Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Tuberkulosis Paru
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Radiologi RSUD dr.Tjitrowardojo Purworejo
Disusun Oleh :
Dika Rizki Ardiana
20110310160
Pembimbing :
dr. Tuti Widowati, Sp. Rad
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Tuberkulosis Paru
Disusun Oleh:
Dika Rizki Ardiana
20110310160
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Masuk RS
: Tn. NH
: 35 tahun
: Laki-laki
: Pedagang
: Nglaris RT01/04 Bener, Purworejo
: 17 April 2016
Anamnesis
Keluhan utama
: Batuk darah
Keluhan tambahan
: Lemas dan pusing
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan batuk darah 2x sejak 1 haris SMRS, darah
kurang lebih setengah gelas belimbing tiap batuk. Keluhan disertai lemas (+) dan pusing
(+) Pasien juga terkadang batuk tetapi tidak terlalu sering. Pasien tidak mengalami Sesak
nafas (-), demam (-), berkeringat malam (-), BAK dan BAB seperti biasa
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah terdiagnosis TB Paru dan telah melakukan pengobatan OAT selama
6 bulan 4 tahun yang lalu. Riwayat Hipertensi (-) Diabetes mellitus (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal ada keluarga yang memiliki penyakit serupa.
Riwayat Personal Sosial
Pasien dahulu adalah seorang perokok tetapi 4 tahun yang lalu pasien berhenti
merokok. Pasien bukan peminum alcohol. Di lingkungan sekitar pasien juga ada yang
mengalami keluhan serupa dan meminum obat rutin serupa.
III.
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/ menit
S : 37C
Kepala : Conjunctiva tidak anemis, Sclera tidak ikterik,
Pupil bulat, isokor, refleks cahaya langsung / tidak langsung +/+
Thoraks :
Inspeksi
: pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris
Palpasi
: fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris
Perkusi
: sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
: vesikuler, rhonki basah +/+, wheezing -/Abdomen
Inspeksi
: Distensi (-)
Auskultasi
: Peristaltik (+) Normal
Palpasi
: Nyeri Tekan (-), Defans muskuler (-), massa (-)
Perkusi
: Timpani (+)
Ekstremitas atas : dbn
Ekstremitas bawah : dbn
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai Normal
14,4
g/dL
13,2 17,3
AL (Angka Leukosit)
8,8
ribu/ul
3,0 -10
Hematokrit
42
40-52
AE (Angka Eritrosit)
5,1
juta/ul
4,40-5,90
AT (Angka Trombosit)
211
ribu/ul
150 400
MCV
84
fL
80 100
MCH
29
pg
26 - 34
MCHC
33
g/dL
32 - 36
Neutrofil
61,42
50 - 70
Limfosit
27,00
25 - 40
Monosit
6,30
2-8
Eosinofil
5,00
2,00 - 4,00
Basofil
0,30
0-1
Golongan darah
75
mg/dL
70 -120
Ureum
27,2
mg/dL
10 -50
Creatinin
0,86
mg/dL
0,60 1,10
SGOT
16
U/L
0 50
SGPT
22
U/L
0 50
DIFF COUNT
Foto Thorax
Hasil :
Foto thorax PA, asimetris. Inspirasi dan kondisi cukup pada pasien dengan klinis
hemoptoe, hasil:
-
Tampak opasitas inhomogen batas tak tegas di upper dan midzone kedua pulmo,
Kesan :
Diagnosa Klinis
Haemoptosis
Bekas TB DD TB Paru Relaps
Efusi pleura
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Tuberculosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium
tuberculosis tipe humanus. Basil tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli
ANATOMI
Paru-paru sendiri dibagi menjadi dua, yakni :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru) yaitu
a. Lobus pulmo dekstra superior
b. Lobus medial
c. Lobus inferior
2. Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus
a. pulmo sinister lobus superior
b. lobus inferior
Tiap lobus tersusun oleh lobules dan tiap-tiap lobus terdiri atas belahan-belahan yang lebih
kecil bernama segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segment yaitu 5 buah segment pada lobus superior dan 5
buah segment pada inferior. Sedangkan Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yakni 5 buah
segmen pada lobus inferior, 2 buah segment pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus
inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2 0,3 mm.
Pleura viseral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2.
Pleura parietal, yaitu selaput paru yang melapisi bagian dalam dinding dada.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna unuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernafas bergerak
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, dan sebagian besar
negara-negara di dunia. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih
menempatkanIndonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab
kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler danpenyakit saluran pernafasan, dan
merupakan nomor satu terbesar dalam kelompokpenyakit infeksi. Baik di Indonesia maupun di
dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Walaupun sudah lebih dari
seabad sejak penyebabnyaditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882, TB
belum dapatdiberantas bahkan terus berkembang 2.Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai
tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat,
(2) pengobatan yang tidak adekuat, (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan
tepat, (4) infeksi endemik human immuno-deficiency virus (HIV), (5) migrasi penduduk, (6)
mengobati sendiri (self treatment), (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan
yang kurang memadai.
ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, sangat jarang
disebabkan oleh Mycobacterium avium. Mycobacterium merupakan kuman batangtahan asam,
yang dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu 60C
dalam cairan suspensi selama 15-20 menit.Mycobacterium memiliki ukuran panjang 1-4/um dan
tebal 0,3-0,6/um 1
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak ( Lipid ). Lipid inilah yang membuat
kuman Jebih tahan terhadap asam sehinnga disebut bakteri tahan asam (BTA) . Kuman dapat
tahan hidup pada keadaan kering maupun dingin, karena kuman berada dlam keadaan dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif kembali.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru
lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal paru-paru merupakan tempat predileksi
tuberkulosis.
PATOFISIOLOGI
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang pertama dapat terjadi
pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan telah sembuh sempurna. Ketika
kesehatannya menurun karena penyakit lain seperti AIDS atau diabetes, atau karena
penyalahgunaan alkohol maupun kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi tuna
wisma, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi sakit
beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman TB2.
Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama kali menghirup
kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap penyakit ini. Kuman tersebut
kemudian berkembang menjadi penyakit TB aktif dalam beberapa minggu.Seseorang dengan TB
aktif akan menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain2.
Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB
ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB di mana sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut.
Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe
yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk kompleks primer secara
lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung antara 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler1.
Pada minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga
jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan
sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer ini, infeksi TB primer dinyatakan telah
terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih
negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk.
Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun sejumlah kecil kuman TB dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan1,2.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini1,2.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan
oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen
distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi
dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi
komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi1,2.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen
dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik1,2.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik
tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan
sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan
mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang
memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk
koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya 1,2.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas
seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini pada umumnya tidak langsung
berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini
disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain1,2.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen generalisata akut (acute
generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar
dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis penyakit
TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena
tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita1,2.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah
kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran
lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir
padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning
berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma1,2.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
Hal ini dapat terjadi secara berulang1,2.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi
komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB pada anak, yaitu penyebaran
limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran
limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan
setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru
kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik
biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda1,2.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan
sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi
dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer1.
DIAGNOSA
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, tuberculin tes,
pemeriksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru ditegakkan berdasarkan
ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis.
I. Gejala Klinis
1. Demam
2. Batuk / batuk darah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise
Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu :
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan
nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu
ditambah proyeksi lateral.
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala.
Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin
diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks.
Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45
derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.
Gambaran Radiologis TB
Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :
1. Tuberkulosis Primer8
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling sering didiagnosis
dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa
dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan gambaran
foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah
ditemukan kelainan pada foto toraks.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena, terutama
di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks
pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary
disease, dan efusi pleura.. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas.Salah satu
komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke
pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis
bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada
anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.
Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen apikal lobi
bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai oleh pleuritis.
Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai.
Tuberkuloma
Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat suatu lesi yng
menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah suatu sarang keju
(caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu virulen bahkan biasanya
tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin, tegas dan dipinggirnya ada sarang
perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram.
Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma sering
ditemukan sarang kapur.
Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -anak berusia 7 bulan
dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh lapangan keduaparu. Dan terdapat
konsolidasi di lobus kanan atas
175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml
dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB
paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna dalam
memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau sebesar kepala
jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks, tuberkulosis
miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut (Snow storm apperance). Penyebaran seperti
ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan sering
menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis berbatas
licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang biasanya
sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada
pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu
proses lama yang sudah tenang.
Pemeriksaan laboratorium
Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit
masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Anemia ringan,
gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun
Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah
seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae.
Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis Pada TB paru primer,
pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke paratrakea, dan pada umumnya
unilateral. Sedangkan pada limfoma biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada
sarkoidosis pembesaran KGB hilus bilateral,
2. TB post primer
1. Non Tuberculosis Mycobacteria
2. Silikosis
3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan jamur.
VII. Komplikasi
Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
Obat yang dipakai:
II.
RHZE/ 5 RHE
- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-18 ofloksasin,
etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE
III.
Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis,
baketeriologi, dan radiologi saat ini atau 2 RHZES/ IRHZE/ 5R3H3E3
IV.
TB paru kronik
RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)
VI.
MDR TB
BAB III
KESIMPULAN
disebabkan
oleh
Mycobacterium
tuberculosis,
yang
pada