Você está na página 1de 10

PENGARUH SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGINE

TERHADAP DIARE
1

SHINTA WIDYANINGRUM, 2ETI PURWATIH, 3SILVIYA YULIANTI


4
SITI AMALIAH ROKHMAH, 5SITI FARAH FITRIANI,
6
RENGGA BAYU, 7BAGUS PRAKOSO

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Stikes Faletehan Serang Email :


1
shintawidyaningrum@ymail.com, 2eti.purwatih@yahoo.com,
3
yuliantisilvia21@gmail.com, 4deamaliah24@gmail.com,
5
farahfitrian1@yahoo.com, 6renggabayu@gmail.com, 7bagusnicholas7@gmail.com

ABSTRAK
Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang menyebabkan kematian utama di
dunia termasuk Indonesia. Gejala diare yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja lembek sampai mencair dan bertambah frekuensi serta buang air besar
lebih dalam sehari. Di Kecamatan kramatwatu diperoleh kejadian diare mencapai 2.072
kasus, dimana jumlah kasus terbanyak adalah di Desa Kramatwatu sebanyak 373 kasus
(Profil Puskesmas Kramatwatu, 2014). Penelitian ini bertujuan mengetahui Hubungan
antara Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar dan personal hygiene dengan kejadian
penyakit diare di Desa Kramatwatu Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dengan jumlah sampel 100
responden, dimana pengambilan sampel dilakukan secara metode Sistematic Random
Sampling dan Qouta Sampling. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner dan chek-list observasi, sedangkan pengumpulan data sekunder
dilakukann dengan melihat profil Puskesmas Kramatwatu tahun 2014. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Oktober-November 2015. Analisis data dilakukan dengan
univariat dan bivariat. Hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan jamban keluarga
(P=0,033), kebiasan mencuci tangan (P=0,039) dengan kejadian penyakit diare,
sedangkan untuk variabel ketersediaan SAB, ketersediaan SPAL, ketersediaan tempat
sampah dan kebiasaan menutup hidangan makanan tidak ada hubungan dengan kejadian
penyakit diare. lainnya tidak berhubungan. Saran dari penelitian ini adalah perlu adanya
peningkatkan frekuensi penyuluhan tentang pentingnya penyediaan sarana sanitasi dasar
dan personal hygiene untuk mencegah kejadian diare.
Kata kunci : Diare, Sarana Sanitasi Dasar, Personal hygiene

PENDAHULUAN
Penyakit diare adalah penyakit yang
berbasis lingkungan dan terjadi hampir
di seluruh daerah geografis di dunia dan

bisa menyerang seluruh kelompok usia


baik laki-laki maupun perempuan.
Penyakit ini termasuk penyakit menular

yang ditandai dengan gejala-gejala


seperti:
perubahan
bentuk
dan
konsistensi tinja menjadi lembek
sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar lebih dari
pada biasanya (tiga kali atau lebih
dalam sehari) disertai muntah-muntah,
sehingga penderita akan mengalami
kekurangan cairan tubuh (dehidrasi)
yang pada akhirnya apabila tidak
mendapat pengobatan segera dapat
menyebabkan kematian.[1]
Penyakit diare disebabkan oleh infeksi
bakteri, dan parasit yang dapat
ditularkan melalui air dan makanan
yang terkontaminasi kotoran manusia
atau hewan. Selain itu diare dapat
disebabkan oleh sarana air bersih,
penanganan makanan dan kesehatan
pribadi.[2]
Hasil penelitian menurut Mafazah
(2013) mengatakan bahwa ketersediaan
sarana air bersih, ketersediaan sarana
pembuangan tinja, ketersediaan sarana
tempat
pembuangan
sampah,
ketersediaan sarana pembuangan air
limbah dan personal hygiene ibu
berhubungan dengan kejadian diare.[3]
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Hamzah (2012), mengatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi kejadian
diare yaitu penggunaan air bersih,
kebiasaan ibu mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun, penggunaan
jamban, pengelolaan sampah, dan
pengelolaan air limbah.[4]
Kandun
(2007) dalam Kusumawati, dkk (2011)
mengatakan penyebab utama diare
adalah minimnya perilaku hidup bersih
dan sehat di masyarakat. Salah satunya
karena pemahaman mencucui tangan
dengan sabun secara baik dan benar
menggunakan air bersih yang mengalir
kurang. Berdasarkan kajian WHO, cuci
tangan dengan sabun mengurangi angka
kejadian diare sebanyak 47%.[5]
Menurut soebagyo (2008), diare
terhitung 5-10 juta kematian/tahun di
dunia. Sampai saat ini penyakit diare
masih menjadi masalah dunia terutama

di negara berkembang, besarnya


masalah tersebut terlihat dari tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat
diare. WHO memperkirakan 4 milyar
kasus terjadi di dunia dan 2,2 juta
diantaranya meninggal sebagian besar
anak-anak dibawah umur 5 tahun.
Meskipun diare membunuh sekitar 4
juta orang/tahun di negara berkembang,
ternyata diare juga masih merupakan
masalah utama di negara maju. Di
Amerika setiap anak mengalami 7-15
episode diare dengan rata-rata usia 5
tahun, 9% anak yang di rawat di Rumah
Sakit dengan diare berusia kurang dari 5
tahun dan 300-500 anak meninggal
setiap tahun. Di negara berkembang
anak-anak balita mengalami rata-rata 34 kali kejadian diare per tahun tetapi
dibeberapa tempat terjadi lebih dari 9
kali kejadian diare per tahun atau
hampir 15-20% waktu anak dihabiskan
untuk diare.[6]
Di Indonesia Presentase Insiden dan
prevalen diare untuk seluruh kelompok
umur di Indonesia adalah 3,5% dan
7,0%. Insiden diare pada kelompok
usia balita di Indonesia adalah 10,2%.
Lima provinsi dengan insiden maupun
prevalen diare tertinggi adalah Aceh,
Papua,DKI Jakarta, Sulawesi Selatan,
dan Banten. Hasil Survei Morbiditas
Diare dari tahun 2000-2010 didapat
angka kesakitan diare balita tidak
menunjukan pola kenaikan maupun
pola penurunan. Pada tahun 2000 angka
kesakitan balita (1.278/ 1000), sedikit
menuru di tahun 2003 (1.100/1000),
agak meningkat pada tahun 2006
(1.310/1000). Dilihat dari distribusi
umur balita penyakit diare di tahun
2010 didapatkan proporsi terbesar
adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu
sebesar 21,65%, lalu kelmpok umur 1217 bulan sebesar 14,43%, kelompok
umur 24-29 bulan sebesar 12,37%,
sedangkan proporsi terkecil pada
kelompok umur 54-59 bulan yaitu
2,06%. Insiden terjadinya diare pada
balita menurut jenis kelamin didapatkan

proporsi terbesar adalah laki-laki yaitu


sebesar 5,5% sedangkan perempuan
sebesar 4,9%. [7]
Di Kabupaten Serang pada tahun 2012
terdapat 41.172 kasus diare. . Di
Kabupaten Serang penyediaan air bersih
baru mencakup 59,70%. Hal ini jelas
sangat kurang mengingat air bersih
merupakan komponen terpenting dalam
menunjang kehidupan yang sehat.
Disamping itu kepemilikan jamban
keluarga juga baru mencapai 38,0%.
Jamban keluarga mutlak diperlukan
agar penyebaran penyakit akibat tinja
manusia dapat dihindari.
Berdasarkan
Profil
Puskesmas
Kramatwatu Tahun 2014, Kecamatan
kramatwatu pada tahun 2014 diperoleh
kejadian diare mencapai 2.072 kasus.
Dimana Desa kramatwatu adalah desa
yang menduduki peringkat pertama
kasus diare terbanyak dengan jumlah
kasus sebanyak 373 kasus.
Masih tingginya kejadian penyakit diare
disebabkan oleh masih kurangnya
kondisi sarana sanitasi dasar yang
belum memenuhi syarat kesehatan.
Sanitasi dasar merupakan syarat
kesehatan lingkungan minimal yang
harus dipunyai oleh setiap keluarga
untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Ruang lingkup sanitasi dasar yakni
sarana penyediaan air bersih, sarana
jamban keluarga, sarana pembuangan
sampah, dan sarana pembuangan air
limbah.[8]
Penelitian ini bertujuan diketahuinya
Hubungan antara Ketersediaan Sarana
Sanitasi Dasar dan personal hygiene
dengan kejadian penyakit diare di Desa
Kramatwatu Kecamatan Kramatwatu
Kabupaten Serang Tahun 2015.
METODE PENELITIAN
Penelitan ini merupakan jenis penelitian
observasional dengan menggunakan
metode observasi dan wawancara.
Desain penelitian yang digunakan

adalah Cross Sectional yaitu mengukur


variabel-variabel dalam penelitian pada
waktu
yang
sama).[9]
Penelitian
dilakukan
di
Desa
Kramatwatu
Kecamatan Kramatwatu Kabupaten
Serang pada bulan Oktober-November
2015.
Variabel independen dalam
penelitian ini adalah ketersediaan sarana
air
bersih,
ketersediaan
jamban
keluarga,
ketersediaan
saluran
pembuangan air limbah, ketersediaan
tempat sampah, kebiasaan mencuci
tangan dan kebiasaan menutup hidangan
makanan. Sedangkan variabel dependen
dalam penelitian adalah kejadian
penyakit diare.
Populasi dalam penelitian adalah
seluruh masyarakat yang di hitung
berdasarkan rumah tangga yang berada
di Desa Kramatwatu berjumlah 3.759
jiwa. Sampel diambil secara Sistematic
Random Sampling dan Qouta Sampling
dengan total sampel adalah 100
responden.
Pada
penelitian
pengumpulan data primer dilakukan
dengan wawancara terhadap responden
berupa kuesioner, dan observasi dengan
menggunakan lembar observasi (check
list). Sementara pengumpulan data
sekunder dilakukann dengan melihat
langsung profil Puskesmas Kramatwatu
tahun 2014. Proses pengolahan data
pada penelitian ini terdiri dari
pemeriksaan (editing) data, pemberian
kode (coding) data, pemasukan (entry)
data, dan pembersihan (cleaning) data.
Analisa data dilakukan secara univariat
dan
bivariat.
Analisis
univariat
dilakukan untuk memperoleh gambaran
data mengenai distribusi frekuensi dan
proporsi tiap variabel dalam penelitian.
Analisa bivariat dilakukan untuk
mengetahui apakah ada hubungan yang
signifikan antara variabel independen

dan dependen dengan menggunakan Uji


Kai Kuadrat (Chi Square test).
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Berdasarkan Variabel
( SAB, JAGA, SPAL, TS, dan Personal Hygiene)
Variabel
Ketersediaan
Sarana Air Bersih

Kategori
Memenuhi syarat
Tidak
memenuhi
syarat
Ketersediaan
Memenuhi syarat
Jamban Keluarga
Tidak
memenuhi
syarat
Ketersediaan
Memenuhi syarat
Saluran
Tidak
memenuhi
Pembuangan
Air syarat
Limbah
Ketersediaan
Memenuhi syarat
Tempat Sampah
Tidak
memenuhi
syarat
Kebiasaan Mencuci Kurang baik
Tangan
Baik
Kebiasaan
Kurang baik
Menutup Hidangan Baik
Makanan

(F)
96
4

(%)
96,0
4,0

44
56

44,0
56,0

57
43

57,0
43,0

23
77

23,0
77,0

64
36
8
92

64,0
36,0
8,0
92,0

Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa


dari dari 100 responden sebanyak 4
(4,0%)
responden
mempunyai
ketersediaan sarana air bersih tidak
memenuhi syarat dan 96 (96,0%)
responden mempunyai ketersediaan
sarana air bersih memenuhi syarat, yang
ketrsediaan jamban keluarga memenuhi
syarat sebanyak 44 responden (44,0%),
dan yang tidak memenuhi syarat
sebanyak 56 responden (56,0%), yang
ketersediaan SPAL memenuhi syarat
sebanyak 57 responden (57,0%) dan
yang tidak memenuhi syarat 43
responden (43,0%), yang ketersediaan

tempat sampah memenuhi syarat


sebanyak 23 responden (23,0%) dan
yang tidak memenuhi syarat 77
responden (77,0%), yang memilki
kebiasaan mencuci tangan dengan baik
sebanyak 64 responden (64,0%) dan
kebiasaan mencuci tangan yang tidak
baik yaitu 36 responden (36,0%)
sedangkan, yang memilki kebiasaan
menutup hidangan makanan dengan
tidak baik sebanyak 8 responden (8,0%)
dan yang kebiasaan menutup hidangan
makanan yang baik sebanyak 92
resonden (92,0%).

Tabel 2. Hubungan SAB, JAGA, SPAL, TS, dan Personal Hygiene Terhadap Diare
Kejadian diare
Variabel
Ketersediaan
SAB
TMS
MS
Ketersediaan
JAGA
TMS
MS
Ketersediaan
SPAL
TMS
MS
Ketersediaan
TS
TMS
MS
Kebiasaan
Mencuci
Tangan
Kurang Baik
Baik
Kebiasaan
Menutup
Hidangan
Makanan
Kurang Baik
Baik

Total

P
value

OR

95%
CI

Diare

Tidak
Diare

1(25,0)
53(55,2)

3(75,0)
43(44,8)

4(100%)
96(100%)

0,331

0,270

0,0272,694

36(64,3)
18(40,9)

20(35,7)
26(59,1)

56(100%)
44(100%)

0,033

2,600

1,1545,858

24(55,8)
30(52,6)

19(44,2)
27(47,4)

43(100%0
57(100%0

0,910

1,137

0,5132,518

43(55,8)
11(47,8)

34(44,2)
12(52,2)

77(100%)
23(100%)

0,661

1,380

0,5423,510

40962,5)
14(38,9)

24(37,5)
22(61,1)

64(100%)
36(100%)

0,039

2,619

1,1316,065

4(50,0)
50(54,3)

4(50,0)
42(45,7)

8(100%)
92(100%)

1,000

0,840

0,1983,564

Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 2 didapat hasil bahwa


dari 4 responden yang ketersediaan
sarana air bersih (SAB) yang tidak
memenuhi syarat, yang menderita diare
yaitu sebanyak 1 responden (25,0%)
dan yang tidak diare sebanyak 3
responden (75,0%), sedangkan dari 96
responden yang ketersediaan sarana air
bersih (SAB) yang memenuhi syarat,
terdapat 53 responden (55,2%) yang
menderita diare dan sebanyak 43
responden (44,8%) tidak menderita
diare. Secara statistik pada 5%
diperoleh pvalue = 0,331 dan OR =

0,270 (95% CI = 0,027-2,694). Hal ini


menunjukan bahwa secara statistik pada
5% tidak ada hubungan yang
bermakna antara ketersediaan sarana air
bersih dengan kejadian penyakit diare.
Dari 56 responden yang ketersediaan
jamban keluarga (JAGA) yang tidak
memenuhi syarat, yang menderita diare
yaitu sebanyak 36 responden (64,3%)
dan yang tidak diare sebanyak 20
responden (35,7%), sedangkan dari 44
responden yang ketersediaan Jamban
keluaraga (JAGA) yang memenuhi
syarat, terdapat 18 responden (40,9%)

yang menderita diare dan sebanyak 26


responden (59,1%) tidak menderita
diare. Secara statistik pada 5%
diperoleh pvalue = 0,033 dan OR=2,600
(95% CI = 1,154-5,858). Hal ini
menunjukan bahwa secara statistik pada
5% ada hubungan yang bermakna
antara ketersediaan jamban keluarga
dengan kejadian penyakit diare,
responden
yang
jamban
tidak
memenuhi syarat mempunyai resiko
terkena diare 2,618 kali lebih besar
untuk menderita diare dibandingkan
yang memenuhi syarat.
Dari 43 responden yang ketersediaan
Saluran Pembuangan Air Limbah
(SPAL) yang tidak memenuhi syarat,
yang menderita diare yaitu sebanyak 24
responden (55,8%) dan yang tidak diare
sebanyak 19 responden (44,2%),
sedangkan dari 57 responden yang
ketersediaan Saluran Pembuangan Air
Limbah (SPAL) yang memenuhi syarat,
terdapat 30 responden (52,6%) yang
menderita diare dan sebanyak 27
responden (47,4%) tidak menderita
diare. Secara statistik pada 5%
diperoleh p value = 0,910 dan OR =
1,137 (95% CI = 0,513-2,518). Hal ini
menunjukan bahwa secara statistik pada
5% tidak ada hubungan yang
bermakna antara ketersediaan jamban
keluarga dengan kejadian penyakit
diare.
Dari 77 responden yang ketersediaan
Tempat Sampah yang tidak memenuhi
syarat, yang menderita diare yaitu
sebanyak 43 responden (55,8%) dan
yang tidak diare sebanyak 34 responden
(44,2%), sedangkan dari 23 responden
yang ketersediaan Tempat Sampah yang
memenuhi syarat, terdapat 11 responden
(47,8%) yang menderita diare dan
sebanyak 12 responden (52,2%) tidak
menderita diare. Secara statistik pada
5% diperoleh pvalue=0,661 dan
OR=1,380 (95% CI = 0,542 3,510).
Hal ini menunjukan bahwa secara
statistik pada 5% tidak ada hubungan
yang bermakna antara ketersediaan

jamban keluarga dengan kejadian


penyakit diare.
Dari 64 responden yang berperilaku
mencuci tangan yang kurang baik, yang
menderita diare yaitu sebanyak 40
responden (62,5%) dan yang tidak diare
sebanyak 24 responden (37,5%),
sedangkan dari 36 responden yang
berperilaku mencuci tangan yang baik,
terdapat 14 responden (38,9%) yang
menderita diare dan sebanyak 22
responden (61,1%) tidak menderita
diare. Secara statistik pada 5%
diperoleh p value = 0,039 dan OR =
2,619 (95% CI = 1,131 6,065). Hal ini
menunjukan bahwa secara statistik pada
5% ada hubungan yang bermakna
antara perilaku mencuci tangan dengan
kejadian penyakit diare, responden yang
berprilaku mencuci tangan kurang baik
mempunyai resiko terkena diare 2,619
kali lebih besar untuk menderita diare
dibandingkan yang berprilaku baik.
Dari 8 responden yang
menutup
hidangan makanan yang kurang baik,
yang menderita diare yaitu sebanyak 4
responden (50,0%) dan yang tidak diare
sebanyak 4 responden (50,0%),
sedangkan dari 92 responden yang
menutup hidangan makanan yang baik,
terdapat 50 responden (54,3%) yang
menderita diare dan sebanyak 42
responden (45,7%) tidak menderita
diare. Secara statistik pada 5%
diperoleh p value 1,000 dan OR = 0,840
(95% CI = 0,198 3,564). Hal ini
menunjukan bahwa secara statistik pada
5% tidak ada hubungan yang
bermakna antara perilaku menutup
hidangan makanan dengan kejadian
penyakit diare.
PEMBAHASAN
Ketersediaan Jamban Keluarga
Jamban adalah suatu bangunan yang
berfungsi
mengumpulkan
kotoran
manusia yang tersimpan pada tempat
tertentu sehingga tidak menjadi

penyebab suatu penyakit atau mengotori


permukaan bumi. Pembuangan kotoran
merupakan salah satu faktor yang
memiliki
pengaruh
terhadap
lingkungan. Pembuangan kotoran ini
merupakan salah satu faktor lingkungan
untuk memenuhi derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. [10]
Hasil
penelitian
Sudasman
menunjukkan
bahwa
proporsi
ketersediaan jamban keluarga lebih
banyak yang tidak memenuhi syarat
dibandingkan dengan memenuhi syarat,
dan menyatakan bahwa ada hubungan
antara ketersediaan jamban keluarga
dengan kejadian penyakit diare. Hal
serupa juga didapatkan penelitian
Mafazah menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna secara
statistik antara ketersediaan jamban
keluarga dengan kejadian penyakit diare
[11,3]
.
Pada penelitian diketahui bahwa dari
100 responden, sebanyak 56 responden
(56,0%) yang mempunyai ketersediaan
jamban keluarga yang tidak memenuhi
syarat dan sebanyak 44 (44,0%)
responden mempunyai ketersediaan
jamban keluarga yang memenuhi syarat.
Hasil tabulasi silang antara variabel
ketersediaan jamban keluarga dengan
kejadian
diare
didapatkan
yang
ketersediaan jamban keluarga tidak
memenuhi syarat yang menderita
penyakit diare yaitu sebesar 64,3%
sedangkan yang ketersediaan jamban
keluarga memenuhi syarat yang
menderita penyakit diare yaitu sebesar
40,9%. Secara statistik pada 5%
dengan menggunakan Chi Square
diperoleh nilai p=0,033 maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara ada hubungan yang
bermakna antara ketersediaan jamban
keluarga dengan kejadian penyakit
diare. Dari uji statistik juga diperoleh
nilai OR=2,600 yang artinya responden
yang jamban tidak memenuhi syarat
mempunyai resiko terkena diare 2,6 kali

lebih besar untuk menderita diare


dibandingkan yang memenuhi syarat.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
dari Mafazah, Hamzah, Tamam dan
Sudasman, bahwa ada hubungan antara
ketersediaan jamban keluarga dengan
kejadian penyakit diare [3,4,11,12].
Jamban yang tidak saniter menjadi
sumber penyebaran E.coli, bakteri
penyebab diare. Menurut Notoatmodjo,
suatu jamban disebut sehat apabila tidak
mengotori permukaan tanah disekeliling
jamban, tidak mengotori air permukaan
disekitarnya, tidak mengotori air tanah
disekitarnya, tidak dapat terjangkau
oleh serangga terutama lalat, kecoa, dan
binatang-binatang
lainnya,
tidak
menimbulkan bau, mudah digunakan
dan sederhana desainnya, murah, dan
dapat diterima oleh pemakainya.
Berdasarkan
hal
tersebut
maka
tersedianya jamban keluarga yang
memenuhi syarat di dalam rumah
tangga merupakan bagian yang sangat
penting, karena jamban yang tidak
memenuhi syarat dapat menyebabkan
tercemarnya air tanah dan sumur air
disekitarnya. [13]
Ada hubungan yang bermakna antara
antara ketersediaan jamban keluarga
dengan kejadian penyakit diare.
kemungkinan disebabkan oleh kondisi
jamban yang tidak memenuhi syarat
seperti jamban dalam kondisi kotor dan
tidak terawat, responden rata-rata jarang
membersihkan jamban mereka sehingga
jamban terasa berbau, dikarenakan tidak
terdapatnya alat pembersih yang
memadai
didalam
jamban
dan
kemungkinan untuk terkontaminasi
dengan bakteri penyebab diare sangat
besar.
Kebiasaan Mencuci Tangan
Cuci tangan adalah proses membuang
kotoran dan debu secara mekanis dari
kulit kedua belah tangan dengan
memakai sabun dan air. Kesehatan dan
kebersihan tangan dapat mengurangi
jumlah
mikroorganisme
penyebab

penyakit pada kedua tangan dan lengan


serta
meminimalisasi
kontaminasi
silang. Tujuan cuci tangan adalah
menghilangkan kotoran mekanis dari
permukaan kulit dan mengurangi
jumlah mikroorganisme sementara. [14]
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Geo dkk. (2012) yang
menunjukkan jumlah perilaku mencuci
tangan lebih banyak yang kurang baik
dibandingkan dengan yang baik. Hal
serupa juga didapatkan penelitian
Hamzah menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna secara
statistik antara kebiasaan mencuci
tangan dengan kejadian penyakit diare
[15,4]
.
Pada penelitian diketahui bahwa dari
100 responden, sebanyak 64 responden
(64,0%) yang kebiasaan mencuci tangan
kurang baik dan sebanyak 36 (36,0%)
responden yang baik dalam melakukan
kebiasaan mencuci tangan.
Hasil tabulasi silang antara variabel
kebiasaan mencuci tangan dengan
kejadian diare didapatkan yang kurang
baik dalam kebiasaan mencuci tangan
yang menderita penyakit diare yaitu
sebesar 62,5%
sedangkan yang
berprilaku mencuci tangan baik yang
menderita penyakit diare yaitu sebesar
38,9%. Secara statistik pada 5%
dengan menggunakan Chi Square
diperoleh nilai p=0,039 maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara kebiasaan mencuci
tangan dengan kejadian penyakit diare.
Dari uji statistik juga diperoleh nilai
OR=2,619 yang artinya responden yang
kurang baik dalam berprilaku mencuci
tangan mempunyai resiko terkena diare
2,619 kali lebih besar untuk menderita
diare dibandingkan yang berprilaku
baik dalam mencuci tangan.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
dari Hamzah dan Nurfadhila, bahwa ada
hubungan antara kebiasaan mencuci
tangan dengan kejadian penyakit diare
[4,16]
.

Kebiasaan yang berhubungan dengan


keberhasilan perorangan yang penting
dalam penularan diare adalah mencuci
tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyuapi anak, dan sesudah makan,
berdampak pada kejadian diare.
Biasakan cuci tangan pakai sabun dan
air bersih sebelum makan agar terhindar
dari sakit perut dan cacingan, karena
telur cacing yang mungkin ada dalam
tangan atau kuku yang kotor ikut
tertelan dan masuk ke dalam tubuh. [17]
Ada hubungan yang bermakna antara
antara kebiasaan mencuci tangan
dengan kejadian penyakit diare.
kemungkinan
disebabkan
oleh
responden hanya mencuci tangan pakai
sabun saat setelah BAB selebihnya
seperti sebelum makan, atau sebelum
menyiapkan
makanan
responden
beranggapan bahwa mencuci tangan
dengan air saja sudah cukup. Responden
hanya terbiasa mencuci tangan apabila
tangan mereka terlihat kotor saja.
Padahal tangan yang terlihat bersih
belum tentu bebas dari kuman penyebab
penyakit.
KESIMPULAN
Dalam penelitian tentang hubungan
antara ketersediaan sarana sanitasi dasar
dan personal hygiene dengan kejadian
penyakit diare di Desa Keramatwatu
Kecamatan Keramatwatu Kabupaten
Serang Tahun 2015 dapat disimpulkan
bahwa responden di Desa Keramatwatu
Kecamatan Keramatwatu Kabupaten
Serang Tahun 2015 yang mengalami
kegemukan sebanyak 54,0%. Variabel
yang berhubungan dengan kejadian
penyakit diare di Desa Keramatwatu
Kecamatan Keramatwatu Kabupaten
Serang adalah ketersediaan jamban
keluarga dan kebiasaan mencuci tangan.
Variabel yang paling besar pengaruhnya
terhadap dengan kejadian penyakit diare

adalah kebiasaan mencuci tangan


dengan nilai risiko sebesar 2,619.

SARAN
Bagi Puskesmas Kramatwatu lebih
meningkatkan sosialisasi
dan
penyuluhan kepada masyarakat melalui
kegiatan di posyandu mengenai sanitasi
dasar rumah khususnya masalah jamban
keluarga agar selalu bersih dan terawat
serta perilaku mencuci tangan yang baik
dan benar.
Bagi Masyarakat Kramatwatu agar
selalu melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) yang dapat
mencegah penyakit diare khususnya
mengenai perilaku mencuci tangan,
selalu membersihkan jamban keluarga
setidaknya seminggu sekali, dan
menutup tempat sampah baik didalam
ataupun diluar rumah.
Bagi Peneliti Selanjutnya untuk
meneliti faktor-faktor lain yang belum
di teliti merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit diare dengan jumlah
sampel yang lebih besar dan dengan
wilayah yang lebih luas agar
memperkuat hasil dari penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes, RI. 2010. Buku Saku
Petugas Kesehatan Lintas Diare.
Jakarta: Ditjen PPM dan PL.
2. Kemenkes. 2011. Buletin Jendela
dan Informasi Kesehatan. Situasi
Diare di Indonesia. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta. [online]
http://www.depkes.go.id/ diunggah
pada 02 Oktober 2015
3. Mafazah
Lailatul,
2013.
Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar,

Personal Hygiene Ibu Dan Kejadian


Diare. Jurnal Kesehatan Masyarakat
KEMAS 8 (2) (2013) 176-182.
http://journal.unnes.ac.id/ diunggah
pada 01 Oktober 2015.
4. Hamzah B, 2012. Hubungan
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Kecamatan Belawa
Kabupaten
Wajo.
[Online]ejournal.respati.ac.id/ diunggah pada
02 Oktober 2015.
5. Kusumawati, Oktania, dkk. 2011.
Hubungan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat dengan Kejadian Diare
pada Balita Usia 1 -3 Tahun Studi
Kasus di Desa Tegowanu Wetan.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id
/index.php/ilmukeperawatan/article
/download/69/108 Diakses
02
Oktober 2015.
6. Soebagyo. 2008. Diare Akut Pada
Anak.
Surakarta:
Universitas
Sebelas Maret Press
7. Kementerian Kesehatan RI. (2013).
Riset kesehatan dasar 2013.
http://depkes.go.id/riskesdes2013
diunggah tanggal 28 September
2015
8. Nugraheni, Devi. 2012. Hubungan
Kondisi Fasilitas Sanitasi Dasar
dan Personal Hygiene dengan
Kejadian Diare di Kecamatan
Semarang Utara Kota Semarang.
JKM.
Vol.
1
No.
2.
http://ejournals1.undip.ac.id/index.
php/jkm/article/view/1379/1400
Diakses pada 01 Oktober 2015.
9. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
10. Mubarak, W. I.; Chayatin, N., 2009.
Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori

dan Aplikasi. Salemba Medika.


Jakarta.

wordpress.com/. Diunggah pada


tanggal 05 Oktober 2015.

11. Tamam Badru, M, 2011. Hubungan


Antara
Perilaku
Higiene,
Ketersediaan Sarana Air Bersih
dan Jamban Keluarga dengan
Kejadian Penyakit Diare Di Desa
Kramat Jaya Kecamatan Gunung
Kencana Kabupaten Lebak Banten.
[Skripsi]. Program Studi Kesehatan
Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan
Faletehan
SerangBanten.

16. Melina
Nurfadhila,
2014.
Hubungan Sanitasi Lingkungan
Dan Personal Higiene Ibu Dengan
Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir
Kota
Palembang.
[Skripsi].
eprints.undip.ac.id/ diunggah pada
01 Oktober 2015.

12. Hilmi Fuad S, 2014. Hubungan


Kepemilikan
Sarana
Sanitasi
Dasar Rumah Tangga, Personal
Hygiene Ibu Balita dan Kebiasaan
Jajan Terhadap Riwayat Penyakit
Diare Pada Balita Daerah
Sepanjang Aliran Sungai Citarum
Di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung.
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
journal.ui.ac.id/
diunggah
01
Oktober 2015.
13. Notoatmodjo, S., 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku,
Cetakan 1, Jakarta: Rineka Cipta:
133-149.
14. Tietjen,Lindadkk.2004.Panduan
PencegahanInfeksiUntukFasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan
Sumber Daya Terbatas. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo,Jakarta
15. Geo Monika K.T, Junias, dkk.
2012. Hubungan Personal Hygiene
Ibu
Dan
Sarana
Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian
Diare Pada Anak Balita Di Desa
Raja
Kecamatan
Boawae
Kabupaten
Nagekeo.
https://mediakesehatanmasyarakat.

17. Kemenkes RI. 2011. Cuci Tangan


Pakai Sabun (CTPS), Perilaku
Sederhana yang Berdampak Luar
Biasa.
http://depkes.go.id/index.php/berita
/press-release/2086-cuci-tanganpakai-sabun-ctps-perilakusederhana-yang-berdampak-luarbiasa-sanitasi-penting-karena-turutmenyelamatkan-jiwa.html.
diunggah pada 06 Oktober 2015.

Você também pode gostar