi banyaknya peroksida
dalam sampel.. Tahapan selanjutnya yaitu mentitrasi larutan tersebut dengan titer
berupa natrium thiosulfat 0,1 N sampai warna birunya hilang. Dihitung dan dicatat
perubahan volume Na-tiosulfat. Selanjutnya tahapan-tahapan serupa diulangi untuk
blanko tanpa sampel agar kemudian dapat dihitung miliekuivalen peroksida tiap

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

sampel dengan menggunakan rumus, sehingga diperoleh hasil bilangan peroksida


tiap sampel.
3. Perbandingan Hasil Praktikum dengan Literatur
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data bahwa bilangan
peroksida yang diperoleh pada sampel minyak merk sebesar 6,5 meq/kg. Sementara
menurut literatur angka peroksida maksimal adalah 2 meq/kg (Winarni, 2010).
Perbedaan keduanya sangat signifikan, karena kemungkinan kesalahan pada
penentuan titik akhir titrasi. Penentuan titik akhir titrasi yang salah akan menyebabkan
tingginya volume Na-tiosulfat sehingga bilangan peroksida yang terhitung lebih besar
dari literatur. Selain itu ada atau tidaknya zat antioksidan dalam produk minyak juga
akan mempengaruhi besarnya bilangan peroksida.
Selanjutnya menggunakan sampel minyak curah diketahui bahwa minyak curah
memiliki kandungan peroksida sebesar 4 meq/kg. Hasil ini diperoleh dari berat sampel
minyak curah 10,0075 gram dengan volume titrasi sebesar 0,4 ml. Menurut (Winarni,
2010) bilangan peroksida dari minyak curah yang masih segar atau belum digunakan
untuk menggoreng yaitu sebesar 4,824 meq/kg. Sama halnya dengan minyak merk,
minyak curah yang dianalisa menggunakan metode titrasi berbeda hasil dengan data
literatur. Bilangan peroksida pada sampel minyak curah yang lebih kecil dibandingkan
literatur menunjukkan jumlah peroksida yang kesil sehingga dapat dikatakan bahwa
kualitas dari sampel minyak tersebut masih baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
penyimpanan minyak curah yang baik sehingga kualitas minyak dapat terjaga dan
bisa saja sampel minyak curah yang digunakan masih baru.
Sampel yang terakhir yaitu sampel margarin yang diketahui memiliki bilangan
peroksida sebesar 3 meq/kg. Hasil ini diperoleh dari berat sampel margarin sebesar
10,0016 gram dengan volume titrasi sebesar 0,65 ml. Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3541-1994), bilangan peroksida suatu margarin berkisar 1,27-2,02
mek/kg. Perbedaan bilangan peroksida yang ini dapat disebabkan oleh kondisi dan
penyimpanan margarin. Lamanya waktu penyimpanan margarin dapat mempengaruhi
meningkatkan angka peroksida. Penentuan titik akhir titrasi yang salah, juga akan
menyebabkan tingginya volume Na-tiosulfat sehingga bilangan peroksida yang
terhitung lebih besar dari literatur.
4. Pertanyaan
a. Apa fungsi Na-tiosulfat dalam analisis bilanga peroksida?
Fungsi dari Na-tiosulfat adalah sebagai reduktor yang akan bereaksidengan I2
bebas. Dimana prinsip dari titrasi Na-tiosulfat yaitu akan bereaksi dengan iodin
yang pada mulanya berikatan dengan pati berwarna biru , saat Na-tiosulfat yang
ditambahkan dirasa cukup adalah warna bening yang bereaksi dengan I 2 bebas.
Banyaknya Na-tiosulfat merupakan parameter banyaknya I2 yang dilepaskan,
dan banyaknya peroksida pada sampel.
b. Apa fungsi KI jenuh pada pengukuran bilangan peroksida?
KI jenuh berfungsi sebagai larutan yang bereaksi dengan peroksida dan
melepaskan I2. Dengan penambahan KI akan membebaskan iodin yang ditandai
terbentuknya warna kuning pada sampel.
c. Mengapa indikator yang digunakan adalah amilum?
Karena pati akan menangkap iodin yang dilepas dari KI jenuh dan membentuk
kompleks warna biru. Hal ini sesuai dengan uji pati sebelumnya yaitu apabila
suatu pati+ iodium akan menangkap iodin diantara strukturnya sehingga terdapat
senyawa warna bitu. Warna ini menjadikan pati sebagai indikator.
d. Kapan titrasi sampel dihentikan? Jelaskan mengapa!

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Kompleks warna biru terjadi disebabkan karena adanya iod yang terperangkap
dalam amilum. Titrasi dihentikan ketika warna biru hilang karena telah mencapai
titik akhir titrasi yang disebabkan iod yang terikat dari pati hilang atau habis.
Kemudian pati diikat kembali oleh Na-tiosulfat.
3. Kadar Asam Lemak Bebas
Volume
NaOH
(ml)

No.

Nama sampel

Berat
sampel

1.

Minyak curah

10,0083

0,55

2.

Minyak merk

10,0030

0,7

3.

Margarin

10,2695

0,45

Jenis dan
BM Asam
Lemak
Asam lemak
tak jenuh
256
Asam lemak
tak jenuh
256
Asam lemak
tak jenuh
256

Kadar
ALB (%)
0,0703

0,0895

0,0560

Perhitungan :

%ALB=

1.

Minyak Merk

%ALB=

2.

0,55 0.05 256


100 =0,0703
10,0083 1000

Minyak Curah

%ALB=

3.

Vol KOH N KOH BM Asam lemak dominan


100
berat sampel 1000

0,7 0.05 256


100 =0,0895
10,0030 1000

Margarin

%ALB=

0,45 0.05 256


100 =0,0560
10,2695 1000

1. Pembahasan
Prinsip dari analisa kadar asam lemak bebas yaitu penentuan jumlah asam lemak bebas
yang ada pada sampel dengan metode titrasi asam-basa. Rumus yang digunakan untuk
menentukan kadar asam lemak bebas adalah:

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok
kadar asam lemak bebas=

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

ml KOH N BM Asam Lemak


100
berat sampel(g) 1000

Faktor yang mempengaruhi hasil analisa kadar asam lemak bebas diantaranya kadar air
bahan pangan, frekuensi menggunakan minyak, kelembaban bahan pangan, suhu
penggorengan, dan kecepatan perubahan lemak (reaksi oksidasi).
2. Analisa Prosedur
Seperti pada percobaan lainnya, tahap pertama yang dilakukan dalam analisa
bilangan peroksida ini yaitu menyiapkan alat dan juga bahan yang dibutuhkan. Alat-alat
yang dibutuhkan antara lain masing-masing 1 buah pipet ukur 1 ml dan 10 ml, gelas ukur,
pipet tetes, 4 buah beaker glass 250 ml, 1 buah beaker glass 100ml, 3 buah erlenmeyer
250ml, timbangan analitik, biuret, dan statif. Sedangkan bahan yang dibutuhkan meliputi
50 ml alkohol 95 %, 3 tetes indicator PP 1%, dan titer berupa KOH 0,05 N. Analisa kadar
asam lemak bebas ini dilakukan pada tiga jenis sampel yang berbeda yaitu minyak merk,
minyak curah, dan margarine.
Setelah alat dan bahan disiapkan maka tahapan selanjutnya adalah menimbang
masing-masing sampel sebanyak 10 gram menggunakan timbangan analitik.
Penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik ditujukan agar hasil
penimbangan mendapatkan akurasi yang baik. Selanjutnya masing-masing sampel
tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer ukuran 250 ml yang sudah
dilabeli. Kemudian pada tiap sampel ditambahkan 50 ml etanol 95%. Untuk sampel
margarin, etanolnya harus dipanaskan terlebih dahulu. Fungsi pemanasan (refluks) saat
percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak tersebut bereaksi dengan
cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol (etanol) larut seutuhnya. Etanol 95%
berfungsi sebagai pelarut asam lemak bebas dan menghentikan kerja enzim lipase
sebelum titrasi terjadi. Setelah itu sampel ditambah 3 tetes larutan indikator fenolftalein
1%, yang berguna untuk memerangkap I2 selain itu juga untuk indikator perubahan
warna, dimana titik akhir titrasi terbentuk warna merah jambu yang tahan selama 30
detik. Tahap selanjutnya yaitu menitrasi sampel dengan larutan KOH 0,05 N sampai
terbentuk warna merah jambu yang permanen. Titrasi menggunakan basa kuat KOH
agar dapat menetralkan sifat asam dari asam lemak bebas itu sendiri. Setelah titrasi
berakhir, hitung kadar asam lemak bebas menggunakan rumus.
3. Perbandingan Hasil Praktikum dengan Literatur
Praktikum analisa kadar asam lemak bebas kali ini menggunakan tiga sampel yang
sama dengan analisa bilangan peroksida, yaitu minyak merk, minyak curah dan
margarin. Pertama yaitu minyak merk yang memiliki asam lemak bebas sebesar
0,0895%. Nilai ini diperoleh dari berat sampel minyak bimoli 10,0030 gram, volume KOH
yang digunakan untuk titrasi sebesar 0,7 ml dengan normalitas 0,05 N, serta BM asam
lemak dominan yaitu 256. Menurut Wahyuni (2011) suatu minyak memiliki kandungan
asam lemak bebas maksimal 0,3%. Hal ini menunjukkan bahwa minyak merk tersebut
kandungan kadar asam lemak bebasnya tidak melebihi standart, sehingga dapat
dikatakan minyak tersebuut memiliki mutu yang baik. Menurut Parliman (2012) asam
lemak bebas sangat berkaitan dengan mutu suatu minyak. Kandungan asam lemak
bebas yang tinggi menyebabkan mutu minyak menjadi rendah.
Sampel kedua yang digunakan yaitu minyak curah yang memiliki asam lemak bebas
sebesar 0,0703%. Nilai ini diperoleh dari berat sampel minyak curah 10,0083 gram,
volume KOH yang digunakan untuk titrasi sebesar 0,55 ml dan diketahui Normalitas 0,05
N, serta BM asam lemak dominan yaitu 256. Berdasarkan literatur, pada umumnya
minyak curah yang beredar dipasaran memiliki kadar asam lemak bebas 0,1% (Winarni,

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

2010). Jadi kandungan asam lemak bebas dari sampel minyak curah yang diuji tidak
melebihi standar yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 0,0703%. Kandungan asam lemak
bebas yang berbeda ini dipengaruhi oleh faktor kecepatan perubahan minyak secara
fisika dan kimia.
Sampel yang terakhir yaitu margarin yang diketahui memiliki asam lemak bebas
sebesar 0,0560 %. Nilai ini diperoleh dari berat sampel mentega 10,2695 gram, volume
KOH yang digunakan untuk titrasi 0,45 ml dan diketahui Normalitas 0,05 N, serta BM
asam lemak dominan yaitu 256. Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI 01-35411995) menyatakan bahwa kadar asam lemak maksimal margarin adalah 0,30%. Syarat
keadaan bau, warna dan rasa dalam keadaan normal asam lemak bebas tidak lebih dari
0,30%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak pada margarin yang diuji
tidak melebihi mutu yang telah ditetapkan Standart Nasional Indonesia.
4. Pertanyaan
a. Pada analisis asam lemak bebas dengan metode titrasi apakah semua asam lemak
bebas terekstrak oleh alkohol?
Dalam analisis kadar asam lemak bebas digunakan pelarut alkohol berupa etanol,
karena etanol berfungsi untuk melepaskan asam lemak bebas dari sampel sehingga
dapat diukur kadar asam lemak bebasnya. Selain itu pelarut etanol dapat
menghentikan kerja enzim lipase sebelum titrasi. Jika enzim lipase bekerja selama
proses titrasi maka hasil analisa tidak akan optimal. Namun tidak semua asam lemak
bebas terekstrak oleh alkohol pada analisis asam lemak bebas metode titrasi karena
alkohol (etanol) hanya dapat mengekstrak asam lemak bebas sebesar 95,7% dari
asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel.
b. Mengapa perlu ditambahkan KOH pada penentuan kadar asam lemak bebas?
Ditambahkan KOH pada penentuan kadar asam lemak bebas adalah untuk
menetralkan asam dari asam lemak bebas pada sampel. Hal ini didasarkan pada
prinsip titrasi asam-basa. Dimana asam lemak bebas bersifat asam kemudian dititrasi
dengan KOH yang merupakan basa kuat dan sebelumnya ditambahkan PP sebagai
indikator perubahan warna.
c. Mengapa kadar asam lemak bebas didasarkan pada berat molekul asam lemak yang
dominan?
Karena jika ditambahkan dengan berat molekul asam lemak tak dominan, hasilnya
tidak akan begitu mempengaruhi. Selain itu asam lemak tak dominan tidak dapat
mewakili keseluruhan asam lemak yang terkandung dalam bahan. Faktor lainnya
kemungkinan asam lemak tak dominan kurang bisa mudah dipisahkan dari asam
lemak yang dominan.
d. Mengapa perlu ditambahkan indikator fenolftalein/PP pada penentuan kadar asam
lemak bebas?
Karena asam lemak bersifat asam, namun setelah dititrasi dengan menggunakan
KOH menjadi basa. Sehingga digunakan indikator PP karena kelebihan PP memiliki
spectrum basa yang luas dan merupakan indikator basa yang mana bila berikatan
dengan asam akan menghasilkan warna merah muda/pink pada sampel yang
dititrasi.

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Kesimpulan
Prinsip dari ekstraksi lemak metode soxhlet adalah analisa lemak dengan cara
ekstraksi lemak dari bahan pangan dengan menggunakan pelarut organik dan bersifat non
polar, sehingga lemak terbawa oleh pelarut dan di pisahkan dengan menguapkan pelarut
sehingga lemak terbawa oleh pelarut sehingga diketahui berat lemak. Untuk penentuan
bilangan peroksida prinsipnya yaitu penentuan bilangan peroksida dengan cara mengukur
iod/I2 yang dibebaskan oleh Kalium Iodida. Iod akan dilepaskan oleh KI akibat reaksi oksidasi
dari peroksida pada sampel, pada larutan asam asetat glasial:kloroform (3:2). Sementara
prinsip dari analisa kadar asam lemak bebas yaitu penentuan jumlah asam lemak bebas
yang ada pada sampel dengan metode titrasi asam-basa.
Berdasarkan analisa kadar lemak yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa urutan sampel dengan kadar lemak tertinggi sampai yang paling rendah adalah
kacang tanah, kedelai, dan terakhir kacang merah. Untuk urutan bilangan peroksida dari

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

tinggi ke rendah yaitu minyak merk, minyak curah dan terakhir margarin. Sementara sampel
yang memiliki kadar asam lemak bebas paling tinggi ke rendah urutannya adalah minyak
merk, minyak curah, dan margarin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi lemak dengan metode soxhlet yaitu jenis
pelarut, proses pengeringan sampel, keberadaan senyawa lain yang ikut terlarut, ukuran
partikel, dan kadar air. Sementara faktor yang mempengaruhi besar kecilnya bilangan
peroksida yaitu jumlah pengulangan penggorengan, suhu penggorengan, jumlah oksigen,
ketidak jenuhan asam lemak pada minyak, dan ada tidaknya antioksidan pada sampel.
Sedangkan untuk hasil analisa kadar asam lemak bebas itu sendiri dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya kadar air dalam minyak atau bahan pangan, frekuensi
menggunakan minyak goreng, kelembaban bahan pangan, suhu penggorengan, dan
kecepatan perubahan lemak.

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasa
n

Nilai

Daftar Pustaka Tambahan


Astawan, M,. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: Penebar
Swadaya
Ganjar, S. 2009. Ekotoksikologi Teknosfer. Surabaya: Penerbit Guna Widya.
Parliman, B. 2012. Minyak Nabati. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Standart Nasional Indonesia. SNI 01-3741-1995 Standart Mutu Margarin

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Suter, I Ketut. 2008. Stabilisasi Bekatul Dalam Upaya Pemanfaatannya Sebagai Pangan
Fungsional. Universitas Udayana.
Winarni, Dkk. 2010. Penetralan Dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng
Layak Konsumsi. Jurnal Kimia: Vol 8. UNNES.

Lampiran Foto
1. Metode soxhlet

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

2. Metode bilangan peroksida

3. Metode ALB

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Nama
NIM
Kelas/Kelomp
ok

Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan

: Endah Trinafianita
: 145100500111011
: G/G7

Você também pode gostar