Você está na página 1de 27

BAB I

STATUS PASIEN
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT ANAK
Nama Mahasiswa

: M. Lefi Perdana

NIM

: 11101-033

Rumah Sakit

: RSIA Zainab

I. IDENTITAS
Nama

: An. Mirza Rabbani

Umur

: 2 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

: Jl. Sekuntum Gg. Anak Bangsa No. 25

Masuk RS

: 26 Desember 2014

No. CM

: 141200708

Tgl. Diperiksa : 26-28 Desember 2014


Nama Ayah

: M. Arifin, S.Ag

Umur

:-

Pendidikan

:-

Pekerjaan

: KUA

Nama Ibu

: Tuti Priyanti

Umur

:-

Pendidikan

:-

Pekerjaan

:-

II. ANAMNESIS
A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
:
Sesak napas dari semalam dan suara sudah mulai menghilang.
2. Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak napas dari semalam dan suara sudah mulai menghilang. Batuk dan pilek
sejak 3 hari yang lalu dengan gejala batuk seperti menggonggong. Anak tidak
BAB sejak 1 hari yang lalu, demam pada hari ke-3, muntah sebanyak 2x/hari,
mencret (-), urine (+).
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Kesan
4. Silsilah/Ikhtisar keturunan
Kesan

::::-

5. Riwayat Pribadi
:
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat kehamilan : Riwayat persalinan : Riwayat pasca lahir : Kesan
:6. Riwayat Makanan
Kesan

: -.
:-

7. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak :


Pertumbuhan
: Perkembangan psikomotor
:Motorik kasar
:Motorok
:Bicara
:Social
: Mental / Intelegensia : Emosi dan perilaku : Kesan
:8. Imunisasi
:
a. BCG
:..........hari, sakar :......x......mm,
b. DPT
:..........X
umur :..................
c. Polio
:..........X
umur :..................
d. Hepatitis B:..........X
umur :..................
e. Campak :..........X
umur :..................
f. Booster
:
Simpulan : -

di :................
di :................
di :................
di :................
di :................

9. Riwayat Penyakit Dahulu


:
Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
I.
Penyakit
a. Diare
:b. Campak
:c. ISPA
:d. Parotitis
:e. Hepatitis
:f. Demam Tifoid
:g. Malaria
:h. Demam Berdarah
:II.
Riwayat Mondok
:III.
Riwayat Operasi
:10. Social Ekonomi dan Lingkungan
Social Ekonomi
: Lingkungan
:Kesan
:-

11. Anamnesis System


:
System Serebrospinal
: System Kardiovaskular : System Pernafasan
: Sesak napas dan batuk pilek
System Gastrointestinal : BAB (-) sejak 1 hari yang lalu
System Urogenital
: Sytem Integumentum
:
Alergi terhadap obat sulfamethoxazole.
System Musculoskeletal : III.

PEMERIKSAAN JASMANI
A. Pemeriksaan Umum (dilakukan pada tanggal : 26 Desember
2014).
1. Kesadaran Umum
2. Tanda Utama
Nadi
Pernapasan
Tekanan Darah
Suhu
3. Status Gizi
Berat Badan
Panjang Badan
Lingkar Kepala

: Compos mentis
:
: 112 x/menit
: 44 x/menit
:: 38,8 C
:
: 12 kg
::-


4.
5.
6.
7.
8.

Lingkar Lengan Atas: Simpulan


:Kulit
:Kelenjer Limpa
:Otot
:Tulang
:Sendi
:-

B. Pemeriksaan Khusus
1. Leher
2. Dada
Jantung
Simpulan
Paru-paru
Depan
++)
Belakang
Simpulan
3. Perut
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Hati
Limpa
Perkusi
Simpulan
4. Anogenital
a. Anus
b. Genital
Simpulan
5. Anggota Gerak
Tungkai Kanan
Tungkai Kiri
Lengan Kanan
Lengan Kiri
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Klonus
Tanda Meningeal

::
:::
: Rhonki (++/++) dan Wheezing (++/
:::
:: Bising Usus (+)
::::::
::::
::::::::::::-

Sensibilitas
Kesimpulan
6. Kepala
Bentuk
Lingkar Kepala
Rambut
Ubun-ubun
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorokan
Gigi
Kesimpulan
IV.

LABORATORIUM DASAR
Darah
:
Analisis Gas Darah :
- pH
: 7,32
- pCO2 : 48,0
- pO2
: 40,9
- HCO3 : 24,2
- CO2 total : 22,6
- Saturasi O2 : 66,1
Hati
:
SGOT
SGPT
Albumin
Ginjal
:
Ureum
Kreatinin
Simpulan
Urin
Simpulan
Feses
Simpulan

V.

:::
:::::: Nafas Cuping (+/+)
:: Sianosis
:::-

: 59 u/dL
: 22 u/dL
: 4,7 gr/dl

N : < 37 u/dL
N : < 41 u/dL
N : 3,5-5 gr/dl

: 10 mg/dl
: 0,4 mg/dl

N : 20-40 mg/dl
N : 0,8-1,1 mg/dl (lk)
N : 0,5-0,8 mg/dl (pr)

: PO2 dan saturasi O2 <<


::::-

RINGKASAN DASAR
A. ANAMNESIS
Pasien sesak napas dari semalam dan suara sudah mulai menghilang. Batuk
dan pilek sejak 3 hari yang lalu dengan gejala batuk seperti menggonggong.

Anak tidak BAB sejak 1 hari yang lalu, demam pada hari ke-3, muntah
sebanyak 2x/hari, mencret (-), urine (+).
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
-

Keadaan umum : Tampak sakit sedang (anak gelisah)


Kesadaran
: Compos mentis
RR
: 44 x/menit
Nadi
: 112 x/menit
Suhu
: 38,8 C
Status Generalis
Kepala/leher

Bentuk
Rambut
Muka
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Thorax

: normal, simetris
: hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
: bulat, simetris
: konjungtiva anemis (-/-)
:: nafas cuping (+/+)
: Sianosis
:

Bentuk : normal, simetris


Retraksi interkostal : (+)
Abdomen :

Datar, simetris
Bising usus (+)
Ekstremitas:

Akral hangat
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sinar x

: mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi


menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan
infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin
bersih.
b. Pemeriksaan serologi

: titer virus atu legionella, aglutinin dingin.

c. Pemeriksaan fungsi paru : volume menurun (kongesti dan kolaps


alveolar); tekanan jalan nafas meningkat dan komplain menurun,
hipoksemia.
D. LABORATORIUM
Darah
-

Terdapat peningkatan jumlah leukosit (leukositosis).


Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumonia viral dan
bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit

meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.


Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan

LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Isolasi mikroorganisme
dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan.
Urin
: (+)
Feses
:-

VI.

DAFTAR PERMASALAHAN
Masalah aktif
: Sesak napas, batuk, pilek
Masalah
: Sesak napas dan suara sudah mulai menghilang

VII.

DAFTAR PERMASALAHAN/DIAGNOSIS BANDING


Bronkiolitis
Pneumonia
TB paru primer

VIII. RENCANA PENGELOLAAN


A. Rencana Pemeriksaan/Penegakan Diagnosis : B. Rencana Terapi
:
- Nebulisasi pulmicort 1 tube + bisolvon 10 tts di UGD
(+/+), Wheezing (+/+) ( )
- IVFD Ringer Laktat 40 cc/jam
- Cek lab
- Foto thorax
C. Rencana Diet
:-

Rhonki

D. Rencana Edukasi

yang harus dilakukan jika anak mengalami sesak napas dirumah.


DIAGNOSIS
: Susp. Bronkopneumonia

IX.
X.

TERAPI
:
- Nebulisasi pulmicort 1 tube + bisolvon 10 tts di UGD
-

XI.

: Menjelaskan kepada orang tua beberapa hal

Rhonki

(+/+), Wheezing (+/+) ( )


IVFD Ringer Laktat 40 cc/jam
Cek lab
Foto thorax

PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
: Ad Bonam
b. Quo ad sanam
: Ad Bonam
c. Quo ad fungsionam : Ad Bonam

XII.

FOLLOW-UP

Tanggal
26-12-2014

Jam
09.00

Follow-up
Instruksi Dokter
Pasien datang ke UGD Tn dari UGD
dengan keluhan : os.
Sesak (+), batuk (+),

IVFD 36 cc/j
Rontgen
Thorax

pilek (+) sjk 3 hri yll,

terlampir
O2 NC 2L/i
Tpsg NGT (Ho) di

mencret

UGD
Nebulisasi pulmicort

suara sdh mulai hilang,


demam sjk 2 hri yll,
muntah

(+),

(+), BAB (-), urin (+),

1 tube + bisolvon 10

ksdran : compos mentis

tts
Cek

tunggu hasil
Tn/lain
mnunggu

dr.Riri visite
DS Alergi obat sulfa
Tn/lain mnunggu dr.

KU : sedang
TD : 128/88 mmHg,
HR : 180 x/i, RR :
17x/i, SaO2 : 98%,
o

suhu : 37,7 C

lab

Riri visite

AGD

27-12-2014

06.00

Ar. dr. Riri, Sp.A (K)


Dx

pneumonia

pertusis

Thry
+

KU : sdg, ksdran :
compos mentis

38oC

paracetamol 125 mg

(+), sesak (+), demam


Diit : ASI OD

cc/hari
Jika demam

atau lebih, berikan

Kel : Batuk (+), pilek


(-)

Infus RL 40 cc/jam
Benutrion VE 125

i.v.
Nebu

adrenalin

amp + 1 cc NS 5/5
ventolin 1 tube, 5/5
pulmicort 1 tube tiap

8 jam
Jika saO2 90% atau
kurang,
intubasi

lakukan
+

pasang

ventilator
Omz 3x12 kg
Cefotaxime
3x350

mg
Obs. k/u + HD + BL
+ sesak, os. Alergi

obat sulfa
Thry lain lanjut
: lihat leep chart
Trpsang NGT dgn

baik
Pola ventilasi by NL

2%

28-12-2014

06.00

Ar. dr.Oyong, Sp.A

Tn/oral :

Dx : BP + pertusis +

Cefadroxil syr 3x1

cth.
Celestamin syr 3x1/2

laringitis akut.
KU : sdg
Kel : sesak <
cth.
- Mercotin 3x5 tts.
Telpon PICU utk tanya Nebu 2x/hari (pulmi 1
Diit : Mb TKTP
11.25

hasil bacaan Rontgen


Thorax, adv : ya nanti
kami telp dulu tabrani,

tube)
Hasil Rontgen Thorax
terlampir, dr. Nya sudah

nanti dikabari lagi.


11.55

Telpon

tabrani

tanya

tau.
Hasil Rontgen Thorax

hasil bacaan Rontgen


Thoraxnya, adv : oh
masih dibacakan kak,
nanti

sore

lah

selesainya.. soalnya dr
tabrani lagi cuti

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

lagi nunggu org PICU.

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang


melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution)1. Pneumonia merupakan penyakit
peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat2.
Bronkopneumonia merupakan radang paru-paru yang mengenai
satu atau beberapa lobus paru yang ditandai dengan adanya bercak infiltrat
yang

disebabkan

oleh

bakteri,

virus,

jamur,

dan

benda

asing.4Bronkopneumonia disebut juga pneumonia bakteri atau pneumonia


lobaris ditandai oleh gejala respiratorik akut dan gambaran foto rontgen
infiltrat bercak-bercak atau infiltrat difus5.
2.2 Etiologi2.
1.

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai :


Faktor Infeksi
a. Pada neonatus
: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial
Virus (RSV).
b.

Pada bayi :
Virus

: Virus parainfluensa, virus influenza,

Adenovirus, RSV,Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri
: Streptokokus pneumoni, Haemofilus
influenza,Mycobacterium tuberculosa,
Bordetella pertusis.
c.

Pada anak-anak :
Virus

: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus,

RSV
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri
: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri
: Pneumokokus, Bordetella pertusis,
M. tuberculosis

2.

Faktor Non-Infeksi.

a.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :


Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde

b.

lambung (zat hidrokarbon seperti : pelitur, minyak tanah dan bensin).


Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti : susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh
untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada
penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon
imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan
faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Pneumonia

pada

neonatus

dan

bayi

kecil

meliputi

Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli,


Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan
anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
Pneumoniae, Haemophillus Influenzae tipe B, dan Staphylococcus
Aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri

tersebut

sering

juga

ditemukan

infeksi

Mycoplasma

Pneumonia.
Etiologi dapat ditentukan berdasarkan 2 faktor, yaitu faktor
infeksi dan non-infeksi. Faktor infeksi pada neonatus disebabkan oleh
Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV), pada bayi:
Virus : Virus parainfluenza, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.

Organismeatipikal:

Chlamidia

trachomatis,

Pneumocytis. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,


Mycobacterium tuberculosa, B. Pertusis, pada anak-anak: Virus:
Parainfluenza, Influenza Virus, Adenovirus, RSP Organisme atipikal:
Mycoplasma Pneumonia, Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium
tuberculosa, Pada anak besar dewasa muda: Organisme atipikal:
Mycoplasma Pneumonia, C.Trachomatis. Bakteri: Pneumokokus, B.
Pertusis, M. tuberculosis.
Sedangkan untuk faktor non-infeksi dapat terjadi akibat
disfungsi

menelan

atau

refluks

esophagus

yang

meliputi,

bronkopneumonia hidrokarbon. Terjadi oleh karena aspirasi selama


penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti :
pelitur, minyak tanah dan bensin), bronkopneumonia lipoid: Terjadi
akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jelipetroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
menelan seperti : palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti : minyak ikan
pada anak yang sedang menangis. Selain faktor di atas, daya tahan
tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

bronkopneumonia.

Menurut sistem imun pada penderita berpenyakit berat seperti AIDS


dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini5.
2.3 Klasifikasi1.
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada
yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi
dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian
pneumonia

berdasarkan

etiologi,

memberikan terapi yang lebih relevan.


1.

Berdasarkan lokasi lesi di paru


a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia

terbukti

secara

klinis

dan

2.

Berdasarkan asal infeksi


a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community
acquired pneumonia = CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based

pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b.

Pneumonia persisten

2.4 Pathogenesis
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai
parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui
mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan
sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks
batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa
sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,
komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas
terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk
ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora
komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran
nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan
respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia
bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi
eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar,

atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi


akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium
hepatisasi

merah.Konsolidasi

jaringan

menyebabkan

penurunan

compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg


melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran
fisiologis

(ventilation-perfusion

missmatching)

yang

kemudian

menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen


menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin
dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada
kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana
eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan
dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke
kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.
Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan
perlekatan1.
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu2:
1.

Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)


Hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh

oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
2.5 Manifestasi klinis5.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik
secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung
dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).

Dalam

pemeriksaan

fisik

penderita

pneumonia

khususnya

bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013) :


1.

Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,


interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda
objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada, penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping
hidung, orthopnea, dan pergerakan pernafasan yang berlawanan.
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan
resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang
mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan
sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya,
ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan
intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih
lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda
yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada
infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat
diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga
tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem
saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan
resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring
selama inspirasi.

2.

Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi


yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi

3.
4.

vibrasi akan berkurang.


Pada perkusi tidak terdapat kelainan
Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah
bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan
oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai

bercak-bercak

konsolidasi

merata

di

seluruh

lapangan

paru

(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa


konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses
kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus Aureus pada neonatus atau
bayi kecil karena Staphylococcus Aureus meghasilkan berbagai toksin dan
enzim seperti : hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin
dan enzim ini menyebabkan nekrosis perdarahan dan kavitasi. Koagulase
berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat
fibrinopurulen. Gambaran klinis penumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum dapat dilihat
berdasarkan 2 gejala yaitu, gejala infeksi umum dan gejala gangguan
respiratori. Gangguan infeksi umum berupa demam, sakit kepala, gelisah,
malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti : muntah
atau diare, terkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gejala

gangguan respiratori yaitu : batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu,


nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
2.6 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti :
pekak perkusi, suara nafas melemah, dan ronkhi. Dari anamnesis yang
berhubungan dengan keluhan utama ditanyakan gejala sesak nafas akibat
penyakit respirasi dan sesak akibat kelainan jantung. Pada kasus
didapatkan gejala sesak nafas tidak berhubungan dengan aktivitas dan
cuaca. Keluhan sesak nafas tidak disertai adanya suara nafas berbunyi
(mengi) atau mengorok, ini menggambarkan bahwa sesak nafas akibat
respirasi dan penyakit asma dapat disingkirkan. Selanjutnya didapatkan
gejala batuk, pilek, serta dahak yang berwarna putih yang tidak bercampur
darah, ada riwayat demam yang terus menerus naik turun, tidak ada
penurunan berat badan, riwayat kontak dengan orang dewasa yang
menderita batuk lama ataupun yang sedang menjalani pengobatan
tuberculosa, hal ini dapat menyingkirkan diagnosa kearah tuberculosa.
Selanjutnya dari pemeriksaan fisik yang menunjang adalah terdapatnya
pernafasan cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, pada
auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien dengan bronkopneumonia(WHO, 2009).
Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu, darah perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji
serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan pemeriksaan rontgen thoraks.
Pemeriksaan darah lengkap perifer pada pneumonia yang disebabkan oleh
virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.00040.000/mm3).
Dengan

dominan

PMN.

Leukopenia

(<5000/mm3)

menunjukkan

prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadangkadang ditemukan


eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat

berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih
rendah dari pada glukosa darah. Kadangkadang terdapat anemia jaringan
dan LED yang meningkat. CRP adalah suatu protein fase akut yang
disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan,
produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da
TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin
berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak, secara klinis
CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan non infeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial
atau profunda. Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada
infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik seperti Mycoplasma dan
chlamydia tampak peningkatan antibodi IgM dan IgG. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Pada
pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hasil
meningkat dua kali lipat yaitu 28100/mm3, hemoglobin 10,8 mg/dl, hasil
ini cukup mendukung bahwa sedang terjadi proses infeksi pada pasien
(WHO, 2009; Smeltzer, 2000)5.
b. Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada
lobus bawah1.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumonia viral
dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi

20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat


15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan
pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan1.
2.7 Kriteria diagnosis2.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
1.

Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan

2.
3.
4.
5.

dinding dada
Panas badan
Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan).

2.8 Diagnosis banding


Bronkiolitis7.
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau
bronkiolus yang pada umumnya disebabkan oleh virus, sehingga
menyebabkan gejala-gejala obstruksi bronkiolus yang ditandai dengan
gejala : batuk, pilek, panas, mengi (wheezing), takipnea, retraksi, dan air
trapping paru pada foto thorax.

Pneumonia8.
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem

pernapasan dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru


yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab, meliputi infeksi karena bakteri, virus, jamur atau
parasit.

Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi :


batuk, nyeri dada, demam, dan sesak nafas. Alat diagnosa meliputi : sinarx dan pemeriksaan sputum.

Tuberkulosis Paru Primer9.


Tuberkulosis paru primer pd anak, meliputi ciri-ciri dibawah ini

antara lain :
1. Umum: Febris < 39C dalam jangka waktu 1-2 minggu, menggigil
(chills), batuk > 2 minggu, BB menurun, anoreksia, lesu, flu, penurunan
aktif, tidak mau bermain sebagaimana layaknya anak-anak bermain.
2. Batuk produktif (beriak) & hemoptysis amat jarang.
3. Pada X-foto Thorax (lateral, bila AP normal).
a. Limfadenopati pada hilum, mediastinum, leher.
b. Infiltrat di segmen atau lobus, jarang konsolidasi.
c. Atelektasis.
d. Efusi plura: > pd remaja dengan nyeri dada.
e. Motif milier seperti gambaran badai salju.
2.9 Komplikasi2.
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran
bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.Meningitis,
artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari
penyebaran infeksi hematologi.
2.10 Penatalaksanaan2,3.
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada
anak terdiri dari 2 macam, antara lain :
1.

Penatalaksaan Umum
a.

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas


hilang atau PaO2pada analisis gas darah 60 torr.

b.

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.


2.

Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan
interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin
tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :


1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan
epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak
harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak
ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
1.

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


a.

ampicillin + aminoglikosid

b.

amoksisillin - asam klavulanat

c.

amoksisillin + aminoglikosid

d. sefalosporin generasi ke-3


2.

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


a.

beta laktam amoksisillin

b.

amoksisillin-asam klavulanat

c.

golongan sefalosporin

d. kotrimoksazol
e.

makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)


a.

amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

b.

tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)


Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and

error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal


tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau
tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti
dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab
yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit
seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah tindakan
efektif).
2.11 Prognosis6.
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih
tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energiprotein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama
diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan
makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.

DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki berumur 2 tahun dengan
diagnosis Bronkopneumonia. Diagnosis seharusnya ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Namun, pada kasus ini
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tidak dilakukan secara lengkap.
Dari anamnesis pasien didapatkan sesak napas dari semalam dan suara
sudah mulai menghilang. Batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu dengan gejala
batuk seperti menggonggong. Anak tidak BAB sejak 1 hari yang lalu, demam
pada hari ke-3, muntah sebanyak 2x/hari, mencret (-), urine (+).
Pada anamnesis terutama untuk RPS seharusnya ditanyakan lebih
lengkap, seperti berapa kali serangan sesak pada pasien apakah terus-terusan atau
apakah ada jedah/berhentinya, apakah sesak hanya terjadi ketika dimalam hari
saja atau tidak, apakah pasien menggigil ketika sesak napas berlangsung, apakah
sesak terjadi ketika pasien duduk atau berbaring, sudah berapa lama suara
menghilang setelah sesak napas terjadi, apakah suara menghilang tiba-tiba ketika
sesak atau setelah sesak, Sesak napas berkurang ketika pasien dilakukan tindakan
apa saja atau apakah sudah diantisipasi dengan pemberian obat-obatan. apakah
ketika pasien dibawa ke RS masih dalam keadaan demam, apakah demam pada
pasien naik turun, sebelum pasien demam apakah sering terpapar cuaca dingin
maupun panas serta apakah sering konsumsi makanan maupun minuman yang
dingin, apakah batuk pada pada pasien berdahak atau kering, disertai darah atau
tidak dan jika berdarah tentukan warna dan konsistensinya. Apakah pilek pada
pasien terjadi secara terus-terusan atau serangannya ketika dipagi, siang, ataupun

hanya dimalam hari saja. Apakah pada pasien terjadi penurunan kesadaran,
apakah pasien meracau, mengigau, mual atau muntah, serta mencret.
Untuk RPD seharusnya juga ditanya apakah pasien pernah menderita
ISPA, sedangkan RPK juga penting untuk ditanyakan. Apakah didalam keluarga
pasien pernah menderita penyakit yg sama, apakah didalam keluarga juga ada
yang mederita alergi baik alergi terhadap makanan, benda, maupun obat-obatan,
dll.
Untuk pertumbuhan dan perkembangan serta status gizi anak, seperti
apa saja yg dikonsumsi anak sehari-hari. Pada ibu juga ditanyakan ketika
memasak makanan dirumah apakah terjamin kebersihan dan apakah sudah
terbebas dari kuman/bakteri. Apakah pasien sering mengkonsumsi makanan
maupun minuman yg dingin.
Pada anamnesis sosial ekonomi dan lingkungan, seharusnya ditanyakan
pekerjaan Ibu ataupun Ayah, alamat tempat tinggal, keadaan rumah maupun
kondisi lingkungan, kebersihan rumah dan tempat bermain anak. Jika anak
mengalami penyakit menular, maka harus ditanyakan apakah ada teman bermain,
keluarga, ataupun tetangga yang mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Pada anamnesis status imunisasi, seharusnya ditanyakan apakah anak
sudah mendapatkan imunisasi dengan lengkap sesuai usianya, baik imunisasi
dasar maupun imunisasi ulangan (booster), khususnya imunisasi BCG, polio,
DPT, tempat imunisasi diberikan. Beberapa imunisasi lain seperti MMR (mumps,
measles, rubella), hepatitis A, Hib (Haemophilus Influenzae type B) juga
ditanyakan. Hal tersebut penting untuk mengetahui status perlindungan pediatrik
yang diperoleh dan dapat membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu
(misalnya penyakit polio hampir tidak pernah terjadi pada anak yang sudah
mendapatkan imunisasi polio secara benar).
Pada pemeriksaan fisik vital sign ditemukan penurunan tekanan nadi,
frekuensi napas sangat cepat, tekanan darah tidak diukur. Pada pemeriksaan fisik
seharusnya dilakukan pemeriksaan status gizi berupa badan (sudah dilakukan),
panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar lengan atas. Pemeriksaan kulit
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat infeksi ataupun penyakit kulit, serta
menilai turgor kulit apakah terdapat dehidrasi.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah nebulisasi pulmicort 1 tube,


bisolvon 10 tts di Unit Gawat Darurat (UGD) untuk mengatasi Rhonki dan
Wheezing, IVFD Ringer Laktat 40 cc/jam, dan cek lab serta rontgen thorax.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview-2015.
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases

3.

Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.


Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.


4. Said, M. Pneumonia Atipik pada Anak. Sari Pediatri. 3 (3):141-146.
5. Fadhila, A. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksaaan Bronkopneumonia pada
pasien bayi laki laki berusia 6 bulan.Medula Unila.2013;1(2):1-10.
6. Shubha AM, Das K. Tracheobronchial foreign bodies in infants. International
7.

Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2009;73: 1385-89.


Orenstein DM. Bronchiolitis. In : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM eds.
Nelsons Textbook of pediatrics; 17th ed. Philadelphia: WB Saunders, 2004; 1285-

8.

7.
Fransisca, dr. S. K. Pneumonia ; Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya,

2010.
9. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, 1996 hal.1028 1043.

Você também pode gostar