Você está na página 1de 10

Anaerobic Digester sebagai Teknologi Pengolahan Limbah Organik

pada Permukiman Sisi Sungai

Wanda Yovita
NIM 25209029

Abstrak. Masalah pencemaran dan kebutuhan energi adalah salah satu rangkaian yang
mempengaruhi pemanasan global dunia dan kota Bandung pada khususnya. Permukiman yang
memiliki jumlah limbah harian dalam jumlah besar, ikut menyumbang pencemaran khususnya
pencemaran air sungai yang kini menyumbang degradasi lingkungan kota Bandung. Keterkaitan
energi dan limbah ini ternyata dapat menjadi potensi yang menguntungkan karen dengan
pengolahan yang tepat dan berkelanjutan, limbah ternyata dapat menghasilkan energi biologis
yang ramah lingkungan dan air residu pengolahan ini layak untuk dialirkan ke sungai dialirkan
ke sungai. Makalah ini membahas tentang anaerobic digester sebagai sistem teknologi septic
tank tingkat lanjut yang dapat menghasilkan gas metana sebagai bahan untuk menyalakan
kompor rumah tangga yang cukup sederhana.
1. Pendahuluan

Kebutuhan energi dan pencemaran air merupakan isu konkret yang terjadi belakangan ini akibat
dampak global warming. Di kota Bandung sendiri, pencemaran terhadap air sungai dan tingginya
harga bahan bakar fosil menjadi salah satu masalah masyarakat. Untuk mengatasi hal itu,
hendaknya dilakukan teknologi tepat guna pada rumah tinggal dalam skala komunitas agar
dampak yang dirasakan lebih kolektif dan efisien.

1. 1 Latar Belakang

Pemanasan global merupakan salah satu isu utama dunia yang berkembang saat ini termasuk di
Indonesia dan kota Bandung pada khususnya. Krisis air bersih menjadi permasalahan salah
satunya akibat tingginya pencemaran yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di berbagai
tempat. Setiap masyarakat memiliki kontribusi terhadap pencemaran melalui limbah rumah
tangga maupun limbah dari sektor agrikultur.

Daerah Cekungan Bandung khususnya kota Bandung belakangan ini mengalami degradasi
lingkungan yang dapat dilihat dari meningkatnya kejadian erosi, sedimentasi, banjir, longsor,
kerusakan infrastruktur dan lain-lain. Kota Bandung juga dilalui oleh berbagai SubDAS yaitu
Sub DAS Cihaur, Sub DAS Cikapundung, Sub DAS Citarik dan lainnya yang bermuara dengan
posisi tegak lurus di Sungai Citarum. Sungai Cikapundung adalah salah SubDAS yang mengalir
melintasi kota Bandung dan pada beberapa titik sungai ini menjadi muara pembuangan limbah
rumah tangga dari permukiman di sekitarnya. Berdasarkan penelitian tentang Revitalisasi
Permukiman Kota: Pengembangan Pola- pola Baru Penataan Permukiman Kota Berbasis
Penyediaan dan Penggunaan Air secara Berkelanjutan limbah rumah tangga di kota Bandung
khususnya pada daerah yang menjadi studi tidak mengalami pengolahan pada skala hunian
terlebih dahulu akan tetapi langsung bercampur dengan saluran air kotor lain untuk dibuang ke
sungai.

Gambar 1: Permukiman rural di sisi sungai Cikapudung


Sumber: google earth, 2010.

Gambar 2: Permukiman padat di kota Bandung di sisi sungai Cikapudung


Sumber: google earth, 2010.
Sedangkan di Bandung bagian utara yang kebanyakan berbasis agrikultur, limbah yang
dihasilkan dari sektor ini adalah limbah pertanian seperti aliran pupuk maupun kotoran ternak.
Bagi petani yang memiliki peternakan sapi, mereka menggunakan air hujan atau air dari mata air
untuk memandikan sapi maupun membersihkan kandangnya. Limbah ini langsung di buang ke
anak-anak sungai Cikapundung tanpa pengolahan lanjutan. Pencemaran terhadap Sungai
Cikapundung ini sendiri berlanjut hingga ke muaranya di sungai Citarum dari limbah rumah
tangga yang ada di sepanjang sisi sungai Cikapundung.

1.2 Permasalahan

Kesamaan maslah permukiman di sepanjang sisi sungai Cikapundung adalah pengolahan


limbahnya yaitu limbah organic berupa kotoran manusia maupun hewan ternak. Limbah ini
langung di buang ke sungai hingga mencemari Cikapundung dari hulu hingga ke hilir. Untuk
mengurangi pencemaran terhadap sungai ini tentu diperlukan teknologi yang tepat guna, murah
dan efisien. Sedangkan penggunaan bahan bakar LPG atau bahan bakar fosil masih dianggap
mahal dan penggunaannya terbatas. Limbah organic dapat menjadi potensi energi alternatif oleh
masyarakat yang tinggal di sepanjang sisi sungai Cikapundung yang kerap kali bermasalah
dengan pencemaran sungai.

1.3 Batasan dan Lingkup

Makalah ini menawarkan solusi terhadap teknologi tepat guna yang dapat diterapkan pada rumah
masyarakat sepanjang sisi sungai dalam skala komunitas agar pengelolaan lebih efektif dan
keuntungan yang didapat lebih besar. Teknologi Anaerobic Digestion merupakan teknologi tepat
guna yang memanfaatkan limbah kotoran ternak dan manusia dengan pengolahan tanpa oksigen
yang kemudian dapat menghasilkan gas metan yang dapat digunakan masyarakat untuk
keperluan memasak. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana limbah rumah tangga dan
ternak diolah dari unit hunian kemudian dikelola secara komunitas.

2. Teori dan Kajian Pustaka

Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari berbagai macam limbah
organic seperti sampah biomassa, kotoran manusia maupun hewan dan dapat dimanfaatkan
menjadi energi melalui anaerobic digestion. Anaerobik digestion adalah proses degradasi
material organik tanpa melibatkan oksigen melainkan dengan bantuan bakteri. Lebih dari 50%
gas yang dihasilkan adalah metana. Material organic yang terkumpul pada reactor diuraikan
dalam dua tahap. Pada tahap pertama, material organic akan didegradasi menjadi asam lemah
dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Setelah material organic berubah menjadi asam, maka
selanjutnya pada tahap kedua terjadi pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri
pembentuk metana. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana,
semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar nilai kandungan energi (N. Agung
Pambudi, 2008).

Beberapa jenis reactor biogas diantaranya reactor jenis kubah tetap, reactor terapung, reactor
jenis balon, jenis horizontal , jenis lubang tanah dan jenis ferrocement.

Gambar 3: reaktor jenis kubah tetap Gambar 4: reaktor jenis terapung


Sumber: moechah.wordpress.com Sumber: moechah.wordpress.com

Gambar 5: reaktor jenis balon


Sumber: www.ruralcostarica.com/biodigester.html
Gambar 6: Konsep biodigester
Sumber: http://www.ruralcostarica.com/biodigester.html

Gambar A adalah tangki tempat terjadinya proses anaerobic digestion, B dan C adalah pipa
outlet dan inlet sedangkan D adalah bak pencampur dan E adalah bak penghubung. Pipa inlet
mendekati dasar bak pengolahan sedangkan pipa outlet berada lebih tinggi diatasnya. Bulatan
hijau merepresentasikan penahan plastik bagian bawah agar kerangka yang menahan plastik
penutup tidak turun jika jumlah air menurun. Sedangkan bulatan ungu adalah penahan atas agar
kerangka penahan tidak mengambang ke atas jika air berlebihan.

Gambar lengkungan hitam merupakan gambar plastik penutup yang alasnya ditahan oleh
penahan atas yang akan menggembung saat biogas (tanda panah hitam) menggelembung ke atas.
Biogas ini kemudian dialirkan dengan garis biru yang selanjutnya dapat digunakan untuk
keperluan dapur (http://www.ruralcostarica.com/biodigester.html)

Reactor yang dibahas dalam makalah ini adalah reactor balon yang relatif lebih sederhana dan
tidak memerlukan tempat yang luas dan dapat diterapkan di tengah lahan yang terbatas. Sebagai
contoh, untuk buangan limbah kotoran rutin perhari dengan 38 liter volume air dan 19 liter
kotoran, maka dapat digunakan ukuran reaktor degan panjang sekitar 3 meter, lebar 1.5 meter
dan kedalaman 1.9 meter. Tentunya volume limbah yang digunakan berbeda tergantung jenisnya.
Untuk limbah dari ternak, kemungkinan jumlah air yang diperlukan akan lebih banyak karena
kotoran ternak mengandung lebih banyak serat dan lebih sulit untuk diolah.
Gambar 7: Penggalian lubang Gambar 8: Dinding tangki dilapisi bata dan
tangki. ditambahkan pipa ilet dan outlet.

Gambar 9: kerangka penahan plastik Gambar 10: sambungan antara plastik


balon dan pipa gas

Gambar 11: keran gas Gambar 12: gas sebagai bahan bakar keperluan
rumah tangga
Sumber Gambar: www.ruralcostarica.com
Langkah pertama dalam membuat reaktor ini adalah dengan menggali lubang sesuai yang
dibutuhkan,contohnya dengan ukuran volume 1.9 x 1.3 x 3 meter. Di kedua sisi pendek, dibuat
lubang yang akan dipasang pipa inlet dan outlet. Pipa inlet dipasang dengan kemiringan terhadap
dasar tangki sekitar 45º dan ketinggian 30 cm dari dasar sedangkan pipa outlet memiliki
kemiringan 30º dari dasar tangki dan berjarak 40 cm dari bagian tangki paling atas. Setelah itu
bagian dinding lubang ini di beri bata blok dan disemen (Gambar 7 dan 8).

Di ketinggian sekitar 1 meter dinding ini, diberikan rangka penahan plastik seperti yang telah
dijelaskan pada konsep sebelumnya dan bagian dasar tangki kemudian diperkeras. Setelah itu
pada bagian atas tangki, ditutup oleh plastik dan diberi pipa penyalur gas yang akan dihasilkan.
Pipa penyalur gas ini dilengkapi dengan keran agar pengeluaran gas dapat dikontrol dan air
dalam botol yang berfungsi sebagai tempat larian gas jika tekanan yang dihasilkan dalam tangki
terlalu besar (Gambar 11). Pipa ini dapat dihubungkan ke rumah-rumah dan menyalurkan gas
secara langsung.

Gambar 12: reaktor sederhana untuk rumah tangga


Sumber: Ditjen PHPP

3. Kasus dan Pembahasan

Pada permukiman yang memiliki kepadatan penduduk tinggi, sumber limbah organik untuk
biogas ini adalah kotoran manusia. Jumlah limbah organik yang dikeluarkan oleh rumah tangga
perorang sekitar 0.3 liter/hari. Satu kilogram kotoran diperkirakan mampu menghasilkan 0,05 m³
biogas. Apabila sistem biogas dibuat secara kolektif maka dengan volume tangki sebesar 1.9 x
1.5 x 3 meter, 171 orang mampu menghasilkan hingga 8.55 m³ biogas perhari atau setara dengan
3.93 kg elpiji perhari. Berdasarkan perhitungan sederhana ini, maka sejumlah 34 kepala keluarga
mendapatkan masing 0.11 kg elpiji perhari.
Sedangkan untuk permukiman di daerah rural, maka limbah organik yang dapat diandalkan
dalam reaktor biogas ini adalah kotoran ternak sapi atau kerbau. Dengan 2-3 sapi atau kerbau
atau 6 ekor babi, maka biogas yang dapat dihasilkan adalah 4 m³ yang setara dengan 2,5 liter
minyak tanah dan dimensi tangki yang dibutuhkan adalah tangki berkapasitas 5, 28 m³.
Umumnya masyarakat rural yang memiliki kandang sapi dirumahnya, memiliki 2-3 ekor
sapi/rumah. Hal ini tentu merupakan bahan bakar dengan jumlah yang sangat signifikan.

Reactor ini direncanakan dengan jarak yang paling efektif dari semua rumah yang menyalurkan
limbahnya ke pengolahan ini. Titik yang memungkinkan sebagai tempat reaktor adalah
mendekati sungai karena titik ini merupakan titik terendah sehingga untuk menyalurkan limbah
dari setiap rumah maupun kandang ternak dapat hanya dengan menggunakan gaya gravitasi.

Gambar 13: Peletakan reaktor sebaiknya berada di titik paling


bawah dari kumpulan permukiman/mendekati sungai.

Anaerobic
digester

Gambar 14: Pemipaan berada di bawah jalur sirkulasi.


Pemipaan baik pipa gas maupun pipa penyalur limbah hendaknya berada pada rongga di bawah
jalur sirkulasi karena jalur sirkulasi pada permukiman ini merupakan perkerasan sehingga dapat
dilakukan perawatan yang lebih mudah. Selanjutnya dalam penyaluran limbah sisa, maka dibuat
septic tank sederhana yang bersifat komunal dan mampu memfasilitasi limbah organik tersebut.
Air sebagai residu dapat diminimalisasikan tingkat pencemarannya dengan septik tank sederhana
dan untuk dialirkan ke instalasi umum.

Kesimpulan

Teknologi tepat guna pada rumah tinggal dalam skala komunitas yang mampu mengurangi
pencemaran air sungai dan berpotensi menyuplai energi bahan bakar merupakan hal yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Anaerobik digestion sebagai teknologi pengolahan limbah organik
tentu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah teknologi konstruksi
yang sederhana dan aplikatif, mampu dikerjakan oleh masyarakat, dan tempat yang dibutuhkan
sedikit. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah energi yang dihasilkan tidak terlalu besar.
Dengan tangki bervolume 8.55 m³ apabila dapat diisi penuh perhari, maka gas yang dihasilkan
sekitar 6 jam untuk memasak biasa. Tentu ini jumlah yang sedikit apabila jumlah rumah yang
difasilitasi lebih banyak dari material limbah anorganik yang dihasilkan. Pengelolaan dan
perawatan terhadap peralatan biogas ini membutuhkan perhatian khusus dan rutin agar
pemanfaatannya berkelanjutan. Residu air sisa buangan dapat disalurkan melalui penyaring
sederhana agar air tidak mencemari sungai atau dengan menggunakan teknologi tepat guna lain
yang terintegrasi dengan sistem biogas ini agar peningkatan kualitas lingkungan permukiman di
sisi sungai Cikapundung menjadi lebih baik.
Daftar pustaka

Harun, Ismet Belgawan, et al. 2009. Laporan Akhir Revitalisasi Permukiman Kota:
Pengembangan Pola pola Baru Penataan Permukiman Kota Berbasis Penyediaan dan
Penggunaan Air secara Berkelanjutan. LPPM ITB.

Ismawati, Yuyun. 2007. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja of Banda Aceh City, Septage Sludge
treatment Plant. Presented at Sustainable Household Sanittion for Reconstruction in Aceh and
Nias, Banda Aceh 13-14 February.

Program Bio Energi Perdesaan, Biogas Skala Rumah Tangga. 2006. Direktorat Pengolahan Hasil
Pertanian, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

www.alpensteel.com

www.dikti.org

www.ruralcostarica.com

Você também pode gostar