Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cystolithiasis adalah pembentukan batu di kandung kemih atau buli-buli
(Dorland). Penyakit ini merupakah salah satu dari kelompok baru saluran kemih. Batu
saluran kemih dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk
di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di
negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli (cystolithiasis)
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian
atas, hal ini karena pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. di seluruh
dunia rata-rata terdapat 1-12 % penduduk yang menderita batu saluran kemih.1
Ada beberapa opsi yang tersedia menatalaksana batu buli. Apapun intervensi
yang akan dilakukan seharusnya juga dapat memperbaiki penyakit yang mendasari
pembentukan batu tersebut, dan mencegah pembentukan batu berulang. Beberapa
opsi yang tersedia adalah manajemen Nonperatif , open and percutaneous
Cystolithotomy, transurethral cystolitholapaxy and lithotripsy dan shock wave
lithotripsy.2 Beberapa tindakan diatas membutuhkan tindakan bedah dalam
tatalaksananya sehingga membutuhkan bius untuk menjalankan prosesnya.
Ansetesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesi
karena menghilangkan nyeri dan pasien dapat tetap sadar. Oleh sebab itu, teknik ini
tidak memenuhi trias anastesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri saja.
Hanya region yang diblok saja yang tidak merasakan sensasi nyeri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
oxalat, atau campuran ammonium asam urat dan kalsium oksalat dengan kalsium
fosfat4.
2.4 Manifestasi Klinis Vesicolithiasis
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain : nyeri
kencing/ disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing
tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh.
Nyeri saat miksi seringkali dirasakan (referred pain) pada ujung penis, skrotum,
perineum, pinggang sampai kaki. Pada anak seringkali mengeluh adanya eneuresis
nokturna, disamping menarik-narik penisnya (pada anak-anak laki-laki) atau
menggosok-gosok vulva(pada anak perempuan)1.
2.5 Diagnosis Vesicolithiasis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan yang telah dituliskan
pada manifestasi klinis. Pada Foto rontgen abdomen dengan dua proyeksi, batu asam
urat murni bersifat radiolusen, sementara batu lainnya rata-rata bersifat radioopak
(kapsel). seringkali komposisi batu buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika
penyebabnya adalah infeksi). Sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto polos
abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum pelvis.1
Untuk batu radiolusen lebih baik melakukan pemeriksaan foto pielogravi
intravena, yaitu melakukan foto dengan bantuan kontras untuk menunjukkan defek
pengisian. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal, pielografi retrograde melalui
sistoskopi, CT urografi, atau USG menjadi pilihan. Pemeriksaan laboratorium seperti
urinalisis, pemeriksaan darah perifer lengkap dan kadar ureum kreatinin serum
dilakukan untuk menunjang diagnosis adanya batu, komposisi dan menentukan fungsi
ginjal.3
suprapubic
cystolapaxy
(lebih
sering
untuk
anak-anak)
adalah cepat dalam mengeluarkan batu, hanya dengan sekali percobaan, dapat
mengeluarkan batu yang melekat ke mukosa kandung kemih, ataupun mengeluarkan
batu yang sangat keras sehingga tidak bisa dipecahkan dengan litotripsi.
Kekurangnnya adalah kemungkinan nyeri setelah operasi, perawatan di rumah sakit
yang lebih lama adan lebih lama memakai kateter.4
2.7 Komplikasi Vesicolithiasis
Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi
yang berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan keganasan yang
sering berupa karsinoma epidermoid. Sebagai akibat obstruksi dapat terjadi
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila
terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total5.
2.8 Definisi Anastesi Spinal
Teknik anastesi regional terbagi menjadi dua yaitu blokade sentral (blokade
neuroaksial), meliputi blok spinal, epidural dan kaudal, dan blokade perifer (blokade
saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksilaris dan analgesik regional intravena.
Anastesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik
karena menghilangkan nyeri dan pasien tetap sadar. Oleh sebab itu, teknik ini tidak
memenuhi trias anastesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri saja.6
Blokade nyeri pada anastesi spinal akan terjadi sesuai ketinggian blokade
penyuntikan anastetik lokal pada ruang subarakhnoid segmen tertentu. Untuk
mencapai ruang subarakhnoid, jarum suntuk spinal akan menembus kulit kemudian
subkutan, kemudian berturut-turut ligamentum interspinosum, ligamentum flavum,
ruang epidural, duramater, dan ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang
subaraknoid adalah dengan keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS).6
Tariklah garis di antara kedua krista iliaka, yang biasanya melewati vertebra
lumbal IV atau diskus intervertebralis di antara lumbal III dan IV. Buatlah gelembung
anastesi lokal pada kulit di atas garis tengah yang dipilih, kemudian suntikkan jarum
spinal menembus kulit, ligamentum supraspinalis, ligamentum interspinalis, dan
ligamentum flavum. Jarum harus tetap pada garis tengah, tetapi diarahkan ke kepala
selama melewati garis intervertebralis. Jika langsung mengenai tulang, mungkin
vertebra di atasnya, maka mulailah lagi 1 cm ke bawah. Jika setelah penusukan dalam
baru menyentuh tulang, mungkin vertebra dibawahnya, maka gerakkan jarum lebih
keatas. Jika ligamentum mengalami kalsifikasi, gerakkan ke lateral 1 cm dari garis
tengah dan cobalah lagi. Setelah jarum melewati ligamentum flavum, lepaskan stylet,
tusukkan jarum dengan perlahan-lahan sampai dirasakan masuk dalam duramater dan
cairan serebrospinalis keluar. Jika tidak keluar, cobalah putar jarum 90o. setelah cairan
serebrospinalis keluar, hubungkan dengan spuit dan suntikkan anastesi lokal.9
2. 13 Obat-Obat Anastesi Spinal
Obat yang diberikan untuk anastesi berupa anastetik lokal. Contoh anastetik
lokal yang bisa digunakan adalah kokain, prokain, kloroprokain, lidokain dan
bupivikain. Obat anastesi lokal yang paling sering digunakan adalah lidokain dan
bupivikain.6
Lidokain (xylokain) sangat larut dalam air dan sangat stabil, dapat dididihkan
selama 8 jam dalam larutan HCL 30% tanpa risiko dekompisisi.dapat disterilkan
beberapa kali dengan proses autoklaf tanpa kehilangan potensi. Tidak iritatif terhadap
jaringan walaupun diberikan dalam konsentrasi larutan 88%. Toksisitasnya 1,5 kali
prokain. Diperlukan waktu 2 jam untuk hilang sama sekali dari tempat suntikkan.
Apabila larutan ini di tambah adrenalin, maaka waktu yang diperlukan untuk hilang
sama sekali dari tempat sunitkkan 4 jam. Mempunyai afinitas tinggi pada jaringan
lemak. Detoksikasi terjadi oleh hari. daya penetrasinya sangat baik, mulai kerjanya
dua kali lebih cepat dari prokain dan lama kerjanya 2 kali dari prokain.10
Bupivikain (Marcaine, decain) ikatannya dengan HCL larut dalam air. Sangat
stabil dan dapat di autoclave berulang. Potensinya 3-4 kali dari lidokain dan lama
kerjanya 2-5 kali lidokain. Sifat hambatan sensorisnya lebih dominan dibandingkan
dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat yang terikat pada saraf lebih banyak
dibandingkan dengan yang bebas dalam tubuh. Dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
ginjal sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian besar dalam bentuk
metabolitnya.10
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama
: Tn. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
MR
: 942173
Usia
: 53 tahun
Asma (-)
DM (-)
Alergi (-)
Angina Pectoris (-)
Hipertensi (-)
Penyakit Hati (-)
Penyakit Ginjal (-)
Gigi Palsu (-)
Kejang (-)
Batuk (-)
Pilek (-)
Demam (-)
Kelainan Kardiovesikular (-)
Rokok : (-)
Alkohol : (-)
Obat Penenang : (-)
ASA : II
Pemeriksaan Fisik (8-04-2016) :
Keadaan umum:
Kesadaran
: Composmentis Cooperative
: 130/90 mmHg
Nadi
Nafas
Suhu
: 36.5oC
Abdomen : Bising usus (+) Normal, mual (-), muntah (-), distensi abdomen
(-),
Genitalia
Leukosit : 9.600
Trombosit : 246.000
PT : 10,2 s
APTT : 28,9 s
Ureum : 32 mg%
Kreatinin : 1,2 mg%
Hasil Rontgen :
Tampak bayangan batu radioopak sepanjang proyeksi traktus urinarius
Plan
Sistolitotomi
Diagnosa
Vesikolititasis
2. Laporan Intra Operatif
Obat premedikasi :
Midazolam 0.1 % 1 mg
Obat medikasi
Decain 0,1 % 20 mg
Morfin 50 mg
Anestesi Inhalasi :
Oksigen 2liter
N2O 2 liter
Sevofluran 2 liter
Jam
09.05
09.20
09.25
09.30
09.40
09.45
09.50
09.55
10.00
10.05
10.10
10.15
10.20
10.25
10.35
10.45
Nadi (kali)
60
60
64
64
60
64
64
64
64
60
60
60
64
64
70
70
Nadi (kali)
70
70
73
71
70
78
Aktivitas
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Saturasi
BAB IV
DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B. 2003. Batu Ginjal dan Ureter Dalam Dasar-Dasar Urologi.
Yogyakarata: Sagung Seto.
2. Benway, BM. Bhayani, SB. 2016. Lower urinary tract calculi. Elsevier inc.
3. Tanto, C. Liwang, F. Hanifati, S. Prapdita, EA. 2014. Kapita selekta
kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
4. Basler,
J.
2014.
Bladder
stone.
Diunduh
dari:
Diunduh
dari: