Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Dibaca: 1158
Komentar: 1
Ormawa: Dengan dikeluarkannya Permendikbud nomor 49 tahun 2014 tentang waktu perkuliahan maksimal lima
tahun, peraturanini dirasa tidak adil bagi mahasiswa yang mengikuti organisasi kampus, sebab ketika di bangku
kuliahlah mahasiswa secara maksimal mengembangkan potensi dirinya salah satunya melalui organisasi mahasiswa,
Jumat (25/4). f/doc.
Kuliah maksimal lima tahun lahirkan mahasiswa sukses kuliah dan organisasi?
Tertanggal 9 Juni 2014, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Mohammad Nuh menetapkan sebuah
peraturan dalam dunia pendidikan. Peraturan tersebut lebih lanjut disebut dengan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional
Perguruan Tinggi. Menindaklanjuti hal tersebut, maka pada tanggal 11 juni 2014 ketetapan tersebut telah
diundangkan bertempat di wilayah ibukota negara, yaitu Jakarta. Peraturan ini pun ditandatangani oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsudin. Setelah momen pengesahan Permendikbud ini, maka
munculah Salinan Permendikbud nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi yang telah
dijamin kesesuaiannya dengan peraturan asli oleh Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, Ani Nurdiani Azizah.
Dari salinan Permendikbud RI nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi pada situs
www.its.ac.id, ada sebanyak 6 BAB dan 65 pasal yang membangun peraturan tersebut. Lalu, menilik lebih lanjut
pada BAB II, bagian keempat, pasal 17 ayat ketiga dan lebih spesifik pada bagian d tertuang sebuah peraturan,
yaitu bagi mahasiswa diploma empat dan sarjana, memiliki masa studi selama empat sampai lima tahun.
Lahirnya peraturan menteri yang mengacu kepada masa studi yang terpakai oleh mahasiswa diploma empat
dengan Sarjana, ternyata belum disambut dengan serta merta oleh sebagian mahasiswa yang tengah menimba
ilmu di Universitas Negeri Padang. Sikap tersebut dintunjukkan oleh salah satu Mahasiswa Jurusan Geografi TM
2010, Dandi Arianto Pelly. Menurut Dandi, masa kuliah yang diperpendek menjadi 5 tahun hanya akan
menghambat kreativitas mahasiswa, sementara bobot Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus diselesaikan
masih tetap sama. Hal ini hanya akan membuat mahasiswa fokus dengan perkuliahan dan melupakan
kehidupan berorganisasi. Saya kurang setuju dengan peraturan ini, ujarnya, Selasa (7/10).
Senada dengan Dandi, Andika Putra juga merasakan hal yang sama terkait peraturan kuliah batas lima tahun.
Mahasiswa Teknik Pertambangan TM 2011 ini mengaku terkejut dan masih mempertanyakan tentang peraturan
tersebut. Menurutnya, hal-hal yang membedakan antara masa studi selama lima tahun atau lebih, belum begitu
jelas. Selain itu, mahasiswa yang terlambat menyelesaikan masa studinya belum tentu disebabkan oleh nilai
akademik yang rendah. Pemerintah seharusnya mengkaji hal ini terlebih dahulu, ujar Ketua Umum Pusat
Pengembangan Ilmiah dan Penelitian Mahasiswa, Jumat (3/10).
Namun, berbeda halnya dengan Heru Setiawan, Mahasiswa Jurusan Teknik Elektronika TM 2011. Heru setuju
jika peraturan ini diterapkan di UNP. Menurutnya, idealnya peraturan tersebut memang harus demikian, karena
dengan adanya peraturan yang seperti itu, mahasiswa akan terpacu dan lebih bersemangat lagi untuk kuliah.
Selain itu, kurangnya minat mahasiswa untuk mengikuti organisasi menurutnya tidak ada hubungannya dengan
batas kuliah lima tahun. Jika memang mahasiswa memiliki niat yang benar, organisasi tidak akan mengganggu
kuliahnya, ungkapnya, Rabu (1/10).
Selaras dengan Heru, Januar Sahri juga mengaku tidak keberatan jika peraturan tersebut diterapkan di UNP.
Menurutnya, peraturan ini memiliki sisi positif dan sisi negatif, tergantung kepada diri pribadi mahasiswa yang
menjalaninya. Jika mahasiswa memang bersungguh-sungguh untuk kuliah, organisasi tidak akan jadi
penghalang untuk bisa wisuda tepat pada waktunya. Karena, mahasiswa harus bisa membagi waktu dengan
baik, ujar Mahasiswa Prodi Ilmu Keolahragaan TM 2014 ini, Jumat (3/10).
Dukungan terhadap peraturan menteri mengenai kuliah batas lima tahun, juga terlihat dari kalangan Staf
Pengajar UNP, salah satunya Dr. Azwir Anhar, M.Si., Dosen Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA), mengatakan setuju dengan peraturan tersebut. Menurutnya, lamanya waktu kuliah
mahasiswa hanya akan merugikan pihak universitas. Karena semakin lama waktu kuliah yang diberikan, maka
mahasiswa akan santai untuk melakukan perkuliahan. Hal ini akan menyebabkan akreditasi universitas menjadi
rendah, ujarnya, Jumat (3/10).
Selain itu, Azwir juga mengatakan bahwa diperpendeknya masa kuliah tidak akan berpengaruh terhadap
keaktifan mahasiswa dalam berorganisasi. Malahan dengan waktu yang diperpendek, mahasiswa akan lebih
semangat untuk berkuliah. Mahasiswa itu harus sukses kuliah dan organisasi, tutupnya. Laporan Kru SKK
Ganto
Sumber : http://www.ganto.or.id/artikel/564/pro-kontra-masa-studi-5-tahun-bagisarjana.html
Dulu waktu saya kuliah di ITB tahun 1985, waktu studi maksimal adalah 7,5 tahun.
Lama ya? Ya jelas, karena jumlah SKS S1 saat itu 160 SKS (9 semester). Tahun 1990an batas waktu studi berubah lagi menjadi 7 tahun karena jumlah SKS berkurang
menjadi 144 (8 semester). Sejak tahun 2004 batas waktu studi di ITB makin
berkurang lagi menjadi maksimal 6 tahun (namun tetap 144 SKS), dan sekarang
dengan Permendikbud yang baru itu ITB masih mengkaji pemberlakuan masa studi
maksimal 5 tahun.
Saya membayangkan, jika batas studi maksimal 5 tahun diberlakukan, akan banyak
konsekuensi yang muncul. Kuliah maksimal 5 tahun itu bagus-bagus saja dari
sisihardskill motivasi mahasiswa, sebab mendorong mahasiswa agar cepat
menyelesaikan studi, fokus selalu kuliah dan belajar, jangan sampai mengulang mata
kuliah karena tidak lulus, cepat menyelesaikan TA, dsb.
Namun sepertinya akan ada hal yang dikorbankan atau hilang yaitu semarak
kehidupan kemahasiswaan. Mahasiswa mungkin enggan untuk ikut berorganisasi
atau berkegiatan ekstrakurikuler di kampus karena dianggap menyita waktu. Unitunit kegiatan mahasiswa yang selama ini membuat kampus ITB tetap hidup siang
dan malam (bahkan pada hari-hari libur sekalipun) mungkin akan kehilangan gairah
karena mahasiswa berpikir panjang untuk menghabiskan waktunya di unit-unit.
Padahal -menurut saya- justru aktivitas kemahasiswaan diluar perkuliahan itulah
yang menjadi sarana pendidikan softskill mahasiswa. Pendidikan tidak hanya di
dalam ruang-ruang kuliah, di lab-lab, atau di ruang perpustakaan, namun
pendidikan juga ada di luar ruang-ruang akademis. Saya meyakini tujuan pendidikan
adalah untuk pembentukan karakter manusia, dan sarana pembentukan karakter itu
lebih banyak diperoleh dari aktivitas berorganisasi dalam kegiatan ekstrakurikuler
maupun aktivitas kemahasiswaan lainnya yang menjalin interaksi dan komunikasi,
baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Jika mahasiswa hanya memikirkan
urusan kuliah saja (karena batas waktu studi yang semakin pendek saja) dan enggan
terlibat atau melibatkan diri dengan kegiatan kemahasiswaan, maka kelak mereka
akan menjadi sarjana tukang yang baik yang tidak boleh salah, yang menurut dan
nunut dengan perintah atasan, serta tidak mencoba mencari jalan yang lebih baik
karena daya kritisnya tumpul. Pengalaman para pendahulu menunjukkan bahwa
kesuksesan dalam karir dan pekerjaan lebih banyak ditentukan dari keaktifan
berorganisasi selama kuliah di kampus.
Baiklah, mungkin pendapat saya di atas mewakili pandangan pesimistis saja
terhadap kebijakan batas waktu studi maksimal lima tahun. Boleh jadi efeknya
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
masa studi terpakai 4-5 tahun itu adalah masa studi minimal
yang diperlukan untuk menempuh beban sekian SKS. Apabila
lebih dari itu tentu saja diperbolehkan.
Memang perlu pengkajian lebih lanjut mengenai penggunaan
frase masa studi terpakai di dalam peraturan tersebut. Yang
jelas, di dalam rentetan pasal tersebut ada keniscayaan: bahwa 45 tahun masa studi hanyalahperhitungan waktu di atas kertas
berdasarkan jumlah SKS minimal yang diperlukan. Kurang lebih
itu sama dengan prediksi sebelum pertandingan sepkabola
dimulai: tim A dengan sederet pemain hebat akan menang lebih
dari tiga gol melawan tim B yang baru saja promosi dari kasta
kedua.
Penulis bisa saja salah menafsirkan kedua ayat dalam pasal
tersebut. Penulis juga bisa saja mengalami disinformasi, dalam
arti penulis bisa saja belum tahu bahwa Menteri Pendidikan
membuat SK yang membatasi masa studi program sarjana
maksimal lima tahun. Yang penulis yakini saat
ini adalah,berdasarkan Permendikbud nomor 49 tahun 2014
tentang Pendidikan Tinggi, tidak ada pembatasan masa studi
program sarjana maksimal lima tahun; yang ada adalah beban
SKS paling sedikit yang wajib ditempuh dan masa studi terpakai
untuk menempuh beban SKS paling sedikit itu. Saat inibermakna
bahwa bisa jadi besok lusa penafsiran penulis bisa berubah atau
ada temuan informasi baru yang belum penulis ketahui saat
menyusun tulisan ini.
Jadi, yang salah siapa: pemerintah yang salah tafsir terhadap
aturan yang mereka buat sendiri, atau kita mahasiswa yang tidak
mampu mencermati isi peraturan tersebut sehingga gagal
menggugatnya?
Sumber : https://hilmanfirdaus1410.wordpress.com/2014/09/30/permendikbudnomor-49-tahun-2014-tidak-membatasi-masa-studi-mahasiswa/
Ini hanya pendapat ane (pribadi) saja, bisa saja efeknya tidak sedemikian parahnya, apabila
mahasiswa bisa menyesuaikan dan beradaptasi dengan aturan yang baru ini. Pada dasarnya
manusia itu cepat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Semoga
kedepannya bisa demikian.
Wassalam,
Sumber : http://ibnuseven.com/2014/09/ketika-studi-s1-hanya-5-tahun/
Sumber : http://agusmulyani.blogspot.com/2015/01/masa-studi-5-tahunrintangan-atau.html
Dr D Wahyu Ariani SE MT
0
inShare
BEBERAPA waktu yang lalu terjadi diskusi yang menarik tentang masa studi 5 tahun untuk
program sarjana. Munculnya diskusi di kalangan pengelola perguruan tinggi tersebut dipicu oleh
Permendikbud No. 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Dalam
Permendikbud pasal 17 (ayat 1 dan 2) tersebut diyatakan bahwa untuk program sarjana (dan
diploma 4) wajib menempuh beban belajar paling sedikit 144 SKS dan masa studi terpakai bagi
mahasiswa adalah 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun.
Permendikbud No. 49 Tahun 2014 tersebut kemudian menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang
tidak setuju salah satunya adalah Ketua Aptisi DIY, di harian lokal menyatakan permendikbud
tersebut merugikan perguruan tinggi swasta (PTS). Argumentasinya, input mahasiswa PTS
selama ini kualitasnya berbeda dengan input perguruan tinggi negeri (PTN). Intinya kualitas input
mahasiswa PTN secara umum dianggap lebih baik dari PTS.
Koordinator Kopertis Wilayah V DIY adalah salah satu yang mendukung. Pembatasan waktu
kuliah maksimal 5 (lima) tahun untuk mahasiswa program sarjana seharusnya dapat dijadikan
motivasi bagi pengelola perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas (KR, 28/8/14). Kendala
kualitas input PTS seharusnya menjadikan tantangan bagi pengelola PTS, sehingga proses
belajar mengajar dan pelayanan terhadap mahasiswa kulitasnya dapat ditingkatkan.
Masa studi yang dibatasi 5 (lima) tahun itu sebenarnya bukan hal yang terlalu mengejutkan.
Beban SKS untuk program sarjana sekitar 144 160 SKS telah dirumuskan menjadi bangun
kurikulum. Program sarjana pada umumnya menetapkan beban minimal 144 SKS atau lebih
sedikit. Bangun kurikulum pada umumnya didesain dalam masa studi 8 (delapan) semester atau
4 (empat) tahun. Jika masa studi 5 (lima) tahun dianggap merugikan PTS, kemudian atas dasar
apakah perencanaan bangun kurikulum yang hanya 4 (empat) tahun tersebut disusun?
Dalam bangun kurikulum mestinya terkandung sistem, strategi, bahkan teknik pencapaiannya.
Selain itu, apakah PTS justru tidak merasa khawatir manakala PTS telah mendesain bangun
kurikulum di mana studi akan selesai dalam waktu 8 (delapan) semester ternyata molor lebih
dari 10 (sepuluh) semester? Masyarakat justru akan menilai bahwa PTS tersebut dianggap telah
ingkar janji, dikarenakan tidak dapat meluluskan mahasiswa sesuai masa studi yang telah
direncanakan. Selain itu, apabila sebuah PTS telah menerima mahasiswa baru bagaimanapun
kondisinya, maka PTS tersebut akan menanggung konsekuensi untuk juga meluluskannya
berdasarkan standar (minimal) dan regulasi yang telah ditentukan.
Berbekal pemahaman tersebut, PTS juga tidak semestinya buru-buru menyalahkan input semata
manakala masa studinya melebihi 5 (lima) tahun. Lebih bijak seandainya PTS justru menyusun
strategi dan teknik agar masa studi yang maksimal 5 (lima) tahun tersebut dapat dicapai. Selain
itu, tindakan evaluasi harus selalu dilakukan juga kepada para pengajarnya. Bagaimana cara
mereka mengajar, bagaimana cara mereka memberikan penilaian, dapatkah mereka menjadi
jembatan antara buku teks dan logika berpikir para peserta didik, bagaimana para pengajar
tersebut melakukan riset untuk mengembangkan pembelajarannya, tersediakah mereka pada
saat dibutuhkan oleh mahasiswa atau para peserta didiknya?
Tidak tepat kiranya ketika rekrutmen menurunkan standar nilai (passing grade) tetapi ketika
melakukan penilaian kinerja (performance appraisal) standarnya relatif tinggi. Bukan rahasia lagi,
sebagian (besar) PTS terpaksa menurunkan standar nilai bagi calon mahasiswa baru agar
target jumlah mahasiswa baru terpenuhi. Dengan kondisi tersebut maka kualitas input
mahasiswa menjadi relatif bervariasi. Jika tidak ada penanganan khusus bagi input mahasiswa
yang diterima dengan nilai di bawah standar maka dapat dipastikan mahasiswa tersebut akan
lulus melebihi masa studi 5 (lima) tahun.
Permendikbud No. 49 Tahun 2014 seharusnya memberikan motivasi bagi PTS untuk lebih
meningkatkan kualitas dalam proses penyelenggaraan pendidikan tinggi. Di sisi lain
Kemendikbud juga harus memberikan masa transisi bagi PTS sebelum regulasi masa studi 5
(lima) tahun benar-benar diterapkan. Dalam masa transisi tersebut, PTS dapat mengacu kembali
kepada Kepmen No. 232/U/2000. Dalam Kepmen tersebut pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa
masa studi program sarjana (144 SKS-160 SKS) dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester dan
dapat ditempuh dalam waktu kurang dan 8 (delapan) semester dan selama-lamanya 14 (empat
belas) semester setelah pendidikan menengah. Berapa lama masa transisi? Lebih cepat lebih
baik!
(Dr D Wahyu Ariani SE MT. Dosen FE UAJY dan Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta)
Sumber : http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/3363/masa-studi-5-tahun.kr