Você está na página 1de 38

Direktorat Bina Kesehatan Jiwa

Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia

Pendahuluan tentang kesehatan jiwa


Besaran masalah kesehatan jiwa
Prevalensi/epidemiologi
Beban akibat gangguan jiwa
Kesenjangan pengobatan (treatment
gap)

Sumber daya kesehatan jiwa


Fasilitas kesehatan
Tenaga kesehatan
Sistem Pembiayaan dan Obat

Kebijakan keswa ke depan??

Pendahuluan
Definisi World Health Organization
(WHO):
Sehat Jiwa bukan semata-mata tidak
adanya gangguan jiwa, namun merupakan:
Suatu keadaan sejahtera dari seorang
individu yang..
menyadari potensi dirinya,
mampu beradaptasi dengan stres
kehidupan normal,
dapat bekerja dengan produktif dan
berkontribusi di lingkungannya

Pendahuluan
SEHAT JIWA ditandai
dengan:
Perasaan sehat dan
bahagia
Mampu menghadapi
tantangan hidup
Dapat menerima orang
lain sebagaimana
adanya
Mempunyai sikap positif
terhadap diri sendiri dan
orang lain

Sehat
Jiwa

Masalah
Kesehat
an Jiwa
= Stres,
Burn
Out

Ganggu
an Jiwa

Stres: Perasaan yang dialami seseorang ketika suatu


kondisi memerlukan usaha yang lebih besar dari
biasanya untuk beradaptasi.
Gangguan Jiwa: - gangguan pada pikiran, perasaan
atau perilaku;
- berupa diagnosis;
- terdapat hendaya fungsi dan peran
dalam keluarga,
bekerja, dan sosial.
Contoh: Gangguan depresi,
cemas,

Interaksi antara gangguan jiwa


dan kondisi kesehatan fisik
Gangguan jiwa
mempengaruhi
kondisi kesehatan
fisik (efek biologis
dan perilaku sbg
faktor risiko penyakit
kronis)
Beberapa kondisi
kesehatan fisik
mempengaruhi risiko
gangguan jiwa
Beberapa ggn jiwa
yang komorbid
mempengaruhi upaya
terapi & hasil
penatalaksanaan

Gangguan Jiwa

Gangguan Fisik
Prince et al, No Health Without Mental Health,
Lancet, 2007

1. Prevalensi Nasional:
Gangguan mental emosional (gejala depresi dan
anxietas) 15 thn sebesar 11,6% (>19 juta
jiwa); Gangguan jiwa berat (psikosis) sebesar
0,46% ( > 1 juta jiwa) (Riskesdas, 2007)
Riskesdas 2013 ??
Pengguna napza dalam 1 tahun terakhir 2.2%
(3.8 juta), 1.8 juta merupakan pengguna reguler
(BNN, 2011)
Bunuh diri: +0.5/100.000 populasi (Mabes POLRI,
2012)
(+ 1170 kasus bunuh diri per tahun) estimasi
WHO 1.6 1.8/100.000 populasi (3500 4000
kasus/tahun).

2. Estimasi kasus Pasung berdasarkan

3. Masalah kesehatan jiwa pascabencana cukup


besar, gejala-gejala depresi dan anxietas
dapat mencapai 40% setelah bencana
(Irmansyah et al, FKUI-FK Unpad paska tsunami
Jabar, 2010).

4. Terdapat hubungan yang bermakna antara


depresi dengan penyakit kronis (peny.jantung,
asma, artritis) di masyarakat, dan penyakit
jantung memiliki hubungan yang terkuat
(Idaiani S., Bisara D., 2009 berdasarkan data
Surkesnas)

5. Depresi perinatal (selama kehamilan dan


persalinan) sebesar 20%-30% (Elvira SD et al,
FKUI-FK Unair, 2000 dan 2011)

Masalah Kesehatan Jiwa di


Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Dasar

World Health Organization (WHO) 24% pasien di


pelayanan kesehatan dasar memiliki diagnosis
gangguan jiwa.

Gangguan jiwa yang sering ditemukan : depresi,


cemas dan penyalahgunaan napza, baik sebagai
diagnosis tersendiri maupun komorbid dengan
diagnosis fisiknya
(Integrating Mental Health into Primary
Care, 2008)

Jumlah penduduk jatim: 41.437.769


juta jiwa
Gangguan mental emosional (depresi
& cemas) di prov jatim: 12,3% x 70% x
41,4 juta jiwa: 3.567.792 penduduk
Gangguan jiwa berat (psikotik) di prov
jatim: 0,31% x 41,4 juta jiwa: 128.457
penduduk
Perlu perawatan RS: 10% x GJB = 12.846
pddk, maka 115.611 dapat dirawat jalan
di komunitas

PENYEBAB UTAMA BEBAN PENYAKIT


BERDASARKAN DALYs

1990
Infeksi pernafasan bawah
1
Penyakit diare
2
Keadaan yang timbul pada
periode perinatal
3
Depresi mayor unipolar 4
Penyakit jantung iskemik
5
Penyakit serebrovaskular
6

2020
1

Penyakit
jantung
iskemik
2
Depresi
mayor
unipolar
3
Kecelakaan lalu lintas
4
Penyakit
serebrovaskular
5
Penyakit paru
obstruktif
kronik
(Global Burden of Disease WHO)
6
Infeksi pernafasan
bawah

Gangguan jiwa no.2


terbesar penyebab
beban akibat penyakit,
berdasarkan Tahun
Hidup dengan
Disabilitas
Usia terbanyak: usia
produktif (15 45
tahun)
Berdasarkan DALYs:
saat ini gangguan
depresi no.8 penyebab
beban dari seluruh
penyakit di Indonesia

The Global Burden of Disease Study 2010

Di negara-negara berkembang rendahmenengah termasuk Indonesia,


kesenjangan pengobatan gangguan
jiwa dapat mencapai >90% hal ini
berarti bahwa <10% orang dengan
gangguan jiwa diterapi di fasilitas
kesehatan.
(Kohn, Saxena, Levav, Saraceno; 2004)

Tenaga kesehatan jiwa profesional: 1.07 per


100,000 populasi.
Psikiater: + 700 (1.16 per 400.000 populasi)
Psikolog klinis: 451 (1.14 per 600.000 populasi)
Perawat jiwa: 6500 (2 per 100.000 populasi)
Distribusi tidak merata, hanya terdapat di kota
besar.

% puskesmas dengan petugas yang pernah


mengikuti pelatihan kesehatan jiwa: baru
46.5% (Rifaskes 2011)
tahun dan jenis pelatihan?

Pasung:
Dari 4393 kasus yang ditemukan, 3399 diterapi

Gangguan penggunaan napza:


Program rumatan methadone & buphrenorphine :
5000/20,000 ketergantungan heroin (25%) (2012)
Program rehab jangka panjang: 7000 kapasitas TT,
cakupan 6% dari 118,000 penyalahguna (2012)

Psikosis dan depresi


belum ada data yang tersedia.
berdasarkan estimasi melalui survei sederhana
penggunaan fasilitas kesehatan: <10%

Kesehatan jiwa masih belum menjadi agenda


prioritas
Investasi pemerintah di bidang kesehatan jiwa masih
rendah, termasuk SDM keswa
Pembiayaan kesehatan jiwa <2% dari anggaran kesehatan

Sumber daya kesehatan jiwa masih terkonsentrasi di


RSJ di kota-kota besar
Mempengaruhi akses dan kontinuitas layanan kesehatan
jiwa

Layanan kesehatan jiwa belum secara merata


terintegrasi di layanan primer
Masih kurangnya dokter dan perawat terlatih jiwa
Ketersediaan obat baik jenis dan jumlah masih kurang

Kesadaran masyarakat akan kesehatan jiwa dan


pemberdayaan masyarakat belum adekuat
Otonomi daerah pemerintah daerah memegang
peranan penting dalam meningkatkan status

3 (tiga) strategi dalam menurunkan


treatment gap bagi gangguan jiwa
berdasarkan survei yang dilakukan pada
WPA di 60 negara (2010):
1. meningkatkan jumlah psikiater dan profesional
kesehatan jiwa lainnya
2. meningkatkan keterlibatan penyedia layanan
kesehatan jiwa non-spesialis yang terlatih
dengan baik
3. keterlibatan aktif orang yang terkena dampak
gangguan jiwa secara langsung (ODMK dan
keluarga)

Patel V, et al. Reducing the treatment gap for mental


disorders: a WPA survey. World Psychiatry, 2010

Maka untuk menutup kesenjangan


pengobatan (treatment gap) gangguan jiwa,
menurunkan beban akibat penyakit dan
menurunkan prevalensi masalah kesehatan
jiwa:

Integrasi layanan dan program kesehatan


jiwa di layanan primer
Diperlukan investasi dalam penguatan
kapasitas kesehatan jiwa masyarakat,
terutama dalam SDM kesehatan jiwa
Diperlukan peraturan dan kebijakan yang
mendukung integrasi upaya kesehatan jiwa
di layanan primer
Koordinasi lintas sektor dalam

K
E
B
U
T
U
H
A
N

B
I
A
Y
A

7 Alasan Penting
Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas
Kesehatan Dasar

1. Beban (burden) akibat gangguan jiwa sangat besar

2. Masalah kesehatan jiwa dan kesehatan fisik saling


terkait dan mempengaruhi
3. Kesenjangan pengobatan (treatment gap) pada
masalah kesehatan jiwa sangat besar
4. Pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas meningkatkan
akses masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan akan
pelayanan keswa
5. Pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas meningkatkan
rasa menghargai terhadap Hak Asasi Manusia
6. Pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas terjangkau
secara ekonomi oleh masyarakat
7. Pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas menghasilkan
outcome kesehatan secara umum yang lebih baik
World Health Organization (WHO) & World Organization of Family Doctors (Wonca):
Integrating Mental Health into Primary Care, 2008

10 Prinsip Pelayanan Kesehatan Jiwa di


Fasilitas Kesehatan Dasar

1. Diperlukan kebijakan dan program yang mendukung


2. Diperlukan advokasi kepada pemangku kebijakan untuk
mengubah sikap, perilaku dan komitmen terhadap kesehatan
jiwa
3. Diperlukan pelatihan tenaga kesehatan puskesmas yang
adekuat
4. Pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas bersifat terbatas
dan dapat dilaksanakan
5. Psikiater dan tenaga profesional kesehatan jiwa lainnya
harus tersedia untuk mendukung pelayanan di Puskesmas
6. Obat-obat yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan jiwa
harus tersedia di Puskesmas
7. Integrasi kesehatan jiwa ke dalam upaya kesehatan pada
umumnya merupakan suatu proses yang berkelanjutan.
8. Diperlukan koordinator dalam pelayanan kesehatan jiwa.
9. Diperlukan kolaborasi dengan pihak-pihak lain, seperti
sektor pemerintah non-kesehatan, LSM, tenaga kesehatan di
World Health Organization (WHO) & World Organization of Family Doctors (Wonca):
masyarakat serta para relawan. Integrating Mental Health into Primary Care, 2008

Jenis Pelayanan Kesehatan Jiwa


Masyarakat
NON MEDIK

Penyuluhan
Pelatihan, termasuk
pemberdayaan pasien
dan
keluarga
Deteksi dini
Kunjungan rumah
Terapi Okupasi
Kerjasama lintas sektor
Perencanaan dan
evaluasi
program

MEDIK

Penyuluhan/psikoedukas
i
Pelatihan
Penilaian psikiatrik
Deteksi dini dan proses
diagnosis
Konseling
Pemberian psikofarmaka
Intervensi psikososial
Kunjungan rumah/
penjangkauan kasus

Populasi
Umum

Risiko
Tinggi

Promosi Kesehatan
Jiwa
Deteksi Dini
Peningkatan
Intervensi Dini
Kesadaran Publik

Prevalensi Gangguan
Jiwa Berat
Tinggi
dan Kronik

KonselingRehabilitasi
Jejaring layanan
Psikososial
Intervensi Krisis
Managemen Kasus
Intensif

Landasan Hukum Terkait Pelayanan


Kesehatan Jiwa di Fasilitas Kesehatan Dasar
Berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun
2009 tentang Kesehatan

Pasal 146
Pasal 147
Pasal 149

Informasi dan edukasi pada


masyarakat
menghindari pelanggaran hak
asasi seseorang
tenaga kesehatan yang
berwenang dan tempat yang
tepat
Penderita menggelandang wajib
mendapatkan pengobatan
Pembiayaan dijamin penuh

Layanan Keswa

Pasal 144

menjamin ketersediaan,
aksesibilitas, mutu dan
pemerataan
mengembangkan upaya
kesehatan jiwa berbasis
masyarakat

KEBIJAKAN DAN STRATEGI


KESEHATAN JIWA 2009-2014
VISI
Kesehatan Jiwa yang Optimal
bagi Seluruh Rakyat Indonesia

MISI
Menjadikan keswa sebagai kebutuhan bersama &
utama
Mengembangkan yankeswa berkualitas, manusiawi,
terjangkau, merata, dan berkesinambungan
(continuum of care, integrated hospital to community)
pada semua tingkat pelayanan, khususnya kelompok
rentan dan marginal.
Mengembangkan upaya keswa yg terintegrasi pada
berbagai program serta tingkat layanan inter dan
intrasektoral
Mengembangkan sistem ketenagaan keswa sejalan dg
pengembangan upaya keswa.
Mengembangkan sistem pembiayaan yg adekuat dan
sistem askesos yg mencakup keswa
Mengembangkan upaya keswa berbasis masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat dengan
memperhatikan tatanan sosial dan budaya

NILAI YANG DIUTAMAKAN


Penghargaan terhadap martabat orang
dengan masalah kesehatan jiwa
Pendekatan multidisipliner dan multisektoral
Kesehatan jiwa adalah bagian integral dari
kesehatan
Kemitraan dan pemberdayaan masyarakat
Terjangkau dan pemerataan
Pelayanan yang responsif dan berbasis bukti

KEBIJAKAN DAN RENSTRA


KEBIJAKAN

RENSTRA

1. KEMITRAAN INTER DAN 1. Meningkatkan kepekaan dan


kepedulian akan kesehatan jiwa bagi
INTRASEKTORAL

pemangku kepentingan dan pembuat


kebijakan , lintas program , lintas
sektoral dan LSM
2. Mengembangkan jejaring
kerjasama lintas sektor, lintas
program dan LSM
3. Memfasilitasi pengembangan
program lintas sektor terkait
kesehatan jiwa

KEBIJAKAN

RENSTRA

2. UPAYA PELAYANAN 1.Meningkatkan kapasitas dan


kompetensi tenaga kesehatan jiwa di
KESEHATAN JIWA
setiap jenjang pelayanan
PRIMA
2. Mengembangkan dan meningkatkan
fasilitas kesehatan jiwa di setiap jenjang
pelayanan kesehatan

3. Mengembangkan pelayanan kesehatan


jiwa yang responsif dan berbasis bukti

KEBIJAKAN

RENSTRA

3. UPAYA KESEHATAN 1. Meningkatkan kepekaan dan


JIWA BERBASIS
kepedulian masyarakat akan
MASYARAKAT
kesehatan jiwa
2. Meningkatkan peran serta
orang dengan gangguan jiwa dan
keluarganya
3. Meningkatkan dukungan
masyarakat terhadap orang
dengan gangguan jiwa dan
keluarganya

KEBIJAKAN

RENSTRA

4.SISTEM KETENAGAAN 1. Melakukan analisis dan perencanaan


ketenagaan di bidang kesehatan jiwa
KESEHATAN JIWA
2. Mengupayakan pengadaan dan
pengembangan tenaga di bidang
kesehatan jiwa

3. Mendayagunakan SDM Keswa


berdasarkan kebutuhan dan kompetensi

KEBIJAKAN

RENSTRA

5. SISTEM PEMBIAYAAN 1. Melakukan analisis dan perencanaan


sistem pembiayaan
KESEHATAN JIWA
2. Mengupayakan pengadaan dan
pengembangan sistem pembiayaan yang
adekuat

3. Mengupayakan tercakupnya secara


maksimal masalah kesehatan jiwa dalam
sistem asuransi sosial kesehatan

DIREKTORAT BINA KESEHATAN JIWA

PROGRAM PEMBINAAN UPAYA KESEHATAN JIWA


OUTCOME :
Meningkatnya Akses dan Mutu Pelayanan
Kesehatan Jiwa
INDIKATOR : 1. Persentase RSJ yang memberikan layanan
subspesialis
utama dan Napza sesuai pedoman
2.
Persentase RSU Kab/Kota
yang memberikan layanan
kesehatan jiwa
dasar termasuk Napza
3. Persentase Puskesmas yang memberikan layanan
kesehatan jiwa dasar dan kesehatan jiwa

PROGRAM PRIORITAS
DIREKTORAT BINA KESEHATAN
JIWA
1. Menuju Indonesia Bebas Pasung
2.

Program Wajib
Pecandu Narkotika

Lapor

bagi

3. Hotline Service
4. Kesehatan Jiwa Masyarakat
- integrasi kesehatan jiwa di layanan
kesehatan dasar
- pemberdayaan masyarakat

5. Layanan Psychological First Aid


di
daerah bencana

INDIKATOR KINERJA
Indikator

Persentase
Puskesmas
yang
memberikan
pelayanan
kesehatan
jiwa dasar
dan
kesehatan
jiwa
masyarakat

Target (%) dari 9005 PKM


2011

2012

2013

10

20

30

Capaia
n
13,7

Capai
an
20

Capaian
(sedang
berjalan
)

21,47
%

Definisi
2014 Operasional

40

Puskesmas yang
memberikan
pelayanan minimal
kesehatan jiwa
termasuk
psikoedukasi dan
deteksi dini di
bidang
keswa/napza.

1. Integrasi upaya kesehatan jiwa di layanan


kesehatan primer
- penguatan tenaga kesehatan non-spesialis dan
pemberdayaan masyarakat penguatan UKJBM
melalui
desa siaga
- bimbingan teknis dari tenaga kesehatan jiwa
profesional dan
penguatan sistem rujukan
- penguatan pembiayaan dan ketersediaan obat
bagi layanan
keswa

2. Penguatan koordinasi lintas program dan lintas


sektor dalam pembangunan kesehatan jiwa
masyarakat -- Perpres?

Você também pode gostar