Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Serviks
Serviks adalah bagian khusus dari uterus yang terletak di bawah isthmus.
Pada sisi anterior, batas atas serviks, ostium interna letaknya kurang lebih setinggi
lipatan refleksi peritoneum antar uterus dan kandung kemih. Serviks adalah bagian
dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh uterine isthmus.
Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih
tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya menonjol
melalui dinding vagina anterior atas.1
Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio
vaginalis. Rata-rata ukurannya adalah 3 cm panjang dan 2,5 cm lebar portio vaginalis.
Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum
melahirkan, ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah
serviks. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong
antara
ostium
eksterna
ke
rongga
endometrium
disebut
endoservikalis.2
sebagai
kanalis
Aliran darah dari serviks berasal dari arteri iliaka internal, yang membentuk
arteri uterina. Serviks dan cabang arteri vagina dari uterus mensuplai bagian vagina
bagian atas. Drainase sistem limfatik dari serviks sangat kompleks, yang meliputi
nodus iliaka internal dan eksternal, nodus obturatorius dan parametrial, dan banyak
lagi. Rute utama penyebaran sistem limfatik dari kanker serviks adalah melalui
limfatik pelvis. Maka radikal histrektomi yang dilakukan secara invasif untuk
mengobati kanker serviks meliputi penghapusan sebagian besar sistem limfatik di
daerah pelvis.2
B. Definisi Kanker Serviks
Kanker leher rahim (serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada
jaringan serviks.Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks
(kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang
menjulur ke vagina.4
C. Epidemiologi Kanker Serviks
Kanker serviks atau karsinoma serviks uteri merupakan salah satu penyebab
utama kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Di seluruh dunia,
diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru dan 250.000 kematian setiap
tahunnya yang 80% terjadi di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia,
insidens kanker serviks diperkirakan 40.000 kasus pertahun dan masih merupakan
kanker wanita yang tersering. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara
berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.5,6
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini
menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita.Saat ini di
Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap
tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan
kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang
datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.6
Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita antara 30 60 tahun, terbanyak
antara 45- 50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif
memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun
menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari
KIS (kanker in-situ) terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun.5
D. Etiologi
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model
karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis awal
sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif.Studi-studi
epidemiologi menunjukkan lebih dari 90% kanker serviks dihubungkan dengan jenis
human papiloma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV
negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang
buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang
berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein
E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53 akan kehilangan
fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini
menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel
berjalan tanpa kontrol.7
E. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker
serviks, antara lain adalah :
1. Usia
Saat ini telah diketahui di beberapa negara bahwa puncak insidensi
lesiprakanker serviks terjadi pada kelompok usia 30-39 tahun, sedangkan kejadian
kanker serviks terjadi pada usia di atas 60 tahun.10 Di Indonesia, telah dilakukan
penelitian pada tahun 2002 mengenai puncak insidensi kanker serviks yaitu pada
kelompok usia 45-54 tahun.13 Penelitian lain di RSCM (1997-1998) menunjukkan
insidens kanker serviks meningkat sejak usia 25-34 tahun dan puncaknya pada usia
35-44 tahun, sementara di Indonesia (1988-1994) pada usia 45-54 tahun. Laporan
FIGO pada tahun 1998 menyebutkan kelompok usia 30-39 tahun dan 60-69 tahun
Periode rentan ini berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia pada usia
pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut misalnya
infeksi akan memudahkan beralihnya proses menjadi displasia yang lebih berpotensi
untuk terjadinya keganasan. Christoperson dan parker menemukan perbedaan statistik
yang bermakna antara wanita yang menikah usia 15-19 tahun dibandingkan wanita
yang menikah usia 20-24 tahun, pada golongan pertama cenderung untuk terkena
kanker serviks. Barron dan Richat pada penelitian dengan mengambil sampel7.000
wanita di Barbara Hindia Barat, Cenderung menduga epitel serviks wanita remaja
sangat rentan terhadap bahan-bahan karsinogenik yang ditularkan melalui hubungan
seksual didanding epitel serviks wanita dewasa.4
Laporan dari berbagai pusat di Indonesia juga memperlihatkan hasil yang
serupa dengan hasil penelitian di luar negeri. Marwi di Yogyakarta menemukan
63,1% penderita karsinoma serviks menikah pada usia 15-19 tahun, hasil yang serupa
juga dilaporkan oleh Sutomo di Semarang.4
3. Jumlah paritas lebih banyak lebih berisiko mengalami kanker
Kehamilan yang optimal adalah kehamilan anak lebih dari tiga.Kehamilan
setelah tiga mempunyai resiko yang meningkat. Pada primigravida umumnya belum
mempunyai gambaran mengenai kejadian-kejadian yang akan dialami saat
melahirkan dan merawat bayinya. Oleh sebab itu penting sekali mempersiapkan ibu
dengan memberikan penjelasan yang diperlukan mengenai kelahiran dan perawatan
bayinya. Sedangkan pada ibu yang sudah pernah mempunyai anak akan mempunyai
gambaran dan pengalaman dalam merawat bayinya, sehingga akan lebih siap dan
tahu merawat bayinya.8
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mubasir dkk, Pada tahun 1993
menemukan lebih tinggi frekuensi kejadian kanker serviks pada pasien yang pernah
melahirkan dari pada yang belum melahirkan. Multiparitas terutama dihubungkan
dengan kemungkinan menikah pada usia muda, disamping itu dihubungkan pula
dengan sosial ekonomi yang rendah dan higiene yang buruk.8
Sumber lain mengemukakan bahwa paritas tinggi merupakan salah satu faktor
resiko terkena kanker serviks. Bukhari L dan Hadi A menyebutkan bahwa golongan
wanita yang bersalin 6 kali atau lebih mempunyai resikomenderita kanker serviks 1,9
kali lebih besar dari pada golongan wanita yang bersalin antara 1-5 kali, meskipun hal
ini merupakan faktor resiko namun hal tersebut harus dijadikan perhatian kita untuk
mendeteksi terhadap golongan ini. Kehamilan dan persalinan yang melebihi 3 orang
dan jarak kehamilan terlalu dekat akan meningkatkan kejadian kanker seriks.8
Susanto dan Suardi (1987) di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dalam
penelitiannya mendapatkan paritas terbanyak pasien kanker serviks yaitu paritas
lebihdari lima, Sahil MF (1993) mendapatkan pada paritas 6 atau lebih cenderung
terkena kanker serviks. Multiparitas diduga menyebabkan penurunan daya tahan
tubuh. Pada penelitian di Swedia memperlihatkan bahwa tingkat rekurensi meningkat
pada paritas lebih dari tiga.8
4. Tingkat pendidikan rendah9
5. Penggunaan jangka panjang (lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral
Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan
dengan kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten
dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol
pengaruh kegiatan sexual.Beberapa studi gagal dalam menunjukkan beberapa
hubungan dari salah satu studi, bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang
invasif. Hubungan yang terakhir ini mungkin palsu dan menunjukkan deteksi adanya
bias karena peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi
yang lebih lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini
mengenai kontrasepsi oral.8
6. Riwayat kanker serviks pada keluarga
Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung atau ibu yang mempunyai
kanker serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk juga
F. Patogenesis
2.
vagina sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh
kedalam stroma serviks dan cenderung
3.
Deskriptif WHO
Kelas I
Kelas II
Normal
ASC-US
Serviks)
Normal
Atipik
Normal
Atipik
Kelas III
ASC-H
LSIL
NIS 1 termasuk
Koilositosis
Kelas III
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
HSIL
HSIL
HSIL
Karsinoma Invasif
kondiloma
NIS 2
NIS 3
NIS 3
Karsinoma Invasif
Displasia sedang
Displasia berat
Karsinoma insitu
Karsinoma Invasif
Keterangan :
ASC-US
ASC-H
LSIL
HSIL
WHO 1994
Tumor mesenkim
-Karsinoma tidak berdiferensiasi
Dari seluruh jenis kanker serviks di atas jenis skuamosa merupakan jenis yang
paling sering ditemukan, yaitu 90%; adenokarsinoma 5%; sedang jenis lainnya 5%.
Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari
skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor sendiri dari selsel yang berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk
kumparan atau kecil serta bulat dan batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari
sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang
berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang
mengeluarkan mukus.13
3. Sistem Staging Kanker
International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging System
for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan suatu sistem stadium
kanker sebagai berikut:
Tabel 1.3 Staging Menurut FIGO13
Stadium
0
I
IA1
Karakteristik
Lesi belum menembus membrana basalis
Lesi tumor masih terbatas di serviks
Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3 mm dengan
IA2
IB1
IB2
II
IIA
IIB
proksimal vagina)
Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina
Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding
III
panggul
Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau
IIIA
IIIB
IV
IVA
IVB
vesika urinaria
Lesi meluas ke mukosa rektum dan atau meluas ke organ jauh
H. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.\
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.
Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.
I. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada negara yang telah menjalankan skrining kanker serviks secara rutin,
pasien yang asimptomatis biasanya diketahui mengalami perubahan sel serviks
pada pemeriksaan rutin Pap smear. Pasien dengan kanker serviks biasanya
mengeluhkan perdarahan per vaginam, yang biasanya terjadi setelah melakukan
hubungan seksual (post-coital bleeding). Pasien juga dapat mengeluhkan adanya
rasa tidak nyaman di vagina, keluarnya cairan berbau, dan disuria. Pada kanker
yang telah menyebar ke vesika urinaria dan rectum, dapat muncul gejala-gejala
konstipasi, hematuria, fistula dan obstruksi uretra.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan kanker serviks stadium awal tidak
ditemukan kelainan. Pada serviks yang telah mengalami kelainan lebih lanjut
dapat terlihat abnormalitas seperti erosi, ulkus, maupun adanya masa. Massa yang
telah menjalar ke rektum dapat diperiksa dengan pemeriksaan colok dubur.
Metastasis ke perimetrium dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
bimanual. Adanya hepatomegali dapat mengarahkan kecurigaan adanya metastasis
ke hepar, dan adanya edema tungkai dapat menunjukkan obstruksi limfatik
ataupun vaskular yang terjadi karena tumor.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Test IVA
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%)
dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi
setelah dilakukan olesan.Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami
displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks. Tes ini tidak
direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona
transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspekulo.
Interpretasi
Tabel 1.4 Klasifikasi IVA sesuai temuan klinis17
Klasifikasi IVA
Hasil Tes-Positif
Temuan Klinis
Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat SCJ
Hasil Tes-Negatif
Kanker
b. Papanicolaou Smear
Pemeriksaan Pap Smear dapat digunakan untuk melakukan skrining kanker
serviks, namun penggunaannya dalam menegakkan kanker serviks tidak
disarankan. Pap smear hanya memiliki sensitivitas sebanyak 55-80% dalam
mendeteksi lesi serviks tingkat lanjut, dan pemeriksaan ini menunjukkan hasil
positif hanya pada 30-50% sampel pasien yang telah mengalami kanker stadium
I. Pada kanker serviks, penegakkan diagnosis yang lebih disarankan ialah
dengan biopsi menggunakan forsep Tischler atau kuret Kevorkian.
c. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau
kanker.
d. Kolposkopi
Untuk menegakkan diagnosis definitive, diperlukan pemeriksaan dengan
kolposkopi dan pemeriksaan PA. Dengan kolposkopi, metaplasia skuamosa
infeksi HPV, NIS akan terlihat putih dengan asam asetat dengan atau tanpa
corakan pembuluh darah. WHO mengajukan semua tingkat NIS, KIS, dan
invasif harus dikonfirmasi secara histologik. Kalau tidak ada kolposkopi,
sedang kanker invasif tidak dapat disingkirkan dengan biopsi, maka perlu
dilakukan konisasi.
J. Tatalaksana
Penatalaksanaan karsinoma serviks dibagi berdasarkan stadium15 :
1.
3.
Stadium IA2
Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis.
4.
Ca invasif
Biopsi untuk konfirmasi diagnosis
5.
6.
diberikan
Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan
K. Prognosis16
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5years survival rateuntuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium
III kira-kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.
Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar
Daftar Pustaka
1. Nurbaiti. Kanker Rahim. 2009 Feb [cited 2009 Jun 10]; 1:[2 screen]. Available
from: URL: http://ilmupedia.com/akademik/92/649-kanker- rahim.pdf
2. F.Gary Cunningham. William Obstetrics. 22nd ed. USA: McGraw-Hill
Companies; 2005.
3. A.D.A.M.
Servical
Anatomy.
Available
from:
URL:
http://adameducation.com/mie.aspx
4. Aziz MF. Masalah pada Kanker Serviks. CDK 2001; 133:6.
5. Cervical Cancer Campaign. Understanding Cervical Cancer, A Womans Guide.
Chicago: Ginecologic Cancer Foundation; 2006.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanggulangan Kanker Serviks
dengan Vaksin HPV. Jakarta : DEPKES RI; 2005.
7. Garcia AA. Cervical Cancer. 2007 [cited 2012 Des 9]. Available form: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/253513-overview
8. Female Cancer Program Foundation. Indonesia: Mutual Enthusiasm About
Working
Together.
[cited
2009
Jun
10].
Available
form:
URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/default
9. Cullati S, Charvet-Brard AI, Perneger TV. Cancer screening in a middle-aged
general population: factors associated with practices and attitudes. BMC Public
Health 2009; 9:118. 25. Anonim. What Are The Risk Factors For Cervical
Cancer?.
2009
[cited
2012
Des
9].
Available
form:
URL:
http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI_2_4_2X_What_are_the_riskfact
ors_for_cervical_cancer_8.asp
10. American Cancer Society. Cancer facts and figures 2006. American Cancer
Society Inc. Atlanta. 2006
11. Wiknjosastro H. Karsinoma serviks uterus. Dalam : Wiknjosastro H. Ilmu
kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta : 2008,380390.
12. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to
Essential Practice. Geneva : WHO; 2006.
13. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classifications and clinical practice
guidelines of gynecologyc cancers. Int J Gynecol Cancer 2000; 70:207-312.
14. FIGO.
Cervical
Carcinoma
Staging.
Available
form:
URL:http://www.figo.org/search/node/cervical+carcinoma+staging
15. Mansjoer A dkk. Kanker serviks. Dalam : Mansjoer A dkk. Kapita selekta
kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta; 2001, 379-381.
16. Petignat P, Roy M. Diagnosis and management of cervical cancer. Br Med
J2007; 335:765-8.