Você está na página 1de 151

Fiksi Tapi Nyata

Daftar Isi
Is it Real ?
Checkmate
Run Together
Show Time
Agen Rahasia
Ujian (Liburan) Akhir
Sibuk Day
Full Materi
Lesson Free Day
Arsitek
Begadang Part 1
Begadang Part 2
Holiday is Coming
Putri Ayu
Aula Belajar
Surat Impian
Go Home

Is it Real ?
New York, Mei 2010, jam 19.00
Sudah cukup waktu yang telah ku
habiskan di kantor seharian ini. Badan
ini sudah terasa berat karena
pekerjaan yang mengikat. Walaupun,
begitu inilah impianku selama ini. Ku
telah mencapainya. Ku hanya mengira
inilah mimpi. Ku bisa membuat
gedung-gedung dengan megah dan
indah. Pemesanan yang melampaui
batas bahkan aku tolak karena tak
sanggup
mengerjakan
semua.
Kulangkahkan kaki keluar gedung dan
takkan kembali selama sebulan sesuai
pengajuan cuti yang diberikan. Ku
ingin kembali menghirup udara tropis
tuk sejenak dan melihat keadaan
Orang Tua yang sudah belasan tahun
tak jumpa karena kesibukan ini. Aku
hanya bisa mengirimkan hasil kerja
kerasku. Dengan disisipi surat.
3

Berisik sekali rasanya keroncongan


perut mengalahkan Pop music yang
berdendang pada radio. Sungguh
sangat menyita waktu. Hingga makan
siangpun
aku
lupakan.
Semua
pekerjaan ini harus secepatnya di
selesaikan. Secepatnya juga waktu
yang dinanti akan datang. Jika wanita
idamanku segera mendampingiku,
mungkin kali ini raga dapat terurus
dengan baik.
Jarum menunjukan 60 km/jam. 5 jam
sudah
salju
turun
sehingga
penghangat mobil aku nyalakan
dengan maksimal. Dengan penuh
hati-hati pula agar tak tergelincir.
Segera aku ingin mengistirahatkan
kelelahan ini, tapi akupun harus
menurunkan kecepatan mercy kecil ini
untuk
memanjakan
perut
yang
semakin kencang memainkan music
keroncongnya.

Pemberhentianku
berada
pada
bangunan megah yang baru aku
tempati rasanya. Ini merupakan
bangunan yang baru diresmikan. Aku
sangat senang dengan
adanya
tempat yang bertuliskan Asian food.
Mulai dari masakan Jepang hingga
masakan tempat ku dilahirkan yaitu
Indonesian
food
lebih
tepatnya
masakan
padang.
Mebicarakan
masakan padang aku jadi teringat
sesuatu.
Memang sudah sangat lama lidahku
tidak
merasakan
bumbu-bumbu
racikan khas dari makanan ini. Asin
dan pedas. Walaupun aku keturunan
sunda dan lahir di tanah pasundan
lidahku terbiasa dengan masakan
Sumatra. Semoga tempat ini memiliki
rasa makanan yang sama seperti
masa kecilku.
Ku hentikan mobil di basement.
Basement ini terasa hangat. Memang
5

sengaja
pemilik
gedung
mengahangatkan area ini. Jika tidak,
semua mobil yang terparkir pastinya
tidak akan bisa melaju kembali karena
bensin yang membeku. Ku tekan
tombol pengunci pintu dan memasuki
ruangan. Penuh juga rupanya. Segera
duduk di kursi coklat mewah dan
memesan hidangan.
Music keroncongan akhirnya berhenti
setelah nasi rendang ditambah terong
balado memasuki lambung dan usus.
Aneh sekali. Rasanya tidak jauh
berbeda dengan makanan ku dulu.
Masih tersimpan dalam pikiranku rasa
khas yang dulu. Ini akan menjadi
tempat santapan menu harianku
sepertinya. Its delicious.
Segera aku beranjak karena waktu
menunjuk 21.00. Restaurant yang
buka 24 jam nonstop selalu penuh
setiap harinya. Terlihat orang Asia
yang banyak makan di sini terkadang
6

sedikit juga orang asli sini datang


hanya untuk mencoba.. Tak aneh jika
tempat ini diserbu para pecinta
makanan asia seperti ku.
Terdengar hentakan kaki mendekat,
mungkin pelayan yang memberikan
bill. Tapi orang ini agak telihat rapih
dengan jas yang terlihat dan mirip
seperti orang Indonesia.
Rizal.
Yes, but sorry Sir, Who are you ?
Tak kusangka bisa bertemu teman
seperjuanganku.
Maaf, apakah saya mengenalmu ?
Tapi Anda pasti mengenal masakan
padangku.
Haris.
Its real. He is Haris. Tak kusangka ia
dapat sesukses ini. Dulunya Gedung
ini hanyalah impiannya. Rumah kecil
7

yang akan rubuh berisikan masakan


Padang dapat berubah menjadi Asian
food. Mungkin inilah takdirnya dengan
ikhtiarnya yang besar. Sejenak aku
melihat matanya dengan posisi yang
tidak
percaya.
Lalu
aku
pun
memeluknya, dan mencium bau
badannya. Ternyata berbeda sekali.
Sekarang bau ini mahal sekali karena
menggunakan
body
spray yang
ternama. Dulu hanyalah bawang yang
menjadi parfum kesehariannya.
Untungnya besok adalah hari minggu
yang artinya sekarang aku dapat
bernostalgia untuk sekadar memenuhi
rasa kangen sekaligus penasaran. Is it
real ?. Terpikir dalam anganku
terhadap kisah 24 tahun ke belakang
yang
amat
berbeda
dengan
kehidupan sekarang. Sungguh sangat
berbeda.

Checkmate
Setiap minggu malam selalu saja
diadakan pengajian. Lumayan jugalah
karena bisa mendapat makanan
gratis. Apalagi pengajian ini selalu
9

disuguhi makanan lezat. Bagaimana


tak lezat, pengajian ini dilakukan
setelah pak Rt Yoyo pulang naik haji.
Tentunya
makanan
khas
Arab
terdapat
didalamnya.
Acara
ini
dilakukan
setelah
maghrib
dan
berakhir Isya.
Setelah pengajian akupun langsung
beranjak ke masjid untuk menunaikan
salat isya bersama temanku Arman
yang rumahnya tidak jauh dari tempat
tinggalku.
Kira-kira
300
meter
jaraknya. Karena ia telah berjanji
untuk melawan ku bermain catur
setelah
melakukan
pengajian.
Memang sulit untuk mnegalahkannya.
Jangan heran, ia lah pemenang catur
berturut-turut setingkat kelurahan.
Segera aku beranjak menuju warung
bu Yanti yang selalu buka 24 jam. Tak
lain untuk mengadu kemampuanku
dalam memindah-mindahkan kuda.
Impianku adalah mengalahkan si jago
10

catur itu. Ku pesan 2 gelas kopi


dengan
sepiring
pisang
goreng
menemani malam panjang. Tentu
saja, yang kalah habislah uang di
barter dengan makanan pendamping
ini.
Ku tata dengan rapi anak-anak
berjajar delapan dan menyusun raja
yang harus di jaga dengan ketat. Di
mulai
dengan
Haris
yang
melangkahkan anaknya dua langkah
di depan patih. Ku balas dengan anak
di depan raja dengan melangkah satu
langkah.
Ternyata
Haris
akan
menggunakan cara empat langkah
sekali mati. Tapi tak mempan cara itu
menerjang padaku yang telah atau
sering tepatnya dikalahkan olehnya.
Ku susun anak untuk membentengi
raja dan agar kuda milik haris tak
dapat memasuki wilayahku. Tak
kusangka Ia memiliki cara yang baru.
Ku tertipu olehnya. Salah melangkah
sedikit saja, ia dapat memanfaatkan
11

situasi. Belum tiga puluh menit waktu


melaju, kerajaanku sudah dihancurkan
olehnya.
Empat kali aku di kalahkan olehnya
malam ini. Untuk yang kelima, sudah
terlihat
titik
terang
dalam
kemenanganku. Mungkin, tinggal tiga
atau empat langkah lagi aku akan
membunuh raja yang tak pernah aku
bunuh. Aku mulai tersenyum lebar,
tapi senyumku semakin menipis
setelah ia meluncurkan luncur ke arah
rajaku
yang
tanpa
penjagaan.
Checkmate. Haris mengalahkan aku
lagi. Padahal tinggal dua langkah lagi
ku
dapat
mengalahkannya.
Cerobohnya diriku tak memperhatikan
penjagaan di belakang.
Senjata makan tuan. Aku yang
mengajak
akupun
yang
harus
membayar. Tapi tak apalah, yang
penting
dapat
senang-senang
walaupun hanya bermain catur. Ku
12

lihat jam dinding yang berdetak mulai


memasuki area 11. Sungguh sangat
cepat jarum jam melaju. Segera aku
pulang hingga lupa membayar pisang
goreng yang sudah habis. Mungkin
dibayar besok.
Untungnya, Ibuku sudah tidur terlebih
dahulu dengan pintu rumah yang
tidak terkunci. Ia tahu bahwa anaknya
yang tidak tahu waktu ini masih
berkeliaran di luar rumah. Kulihat
jadwal pelajaran, terdapat pelajaran
bahasa Inggris yang terpampang.
Tergambar dalam pikiranku podium
kecil di gedung sekolah. Besoklah
bagianku untuk berdiri di sana dan
aku belum menyiapkan sepatah
katapun yang terencana sekarang ini.
Terpaksa malam inilah kesempatan
membuat pidato dan menghapalnya
kurang dari 24 jam. Memang setiap
minggu dilaksanakan pidato bahasa
Inggris dan bahasa Arab. Hal ini
dilakasanakan agar para siswa dapat
13

fasih kedua bahasa ini. Tapi bagi


murid kelas
satu dari
sekolah
menengah atas Islam sepertiku belum
diwajibkan
menggunakan
bahasa
Arab,
tapi
harus
menggunakan
bahasa Inggris.
Ku rangkai dengan segenap jiwa dan
raga agar kerangka pidato yang akan
disampaikan. Ku tulis mengenai tema
usaha
mencapai
impian.
Isinya
terpikir
karena
diriku
sendiri.
Berusaha bukan pada waktunya. Tapi
lebih baik terlambat dari pada tidak
sama sekali. Malam ini hanya di
temani buku dan kamus IndonesiaInggris yang sudah usam tanpa jilid.
Ditambah
dengan
suara-suara
jangkrik yang saling menyaut satu
sama lain membuat suasana tak
hening. Ku susun kata per kata
menjadi suatu kalimat Inggris yang
utuh walaupun tak mengerti cara
penempatannya yang benar. Karena
pelajaran ini tak bisa diterima oleh
14

bibirku. Sungguh mata ini sudah tidak


mendukung
usahaku
ini.
Ku
istirahatkan sejenak karena sudah tak
bisa menahan lagi.

Run Together
Terasa berat, mataku rasanya. Sulit
untuk melihat, lebih jelasnya malas
untuk melihat. Tak ingin aku beranjak
dari
tikar
rotan
yang
menjadi
sandaranku. Tapi, jika tidak di
paksakan
sinar
mentari
segera
muncul.
15

Jarum
pendek
menunjuk
04.00.
Tercengang sejenak, lalu beranjak
raga dari tempatku. Melipat sarung
tanpa lipatan sempurna lalu pergi ke
pancuran walaupun suhu masih
menggetarkan tubuh
ini.
Sudah
terpikir pastinya, air gunung yang
mengucur tak kalah lebih membuat
mulutku bergetar.
Ini pasti akan menjadi hari yang
menyulitkan bagiku. Tak heran, jarum
yang berputar terlalu cepat. Hingga di
sekolah nanti pasti guru berdakwah
dengan hebatnya. Biasanya pukul
03.00
mataku
sudah
melebar.
Mungkin, akibat keasyikan memindahmindahkan raja yang selalu saja mati
oleh teman kelasku Arman.
Segera
kain
putih
abu
yang
tergantung aku kenakan. Dengan
melihat
cermin
sejenak
dan
memasukan baju belakang yang
masih terkulai ke dalam celana. Tak
16

lupa
ku
tempelkan
topi
pada
rambutku
yang
tebal
hitam.
Kesialanku belum berujung, satusatunya kaos kaki putih menjadi abu
karena bercampur tinta oleh adik
kecilku. Tapi tak apalah, demi
mengejar cita, putus asatak ada
dalam kamusku. Dengan langkah kaki
seribu, ku tinggalkan ibu dan adik
perempuanku yang lucu yang masih
pulas bermimpi. Sedangkan bapakku
pergi merantau entah kemana. Sudah
tiga tahun aku menunggu kabarnya.
Lariku ini melebihi kuda yang berlari
ataupun citah. 300 meter ku berhenti
sejenak tuk memanggil si jago catur
itu. Bahkan ia pun terlambat bangun.
Dengan mata sayup, ia bergegas
berlari walaupun sempat salah arah.
Jarum menunjukan pukul 05.30.
Memang, desaku sangat terpencil.
Listrik
saja
saya
masih
harus
bermimpi. Kadang hidungku hitam
17

oleh asap obor. Sempat aku lupa


membersihkan hidung yang sudah
seperti arang dan teman sesekolah
pun menertawakan dengan puas.
Sekolahku
jaraknya
kira-kira
mencapai 2 jam lamanya dengan
berlari dan sedikit berjalan kaki.
Dengan jalur tanpa aspal, membuat
celana abuku kadang menjadi coklat
jika sudah masuk musim paceklik.
Terhenti sejenak ketika Arman melihat
surau.
Rizal, mending solat heula !
Arman bergeming dengan logat
sundanya yang amat kental. Kami
memang lekat dengan bahasa ibu
yang diturunkan pada kami. Kami pun
beranjak mengambil air wudhu yang
mengucur dari bambu di samping
surau, sekolahku menuntut agar
agama melekat dalam hati. Agamalah
yang menjadi nomor satu pelajaran
yang paling penting daripada English
18

language ataupun Sains. Agamalah


yang menjunjung tingkah laku kita
dan mengajarkan jalan mana yang
harus di tempuh.
Seusai salat, kami pun melanjutkan
langkah
seribu
menuju
tempat
mendapat ilmu sekaligus mendapat
ocehan. Sialnya, sungai yang menjadi
jalur hambatan yang harus dilewati
meluap. Apa daya, haruslah Aku dan
Arman
melepas
pakaian
untuk
berenang melewatinya. Ku masukan
pakaian kedalam kantong plastik. Ku
simpan diatas balok kayu agar
pakaian tetap kering. Untungnya arus
tak
terlalu
kencang
sehingga
hambatan ini dapat dilewati dengan
mudah.
Tepat jarum menunjuk 07.30. hanya
lebih
30
menit
kami
datang.
Terdengar anak-anak paduan suara
menyanyikan lagu Indonesia Raya
dengan dua nada dan nada yang
19

sumbang. Terlihat pula bendera yang


sudah mencapai puncak padahal lagu
masih berjalan setengah. Terdengar
detakan sepatu kantoran lama karena
suaranya berbeda dengan sepatu
baru
menemani detakan jantung
yang tidak karuan. Berbaju batik
dengan kumis tebal. Tak lain ialah Pak
Danu guru Bahasa Inggris yang
disiplin.
Mungkin
bukan
disiplin
tepatnya tapi kerasukan. Kerasukan
roh tentara yang membuat ia
disegani. Ialah guru yang paling
manis yang pernah ku temui hingga
membuat jantungku berdebar sangat
kencang.
Mungkin perasaanku saat ini sama
halnya dengan si Arman yang
matanya berubah menjadi 100 watt
yang sebelumnya masih sayup. Kami
pun mematung tanpa kata dengan
seragam
basah
penuh
keringat
menunggu kata apa yang akan ia
lontarkan walaupun saya tahu kata
20

yang akan dilontarkan adalah kenapa


kami terlambat. Kami pun harus
mencari jawabannya.
Why are you late ? bertanya dengan
mata yang lebih lebar dari Arman.
Mmmm,, anu pak, mmmm,,,,,,
Kami
belum
juga
mendapatkan
jawabannya. Tanpa basa-basi pak
Danu menyuruh kami untuk bergegas
pergi ke WC. Tak lain untuk
menyelamatkan WC yang memang
seharusnya tidak diselamatkan.
Berat sekali kaki untuk dilangkahkan
dibanding pagi tadi. Seperti terdapat
beban yang amat berat menempel
pada kaki. Ku pegang senjataku yang
terdiri
dari
sikat.
Sedangakan
temanku Arman memegang senjata
sapu lidi. Dari jauh, ku lihat WC yang
terlihat tidak seperti WC tentunya.
Pantas sekali jika tempat ini menjadi
hukuman bagi siswa yang melakukan
21

pelanggaran seperti kami. Pastinya


bau yang sangat menusuk, busuk
sekali. Tapi tak apalah, aku harus
secepatnya memberantas kekotoran
ini. Hari ini kesialanku sama dengan si
Arman. Memberantai tanpa henti. Tapi
jika tak ada sial, tak terasa hidup. Ku
terus menghibur diriku sendiri tanpa
putus asa dengan kesialan hari ini.
Semoga ini tak lagi berlanjut.
Bau WC menempel pada bajuku yang
tidak pernah merasakan rasanya
harumnya pafum. Kurapikan baju
yang sudah mencuat-cuat keluar.
Karena upacara telah usai, maka
usailah pula sanksi yang telah
diberikan padaku. Berjalanlah menuju
kelas sambil menghapal pidato yang
telah dirangkai kemarin malam.
Semua
teman
laki-laki,
menertawakanku dan Arman dengan
puasnya. Tak ada perempuan dalam
sekolahku.
Perbedaan
gender
terdapat dalam peraturan sekolah
22

yang menyatakan bukan muhrimnya.


Para perempuan dipisah di sekolah
yang berada di samping desa. Jika
terdapat siswa yang berpacaran maka
keluar dari sekolahlah hukumannya.
Sepertinya
dua
jam
ini
harus
dimafaatkan
dengan
baik.
Jika
penampilan nanti buruk, hukuman
pasti kembali menerjang. Tak heran
jika gugup, karena penampilan nanti
adalah
penampilan
pertamaku
berbicara di depan orang satu
sekolah. Ku latih bibir yang belum
terbiasa berbahasa Inggris di depan
kelas. Si Rio yang menjadi jawara
bahasa Inggris di kelas selalu saja
memotong dan membenarkan katakata yang keluar dari mulutku.
Artikulasinya memsng sangat sulit
sekali bagi bibir asli sunda ini, tapi Rio
sangatlah membantuku. Ku ingat
baik-baik pelajaran yang diberikan
darinya.

23

Ku berikan teks pidato pada Rio. Ku


ingin bahasa yang kupergunakan
diteliti olehnya, karena penilaian
pidato nanti tidak hanya dari isi
materi,
tapi
cara
pembawaan,
artikulasi, dan cara penulisannya
harus benar. Kulihat muka Rio yang
menaikkan alisnya ke atas dengan
menggeleng-gelengkan
kepala.
Ia
corat-coret catatan kecilku yang
pastinya penuh dengan kesalahan. Ia
ganti rubah sedikit demi sedikit
membenarkan
penulisanu
yang
hancur. Bagaimana tidak hancur, teks
pidato ditulis dalam waktu dua jam
saja ditambah dengan ngantuknya. Ku
persentasikan mungkin hanya 10
persen penulisan yang asli dariku. Ku
hapal ulang pidato yang telah telah
dirombak kembali oleh Rio.

24

Show Time
Lonceng pun di pukul dengan keras
oleh kak Doni sang ketua organisasi
selama lima kali. Itu menunjukan agar
semua siswa berkumpul di Aula untuk
melihat pertunjukan ku ini. Untungnya
posisiku berada pada bagian terakhir
setelah Doni yang menjadi Juri
mengocok urutan para peserta yang
akan
tampil.
Semakin
kencang
jantung
memompa
darah
dibandingkan pagi hari. Semakin
pesimis saja otakku yang sudah tak
terkendalikan. Tuhan masih mengerti
telah memberikan urutan terakhir
padaku.
Karena
masih
bisa
menghapal dan berlatih sebelum
pertunjukan dimulai.

25

Para peserta pidato sudah mencapai


urutan empat. Berarti tinggal satu
peserta dari kelas 3 yang tampil
sebelum diriku. Semua peserta terdiri
dari enam orang. Tentunya dari kelas
satu hingga kelas tiga mewakili dua
orang peserta. Karena urutan terakhir,
usulan-usulan juri terhadap peserta
yang telah tampil ku tampung. Inilah
keuntungan peserta terakhir.
Peserta kelas tiga mulai menaiki
podium. Ku lihat Ia terlihat begitu
santai dan tenang. Mungkin sudah
terbiasa menaiki podium ini. Dimulai
dengan bacaan basmalah dan salam.
Tanpa menggunakan catatan kecil pun
ia mulai menyampaikan isi yang telah
dirangkainya dengan menggunakan
campuran bahasa Arab dan Inggris.
Ku hanya bisa tercengang, begitu
lancarnya Ia melantunkan bacaan
Arab dan fasihnya melantunkan
bahasa Inggris. Dengan ucapan salam
terakhirnya
para
siswa
yang
26

menonton berdiri dan memberikan


tepuk tangan yang luar biasa.
Menurutku ini peserta yang paling
baik.
Kaki mulai sedikit bergetar. Inilah
bagianku. It is show time. Juri sudah
menyebut nama ku. Muhammad Rizal.
Ku terus berjalan hingga mencapai
podium. Setelah berdiri di atas
keragu-raguan
mulai
berkurang.
Percaya diripun mulai timbul. Entah
mengapa, podium ini terasa berbeda.
Seperti ada roh yang memasuki alam
bawah sadarku yang membuat tingkat
kepercayaan diri memuncak. Mungkin
juga ini adalah perasaanku saja. Ku
berimprovisasi
dalam
berbicara
ditambah dengan ajaran-ajaran Rio
yang telah membantuku. Ku ingat
baik-baik yang telah diajarkannya dan
kusampaikan kembali pada pidatoku
ini. Semua para penonton menuju
pada arahku. Entah kagum atau takut
oleh para penjaga yang mangintai di
27

sekeliling
ruangan
yang
akan
memberikan hukuman jika siswa tidak
memperhatikan. dengan senyuman
lebar, kuberikan salam akhir dengan
hati yang lega. Yang penting, hari ini
sudah
kuberikan
seluruh
kemampuanku. Tak kupikirkan hasil
yang akan didapat nanti. Penonton
memberikan tepuk tangan walaupun
tak
sehebat
pemberian
kepada
peserta sebelumnya. Alhamdulillah.
Tak banyak masukan yang diberikan
juri. Sebagai pemula mungkin ini
cukup. Terasa ringan badan yang
kubawa ini. Beban yang menempel
semua
lepas.
Kesialan
tadi,
menurutku
telah
terbayar
oleh
keberuntungan kali ini. Allah memang
adil.
Kulanjutkan kaki melahkah menuju
belakang menara masjid tempatku
dan teman-teman berkumpul. Tempat
ini sangat nyaman sekali karena
28

suasananya yang hening. Kadang


tempat ini menjadi tempat Baso,
Haris, Arman, Rio dan aku belajar.
Kami berlima memang sudah menjadi
teman sejak kecil. Tak heran jika kita
selalu bersama. Semua teman baik
memuji-muji yang pagi tadi telah
menertawakanku. Tapi terasa aneh, si
Arman tak terlihat batang hidungnya.
Ternyata ia digiring oleh para PM
(Pengintai Masalah). Ia tertidur ketika
mendengarkan
pidato.
Memang
sekolahku sangat ketat dalam hal
peraturan. Sedikit saja kesalahan
yang terlihat, langsung di bawa ke
ruangan
pengadilan
sekolah.
Sanksinya tak lain menjadi anggota
PM. Tugasnya adalah mencari dua
kesalahan orang lain dalam 24 jam.
Jika tidak dilakukan, tugasnya menjadi
berlipat. Dan para anggota PM akan
terbebas jika tugasnya selesai. Hal ini
dilakukan agar para siswa dapat
mematuhi
peraturan
sekolah.
Akhirnya, Arman menjadi Anggota PM.
29

Bukan
yang
pertama
baginya,
sehingga ia tahu dan mudah mencari
kesalahan orang lain. Sebagai teman
dekatnya, aku harus ekstra berhatihati dalam mematuhi peraturan.
Aku dan Baso pun mulai perlahan
masuk ke dalam kelas. Tak lama
kemudian, kami berdua ditarik oleh
siswa yang menggunakan tanda PM
dan
di
suruh
menghadap
ke
pengadilan besok. Astagfirullah. Kami
berdua lupa membuang sampah air
mineral yang disimpan di bawah
menara. Anggota PM pun melihatnya
dan menuliskan nama kami. Rupanya
Arman akan ada teman dalam
pengintaian besok.

30

Agen Rahasia
Ini adalah hari bersejarah bagiku,
karena
hari
ini
adalah
hari
pemanggilanku
ke
pengadilan.
Kebanyak adalah siswa kelas satu
yang menjadi korban, tapi lebih
tepatnya tersangka. Banyak yang
belum
mengetahui
seluk
beluk
sekolah ini termasuk saya. Mengenai
peraturan,
murid
kelas
satu
kebanyakan lupa akan sanksi yang
diberikan.
Saya
beserta
Baso
langsung
menghadap ketua di pengadilan. Billo,
itulah namanya Ia sangat di segani
oleh para murid sekolah ini. Dengan
kumis
yang
agak
tebal
dan
tatapannya yang tajam sulit sekali
untuk menatapnya dengan waktu
yang lama.
31

Kalian kami angkat menjadi anggota


PM,
mata-mata,
kata
Billo
mengguntur.
Tangannya
cepat
bergerak membagikan kepada setiap
orang dua kertas berukuran dua kali
KTP. Aku menerimanya dengan tangan
gemetar dan basah.
Dengarkan intruksi saya baik-baik.
Saya tidak akan mengulangi, hanya
sekali saja. Kertas yang kalian pegang
itu sangat menentukan masa depan
sekolah kita. Di tangan kalianlah
penegakan dan kepastian hukum
sekolah
ini,
katanya
menekan
suaranya di setiap kata.
Aku membatin, apa-apaan ini, kami
tersangka yang telah melanggar
aturan, kok malah memegang masa
depan dan kepastian hukum sekolah
ini.
Kewajiban kalian adalah mengisi
nama, kelas dan pelanggaran yang
dilakukan oleh siapa saja yang ada di
32

sekolah ini dalam 24 jam ke depan.


Setiap orang harus menemukan dua
orang yang melakukan pelanggaran.
Kalau
kalian
tidak
berhasil
menemukan dalam 24 jam, maka
kalian akan mendapat hukuman
tambahan. Mengerti ? kata Billo yang
semakin tajam saja pandangannya.
Hening.
Kami
tidak
ada
yang
bersuara. Aku lirik kawan-kawanku,
wajah mereka masih terbenam, tapi
juga bimbang. Aku memberanikan
bertanya.
Kak, tapi kalau semua orang patuh
dan tidak ada yang melanggar ?
kataku setengah berbisik, takut-takut.
Dia menyeringai, alis tebalnya yang
subur menyembul-nyembul.
Teman, itulah tantangan kalian yang
terberat dan tapi juga termulia.
Memastikan sekolah kita disiplin

33

dengan
datar.

tanpa

toleransi,

katanya

Kalau tidak berhasil, besok, jam 7


pagi tepat kalian harus kembali kesini.
Saya akan kasih tambahan dua tiket
anggota PM lagi, katanya dingin
menutup sekolah yang aneh ini.
Anggota PM mirip dengan drakula.
Bayangkan, kerja anggota PM adalah
bergentayangan
mencari
buruan
siang malam. Korban yang digigit
drakula akan menjelma menjadi
drakula juga. Pelanggar yang dicatat
dan dilaporkan oleh aggota PM
besoknya diadili dan dihukum menjadi
anggota PM juga. Potensi pelanggaran
di sekolah ini banyak sekali. Mulai dari
yang kecil-kecil seperti buang sampah
sembarangan, makan dan minum
sambil berdiri, tidak memakai ikat
pinggang, tidur saat ada pengarahan,
pakai celana pendek, tidak pakai
kopiah ke masjid, tidak pakai kemeja
34

ke kelas atau memakai celana


panjang ke masjid, mulai dari yang
kecil sampai kelas berat seperti
mencuri sampai berkelahi.
Makanya, di tengah kesibukan di
sekolah, kami selalu dituntut terus
waspada dengan apapun yang kami
lakukan yang mungkin melanggar
aturan. Kami tidak pernah tahu siapa
yang menjadi anggot PM di antara
kita.
Sebenarnya Pengadilan memberikan
dua tugas. Yang pertama yaitu PM
(Pengintai masalah) dan yang kedua
adalah PB (Pengintai Bahasa). PB
gunanya memastikan tidak ada satu
pun
dari
2000
orang
murid
mengeluarkan kata dari mulutnya
selain bahasa Arab dan Inggris.
Bahasa Indonesia dan daerah haram
hukumnya. Bahasa ini diwajibkan bagi
kelas dua dan tiga.

35

Tidak sulit untuk mencatat tersangka


yang melanggar karena semua murid
menggunakan papan nama di sebelah
kiri atas bajunya. Setiap kelas pun
dibedakan sesuai warna yang tertera
pada papan nama. Kelas satu
menggunakan warna biru. Kelas 2
menggunakan
warna
ungu.
Sedangkan kelas tiga menggunkan
warna
hijau.
Proses
ini
terus
berlangsung sepanjang waktu, 24
jam, 365 hari dalam setahun,
sehingga lama-kelamaan pelanggaran
menurun drastis.
Sejak keluar dari pengadilan, kami
bertiga mengemban sebuah misi
agen rahasia.
Wah ini dia, hati-hati semua,
mungkin mereka ini sekarang telah
menjadi anggota PM, begitu olokolok kawan di kelas menyambut kami.
Nama
kami
memang
langsung
terkenal sebagai pemecah rekor anak
36

baru yang dipanggil pengadilan. Kami


hanya tersenyum masam.
Tapi yang paling mengherankanku
adalah Baso. Di saat stress dengan
jabatan PM ini, dia malah dengan
senang hati menerima hukuman.
Anak ini memang selalu melihat dari
sisi positifnya, dan dengan gampang
melupakan sisi buruknya.
Gitu aja kok repot. Coba kalian lihat
sebagai permainan. Bayangkan kayak
permainan
petak
umpet.
Cuma
wilayah
pencariannya
berhektarhektar dan waktu bermainnya 24 jam.
Asyik kan. Katanya dengan serius.
Arman paling meradang mendengar
perkataan Baso. Bagaimana mungkin
permainan. Ini hukuman kawan.
Jangan kau balikkan. Hukuman adalah
untuk menebus kesalahan, bukan
untuk dinikmati. Cara berpikirmu aneh
sekali. Arman geleng-geleng tidak
mengerti. Baso hanya bisa tersenyum.
37

Sedangkan yang lain sibuk dengan


pekerjaannya masing-masing.
Keesokan harinya saya dan Arman
bagaikan singa yang berburu mangsa
di gurun Afrika, pagi itu juga kami
langsung
beroprasi
berkelompok,
berkeliling dari kelas satu hingga
kelas lain hingga ke asrama yang
diwajibkan bagi kelas dua dan tiga.
Pada saat kelas dua nanti kelas satu
diwajibkan tinggal di asrama yang
dibangun sekolah. Sampai kelas tiga
nanti, tidak diperbolehkan keluar
sekolah tanpa ijin. Hal ini untuk
membuat para siswa menjadi mandiri.
Bagi kelas satu yang rumahnya jauh
boleh sebelumnya memesan tempat.
Hal ini juga memudahkan para PM
mencari kesalahan yang biasanya
dilakukan siswa di asrama. Kami
akhirnya
sadar
bahwa
cara
bergerombol ini tidak efisien. Akhirnya

38

kami sepakat untuk berpisah dan


menjalankan misinya sendiri-sendiri.
Saya sudah menyiapkan pakaian ganti
untuk menginap di rumah Haris jika
tidak mendapat kesalahan orang lain
siang ini. Sangat menguntungkan bagi
Baso yang tinggal di asrama. Ia
tinggal di Sumatra
dan tidak
memungkinkan untuk pulang pergi
dari tanah sunda ini. Saya pun tidak
diperbolehkan menginap di asrama
sesuai aturan.
Ternyata Baso sudah mendapatkan
mangsanya
tadi
malam.Alhamdulillah,
syukurlah
kawan, aku akhirnya dapat juga tadi
malam. Kalau tidak, bisa kebawa
mimpi malam ini, kata Baso dengan
wajah yang berseri.
Hanya aku dan Arman yang belum
beruntung. Sampai jam makan siang,
kartu PMku masih kosong. Aku mulai
cemas ! Semua orang tampaknya hari
39

ini ingat dengan peraturan dan


berkelakuan baik sehingga tidak ada
pelanggaran
yang
ditemukan.
Semakin mendekat waktu Ashar, Aku
semakin resah dan tertekan. Tapi aku
juga sudi untuk menyerah kepada
nasib, dan datang sebagai orang
kalah ke depan Billo, dan diganjar
dengan 2 kartu tambahan. Betapa
hinanya.
Tadi pagi aku masih merasa cukup
tenang, karena diantara kami bertiga
ada satu yang belum berhasil
menunaikan tugas PMnya. Yaitu
Arman.
Ketika
Dzuhur
Arman
mencatat siswa-siswa yang lupa tidak
mengenakan kopiah. Sekarang Ia
dapat tersenyum lebar.
Apa boleh buat. Tinggallah aku sendiri
ditemani dua kartuku. Bukannya tidak
usaha. Tadi pagi aku sampai tidak
mandi, hanya untuk berkeliling dari
satu kamar mandi ke kamar mandi
40

lain, untuk melihat kalau ada yang


memotong antrian atau sekedar buruburu sehingga lupa memasang papan
nama. Nihil. Aku juga bergerak ke
dapur umum untuk melihat orang
yang tidak sengaja makan dan minum
berdiri. Heran semuanya patuh.
Aku semakin panik, azan maghrib
berkumandang tapi kartuku masih
terlihat kosong. Aku hanya memiliki
waktu
semalaman
sebelum
berhadapan
dengan
Billo
di
pengadilan.
Kawan-kawanku
ikut
prihatin. Mereka bahkan gagah berani
menyatakan siap membantu untuk
menjadi asisten PM. Tapi aku berpikir,
tak adil jika mereka menjalankan
bagian dari hukumanku. Kesalahan
pribadi harus dibayar sendiri-sendiri.
Seusai salat maghrib, dengan khusyuk
ku panjatkan doa sebagai seorang
anggota PM yang terpojok dan
teraniaya karena belum mendapatkan
41

pelanggar aturan. Ku memohon agar


Allah memudahkan misi ini sehingga
kehidupanku kembali tenang dan
damai.
Sebagai kesungguhanku, ku tentukan
terlebih dahulu tempat tujuan yang
biasanya
siswa
melakukan
pelanggaran. Yaitu masjid, dapur,
perpustakaan, kantin, lapangan, dan
WC. Ku hanya tinggal berikhtiar dan
beroptimis.
Kesungguhanku
dibalas
kontan.
Dalam tempo satu jam, secara ajaib
kedua kartuku terisi. Aku memergoki
anak kelas 3 yang menyosor antrian
diam-diam di kamar mandi umum.
Sementara itu di lapangan basket
terlihat anak kelas dua yang makan
dan minum sambil berdiri. Padahal
sekolah islam ini memiliki aturan
untuk tidak makan ataupun minum
sambil berdiri. Aturannya makan atau
minum harus duduk.
42

Yes, terima kasih ya Allah, bibir dapat


kembali
tersenyum
lebar
tanpa
beban. Lega rasanya hatiku setelah
kedua kartu dapat terisi. Segera ku
beranjak menuju ruangan pengadilan
untuk menyerahkan tugas yang amat
mengkhawatirkan ini kepada sang
penghuni
Billo.
Kemerdekaanpun
dapat direbut kembali.

43

Ujian (Liburan) Akhir


Tak terasa waktu begitu cepat
bergulir. Serasa baru kemarin saya
masuk ke sekolah Islam yang
menuntut kedisiplinan ini. Tapi, besok
sudah Ujian kenaikan kelas. Dan
sebentar
lagi
pula
aku
akan
meninggalkan ibu dan adikku untuk
dua tahun ke depan. Aku harus
menginap di Asrama sekolah karena
ini di wajibkan oleh peraturan sekolah.
Besok adalah Ujian kenaikan kelas,
maka dimulai dari sekarang aku harus
bersungguh-sungguh agar hasil yang
didapat bisa memuaskan. Selama
seminggu para siswa disibukkan
membaca buku. Mulai dari bahasa
Arab,
bahasa
Inggris,
Fisika,
Matematika, dan pelajaran-pelajaran
44

lain pada umumnya. Aku pun tak


boleh telat masuk ke sekolah.
Karena jarak tempuh dari rumah
sangatlah jauh, maka aku dan Arman
memutuskan untuk menginap di
rumah Haris. Karena Harislah teman
satu-satunya yang rumahnya berjarak
sangat dekat dengan sekolah. Tak
malu kami menginap di rumahnya,
karena kita sudah bersahabatan
semenjak kecil. Orangtua kami pun
sudah saling mengenal. Yang paling
kusukai menginap di rumah Haris
adalah
masakan
padangnya.
Kebetulan sekali aku pencinta kuliner
khususnya padang. Manyusss.
Ku coba mengkonsentrasikan diri
menghapal kosa kata bahasa Arab.
Karena bahasa Timur itu membuat
diriku tak terpadaya. Sedangkan kelas
dua lebih parah lagi. Semua soal
menggunakan bahasa Arab dan setiap
pembicaraan harus menggunakan
45

bahasa Arab. Menurutku, lebih baik


menggunakan bahasa Inggris karena
sebelumnya, di sekolah menengah
pertama sudah diajarkan mengenai
bahasa Inggris.
#
Semua soal yang tersaji ku kerjakan
sesuai kemampuanku. Ikhtiar yang
kulakukan selama ini ternyata tidak
sia-sia. Semua soal-soal memiliki
kesamaan dengan apa yang telah di
pelajari. Begitu mudah rasanya,
sehingga lembar jawaban dapat terisi
penuh. Semua temanku memiliki
nasib yang sama denganku. Menurut
mereka soal yang tersaji sangatlah
mudah.
Untungnya kami memiliki tempat
yang strategis dan nyaman sebagai
tempat belajar yaitu di bawah menara
masjid. Kami sering belajar kelompok.
Saling bertanya satu sama lain jika
terdapat
pelajaran
yang
tidak
46

dimengerti.
Syukurlah
tinggal
menunggu hasil yang di dapat.
Terpampang
pada
papan
pengumuman nilai yang didapat
setelah kesibukkan menerjang semua
murid. Ternyata lumayan memuaskan.
Dengan aturan yang yang ketat dan
sulitnya hidup di sekolah ini tapi inilah
hasilnya.
Semua
murid
dapat
tersenyum lepas entah karena nilai
yang didapat ataukah karena libur
sekolah yang didapat selama dua
minggu.
Bagi kelas satu libur ini digunakan
untuk mempersiapkan diri untuk
berpisah
dengan
keluarga
dan
menetap tinggal di asrama-asrama
yang telah disediakan sekolah. Tapi
semua murid pasti memanfaatkan
momen terbaik ini, dan tidak akan
menyianyiakan waktu. Kebanyakan
murid pulang kampung bertemu
dengan keluarganya. Ada pula yang
47

berwisata ria dengan teman-teman.


Yang kurang beruntung mungkin
hanya bisa tinggal di asrama untuk
sekedar
membersihkan
ruangan
asrama sambil menunggu surat dan
kiriman dari setiap keluarga. Ada yang
dikirim uang, ada yang dikirim surat,
ada pula yang hanya dikirim pakaian
dalam.
Karena Rumahku tak jauh, kurang
lebih 2 jam perjalanan kaki. Kalau ada
kendaraan
mungkin
aku
akan
menaikinya. Masalahnya bukan pada
kendaraan, tapi masalah jalur yang
harus di tempuh. Melewati, sawah,
pegunungan dan sungai. Tentunya
bersama
dengan
teman
baikku
Arman.
Aku pulang untuk berpamitan. Tak lain
tinggal dengan teman yang lain di
asrama. Selama itu pula aku tak bisa
menjaga adikku lagi. Kumanfaatkan
liburan
ini
membantu
ibu
di
48

sawahnya, tak ketinggalan juga


bermain catur dengan Arman. Aku
pun baru ingat bahwa hutang pisang
goreng dan kopi di warung bu Yanti.
Segera ku membayarnya karena
hutang itu bisa dibawa sampai mati
seperti yang telah diajarkan Ustadz
Jumri.
Ku siapkan barang-barang yang harus
ku bawa nanti, seperti kopiah, sarung
kemeja,
baju
muslim,
dan
perlengkapan hidup lainnya. Tak lupa
ku bawa catur agar tak bosan di sana
dan kali saja di sana aku dapat
mengalahkan
pemain
catur
sekelurahan itu. Ku masukan ke dalam
tas yang cukup besar menampung
semua keperluan.

49

Sibuk Day
Hidup di asrama mungkin berbeda
sekali dengan di rumah. Di sini hidup
harus selalu ingat dengan peraturan.
Jika tidak, anggota PM selalu ada
mengintai disekitar tanpa diketahui.
Bisa-bisa Billo memanggil kembali ke
pengadilan dan mendapat dua KTP
yang berisi kesalahan orang lain.
Hari ini merupakan penempatan
asrama bagi siswa kelas satu yang
naik kelas. Siswa bebas memilih
asrama dan bebas memilih teman
untuk tinggal di dalamnya. Terpikir
langsung
teman-teman
lamaku.
Apalagi Arman, aku dapat berlatih
catur langsung dengannya. Ku pilih
temmpat asrama yang menurutku
strategis. Wilayah asrama kelas dua
dan kelas tiga dipisahkan.
Bergorombol bersama teman, yaitu
Haris, Baso, Arman, Rio, dan satu lagi
50

si Junet dari pulau seberang. Ia dari


Sumatra. Ia adalah orang yang sering
masuk ke dalam anggota PM. Maka
dari itu, selama seasrama dengannya,
harus ekstra hati-hati. Jika tidak nama
kami ada dalam kartu KTPnya. Tapi
demi kedamaian dan kemerdekaan
bersama kita memiliki perjanjian agar
tidak saling menulis setiap kesalahan.
Kak Doni ketua anggota memasuki
asrama
untuk
memberikan
dan
membacakan aturan dan apa saja
kebutuhan yang harus dimiliki selama
hidup di sini. Aturan yang harus
ditaati adalah :
1) Jadwal bangun pagi jam 4.30
dan waktu boleh tidur jam
22.00,
2) Semua harus mengikuti aturan
berpakaian sopan dan pada
tempatnya,
3) Setiap orang harus memakai
papan nama kapan saja dan di
mana saja,
51

4) Tidak menggunakan bahasa


Indonesia atau daerah,
5) Berlatih pidato dalam bahasa
Arab selama kelas 2 seminggu
sekali,
6) Pelanggaran
berat
seperti
mencuri,
berkelahi,
dan
berhubungan
dekat
dengan
perempuan maka sanksinya
dipulangkan,
7) Aturan harus diikuti dan ada
hukuman bagi yang melanggar,
8) Hari Jumat libur,
9) Setiap
pelanggar
akan
di
panggil
dan
di
adili
di
pengadilan.
Kak Doni langsung menutup buku
peraturan dan memandang kami
semua. Mulai detik ini, kalian semua
sudah resmi berada dalam aturan dan
disipilin sekolah islam. Semua aturan
akan ditegakkan dengan tegas. Ada
pertanyaan ?

52

Beberapa
tangan
teracung
dan
bertanya kenapa tidak diberikan
dalam bentuk tertulis.
Teman dengarkan baik-baik. Kita
tidak mau membuat peraturan tertulis
banyak-banyak,
lalu
kemudian
dilupakan dan tidak diterapkan.
Peraturan ini maksudnya supaya apa
yang
disebutkan,
dilakasanakan
bersama.
Memang
tidak
ada
pengulangan karena harapan semua
orang mencatat dalam hati masingmasing dan siap melaksanakanya.
Mulai besok, silakan membeli kasur
lipat kecil dan lemari kecil untuk
menyimpan barang kalian. Kasur lipat
harus ditumpuk menjadi satu disudut
kamar setiap bangun pagi, dan baru
boleh diambil ketika jam tidur datang.
Bagian tengah kamar harus tetap
kosong untuk kita gunakan tempat
shalat jamaah setiap kamar, tambah
kak Doni.
53

Aku pun ikut mengacung. Kak,


kenapa kita tidak shalat berjamaah di
masjid saja ?
Tentu kita berjamaah di masjid, tapi
hanya Maghrib saja. Sisanya kita
lakukan di kamar, karena ini juga
bagian dari pendidikan. Setiap orang
akan mendapat giliran menjadi imam.
Setiap
kalian
harus
merasakan
menjadi imam yang baik. Semua
orang boleh member masukan kalau
ada masalah, sahut kak Doni.
Oh ya, satu hal yang penting dan
harus kalian ingat terus adalah selalu
memasang
kuping
untuk
mendengarkan
lonceng
yang
berbunyi. Lonceng itulah menjadi
pertanda
sebagai
pergantian
kegiatan, katanya lagi.
Ingat kamar ini sekarang milik kalian
bersama. Kamar ini tempat kalian
tidur, belajar, dan shalat. Maka
jagalah seperti rumah kalian sendiri,
54

pidato kak Doni sebelum mematikan


lampu listrik besar di kamar kami.
Kamarpun menjadi sunyi seketika.
Hanya sebuah lampu minyak yang
kerlap-kerlip tertiup angin di ujung
kamar, memerdekakan udara yang
segar kian kemari memasuki jendela.
Segera aku pun harus tidur agar
besok dapat bangun dengan segar.
Walaupun beralaskan sajadah, ku
mulai mencoba menutup mata yang
memang sudah sangat berat rasanya.
Awal tahun ajaran, sekolah diserbu
kesibukan luar biasa. Semua orang
tampak brjalan cepat dan tersebar
mengerjakan
berbagai
urusan
masing-masing. Karena sebagai siswa
kelas
dua,
kesibukan
utamanya
adalah
membeli
perlengkapan
sakolah.
Daftar buku yang harus di beli :
1) Kamus Arab-Indonesia
55

2)
3)
4)
5)
6)
7)

Kamus Inggris-Indonesia
Al-Quran
English lesson
English Grammar
Nahwu Shahaf
Buku pelajaran lain

Perlengkapan lain :
1) Lemari kecil dengan kunci
2) Kasur lipat
3) Kalam kaligrafi
Untuk perlengkapan pakaian semua
sudah disiapkan. Kelas satu kemarin
kami
sudah
membeli
semua
perlengkapan pakaian.
Kak,di mana saya bisa membeli
semua barang-barang ini ? tanyaku
pada kak Doni.
Semua tersedia lengkap di toko
koperasi di sebelah ruang pengadilan.
Kalau saya jadi kamu, saya akan
berangkat
sekarang,
karena
antriannya panjang, jawab kak Doni.
56

Teman sekamarku telah sepakat untuk


berbelanja bersama. Sekitar 100
meter dari asrama ada bangunan
koperai bertingkat tiga. Tingkat satu
khusus toko buku dan tingkat dua
serta tiga untuk segala kebutuhan
lainnya. Diatas toko terdapat tulisan
arab yang artistik sehingga sulit untuk
membacanya
tapi
aku
yakin
tulisannya koperasi sekolah.
Tingkat satu lebih mirip gudang buku
daripada toko buku. Stiap bagian
dinding tertutup gundukan buku yang
hamper menyentuh langit-langit. Para
petugas membantu para murid yang
membeli buku tahun ajaran ini.
Aku
segera
mengikuti
antrian
memesan buku. Sungguh panjang
sekali antrian ini. Selesai dengan
buku, kami naik ke lantai dua untuk
membeli kasur lipat dan lemari kecil.
Untuk lemari tidak perlu membeli
yang baru, yang bekas saja cukup.
57

Sesuaikan saja dengan isi saku. Yang


bekas tentu saja lebih murah. Tampak
beberapa murid lama memikul dan
mendorong lemari lamanya dan
menjual kepada pengurus koperasi.
Sedangkan
beberapa
anak
lain
membopong
lemari
ke
asrama
mereka. Bagaikan gula yang di gotong
semut, lemari-lemari datang dan
pergi.
Di antara tumpukan lemari tua
berwarna hitam, aku melihat sebuah
lemari hijau tua setinggi pinggang
yang kokoh dan mulus. Aku segera
membayar kepada senior. Sementara
Haris, Baso, Arman, Rio, dan Junet
juga
telah
menemukan
pilihan
mereka.
Matahari telah tergelincir di ufuk dan
gerimis
berjatuhan
ketika
kami
beriringan
menggotong
lemari
masing-masing melintasi lapangan
besar menuju asrama kami. Haris
58

yang tinggi besar dengan gagah dan


enteng
membopong
lemarinya.
Arman yang membeli lemari yang
lebih besar tampak terengah-engah
menahan beratnya. Rio membopong
sambil membetulkan kacamatanya
yang melorot terus. Walau kepayahan,
mereka maju dengan pasti. Aku paling
belakang, bergulat dengan lemari
yang beratnya serasa 2 kali berat
badanku.

59

Full Materi
Pelajaran wajib yang selalu ada setiap
hari, enam kali seminggu adalah
bahasa Arab. Pelajaran ini bagai obat
ajaib yang bila kami telan setiap hari
selama satu tahun. Khasiatnya lidah
kami fasih berbicara Arab. Bahasa
Arab
diajarkan
dengan
cara
sederhana, menggunakan metode
dengar, ikuti, teriakan dan ulangi lagi.
Tidak ada terjemahan Indonesia sama
sekali. Belakangan aku tahu bahwa
pengulangan dan teriakan tadi adalah
metode ampuh untuk memasukan
bahasa baru ke dalam sel otak dan
membangun refleks bahasa yang
bertahan lama. Inilah sistem yang
membuat sekolah islam ini terkenal
60

dengan
kemampuan
berbicara aktif.

muridnya

Kami belajar dari Ustadz Jumri


bagaimana menyerap saripati ilmu,
pengetahuan, kearifan dan makna
dari kalam Ilahi dan sabda nabi.
Bagaimana melihatnya secara luas,
saling berkaitan, tidak terpaku hanya
pada satu kalimat saja.
Sementara khusus untuk hadist, kami
diajari
mendeteksi
hadist
yang
otentik.
Hadist
adalah
rekaman
perkataan
dan
perbuatan
nabi
Muhammad yang dilaporkan oleh
umat islam generasi pertama yang
hidup dekat dan sezaman dengan
nabi. Mereka disebut sahabat rasul.
Tantangan mempelajari hadist adalah
bagaimana
memastikan
bahwa
laporan lisan tentang kehidupan Nabi
itu otentik, sesuai dengan kejadian
yang sebenarnya. Untuk itu, sebuah
hadist dilengkapi dengan jalur para
61

pelapor cerita tentang nabi ini. Begitu


ada keraguan atas kejujuran dan
biografi seorang yang ada dalam
pencerita, maka hadist itu juga
diragukan.
Bacalah Al-Quran dan hadist dengan
mata hati kalian. Resapi dan lihatlah
mereka secara menyeluruh, saling
berkait menjadi pelita bagi kehidupan
kita, katanya dengan suaranya yang
syahdu. Kalau dia sudah bicara
seperti ini, seisi kelas lenyap, diam
dan tafakur.
Jangan ditanya jika dia kemudian
membaca
Al-Quran.
Lantunan
suaranya mendinginkan udara kelas
kami yang panas di musim kemarau.
Ketika tiba giliran kami membaca AlQuran
sambil
disimaknya,
aku
merasa tidak ada apa-apanya. Aku
yang
bersuara
cempreng
dan
bernapas pendek.

62

Aku sendiri sangat suka pelajaran


kaligrafi Arab. Anggapanku selama ini
salah, ternyata kaligrafi tidak hanya
bagaimana menuliskan abjad Arab
dengan
benar,
tapi
juga
menuliskannya dengan sabar, indah
dan konsisten. Dengan semangat
tinggi aku selalu mengikuti Ustad
Rahel yang dengan ringan mengelokelokkan kalamnya membuat lekukanlekukan indah kalimat Arab. Aku juga
sangat senang mendengar suara
kapurnya berdecit-decit ketika dia
mempraktekkan cara penulisan di
papan tulis.
Dan lebih menarik lagi, ternyata tidak
hanya
ada
satu
cara
untuk
menuliskan kalimat Arab. Paling tidak
ada tujuh gaya kaligrafi yang cara
penulisanny sangat berbeda satu
dengan yang lain. Misalnya huruf alif
dalam gaya righi condong ke kiri dan
sangat bersahaja, minimalis, bahkan
sebagai variasi dia bisa ditempatkan
63

tidak pararel dengan huruf lain.


Sementara huruf alif dalam gaya
diiwani jail bergaya lekukan gemulai
yang dimulai dari perut alif sebelah
kanan. Jadinya kira-kira hasilnya
seperti setengah lingkaran lonjong
dengan variasi halus kasar terjaga.
Ingat, kepala alif seperti ini harus
ditarik lurus dengan tangan yang
rileks, untuk mendapat ujung lancip
yang indah, kata ustad Rahel sambil
memperagakan di papan tulis. Dalam
sekejap, terciptalah alif jenis tsulutsi
yang halus tapi gagah, membungkuk
sekilas ke kiri dengan kepala lancip ke
arah kanan. Hanya huruf alif, tapi
dibuat dengan penghayatan yang
dalam dan penuh cinta.
Nah, sekarang giliran kalian. Ingat,
perlakuan kalam kalian seperti kuas,
ayunkan
dengan
perasaan,
dan
kelokkan dengan hati, ujarnya ketika

64

Ia selesai membuat contoh di papan


tulis.
Untuk beberapa saat yang terdengar
hanya gesekan ujung kalam bertemu
dengan kertas putih buku latihan
kaligrafi kami. Bau tinta hitam meruap
ke udara. Kasihan Rio. Kebiasaan
tangan berkeringatnya membuat buku
latihannya kotor. Di kemudian hari,
persoalan ini bisa teratasi setelah dia
mengikuti saran Ustad Rahel untuk
melapisi tangannya dengan sarung
tangan dari tas kresek. Aku sendiri
kuat berjam-jam menulis kaligrafi
Bismillahirrahmanirrahim
dalam
berbagai gaya tadi. Ustad Rahel
memberikan pujian atas kerja kerasku
ini dengan nilai tinggi.
Pelajaran yang aku suka tapi selalu
berkeringat dingin menghadapinya
adalah
mahfudzhat
yang
diajar
seorang Ustad yang bernama Ustad
Olih.
Bagiku,
pelajaran
ini
65

mengasyikan karena berisi kutipan


kata mutiara yang bergizi tinggi dari
berbagai buku.
Entah apa yang kurang dalam otakku,
begitu berhadapan dengan hapalan,
otakku ini langsung hang. Bagiku
menghapal adalah cobaan yang
pedih. Yang membuatku berkeringat
adalah keharusan menghapal di luar
kepala setiap bait kata mutiara ini
secepatnya.
Sebait kata mutiara dalam bahasa
Arab lalu Ustad Olih terangkan
maknanya dalam bahasa Arab dan
bahasa Indonesia. Setelah kami cukup
paham, dia akan menuliskan bait ini di
papan tulis untuk kami salin. Setelah
disalin,
dia
akan
menghapus
beberapa bagian tulisan. Sambil terus
menyuruh kami membacanya dengan
keras.
Semakin
sering
kami
membaca, semakin banyak yang
dihapusnya,
sehingga
lama-lama
66

papan tulis bersih, dan bait itu telah


pindah ke ingatan kami masingmasing.
Di pertemuan selanjutnya, secara
acak kami dipilih untuk membacakan
hapalan minggu lalu. Kalau ternyata
belum hapal, apa boleh buat kami
harus berdiri di depan kelas sambil
memegang buku untuk menghapal.
Sungguah memalukan, aku cukup
sering tampil berdiri di depan kelas
gara-gara hapalanku yang melantur.
Nasibku sangat berbeda dengan Baso.
Dia adalah orang yang paling sakti
yang pernah ada. Beri dia satu syair
Arab, dalam hitungan helaan napas,
langsung diserap memorinya. Beri dia
satu halaman penuh bertuliskan Arab,
dalam hitungan menit, dia hapal di
luar kepala. Semua tercetak paten di
otaknya. Mungkin ini yang disebut
photographic memory. Baso terus
memperlihatkan
kehebatannya
di
67

semua
pelajaran,
kecuali
mata
pelajaran reading. Dia mati kutu dan
harus
sesak
napas
sampai
bermandikan
keringat
untuk
mengulang ejaan dengan benar.
Tersingkap sudah cacat utama Baso
yaitu Bahasa Inggris. Dia membaca
Inggris seperti membaca Al-Quran,
lengkap dengan tajwid, dengung dan
qalqalah. Mungkin ini berawal dari
betapa cintanya dia dengan AlQuran.
Sadar dengan kelemahan masingmasing, aku dan Baso membuat
keadaan untuk melakukan simbiosis
mutualisme.
Dia
memastikan
hapalanku benar, sementara aku
memastikan bahwa Inggrisnya bebas
dari tajwid. Setiap malam Senin dan
malam Kamis kasur lipat kami saling
berdekatan. Tak lain timbale balik
dilakukan.

68

Selain kelas dari pagi sampai siang


enam hari seminggu, kami juga
mengikuti tambahan kelas sore untuk
mendalami mata pelajaran pokok.

Lesson Free Day


Hari besar selain hari Idul Fitri dan
hari Idul Adha adalah hari Jumat.
Karena hari yang mulia ini adalah hari
libur mingguan kami. Jumat artinya
bebas memakai kaos sepanjang hari,
punya waktu untuk antri berebut kran
69

unutk mencuci baju yang sudah


seminggu menggunung, bisa tidur
siang membalas jam tidur yang selalu
tekor, dan dapat
menu makan
dengan lauk daging ditambah segelas
susu.
Ayo Zal, kita serbu kantin sekolah.
Hari ini menunya rendang,Arman
bergumam sambil memegang piring
plastiknya.
Di sekolah, dapur tidak menyediakan
alat makan, kami harus membawa
piring dan gelas sendiri-sendiri. Untuk
mendapatkan
lauk
kami
harus
mendapat selembar kertas besar.
Setiap kali makan kami membawa
sobekan angka yang sesuai dengan
tanggal hari itu.
Tunggu, saya lupa di mana menaruh
kupon
makan,
balasku
sambil
mengaduk-ngaduk lemari.

70

Cepat,
antrian
menumpuk !

sudah

mulai

Tidak ada. Ya nasib hari ini kurang


baik, gumamku. Aku hanya bisa
pasrah, tidak ada kupon, tidak ada
rendang. Sambil menenteng piring
dan gelas masing-masing, kami
berlari kecil ke kantin sekolah. Kalau
kami terlambat sedikit saja, antrian
bisa memanjang hingga ke lapangan.
Petugas dapur pertama menuang nasi
dan rendang, petugas dapur kedua
menuang sayur dan susu cokelat.
Dengan
muka
memelas
aku
menyodorkan piring. Petugas pertama
menuangkan nasi. Dia tidak bereaksi
sama sekali melihat aku tidak
memperlihatkan kupon.
Maaf kak, kupon saya hilang.
Sudah tahu aturannya kan ? Tidak
ada kupon tidak ada rendang.
Baru sekali ini hilang Kak.
71

Dia hanya menggeleng kepala.


Ayolah kak tolong dibantu, sudah
seminggu saya terbayang-bayang
rendang, aku terus merayunya.
Dengan
muka
kesal,
akhirnya
tangannya
bergerak
ke
panci
rendang. Mungkin dia iba melihat
mukaku yang sudah sangat memelas.
Aku pun bersorak dalam hati.
Kuahnya
saja
cukup,
dengan muka kesal.

katanya

Berbeda
dengan
pikiranku
sebelumnya. Ia
hanya
memberi
kuahnya. Memang nasibku tidak baik
hari ini. Melihat aku tidak bisa
menikmati menu istimewa ini, kawankawanku yang baik hati menyumbang
serpihan-serpihan rendang mereka.
Yang lebih spesial dari hari jumat
selain menu istimewa tadi adalah
boleh meminta izin keluar dari
72

sekolah, asal bisa kembali lagi pada


hari itu juga. Ini waktu bebas.
Hari ini Haris mengajak kami untuk
keluar sekolah sekedar bersepeda di
kota. Ia pun mengajak makan sate
padang.
Ayolah kawan-kawan. Kapan lagi kita
bersepeda bersama ke kota. Aku akan
traktir kalian semua di warung sate
paling enak di sana dan kan ku traktir
masakan padang, bujuk Haris
Kami pun semakin tergiur dengan
rayuannya. Tapi bukannya kami tak
mau menolak ajakannya. Masalahnya
adalah untuk mendobrak pertahanan
pintu gerbang. Minggu ini petugas
gerbang adalah anak buah Billo yang
sama-sama memiliki mata tajam.
Haruslah memikirkan terlebih dahulu
alasan yang akan dilontarkan.
Masing-masing
sepakat
untuk
mempersiapkan alasan yang masuk
73

akal. Alasan ini kami hapalkan dan


latih sebentar supaya tidak kelihatan
bikin-bikinan.
Dengan harap-harap cemas, aku
bersama kawan-kawan menuju pintu
gerbang untuk meminta izin keluar.
Terlihat penjaga yang ternyata bukan
hanya anak buah Billo, tapi ustad
Dede. Konon katanya ustad Dede
memiliki kasta tertinggi di sekolah ini.
Sangat sulit meminta izin padanya.
Semakin saja niat kami menjadi
runtuh.
Apa kita batalkan saja hari ini. Kita
coba lagi minggu depan ? Tanya Rio.
Jangan kita coba dulu. Aku saja yang
maju
duluan,
usul
Arman
memberanikan diri. Supaya tidak
mecurigakan kami sepakat untuk
maju dua-dua dan sisanya menunggu
di bawah menara.

74

Dengan penuh kewaspadaan aku dan


Arman meneruskan langkah yang
bergetar.
Hmmm.. Anak-anak kelas dua. Saya
ingat
kalian
dulu
dihukum
membersihkan WC karena telat, kata
ustad Dede pendek. Matanya yang
besar
dan
tajam
menyudutkan
pandangan kami.
Sudah siap mengikuti disiplin sekolah
ini ? hajarnya lagi.
Arman yang
selangkah
pembicaraan.

paling
untuk

pede maju
memulai

Siap disiplin Tad... ehmm... tapi hari


ini kami ingin minta izin ke kota
untuk....
katanya
berusaha
menegaskan dengan logat yang
sedikit ketakutan.
Kami ? dalam perizinan tidak ada
yang mewakili. Kamu minta izin untuk
dirimu sendiri,
75

Dalam hati
alasanku.

aku

menghapal

ulang

Iya.... Iya.... Ustad, maksudnya saya


sendiri. Saya perlu membeli buku
tambahan
yang
tidak
ada
di
koperasi.
Buku apa yang tidak ada di sini ?
Aku ulang lagi hapalan dalam hati.
Bukunya mempelajari bagaimana
meletakan idiom dalam konteks yang
tepat, kata Arman dengan lancar. Dia
senang
mendapat
kesempatan
menjelaskan
buku-buku
bahasa
Inggris koleksinya.
Baik, saya kasih izin sampai jam
05.30 sore. Dan jangan ulangi
melanggar aturan, katanya sambil
menandatangani surat izin.
Arman dengan dengan senang hati
menerima karcisnya.
76

Semoga berhasil, bisiknya sambil


menepuk pungungku.
Sekarang giliranku. Apa alasanku ?
Saya mendalami kaligrafi Tad... ehm
dan perlu ke kota untuk tambah alat,
kalimat
yang
sudah
dirancang
menjadi
hancur
ketika
melihat
matanya.
Kamu ngomong apa ? bicara yang
jelas. Lihat mata saya, Potongnya
dengan alis yang naik-naik ke atas.
Ustad saya mau beli kalam kaligrafi
di kota karena di sini tidak ada,
Tidak mungkin. Saya juga kaligrafer,
semua
alat
tersedia
di
sini,
potongnya
Tapi... Tapi... kalam yang ada di sini
hanya tersedia untuk yang biasa.
Lebih dibutuhkan spidol tebal tipis
dengan
penggaris
dibandingkan
kalam biasa, belaku
77

Saya tahu. Dan seharusnya di sini


juga ada. Tapi sudahlah, bagus, kamu
punya minat kaligrafi. Sama ya pukul
05.30 sore sudah di sini, katanya
dengan raut muka yang lebih
bersahabat.
Dengan hati yang lega aku menerima
surat izin dengan tanda tangan yang
mahal.
Di bawah menara aku lihat Baso,
Haris, Rio, dan Junet berkomat-kamit.
Tapi syukurlah mereka berempat
dapat melewati tembok China yang
menghalangi keinginan kami.
Dengan penuh kemenangan kami
keluar dari gerbang sekolah. Rasanya
udara segar pagi lebih berbeda
daripada biasa.
Untuk menuju kota yang ebrjarak 15
km, kami menyewa sepeda ontel dari
rumah penduuk. Kami lebih memilih
sepeda
ontel ketimbang
angkot
78

karena lebih bebas dan sekali bayar


dapat dipakai untuk seharian penuh.
Maka pagi itu beriring-iringanlah para
siswa keluar dari pintu gerbang.
Seperti kawanan kelelawar yang akan
mencari mangsa.
Tentu saja tujuan kami bukan hanya
membeli buku dan kalam. Di bawah
menara kami sudah sepakat untuk
memperbaiki gizi dan memakan sate
seperti yang telah dijanjikan Haris.
Setelah
itu,
membeli
semua
kebutuhan di pasar. Kami pun ingin
ingin melewati pesantren khusus
putrid yang terkenal. Kami mendenar
siswi-siswinya senang kalau bisa
berkenalan dengan anak sekolah
seperti kami. Tentunya tidak berani
berhenti dan berkenalan, karena itu
melanggar peraturan. Kami cuma
penasaran saja dan ingin mengayuh
sepeda
pelan-pelan
di
depan
pesantren itu.
79

Melihat yang bukan muhrim bisa


menghilangkan semua hapalan AlQuranku, kata Junet dengan suara
rendah. Mukanya diturunkan ke stang
sepeda.
Kring...Kring... kami membunyikan bel
sepeda, mencoba menarik perhatian.
Berhasil.
Beberapa
kepala
berkerudung putih menjenguk ke arah
jendela. Melirik dan kemudian ketawa
bersama
teman
lainnya
sambil
menutup mulut. Kami membalas
dengan senyuman anggukan. Dan
memang hanya sampai sana batas
keberanian kami.
Tidak terasa kebebasan itu cepat
berlalu. Jam sudah memasuki pukul
setengah
empat.
Hanya
membutuhkan waktu satu jam untuk
bisa mencapai duniaku sebelumnya.
Cuaca
pun
sepertinya
tidak
mendukung. Awan hitam semakin
80

mengulung di atas. Kami coba


menggoseh pedal sepeda hingga titik
maksimal.
Titik-titik
air
mulai
berjatuhan semua pakaian beasah
kuyup karenanya. Semua belanjaan,
kami ikatkan alam tas plastik. Petir
saling berkumandang. Tapi kami tidak
memikirkan
itu.
Kami
hanya
memikirkan kecepatan sepeda kami
yang harus sampai pada waktunya.
Sementara waktu semakin dekat
dengan jam lima setengah enam sore.
Ustad Dede berdiri menunggu kami di
peralatan
kantornya.
Mukanya
masam. Air menetes di baju yang
basah kuyup, membasahi lantai. Dia
hanya menglilingi kami yang pasrah.
Tahu kesalahan kalian, desisnya.
Iya Ustad. Kami terlambat kembali.
Hujan sangat deras, jawab Haris. Ia
merasa
tanggung
jawab
atas
semuanya.
81

Hujan tidak bisa jadi alasan. Kalian


yang harus atur waktu,
Hujan
lebat
dan
guruh
masih
bersahut-sahutan
di
luar
sana.
Lonceng berdentang di luar. Waktunya
ke
masjid.
Dia
pasti
segera
mengambil keputusan.
Ustad Dede menarik napas panjang.
Kali ini saya maafkan karena hujan,
lain kali, tidak ada toleransi !
Mungkin hujan dan guruh yang rebut
telah membela kami. Mungkin dia
keberatan lantai kantornya basah oleh
kami. Mungkin dia kasihan melihat
kami
kedinginan
dan
datang
tergopoh-gopoh.
Yang
jelas
dia
memaafkan keterlambat kami kali ini.
Alhamdulillah.
Seandainya dia tahu kami terlambat
karena lewat pesantren putri, kami
mungkin sudak menjelma menjadi
murid botak. Dibotak adalah hukuman
82

untuk pelanggaran serius. Hanya


setingkat
di
bawah
hukuman
pengusiran.

Arsitek
Teringat
ketika
Ibu
menyuruh
membuat kandang ayam belakang
rumah. Dengan senang hati aku
membuatnya. Selain mencorat coret
kertas
dengan
kaligrafi,
hobiku
mendesain sebuah bangunan. Apapun
itu.
Segera aku rangkai bentuk bangunan
pada buku gambar untuk melukisakan
bentuk
kandang
yang
telah
terpikirkan
dalam
kepalaku.
Menurutku berbeda itu unik. Saya
menyukai perbedaan. Makanya aku
pun
membuat
kandang
dengan
bentuk berbeda.
Terinspirasi oleh bangunan-bangunan
Sumatera yang beratap menjulang ke
83

atas. Ku coba lukiskan dengan pensil


yang sudah berukuran kelingking.
Kurang
dari
dua
jam,
desain
bangunan kandang sudah jadi.
Dengan bermodalkan bambu-bambu
yang masih memanjang, ku potongpotong sesuai ukuran yang telah
ditentukan. Kususun dengan apik agar
tak
ada
kesalahan
dalam
pembangunan nanti.
Ku buat kaki-kaki di bawahnya, dan
dua pintu di ujung-ujung. Hasilnya tak
mengecewakan. Kandang telah dibuat
dengan hasil tanganku sendiri. Walau
hanya kandang ayam, tapi aku
merasa bangga.
#
Hobiku sekarang tak berhenti begitu
saja. Untungnya sekolah islam ini
memiliki
kegiatan
ekstrakurikuler
design bangunan. Tanpa pikir panjang
aku masuk kedalamnya dan saat ini
84

akulah yang menjadi ketua di


organisasi ini. Sebenarnya menjadi
seorang arsitek adalah cita-citaku.
Dengan
mengikuti
kegiatan
ini,
mungkin saja masih terlihat titik
terang untuk menuju impianku.
Setiap siswa diwajibkan mengikuti
organisasi. Agar setiap kemampuan
atau
hobi
yang
dimiliki
dapat
tersalurkan dengan benar.
Setiap tiga tahun sekali terdapat
acara perlombaan antar pesantren.
Pastinya desain bangunan pun di
perlombakan. Tapi sayangnya, sekolah
Islam ini tak pernah menang pada
bidang ini. Maka dari itu, aku sebagai
ketua akan berusaha untuk mencetak
rekor
yang
bertahun-bertahun
sebelumnya hanya bisa langganan
sebagai pemenang terakhir.
Perlombaan itu dimulai besok. Setiap
pesantren
diperbolehkan
mengirimkan banyak peserta. Yang
85

penting semua siswa dapat ikut


berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Semua materi mengenai desain yang
diajarkan Ustad Torikh telah merasuk
dalam tubuhku. Mulai dari cara
menorehkan pensil ke kertas hingga
ke hitung-hitungan yang lebih spesifik
lagi. Ternyata tidak hanya sekadar
menggambar, tapi lebih kaya lagi
pelajaran mengenai ini.
Di sela-sela waktu senggang kadang
aku mencoba mencuri waktu untuk
membuat design-design bangunan
yang terdapat dalam khayalanku. Aku
menyukai bangunan-bangunan negeri
seberang yang pernah kulihat di koran
bekas bungkus makanan. Alangkah
indah dan megahnya bangunan itu
berdiri. Tak pernah aku melihat
seutuhnya di depan mata. Rasanya
seperti
mimpi
jika
aku
dapat
membuat design bangunan tersebut
dan disulap menjadi asli. Sudah
86

banyak gedung-gedung yang aku


gambar. Tapi tak mungkin dapat
disulap menjadi asli.
Kriteria desain bangunan yang harus
digambar adalah mengenai bangunan
modern. Sangat diuntungkan bagiku
yang telah menggambar banyak
design gedung.
Perlengkapan yang harus dimiliki
hanyalah pensil dan penghapus.
Sisanya telah disediakan oleh panitia
penyelenggara lomba.
Yang membuatku tergiur adalah yang
dapat memenangkan lomba dibidang
ini bisa mendapatkan beasiswa dan
melanjutkan sekolah ke sekolah tinggi
arsitek di ITB (Institut Teknologi
Bandung). Terimpikan dalam benakku
jika dapat melanjutkan ke institut
tersebut.
Hari Minggu besok acara dimulai.
Maka hari Sabtu ini adalah hari
87

tenang.
Semua
siswa
sibuk
mempersiapkan
kelebihan
yang
dimiliki untuk peristiwa besar besok.
Karena di setiap bidang terdapat
hadiah yang sangat menggiurkan.
Teman-temanku berkumpul di bawah
menara. Mereka mengikuti lomba
sesuai dengan ektrakurikuler yang
mereka ikuti.
Malam ini kulatih setiap jemari agar
semakin
terbiasa.
Tak
lupa
kupanjatkan salat tahajud agar Allah
SWT mendengar apa yang menjadi
cita-citaku selama ini.
###
Hari yang ditunggu akhirnya datang
juga. Jantungku yang gugup berdetak
kencang. Walaupun peserta desain
bangunan memiliki peserta yang
sangat banyak, tapi aku yakin aku
bisa.

88

Semua peserta dikumpulkan pada


satu gedung. Waktu yang diberikan
hanya 4 jam. Ku coba manfaatkan
waktu yang ada dengan sebaikbaiknya. Kali ini aku akan mencoba
mendesain suatu bangunan gedung
yang berasitektur modern.
Dimulai
dengan
tampak
depan,
samping, belakang, hingga dalam.
Dengan perbandingan ukuran yang
pas, ku harus lebih teliti lagi.
Waktu hanya tinggal setengah jam
lagi. Semua gambar telah terkonsep
dengan baik. Tinggal merapikan
coretan-coretan yang tidak perlu.
Dengan penuh percaya diri, ku
kumpulan kertas yang terdiri dari 5
lembar kertas berukuran agak besar.
Tak lupa ku beri nama dan asal
sekolah di belakangnya. Mulai ku
beranjak ke luar ruangan. Terasa
tenang sekali rasanya. Ku hanya bisa
89

pasrah dan berdoa. Karena ikhtiar


telah ku lakukan.

Begadang Part 1
Yang terpilih malam ini adalah kamar
lima belas! kata kak Doni. Dengan
senang
hati
kami
menyambut
pengumuman ini. Beberapa orang
bahkan bertepuk tangan girang.
Akhirnya, apa yang kami nantinantikan jadi kenyataan juga. Malam
ini untuk prtama kalinya kami
sekamar
mendapat
penugasan
menjadi pasukan ronda malam. Inilah
kesempatan yang dinantikan semua
murid baru dan juga yang lebih senior.
Kasur seger kami gelar dan lampu
kamar dimatikan. Sebagai petugas
malam,
kami
mendapatkan
90

keringanan untuk tidur lebih awal jam


tujuh malam. Ketika semua orang
masih belajar dan tidak boleh masuk
kamar, kami malah diwajibkan tidur
untuk persiapan begadang. Setelah
tidur
tiga
jam,
Kak
Doni
membangunkan kami untuk memulai
tugas mulia ini.
Ayo bangun. Waktunya bertugas.
Cepat berkumpul di kantor keamanan
pusat untuk pembagian lokasi kalian,
katanya di depan kami yang masih
menguap dan mengosok-gosokkan
mata.
Di kantor Keamanan Pusat yang
sempit ini kami duduk berdesakkan di
lantai.
Beberapa
orang
kembali
meneruskan tidur yang terganggu
sambil duduk. Tapi begitu melihat Billo
yang membagi penugasan, rasa
kantuk kami langsung hilang. Aku
mengguncang-guncang Junet yang

91

tertidur duduk dengan gugup sambil


membisikkan ke kupingnya.
Billo,.
Tidak ampun lagi, mata Arman yang 5
watt menjadi 100 watt.
Dengan suara tegas seperti perwira
brimob, Billo mengingatkan bahwa
malam ini keamanaan ada di bahu
kita, karena itu tidak seorang pun
boleh tidur. Bagi yang tidur akan
dipastikan masuk Pengadilan.
Adik-adik, malam ini kalian harus
lebih waspada. Menurut laporan
kepolisian,
sekarang
musim
pencurian.
Dan
pencurinya
bersenjata,kata Billo lantang. Wajah
kami menjadi tegang.
Kampung
sebelah
kita
sudah
beberapa kali kecurian mulai dari
motor hingga sapi. Dan seminggu
yang lalu beberapa sapi sekolah
92

hilang dari kandang yang terletak di


pinggir sungai,
Melihat kami memasang wajah waswas, Billo mencoba menghibur.
Tapi jangan takut, kami sudah
menyiapkan pasukan patrol khusus
dari ustad dan murid Silat. Mereka
akan berkeliling dari satu pos ke pos
yang lain. Tugas kalian hanya
menjaga pos masing-masing. Kalau
ada apa-apa, beri isyarat dengan
peluit. Siapa yang mendengar peluit
harus meniup peluitnya sendiri,
sehingga menjadi pesan buat semua
orang, katanya sambil membagikan
peluit.
Aku dan Arman mendapat pos di
pinggir sungai, di pojok terujung
sekolah. Begitu rapat selesai kami
langsung menyerbu kantin untuk
perbekalan menemani ronda malam
ini. Tak lupa ku bawa gelas kosong
93

untuk jatah kopi dan air panas yang


akan diantar oleh dua petugas.
Tepat jam sepuluh malam, aku dan
Arman sampai di lokasi kami, sebuah
tempat gelap di ujung timur.
Lokasi sungai ini jauh dari keramaian.
Menurut cerita dari mulut ke mulut,
sungai ini terkenal angker. Aku
melihat sekeliling pos dengan takuttakut.
Pos penjagaan kami adalah dua kursi
dan sebuah meja kayu. Sebuah bola
lampu yang redup terang seperti
kunang-kunang raksasa tergantung di
sebuah tiang bamboo di sebelah
meja. Menurut instruksi Billo, kursi
dan meja kami harus dihadapkan ke
sungai untuk memantau daerah ini.
Sungai ini tenang dan kelam bunyi
alirannya halus karena bertumbukan
batu yang kecil.

94

Belum lagi hatiku tenang, aku ingat


rumor lain yang pernah diceritakan
teman lain. Dari kegelapan sungai
inilah
kerap
banyak
criminal
mengintai. Inilah salah satu jalur bagi
para pencuri untuk masuk ke sekolah.
Biasanya para pencuri ini pelan-pelan
menyebrangi sungai yang dangkal,
kira-kira tingginya sepinggang orang
dewasa. Lalu mereka membongkar
paksa kelas-kelas, mengambil bangku
dan
meja
kayu
dan
kembali
menyebrang
sungai
sambil
menjunjung tinggi hasil jarahannya.
###
Satu jam pertama kami menggebugebu bercerita, dipenuhi ketawa khas
Arman. Semua makanan perbekalan
kami tamat dengan cepat.
Kok sudah tidur, belum habis
ceritaku,
aku
goyang-goyangkan
bahunya.
95

Dia menggeleng-geleng untuk meraih


kembali kesadarannya.
Untunglah lomba mengantuk kami
dilerai dengan kedatangan petugas
kopi. Ke dua petugas mendorong
gerobak besar berisi kopi dengan
susah payah kepada kami.
Woi, ini kopi datang ! kata petugas
melihat kami yang berwajah tidur.
Mereka menuangkan cairan hitam ke
gelas kami dengan gayung plastik.
Hidangan kopi panas mengepulngepul ini cukup manjur. Setelah
beberapa tegukan, kantuk berkurang
dan kami kembali mengobrol seru
tentang cita-cita masa depan. Aku
ingin menjadi seorang arsitek dan
Arman ingin menjadi dosen.
Waktu terus bergulir. Sekitar jam dua
pagi, aku menghabiskan tegukan
terakhir kopi yang tersisa. Dan
perlahan tapi pasti, kantuk datang
96

lagi. Takut tertangkap basah oleh Billo


yang sering melakukan razia, kami
membuat perjanjian untuk tidur
bergantian
setiap
30
menit.
Seingatku,
perjanjian
ini
hanya
berjalan satu putaran, dan setelah itu
aku tidak ingat ada giliran lagi. Kami
berdua benar-benar terjerumus dalam
tidur yang pulas.
Bangun saudaraku! suara yang
pernah ku kenal terdengar. Suara
Billo. Ya Tuhan. Tangan kirinya
memegang botol air yang digunakan
untuk membasahi mukaku. Melihat
aku
bangun,
sekarang
ia
memercikkan air ke muka Arman yang
segera tercengang dari kursinya
karena kaget.
Tangannya bergerak cepat menarik
kuping kami.
Amanah menjaga sekolah kalian siasiakan. Sampai ketemu di pengadilan
besok!
katanya
sambil
berlalu
97

dengan sepeda hitamnya ke dalam


gelap malam. Tertuju pada anggota
PM. Kantukku tiba-tiba punah.
Satu jam lagi azan Subuh akan
berkumandang dan selesailah tugas
kami. Tugas yang tidak kami lakukan
dengan baik. Menurut Billo, satu jam
terakhir ini adalah masa kritis.
Biasanya kondisi mengantuk, capek
dan merasa sebentar lagi selesai
sehingga kengah. Padahal di masa
satu jam ini sering terjadi pencurian.
Para pencuri datang berkelompok dan
bersenjata tajam.
###
Aku sedang berdiri meregangkan
badanku yang kesemutan ketika tibatiba dari arah hulu sungai kami
mendengar orang berteriak-teriak dan
bunyi kaki berlari mendekat ke arah
kami. Tapi sungai benar-benar gulita,
kami tidak melihat apa-apa yang
terjadi. Lampu ini hanya mnerangi
98

beberapa meter ke depan. Aku dan


Arman saling berpandangan dan
bersiaga. Apakah ini pencuri ? kapan
kami harus meniup peluit ?
Lalu bunyi peluit bersahutan. Kami
segera membalas, meniup peluit kami
kencang-kencang. Tidak salah lagi,
sekolah sudah di masuki pencuri !
Derap kaki yang heboh tadi kini
berhenti. Sekarang yang terdengar
adalah bak-bik-buk!
Lalu terdengar teriakan,awas! satu
orang lari, kejar!!!
Aku tegang. Derap kaki terdengar
makin mendekat ke arah pos kami.
Tidak tahu apa yang harus di lakukan,
secara
refleks
kami
berdua
mengangkat kursi masing-masing,
siap menggunakan sebagai senjata
kalau ada serangan.
Sebuah bayangan hitam melompat
cepat, langsung menuju ke arah kami.
99

Dengan gugup aku memusatkan


mata, membaca zikir, sambil sambil
menyorongkan kaki kursi ke arah
depan.
Aku
lihat
Arman
juga
melakukan hal yang sama.
Krek... dug... bruk... Ahhh ! kursi yang
aku
pegang
bergoyang
seperti
dihantam sesuatu dan terpental ke
samping. Aku membuka mata takuttakut. Sosok hitam yang besar
terjengkang dan mengerang kesakitan
sambil memegang kakinya, tepat di
depan kami berdua. Bajunya hitam,
tutup kepalanya hitam. Dengan
refleks tanganku kembali meraih
kursi,
siap-siap
dengan
semua
kemungkinan.
Kaki kursi yang kami sorongkan
dengan asal-asalan ke depan rupanya
mengenai kaki si hitam ini dan
membuatnya tersungkur. Tapi sosok
hitam ini tidak menyerah. Ia bangkit

100

berdiri, memperlihatkan
yang tinggi besar.

badannya

Tiba-tiba, dengan gerakan cepat,


tangannya menggapai pinggangnya.
Sebuah benda mengkilat diangkat
setinggi dada.
Aku dan Arman menjadi ciut. Darahku
terasa cepat mengalir. Jelas kami
kalah besar dan tidak punya senjata
yang
sepadan
untuk
mengikuti
peperangan ini. Sementara peluit
masih bersahutan dari kejauhan. Seisi
sekolah sudah tahu ada pencuri. Aku
berharap bantuan segera datang.
Tiba-tiba, lima orang berloncatan
dengan lincah, mengepung si sosok
hitam
tadi.
Mereka
menenteng
tongkat dan tali.
Cepat menyerah ! Kau sudah kami
kepung! teriak Ustad Joni. Tangannya
mengibas ke arahku, menyuruh
menjauh.
101

Sosok hitam ini membisu dan


menyerah. Dengan langkah cepat,
Billo mendatangi kami setelah si
hitam diringkus.
Kalian telah menahan dia untuk lari.
Kalian
bebas
dari
pengadilan,
kesalahan tidur dimaafkan, katanya.
Kali ini dengan nada bersahabat. Dia
mengulurkan tangan. Mungkin untuk
menghargai usaha kami.
Di malam menegangkan ini dua
pencuri berhasil diringkus. Senang
sekali karena bisa ikut menangkap
pencuri dan lebih senang lagi lepas
dari kewajiban menjadi anggota PM.

102

Begadang Part 2
Aku merasa grogi menghadapi ujian
ini. Beda sekali dengan semua ujian
yang pernah aku rasai sebelum ini.
Bebanku
terasa
berlipat
ganda,
karena terdiri dari ujian lisan dan
tulisan. Selain itu pelajaran lebih sulit
karena tidak dalam bahasa Indonesia.
Yang
membuatku
lemas
adalh
kelemahanku dalam bahasa Arab dan
hapalan. Aku bahkan tidak tahu
apakah kualitas bahasa Arab yang aku
miliki mencukupi untuk membuatku
naik kelas. Kalau belajar bersama, aku
selalu minder dengan kehebatan Baso
dan Haris. Terutama Baso, sangat
gampang semua materi ia pahami.
Hapalannya sudah jangan ditanya.
Sementara aku ? semua pelajaran
bagiku adalah kerja keras dan
perjuangan.
Yang
membuatku
103

bersyukur adalah dua kawanku mau


membantu dan berbagi ilmu.
Aku
akan
menerapkan
praktik
berprasangka baik bahwa doa ku di
kabulkan. Tapi berdoa saja rasanya
kurang cukup. Aku berniat untuk
menambah ibadah dengan salat
tahajud setiap jam 2 pagi. Di papan
pengumuman
asrama
tertulis,Daftarkan diri kalian jika ingin
dibangunkan salat tahajud malam
ini. Aku langsung mendaftar untuk
dua minggu ke depan.
###
Ujian dimulai besok, dan hari ini aku
berjanji dengan kawan-kawan untuk
mencoba begadang bersama. Setelah
makan malam, kami sibuk pergi ke
kantin untuk membeli perbekalan.
Pilihannya banyak, mulai dari kacang
telur, permen, roti, minuman manis,
dan kopi. Tapi uang di sakuku
terbatas. Selanjutnya kami belajar
104

malam seperti biasa sampai jam 10


malam. Kami tidur dulu untuk nanti
bangun dini hari.
Bangun-bangun. Tahajud, bisik kak
Doni, membangunkan aku malam
buta, seperti permintaanku. Aku
menyeret badan untuk bisa duduk. Ku
berdiri dan sedikit oleng. Aku keluar
kamar yang gelap dan mengambil
wuduk.
Aku
membentang
sajadah
dan
melakukan salat Tahajud. Di akhir
rakaat, aku benamkan ke sajadah
sebuah sujud yang panjang dan
dalam. Aku mencoba memusatkan
perhatian kepada-Nya. Pelan-pelan
aku merasa menjadi menciut. Terus
mengecil
dan
mengecil.
Hanya
menjadi setitik debu kecil. Betapa
kecil dan tidak berartinya diriku, dan
betapa luas kekuasaan-Nya. Dengan
segala
kerendahan
hati,
aku
panjatkan doaku.
105

Ya Allah, semoga hamba diberi


kekuatan menghadapi ujian besok.
Berikan hamba-Mu ini kesabaran dan
kemudahan mendapat ilmu dan bisa
menghapal dan lulus ujian dengan
baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar terhadap doa hamba yang
kesulitan.Amiiin.
Alhamdulillah,
selesai
tahajud
badanku terasa lebih enteng dan
segar. Aku siap begadang malam,
belajar keras dini hari sampai subuh.
Dengan setumpuk buku di tangan,
sarung melilit pada badan. Aku
bergabung dengan para pelajar lainya
di teras asrama. Ada belasan orang
yang sudah lebih dahulu membuka
buku pelajaran di tengan kegelapan
ini. Ada yang bersila, ada yang
berselonjor, ada yang menopang
pungungnya pada dinding, dengan
bermacam gaya. Tapi semuanya
sama. Mult komat-kamit, buku terbuka

106

di tangan, segelas kopi duduk di


hamparan sajadah.
Haris menyorongkan gelas besar dan
semangkuk makanan,Teman, ngopi
dahulu supaya tidak ngantuk. Itulah
enaknya punya teman seperti haris
yang sering dapat kiriman. Konsumsi
ditanggung banyak.
Dengan menghirup kopi panas di
tengah dini hari, aku siap berjuang
sebuah doa kumandangkan sebelum
membuka buku pelajaran.Rabbi zidni
ilman
warzuqni
fahman.
Tuhan
tambahkanlah ilmuku dan berikanlah
aku dengan pemahaman.
Hampir satu jam satu jam kami
khusyuk dengan pelajaran masingmasing.
Keheningan
hanya
terpecahkan
suara
mulut
yang
memotong-motong kacang.
Pelajaran rasanya masuk dengan
mudah ke kepalaku. Tapi hamper satu
107

jam, aku mulai goyah dan berjuang


berat melawan kelopak mata yang
semakin berat. Tegukan kopi sudah
tidak mempan. Aku kaget sendiri
karena menjatuhkan buku yang aku
pegang gara-gara tertidur dalam
duduk. Begitu berkali-kali sampai
kami dikejutkan lonceng berdentang
tiga kali. Jam tiga subuh.
Junet dan Baso mengucek-ngucek
mata sambil menguap lebar. Rupanya
mereka mengundurkan diri masuk
kamar. Walau mata berat, aku ingin
menjalankan tekad yang sudah aku
tulis di buku. Aku akan bekerja keras
habis-habisan dulu.
Aku berdiri dan pergi ke WC untuk
mengambil
air
wudhu.
Setelah
membasahi muka dan mengambil
wudhu, kantukku lumayan reda.
Akhirnya dengan perjuangan, aku bisa
menamatkan bacaanku. Dengan lega
aku angkat buku itu dan benamkan di
108

wajahku sambil berdoa,Ya Allah telah


aku sempurnakan semua usahaku dan
doaku kepadaMu. Sekarang semuanya
aku serahkan kepadaMu. Aku tawakal
dan ikhlas. Mudahkanlah ujianku
besok. Amiiin.
###
Belum pernah dalam hidupku melihat
orang belajar bersama dalam jumlah
banyak di satu tempat. Kami sanggup
membaca buku sambil berjalan,
sambil bersepeda, sambil antri mandi,
sambil antri makan, sambil makan,
bahkan sambil mengantuk.
Ujian gelombang pertama adalah
ujian lisan yang menegangkan. Pagi
itu, bersama beberapa murid lainnya,
aku antri di depan sebuah ruang
kelasmenunggu
giliran
dipanggil.
Wajah kami tidak ada yang tenang.
Tiba-tiba pintu ruangan ujian lisan
terbuka. Seorang murid keluar dengan
109

muka kusut. Mungkin dia gagal


menjawab pertanyaan. Lalu terdengar
teriakan suara dan membacakan
siapa yang harus masuk.Muhammad
Rizal masuk. Jantungku berdetak tak
karuan. Aku merapikan baju dan
memulai memasuki kelas dengan
salam terlebih dahulu. Di dalam,
terdapat meja panjang dengan tiga
orang Ustad.
Pantatku menggantung di ujung kursi
karena
tegang.
Badanku
terasa
menyusut. De seberang sana, tiga
pasang mata menatapku seorang
dengan diam. Seakan-akan mereka
menikmati tekanan mental yang
sedang
aku
hadapi.
Aku
emnundukkan pandangan ke dua
telapak
tanganku
yang
saling
mencengkram di atas meja.
Pertanyaan terus berlanjut semakin
lama semakin susah. Di pertanyaan
terakhir, tiba-tiba kepalaku menjadi
110

kosong
dan
tidak
menemukan
jawaban. Lama aku berpikir sambil
mengusap-usap kening, dan tetap
tidak bisa menjawab. Akhirnya saya
menyerah.
Dengan jawaban itu berakhirlah ujian
lisan yang terasa sangat lama itu. Aku
tidak puas, tapi aku senang karena
telah melewati sebuah beban. Dengan
kepala sedikit lebih ringan aku keluar
dan siap dengan ujian lisan lainnya
besok.
Akhirnya setelah seminggu, ujian lisan
selesai juga. Selang beberapa hari,
datang ujian tulisan. Ujian hari
pertama lagi-lagi bacan bahasa arab.
Aku duduk terasing dari teman
sekelas karena selama ujian posisi
duduk diacak dengan kelas lain.
Dalam satu ruangan ini hanya ada aku
dan Baso dari satu kelas. Dan soal
pun dibagikan. Bentuknya berupa
kertas buram setengah halaman yang
111

membuat mataku keriting. Semuanya


tulisan Arab dan semuanya huruf
gundul. Juga semuanya soal esai,
tidak ada pilihan ganda. Wew.....
Tantu saja jawaban juga harus sama,
Arab gundul juga. Untuk pelajaran ini
aku harus menjawab dengan banyak
tulisan.
Sangat
keteteran
aku
mengerjakan dengan hapalanku yang
terbatas. Tapi Baso yang duduk dua
bangku di depanku seperti sedang
pesta. Dia lancer menulis dan
beberapa kali mengangkat tangan
untuk meminta lembaran jawaban
tambahan. Tidak ada orang yang
meminta lembar jawaban lebih seperti
dia.
Aku cukup frustasi dengan ujian yang
banyak memerlukan hapalan karena
selalu merasa tidak bisa menjawab
dengan memuaskan. Berapa lamakah
aku bisa bertahan.

112

Holiday
Coming

is

Hari ini semua orang memakai wajah


suka cita. Ketegangan tentang hasil
ujian telah reda. Tadi pagi semua nilai
ujian di umumkan. Aku bersyukur
sekali, hasil jerih payah belajar habishabisan tidak sia-sia. Semua dibeyar
dengan nilai yang baik. Begitu juga
teman-temanku yang lain, di luar
dugaan, kami semua mendapatkan
nilai yang cukup baik. Kecuali Baso
dan Rio. Mereka memuncaki nilai di
kelas kami.
113

Yang tinggal sekarang kesenangan.


Mulai besok kami menjadi orang
merdeka. Libur. Indah sekali rasanya
melihat ke belakang perjuangan
melelahkan yang aku lakukan setahun
ini, sekarang diganjar dengan libur
setengah bulan. Bayangkan ! dua
minggu
tanpa
antri,
tanpa
pengintaian, dan tanpa hukuman.
Sejak dari pagi buta suasana sekolah
sudah heboh. Hampir setiap orang di
kamar sibuk mengemasi sekaligus
membersihkan lemari kecil mereka
masing-masing.
Tumpukan
baju,
gunungan buku, dan ceceran kertas
ujian tersebar di mana-mana. Barangbarang bekas yang tidak terpakai
kami lempar ke karung besar yang
menganga di sudut kamar. Kamar
kami seperti kapal yang diterjang
badai. Bunyi resleting koper ditarik
terdengar silih berganti. Isinya lemari
telah pindahkan ke dalam koper.
Salam-salaman dan peluk erat di
114

mana-mana. Saling mengucapkan


selamat liburan sampai ketemu 2
minggu lagi.
Hari ini tidak ada lagi aturan ketat
yang membuat kami harus hati-hati
dengan anggota PM dan Billo, karena
ini juga hari libur buat mereka. Anakanak kecil dari keluarga penjemput
berteriak-teriak
sambil
berlarian
senang melintasi halaman masjid
sekolah yang luas. Para orang tua
murid berseliweran dengan pakaian
warna-warni sibuk mencari kamar
anak mereka. Suasana meriah dan
rileks.
Menjelang
sore,
kemeriahan
ini
semakin pudar. Sekolah sekarang
lengang dan terasa lebih luas. Entah
karena penduduknya tinggal sedikit
atau karena tidak ada aturan ketat
yang mempersempit gerak kami. Aku,
Armand an Rio duduk-duduk santai
sambil mengunyak emping melinjo
115

yang dibawa keluarga Junet. Rio tidak


jadi pulang hari ini, karena bapaknya
yang datang menjemput baru sampai
besok
Sepi. Yang terdengar hanya bunyi
kerupuk berderak digilas geraham
kami masing-masing. Aku dan Arman
termenung-menung. Walau aku telah
mencoba menghibur diri berkali-kali,
tapi perasaan ditinggalkan ribuan
orang seperti hari ini terasa aneh.
Sekolah seendiri tiba-tiba seperti tidak
berdenyut lagi.
Apa rencana kalian selama libur ini,
Tanya Rio kepada kami berdua
mencoba membunuh kesunyian. Dia
bertanya
dengan
bahasa
Arab,
walaupun selama libur kami boleh
menggunakan bahasa Indonesia.
Tidak tahu. Mungkin main ke kota,
atau ke perpustakaan, jawabku.

116

Aku sudah punya rencana. Mencoba


menyelesaikan hapalan juz kedua
selama libur ini, kata Arman tenangtenang.
Rio mungkin
kami.

membaca

perasaan

Aku tahu tinggal di sekolah adalah


pilihan kalian. Tapi, mungkin di mobil
dinas bapakku masih ada kursi
kosong, katanya mengundang.
Aku
dan
Arman
sama-sama
memandang wajah Rio. Tampaknya
keinginan hati kami yang terdalam
sebenarnya berlibur.
Masalahnya, aku tidak punya uang
sama sekali. Baru minggu depan
ada, jawabku.
Walau aku ingin menambah hapalan
Al-Quranku, tapi itu bisa dilakukan
setelah libur. Masalahku sama dengan
Rizal.
Aku
bokek
!
Arman
menyumbang bunyi.
117

Kembali hanya bunyi kriuk-kriuk


emping melinjo yang mendominasi.
Kami bertiga hanyut dengan pikiran
masing-masing. Dalam hati, aku
sebetulnya bersorak dengan adanya
kemungkinan yang ditawarkan Rio.
Berlibur ke Bandung tempat cita-cita
ku yang menggantung di sana.
Aku juga tidak punya duit sekarang.
Tapi aku bisa menjamin makan dan
tinggal kalian nanti gratis selama di
Bandung. Pergi ke Bandung jelas tidak
bayar karena naik mobil bapakku.
Untuk ongkos kembali dari Bandung
ke sekolah aku bisa meminjamkan
nanti. Bagaimana ? bujuk Rio
Boleh aku piker dulu mala mini ya,
balasku.
Walau hatiku bersorak, aku merasa
perlu berhitung lagi, apakah uitnya
memang ada, dan apakah enak kalau
dibayarin seperti ini.
118

Arman setuju dengan ideku untuk


berpikir
terlebih
dahulu.
Rio
tersenyum.
Begitu menjelang subuh, kami berdua
telah berada di depan Rio yang masih
mengucek-ngucek
mata.
Aku
menjabat tangannya erat,Oke kita ke
Bandung.
Rio tersenyum senang kami akhirnya
mau ikut dia.
Perjalanan
ke
Bandung
sangat
menyenangkan. Bapak Yusuf, adalah
ayahnya Rio yang juga senang
menjemput anaknya yang sudah lama
tak jumpa. Sepanjang perjalanan dia
bercerita
tentang
kemajuan
pendidikan di Bandung dan dengan
senang hati mentraktir kami selama
perjalanan. Tidak sampai 6 jam, kami
telah masuk kota Bandung yang
penuh pohon rindang dan berhawa
sejuk. Yang pertama aku Tanya ke Rio
119

adalah di mana letak ITB. Kampus


impianku.
###
Besoknya
Rio
mengajak
keliling
Bandung naik angkot. Sesuai janji, Rio
yang membayari ongkos. Dimulai dari
melihat alam yang hijau Dago,
Gedung Sate, toko pakaian di
Cihampelas, keriuhan alun-alun kota
dan mencari buku-buku bekas.
Di hari berikutnya kami berjalan anpai
ke luar kota seperti ke Lembang dan
Tangkuban
Perahu.
Atas
permintaanku, Rio juga mengajak
kami mesuk ke dalam kampus
ITB.sebuah sekolah yang sangat
mengesankan dengan bangunan unik,
pohon-pohon rindang dan mahasiswa
yang terlihat sibuk.
Betapa hebat sekolah ini telah
menghasilkan seorang Ir.Soekarno,
Presiden Indonesia dan beberapa
120

menteri ternama. Mimpiku memang


belum padam. Di gerbang batunya, di
sebelah
arca
Ganesha,
aku
mendongkrak ke langit. Duhai Tuhan,
apakah mimpiku masih bisa jadi
kenyataan ?

Putri Ayu
Hari pertama masuk sekolah masih
menyisakan
hal-hal
yang
menyenangkan selama liburan. Cerita
kami tidak habis-habisnya tentang
apa yang telah dikerjakan dan akan
kami lakukan. Semua senang bertemu
teman lagi, tapi juga agak malas
harus kembali ke kelas lagi.
Selamat datang kawan-kawan, ayo
mana oleh-oleh kalian untukku yang
121

telah menjaga kamar kalian selama


dua minggu ? sambut Baso dengan
senyum lebar kepada anak-anak yang
terus berdatangan setelah libur.
Beberapa
orang
memberinya
makanan seperti jenang, dodol nanas,
dan kerupuk tempe.
Baso tidak pergi ke mana-mana.
Selain rumahnya jauh, Ia pun memiliki
acara sendiri di sekolah. Dan dia
bertekad menggunakan liburan di
sekolah ini untuk mendalami bahasa
Arab yang ia kuasai.
Tidak hanya kami yang liburan saja
yang punya cerita menarik. Baso juga
tidak mau kalah. Selama ini dia
memang tidak pernah kehabisan
cerita-cerita lucu dan gossip terbaru
seputar sekolah.
Saya baru dapat info kalau kita akan
kedatangan
warga
baru
yang
istimewa di sini. Seorang gadis
cantik. Katanya
122

Kata cantik di ucapkannya dengan


penegasan yang pas. Kontan kami
yang
masih
sibuk
membongkar
muatan
koper
masing-masing
berhenti, menoleh ke dia, menunggu
cerita selanjutnya.
Nah, kalau cantik aku bilang, baru
kalian tertarik mendengar, kata Baso
terbahak
menikmati
leluconnya
sendiri.
Keluarga Ustad Dede baru pulang
dari Mesir, dan mereka akan tinggal di
rumah dosen, tidak jauh dari sini.
Lalu apa
protes.

hebatnya!

kata

kami

Nah ini yang kalian tidak tahu. Ustad


ini punya anak gadis cantik yang jauh
umurnya dengan kita.
Wah!
Iya, jadin gosipnya kita akan punya
putrid ayu di sini.
123

###
Masih ingat tuan putri yang aku
ceritakan kemarin ? Yang anak Ustad
Dede? Tanya Baso pada sore hari.
Saat itu hampir semua anggota kamar
ada.
Kami
menganguk-ngangguk
sambil sibuk menutup lemari masingmasing, bersiap-siap ke masjid.
Aku kemarin melihat dia di depan
rumahnya, lanjut Baso bangga.
Kami meliriknya iri.
Kalau melihat sih biasa. Banyak yang
sudah pernah melihat, dari jauh. Tapi
yang tahu namanya baru aku, kata
Baso berbinar-binar.
Seketika itu juga terdengar bunyi
pintu-pintu lemari ditutup buru-buru.
Kami segera merubung di sekitarnya
dengan penasaran. Barulah setelah
kami janjikan berbagai giuranan
makanan serta trktiran, Baso akhirnya
124

bersedia menyebutkan rahasia yang


dia klaim hanya dia yang tahu.
Nama putri ayu itu Santi Agustina,
katanya puas dengan imbalan yang
diiming-imingi.
Santi... Santi. Nama itu seperti
bersenandung memasuki kupingku.
Indah dan enak didengar. Sejak di
sekolah, semua nama yang kudengar
adalah punya laki-laki. Kalau ada yang
perempuan, paling banter adalah
nama para mbok-mbok di dapur
umum seperti Iyem, Sugiyem, dan
Jumirah. Tapi Santi, hmmmmmm
indah sekali didengar.
Karena itulah, mohon dimaklumi
dengan sepenuh hati, bahwa kami
agak norak kalau bertemu lawan
jenis. Senang tapi gugup. Yang jelas,
suatu kebahagiaan tersendiri kalau
bisa melihat gadis sebaya apalagi
kalau sampai dapat kesempatan
mengobrol.
125

Tapi aturannya amat jelas. Terlarang.


Selama di sekolah, kami tidak
diijinkan
untuk
berpacaran
dan
berhubungan
akrab
dengan
perempuan.
Jangankan
saling
bertemu,
bersurat-suratan
saja
dilarang. Hukumannya tidak mainmain. Bisa-bisa dipulangkan.
Sore itu ketika kami ke masjid, kami
yang penasaran ingin melihat Santi,
mengmbil jalan memutar sehingga
lewat di dapan rumahnya. Dan betapa
beruntungnya kami, sekilas kami
melihat seorang gadis berkerudung
biru di halaman rumah baru Ustad
Dede. Sambil tetap berjalan ke
masjid, kami menoleh takut-takut ke
arah rumah itu. Walau hanya sekilas
wajahnya, tapi aku setuju dengan
gossip dari Baso, gadis ini putri ayu.
Sungguh cantiknya luar biasa.

126

Aula Belajar
Langit malam ini berisi bulan sabit
dan gugusan bintang berkelap-kelip.
Angin berhembus menyejukkan hati.
Aku
sangat
bersemangat
127

menghabiskan bulan-bulan terakhirku


di
sekolah.
Tidak
terkecuali
menyambut malam bersejarah ini.
Memang tak terasa rasanya. Baru
kemarin saya masuk sekolah dengan
telat.
Sampai
harus
berlari-lari
mengejar waktu bersama Arman.
Baru kemarin juga, bersama kawankawan membuat alasan izin di hari
libur. Sayangnya kami pulang telat
karena cuaca yang tidak mendukung.
Tapi karena cuaca inilah kami dibebas
tugaskan. Hingga ingat menerkam
pencuri
yang
menerjang
kami.
Kamipun menjadi terkenal sesaat
setelah
kejadian
itu.
Sampai
memimpikan anak Ustad Dede, sang
putri ayu di sekolah kami. Santi
Agustina.
Tapi sekarang manjadi akhir waktu
bagi kami untuk tinggal di asrama ini.
Sebentar lagi ujian akhir menunggu
kami.
128

Kami semua kelas tiga, berkumpul di


aula untuk mendengar ceramah
penting dari Ustad Rahel. Suara
ocehan kami yang beriringan tiba-tiba
senyap. Seorang maju ke podium.
Untuk mendukung persiapan ujian
ini, membuat suarana belajar dan
saling
membantu,
kita
akan
mengadakan sebuah pusat persiapan
ujian. Mulai malam ini, semua murid
kelas tiga, harus pindah ke aula ini.
Anggap ini adalah ruang belajar,
ruang diskusi, ruang kelas, bahkan
kamar tidur kalian. Selama sebulan,
setiap hari kalian berkumpul di aula
ini sambil dibimbing para guru.
Selama sebulan kedepan, tidak akan
ada kelas...
Kata-kata Ustad Rahel tenggelam oleh
gemuruh tepuk tangan kami semua.
Tidak ada kelas selama sebulan
adalah kenikmatan luar biasa.

129

Ustad Rahel kemudian menutup


sambutannya dengan memimpin doa
bersama
untuk
kami
semua.Allahumma
zidna
ilman
warzuqna fahman... Tuhan tambahkan
ilmu
kami
dan
anugrahkan
pemahaman pada kami...
Sejak malam itu, kami bolak-balik
membawa berbagai barang mulsi dari
buku sampai kasur ke rumah baru
kami yang luas.
Gedung ini telah memainkan peran
penting dalam kehidupan kami. Mulai
dari menjadi tempat acara pecan
perkenalan sekolah tiga tahun lalu
hingga panggung lomba pidato. Kali
ini, aula mendapat julukan baru. Aula
Belajar.
Aku mendapat kelompok belajar
dengan lima orang teman dari kelas
lain. Kami diberi tempat di sudut barat
aula.
Di
sinilah
kami
akan
menghabiskan waktu sebulan ke
130

depan. Buku-buku sampai kasur lipat


kami bawa ke tempat singgah baru
yang ditandai dengan meja-meja
belajar yang disusun membentuk segi
empat. Lantai kosong di tengah segi
empat itu menjadi tempat tidur kami.
Setiap kelompok didampingi oleh
seorang ustad pebimbing yang selalu
menyediaka waktu jika kami bertanya
tentang pelajaran apa saja yang
belum kami mengerti.
###
Aula ini terus berdengung dengan
suara ratusan orang yang belajar
untuk menghadapi ujian akhir.
Kehidupan di aula ini benar-benar 24
jam. Ada yang belajar siang dan
malam tidur, tapi ada juga yang
kebalikannya
lebih
suka
belajar
malam dan siang tidur. Yang jelas,
kami dipaksa untuk fokus belajar.
Tidak
ada
kegiatan
lain
yang
dibolehkan buat kami selain belajar
131

dan olahraga menjelang Maghrib.


Kalau capek belajar, kami boleh tidurtiduran sebentar, asal tetap berada di
dalam aula. Kalau sudah semakin
banyak kepala yang layu karena
mengantuk, Ustad Dede memutar
musik
dengan
kencang
untuk
menyegarkan semangat kami.
Di kiri meja belajarku, tiga tumpukan
buku menggunung tinggi. Inilah
semua buku pelajaran dari kelas satu
yang harus aku baca ulang untuk
menghadapi ujian akhir.
Selama ini pengalaman menunjukan
kalau kemampuan hapalanku sangat
lemah. Padahal beberapa pelajaran
penting sangat erat berhubungan
dengan hapalan. Untuk Al-Quran,
Hadist, dan beberapa mata pelajaran,
mau tidak mau hapalan harus bagus.
Apakah aku sanggup menghadapi
ujian yang akan mengujikan pelajaran
dari kelas satu ? semakin cemas,
132

semakin tidak bisa aku konsentrasi


dengan pelajaran.
Sambil makan malam di dapur umum,
aku diskusikan kecemasanku kepada
kawan-kawanku.
Rio
mencoba
menyemangati dirinya
kami semua.

menghibur
sendiri dan

Seperti kata Ustad Rahel, mari kita


kerahkan semua kemampuan kita.
Setelah itu kita bertawakal.
Kita perbanyak juga ibadah, karena
ilmu yang sedang kita pelajari itu kan
nur. Cahaya. Dan nur hanya bisa ada
di tempat yang bersih dan tenang,
timpal Haris.
Betul. Rugi juga kalau stress,
mending kita bekerja keras. Wali
kelasku pernah memberi motivasi
yang sangat mengena di hati.
Katanya kalau ingin sukses dan
berprestasi dalam bidang apapun
133

lakukanlah dengan prinsip. Bahwa aku


akan berjuang dengan usaha di atas
rata-rata yang dilakukan orang lain.
Ngerti, kan ? kataku.
Iya, tapi itu kan biasa sajaa, semua
kita tahu.
Aku sangat terkesan dengan prinsip
ini. Coba renungkan lebih dalam
untuk merasakan kekuatan prinsip
sederhana ini. Ingatlah, sang juara
dan orang sukses itu kan jauh lebih
sedikit daripada yang tidak sukses.
Apa sih yang membedakan sukses
dan tidak ? belum tentu faktor
pembeda
itu
otak
yang
lebih
cemerlang, hapalan yang lebih kuat,
badan yang lebih besar, dan orang
tua yang lebih kaya.
Dia
menarik
napas.
Menggeser
duduknya lebih dekat ke kami.
Suaranya lebih bersemangat dari tadi.

134

Tapi yang membedakan adalah


usaha kita. Selama kita berusaha dan
bekerja
keras
di
atas
orang
kebanyakan, maka otomatis kita
menjadi juara!
Kalau begitu, kalau kita mau berhasil
ujian ini, kita belajar sedikit lebih lama
dari kebanyakan teman-teman di aula
belajar, simpulku
Persis. Kita perlu bertekad belajar
lebih banyak dari orang kebanyakan.
Kalau umumnya orang belajar pagi,
siang dan malam, maka aku akan
menambah dengan bangun lagi dini
hari untuk mengurangi ketinggalan
dan menutupi kelemahanku dalam
hapalan. Di atas semua itu, ketika
semua usaha telah kita sempurnakan,
kita berdoa dengan khusyuk kepada
Allah. Dan hanya setelah usaha dan
doa
inilah
kita
bertawakal,
menyerahkan
semuanya
kepada

135

Allah, potong Junet yang bersikap


dewasa.
Pidato Junet ini menyalakan semangat
kami. Rasanya beban menghadapi
ujian menjadi ringan, pikiran jadi lebih
jernih, dan rencana apa yang harus
dilakukan semakin jelas. Yang jelas
aku akan memperpanjang waktu
belajarku disbanding orang lain.
Selain itu aku juga telah sepakat
dengan Rio, untuk melakukan salat
tahajud setiap jam 2 malam, sebelum
kami mamulai sesi malam. Selama ini
Rio adalah sosok yang paling bisa
dipercaya untuk bisa bangun malam.
Sedangkan kami termasuk kelompok
orang yang suka tidur.
Tantanganku, selain hapalan yang
banyak, juga bagaiman mengerti
dengan baik buku pelajaran yang
kebanyakan berbahasa Arab dan
Inggris.
Kami
memang
tidak
dibolehkan
membaca
buku
136

terjemahan, karena intinya adalah


mempelajari sebuah konsep dalam
bahasa aslinya.
###
Akhirnya hari yang ditunggu datang
juga. Kami terus tinggal di aula belajar
untuk bisa memusatkan perhatian
menghadapi ujian. Tidak gampang
memaksakan diri terus belajar siang
dan malam.
Berbeda dengan ujian selama ini,
untuk ujian kelas tiga kami harus
berpakaian rapi layaknya seorang
penguji.
Hari ini aku berkemeja putih, dililit ikat
pinggang kulit imitasi. Dan tentu saja
mengenakan dasi.
Ujian pertama adalah ujian lisan untuk
Arabiyah, yaitu kumpulan berbagai
subyek pelajaran bahasa Arab yang
pernah kami dapat dari kelas satu
sampai sekarang. Bahkan bacaannya
137

bertumpuk-tumpuk di mejaku, dan


sudah
berhari-hari
aku
cicil
membacanya. Aku menjalani ujian
pertama dengan setengah percaya
diri dan setengah lagi pusing. Yang
membuat
pening
adalah
terlalu
banyak yang harus aku pahami dan
hapal dalam kurun beberapa hari.
Silakan masuk,Undang Ustad Olih
ketika aku mengetok ruang ujian
lisan. Di luar dugaanku, suasananya
sangat cair, seperti diskusi antara dua
orang kawan lama tentang perjalanan
keilmuan
mereka.
Tidak
ada
pertanyaan
menyudutkan
untuk
menjawab iya dan tidak.
Keluar dari ruangan ujian lisan ini, aku
berkali-kali
membisikkan
Alhamdulillah.
###
Seminggu ujian lisan aku selesaikan
juga dengan terengah-engah. Kami
138

punya waktu istirahat sebelum ujian


tulis. Kesimpulanku setelah ujian lisan,
aku perlu membaca ulang beberapa
buku.
Selang beberapa hari kemudian, kami
masuk ke babak akhir dari perjuangan
kami di sekolah. Ujian tulis. Aku
merasa jauh lebih tenang menyambut
ujian tulis, dibanding ujian lisan.
Karena ada waktu berpikir tanpa
harus ditatap mata oleh penguji.
Ujian tulis aku lewati dengan cukup
baik.
Hanya
bisa
mengucapkan
Alhamdulillah dari bibirku.

139

Surat Impian
Pengumuman kelulusan kita sudah
ada, bisa dilihat di aula, seru Arman
berteriak-teriak setelah subuh. Kami
tidak sabar untuk datang berbondongbondong ke aula. Walau sudah
bertawakal sepenuh hati, tetap saja
hatiku mendebu-debu ketika melihat
pengumuman yang ditempel di aula.
Mataku mengikuti jari yang mncoba
mencari-cari
namaku
di
papan
pengumuman dan itu dia. Namaku,
Muhammad Rizal dan di sebelahnya
tertulis kata LULUS. Alhamdulillah.
Seperti banyak teman lainnya, aku
segera sujud syukur di aula, berterima
140

kasih kepada Allah untuk kelulusan


ini. Ternyata sahabat-sahabatku lulus
semua.
Kami
berpeluk-pelukkan
penuh syukur. Tidak sia-sia aku
bekerja keras selama ini. Resep yang
di
khotbahkan
Junet
berhasil.
Berjuang di atas rata-rata usaha
orang lain. Menurut pengumuman ini,
hanya kurang dari sepuluh orang yang
tidak
lulus
dan
mereka
dapat
kesempatan
untuk
mengulang
setahun lagi.
Setelah makan pagi, kelas tiga
dikumpulkan di depan rumah Ustad
Rahel. Dalam kelompok-kelompok
kecil kami dipanggil untuk menerima
hasil
nilai
dan
diberi
nasehat
langsung.
Dengan
ini
kami
sempurnakan
amanah orang tua kalian untuk
mendidik kalian dengan sebaikbaiknya. Berkaryalah di masyarakat
dengan sebaik-baiknya. Carilah jalan
141

ilmu dan jalan amal ke setiap sudut


dunia. Selamat jalan anak-anakku
ucap Ustad Rahel
dalam kata
terakhirnya.
Sepasang
matanya
berbinar menatap kami. Suasana
begitu hening dan syahdu.
Oh, ya. Rizal ini ada surat untukmu.
Bukalah! tegasnya.
Ku gerakkan tangan agar dapat
menggapai surat yang dipegang
olehnya.
Terpikir
sejenak.
Surat
apakah ini ? Apakah surat dari ibu,
atau dari siapa. Yang pasti aku harus
membukanya sekarang.
Perlahan ku sobek amplop putih yang
agak besar. Ku rebahkan lipatan
kertas yang ada di dalamnnya. Dan
segera aku membacanya
Selamat, Muhammad Rizal telah
menjadi juara dalam lomba desain
bangunan,

142

Surat apakah ini. Kukira aku kalah


dalam mengikuti perlombaan, karena
tak ada berita kaleng yang menyebar
di sekolah.
Rizal, manfaatkanlah apa yang telah
diberikan Allah. Inilah hasil kerja
kerasmu, tutur Ustad Rahel.
Ketidak
percayaan
masih
membumbung dan mengepul dalam
pikiranku.
ITB.
Hanyalah
dalam
benakku. Tapi ini terjadi. Allah
memang Maha Mendengar. Selalu saja
Engkau
mendengarkan
dan
mengabulkan
semua
doa-doaku.
Dengan penuh kesenangan langsung
ku bersujud syukur dengan air mata
yang sedikit menetes. ITB, Im
coming.
###
Malamnya diadakan acara khutbah
perpisahan.
Setelah
beberapa
sambutan pendek dan doa syukur,
143

kami semua anak kelas tiga yang


berjumlah ratusan diminta berdiri
memnjang seperti ular di aula. Aku
berjejer bersama kawan-kawan dekat.
Saling meletakkan tangan di bahu
teman, di kiri dan kanan.
Lalu Ustad Rahel menuju podium.
Anak-anakku, pada hari ini kami
sempurnakan
memberikan
ilmu
kepada kalian semua pergunakanlah
dengan baik. Kami bangga kepada
kalian dan bahagia telah menjadi
guru-guru kalian. Selamat jalan anakanak, selamat berjuang.
Suasana hening pecah oleh isakanisakan kecil di sana-sini. Udara
disesaki keharuan. Beberapa hidung
temanku tampak merah dan basah,
termasuk Rio yang berdiri persis di
sebelahku.
Lalu dipimpin Ustad Rahel dan para
guru menjabat tangan dan memeluk
144

kami satu persatu sambil mengucap


selamat jalan dan berjuang.
Tiba
giliranku,
Ustad
Rahel
memberikan pelukan erat, seakanakan akulah anak kandung satusatunya.Anakku, selamat berjuang.
Hidup sekali, hiduplah yang berarti,
bisiknya ke kupingku. Aku hanya bisa
mengucapkan,Mohon
restu
Pak
Ustad, terima kasih atas semua
keikhlasan. Tubuhku terasa lemas
tersentuh oleh pelukan guru yang
sangat aku hormati ini.
Selanjutnya, giliran ribuan adik kelas
kami memberikan selamat dan jabat
tangan.
Selamat berjuang Kak, doakan kami
menyusul Adalah doa standar adik
kelas kepada kami. Lebih dari ribuan
kali tanganku berjabat tangan malam
itu. Tidak heran kalau telapak
tanganku terasa pegal.
145

Sebagai yang terakhir, giliran kami


sesama kelas enam saling berpelukan
dan berjabat tangan. Kami semua
lebur dalam perpisahan penuh emosi.
Kami teman se-asrama berangkulan
bersama. Hidup penuh suka dan duka
selama 2 tahun di sekolah telah
merekatkan
kami
semua
dalam
sebuah
pengalaman
dan
persaudaraan yang tak akan lekang
oleh waktu. Aku tidak punya banyak
kata-kata
untuk
mengucapkan
selamat jalan kepada kawan-kawanku
ini. Kami hanya saling berangkulan
erat beberapa lama. Sudah seperti
keluarga saja.
Esok paginya, sekolah diselimuti
kabut. Hembusan angin pagi menusuk
kulit. Tapi aku dan kawan-kawanku
telah siap dengan koper-koper kami.
Beberapa bus dengan tujuan masingmasing sudah menunggu di sepan
aula. Aku, Heris dan Arman tak perlu
146

menggunakan
bus
segala.
Menggunakan kaki saja cukup. Walau
waktu tempuh harus dua jam. Rio ke
Bandung, Junet ke jurusan Sumatera,
dan Baso ke Jurusan Surabaya. Kami
sekali
lagi
bersalaman
dan
berangkulan dan berjanji akan saling
berkirim surat. Entah kapan aku akan
melihat kawan-kawan terbaikku ini.
Pikiranku
tidak
menentu.
Sedih
berpisah dengan kawan, guru dan
sekolahku. Tapi aku senang sudah bisa
menjadi alumni sekolah ini.
Hari ini tidak ada lagi penyesalan
yang tersisa di benakku. Tiga tahun
terakhir adalah pengalaman terindah
yang bisa didapat seorang anak
kampong sepertiku. Saatnya aku
melangkah maju, tuntunya menuju
ITB masa depanku.

147

Go Home
Indonesia, June 2010
Ku injak kembali di tanah air. Jauh
berbeda bila dibandingkan dengan
masa lampau. Udara sudah tak
sesegar dulu. Dan transportasi dapat
ditemukan dengan mudah. Bahkan
penuh
sesak.
Tapi
bangunanbangunan mulai saling menjulang ke
atas
saling
memperlihatkan
kegagahan dan kemegahannya.
Serasa ingin segera aku bertemu
Ibuku
yang
semakin
kental
bayangannya dalam pikiranku. Ku
148

pesan
taksi
dekat
bandara.
Memberikan tempat tujuan pada
supir.
Melewati persawahan yang sepertinya
tidak berubah. Hanya jalur yang
sudah layak dilewati kendaraan.
Terlihat pula tiang-tiang listrik yang
berjajar yang menandakan desaku
sekarang telah teraliri listrik.
Behenti pada rumah bernomor 01 ku
buka pintu taksi dan membayarnya
sesuai argo yang tertera. Masuk pada
rumah yang memang biasa tak
dikunci.
Ibu pasti pergi ke sawah, kataku.
Segera ku menyusuri tanah sawah
yang dibuat sebagai sengkedan.
Terlihat dari jarak jauh sosok orang
yang tak akan pernah aku lupakan.
Kecil, tinggi, putih, dan selalu
memakai topi caping bila pergi ke

149

sawah. Ku dekati dan langsung ku


sapa.
Assalamualaikum Bu, dengan suara
yang agak ditekan.
Waalaikumsalam, jawabnya.
Segera aku menggapai tangannya
yang penuh lumpur. Kupegang dan
kucium tangan itu sebagai tanda
penghormatanku kepadanya.
Istirahat pada saung kecil di bawah
pohon petai China ku ceritakan semua
sejarah singkatku kepada ibu. Dan
sekarang cita-cita yang terakhir
adalah mengantarkan ibu ke tanah
suci di Arab. Itulah impianku selama
ini. Membahagiakan Ibu dan membuat
Ibu
tersenyum.
Adikku
yang
perempuan sekarang bersekolah di
pesantren perempuan yang paling
terkenal
di
mana
saat
aku
melewatinya 25 tahun lalu.
###
150

Ternyata semua kawanku dapat


suskses seperti ku. Mereka tak pernah
lupa akan ilmu yang telah melekat
pada hatinya. Seiring jalannya waktu,
satu persatu harapan telah diraih.
Alhamdulillah.

151

Você também pode gostar