Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Entamoeba hystolitica
Infeksi terjadi karena tertelannya kista dalam makanan dan minuman yang
terkontaminasi tinja. Kista yang tertelan mengeluarkan trofozoit dalam usus besar dan
memasuki submukosa (Chandrasoma dan Taylor, 2006).
Patogenesis dan patologi. Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga
beberapa bulan. Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala (asimptomatik). Gejala
bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma
disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan yang meliputi diare berlendir dan
berdarah disertai tenesmus.
Diagnosis. Selain menilai gejala dan tanda, diagnosis amebiasis yang akurat membutuhkan
pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi bentuk trofozoit dan kista. Metode yang paling
disukai adalah teknik konsentrasi dan pembuatan sediaan permanen dengan trichom stain.
Untuk screening cukup menggunakan sediaan basah dengan bahan saline dan diwarnai
lugol agar terlihat lebih jelas. Selain tinja, spesimen yang dapt diperiksa berasal dari
enema, aspirat, dan biopsi (Hemma, 2006).
Penatalaksanaan. Sering digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan hasil
pengobatan. Walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis, sebaiknya diobati, karena amoeba
yang hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat menjadi
patogen.
Trichuris trichiura
Disebut juga cacing cambuk dan menimbulkan penyakit trikuriasis.
Patogenesis dan patologi. terutama hidup di sekum. Pada infeksi berat, terutama pada
anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum, kadang terlihat di mukosa rektum
yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada saat defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan
iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan.
Di samping itu, ternyata cacing ini menghisap darah, sehingga menyebabkan anemia.
perorangan, sanitasi lingkungan, dan imunitas melalui vaksinasi memegang peran. Pada
pengobatan amebiasis digunakan Metronidazol, Tinidazol, Secnidazole, atau Tetrasiklin
(Setiawan, 2007).
F. Contoh kasus
Seorang anak umur 6 tahun dibawa ke RS dengan keluhan sejak 4 hari yang lalu
BAB dengan tinja lembek diserai lendir dan darah lebih dari 5x/hari. Keluhan disertai
panas, sakit perut, dan mual muntah. Tidak ada batuk pilek atau nyeri telan. Sudah 2 hari
ini penderita tidak mau makan dan minum sehingga kondisinya lemah. Sudah makan obat
diapet tetapi masih belum sembuh.
Dari anamnesa didapatkan: vital sign: T 110/70, N=120x/menit, R:24x/menit,
suhu: 39,2C. Pemeriksaan abdomen: inspeksi normal, auskultasi hiperperistaltik,
palpasi: nyeri tekan region kanan bawah. Perkusi: hipertimpani. Nyeri tekan lepas titik
Mc Burney (-). Kemudian dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah dan tinja untuk melihat kemungkinan agen penyebabnya.
G. Pembahasan kasus
Pasien BAB sejak 4 hari yang lalu dengan tinja lembek disertai lendir dan darah
lebih dari 5x/hari. Frekuensi, rentang waktu, dan konsistensi dari feses telah menunjukkan
bahwa pasien tersebut mengalami diare akut. Adanya lendir dan darah menunjukkan
adanya peradangan pada traktus gastrointestinal (GIT), terutama usus halus. Diare dengan
lendir dan darah ini dapat terjadi pada infeksi E. hystolitica, T. trichiura, cacing tambang,
dan A. lumbricoides. Mekanisme peradangan sebagai efek dari infeksi ini dapat menjadi
rujukan terjadinya infeksi, karena hal ini juga diperkuat oleh terjadinya keluhan panas.
Seperti mekanisme infeksi pada umumnya, panas atau demam ini terjadi akibat adanya
rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat, yang berakibat peningkatan PGE2
sehingga bekerja di hipotalamus. Rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat ini
dilakukan oleh pirogen endogen (IL-1) sebagai akibat rangsangan oleh pirogen eksogen
yang ada pada agen infeksius. Selanjutnya, set point suhu pada hipotalamus menjadi
kacau, sehingga tubuh berusaha untuk mencapai set point palsu tersebut dengan
mekanisme demam sebagai salah satu usaha termogenesis.
Sakit perut yang dialami pasien adalah salah satu manifestasi akibat adanya iritasi
mukosa GIT. Adanya infeksi mengakibatkan rilis mediator proinflamasi, diantaranya
bradikinin, serotonin, dan histamin (terutama bradikinin) yang kemudian merangsang
ujung bebas dari reseptor nyeri dan menimbulkan rasa nyeri perut. Mual muntah juga
menjadi indikasi adanya peradangan mukosa GIT, yang akibat impuls iritatif berupa mual
yang disampaikan ke pusat muntah di batang otak ini kemudian terjadi respon berupa
gerakan muntah yang kemudian disampaikan ke diafragma dan otot abdomen. Penderita
tidak mau makan dan minum, hal ini mungkin dapat disebabkan karena rilis serotonin
yang menekan pusat lapar di area hipotalamus lateral, tepatnya di nukleus dorsomedial dan
arkuata di bagian posterior. Sebab lain yang mungkin adalah traktus GIT yang teregang
akibat kontriksi sebagai akibat rilis mediator proinflamasi. Sinyal inhibisi yang teregang
akan dihantarkan, terutama melalui nervus vagus untuk menekan pusat makan, sehingga
nafsu makan akan berkurang. Sebagai konsekuensi kurangnya asupan nutrisi, maka
kondisi pasien lemah.
Pasien sudah makan obat diapet tetapi belum sembuh. Mekanisme obat antidiare
sendiri dibagi menjadi 2, yaitu 1) menghambat peristaltik usus (contohnya obat Imodium)
dan 2) absorbent, yaitu menyerap cairan dan toksin (contohnya obat new diatab, diapet).
Penggunaan obat jenis absorbent ini malah dapat menghambat ekskresi kuman, sehingga
agen infeksius penyebab diare masih tetap berada dalam traktus GIT, sehingga infeksi
dapat terus berlangsung.
Dari anamnesa, didapatkan pasien adalah keluarga buruh bangunan dan anak
tersebut suka bermain tanah dan kadang minum air mentah. Dari keterangan ini,
kemungkinan besar keluarga pasien tidak mendapatkan edukasi tentang sanitasi yang baik,
sehingga anak tersebut tidak dilarang minum air mentah. Padahal, kebiasaan meminum air
mentah mengandung risiko besar tertular penyakit amebiasis dan trichuriasis. Sementara
dari kebiasaan anak tersebut bermain tanah, dapat dicurigai anak tersebut menderita
askariasis atau ancylostomiasis.
Hasil pemeriksaan fisik. Hipotensi (T=110/90 mmHg) hal ini terjadi karena pasien
mungkin mengalami syok akibat dehidrasi. Takikardi (N=120x/menit) terjadi akibat
kompensasi tubuh untuk mengatasi keadaan syok. Takipneu (R=24x/menit) juga terjadi
akibat mekanisme kompensasi tubuh seperti halnya takikardi. Suhu tubuh meningkat
(39,2C), hal ini terjadi akibat mekanisme demam yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Hiperperistaltik terjadi akibat adanya gangguan motilitas usus. Nyeri tekan regio kanan
bawah menjadi salah satu dasar diagnosis banding dengan apendisitis akut. Namun, karena
nyeri tekan lepas titik McBurney (-), maka hal ini dapat menggugurkan dugaan adanya
apendisitis. Infeksi Ascaris lumbricoides juga mempunyai manifestasi klinis apendisitis,
karena itu hasil tersebut dapat menggugurkan diagnosis ascariasis.
Dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium darah dan tinja untuk melihat
kemungkinan agent penyebabnya. Pada diagnosis berbagai jenis infeksi parasit, gold
standard dari pemeriksaan penyakit tersebut adalah menemukan parasit atau telurnya
dalam pemeriksaan tinja atau darah. Apabila telah didapatkan hasil pemeriksaan darah dan
tinja, maka baru dapat ditarik diagnosis pasti dari penyakit infeksi parasit tersebut.
Kebijakan
Prosedur
Diagnosis Diferensial
Menret psikologi (shigella, V. Cholera, Salmonella,
E. Coli, Raota Firus, Campilo bacter)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin tinja.
Perawatan
Rawat Inap, bila terdapat dehidrasi berat / sedang
Terapi
Rehidrasi oral / prenteral, antibiotik atas indikasi, diit
Penyulit
Asidosis, hipokalemi, renjatan, hipernatremi, kejang
Informet concent (tertulis)
Diperlukan pada tindakan invasif
Lama perawatan
Tiga sampai lima hari
Masa pemulihan
Dua sampai tiga minggu
Out Put
Sembuh total
Terapi
Dehidrasi ringan : (BB
s/d 5%)
Oralit
Unit
terkait