Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh :
SRI DWI WULANDARI
(1443057006)
BAB I
PENDAHULUAN
adalah
sediaan
atau
senyawa
yang
di
dalam
struktur
maupun per oral), setelah itu obatakan dimetabolisme dan sampai ke organ yang akan di
diagnosa. kemudian pasien difoto(dengan kamera khusus). Organ itu akan dapat diperiksa,
dan diamati fungsinya.
Senyawa yang telah ditandai dengan isotop, memiliki waktu paruh ( yaitu waktu
dimanakonsentrasi dalam tubuh tersisia setengahnya). Setiap selang waktu itu, kadar
senyawa tersebut berkurang setengahnya hingga akhirnya hanya tersisa dalam jumlah yang
amat kecil,dan habis karena diekskresikan lewat urine.
Selama waktu tersebut pasien masih di observasidi rumah sakit.
Tindakan ini
hanya dapat dilakukan di Rumah Sakit yang memiliki sarana kedokterannuklir, dan bangunan
serta sistem drainase nya sudah dirancang khusus sesuai peraturan,sehingga limbah tidak
membahayakan bagi masyarakat.
Sumber radiasi dapat terjadi secara alamiah maupun buatan. Sumber radiasi alamiah
contohnya radiasi dari sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur kimia yang terdapat pada lapisan
kerak bumi, radiasi yang terjadi pada atsmosfir akibat terjadinya pergeseran lintasan
perputaran bola bumi. Sedangan sumber radiasi buatan contohnya radiasi sinar x, radiasi sinar
alfa, radiasi sinar beta , radiasi sinar gamma.
Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang professor fisika dari
Universitas Wurzburg, Jerman. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal
dari Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Pada
tahun 1901 mendapat hadiah nobel atas penemuan tersebut. Akhir Desember 1895 dan awal
Januari 1896 Dr Otto Walkhoff (dokter gigi) dari Jerman adalah orang pertama yang
menggunakan sinar x pada foto gigi ( premolar bawah) dengan waktu penyinaran 25 menit,
selanjutnya seorang ahli fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran 9 menit dan
sekarang waktu penyinaran menjadi 1/10 second (6 impulses).
William Rollins adalah orang yang mengerjakan intraoral radiograf pada tahun 1896
mengalami cedera disebabkan efek pekerjaan yaitu kulit tangannya terbakar sehingga
direkomendasikanlah pemakaian tabir/pelindung antara tabung, pasien maupun radiographer.
Korban lain dr Max Hermann Knoch orang Belanda yang bekerja sebagai ahli radiologi di
Indonesia. Ia bekerja tanpa menggunakan pelindung tahun 1904 dr Knoch menderita kelainan
yang cukup berat luka yang tak kunjung sembuh pada kedua belah tangannya. Lama
kelamaan tangan kiri dan kanan jadi nekrosis dan lama diamputasi yang akhirnya meninggal
karena sudah metastase ke paru.
Penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan radiokimia untuk membuat obat yang
mengandung atom radioaktif (radiofarmaka) bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan
(terapi) penyakit yang diidap oleh pasien. Senyawa kimia atau obat, yang salah satu atom
penyusun strukturnya adalah nuklida radioaktif, untuk keperluan diagnosa atau penyembuhan
(terapi) suatu penyakit dan dapat diberikan ke pasien secara oral, parenteral, dan inhalasi
disebut sebagai radiofarmaka. Sedangkan untuk bidang keahlian (specialist) kedokteran yang
berhubungan dengan penggunaan bahan radioaktif (radiofarmaka) untuk tujuan diagnosa dan
terapi suatu penyakit disebut kedokteran nuklir.
BAB II
PEMBAHASAN
Sediaan radiofarmaka adalah istilah yang digunakan pada zat radioaktif yang
digunakan dalam bidang farmasi dan juga kedokteran nuklir. Sediaan radiofarmaka adalah
istilah yang digunakan pada zat radioaktif yang digunakan dalam farmasi dan juga
kedokteran nuklir.
Istilah sediaan radiofarmaka tidak termasuk zat radioaktif yang digunakan dalam
bidang radiologi. Pengertian lebih lanjut dari sediaan radiofarmaka adalah zat radioaktif yang
dimasukkan ke dalam tubuh manusia baik secara langsung ( Oral / Diminum ) atau secara
parental / Disuntik, serta tidak berada dalam wadah yang tertutup ( sealed source ). Sediaan
radiofarmaka yang masuk ke dalam tubuh manusia akan ikut mengalami perubahan
metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.
Selain hal tersebut di atas, pengertian sediaan radiofarmaka akan lebih lengkap bila
disertai keterangan lain yang disyaratkan dalam pembuatan sediaan farmasi pada umumnya,
seperti bagaimana pengaruh serta tingkat toksisitasnya di dalam tubuh manusia.
Bagaimana pengaruh sterilitas sediaan radiofarmaka dan lain sebagainya, juga perlu
ditambahkan sebagai keterangan tambahan pada sediaan radiofarmaka. Mengingat bahwa
sediaan radiofarmaka akan dimasukkan kedalam tubuh manusia
Beberapa hal yang harus diperhatikan demi keselamatan dalam pemakaiannya, antara
lain :
a. Dosis radiasi maksimum yang diijinkan ( Maximum Permissible Dose ( MPD ) ).
b. Waktu optimum yang diperlukan untuk memulai penatahan / pengukuran.
c. Dosis pemakaian ( administered dose ) yang tepat dari setiap sediaan radiofarmaka
berdasarkan waktu dan MPD
d. Ketepatan pemilihan sediaan radiofarmaka yang akan digunakan berdasarkan
pertimbangan biologis, peluruhan fisika ( physical decay ), dan kementakan /
Kebolehjadian keberhasilan pema-kaian sediaan radiofarmaka secara statistik.
2.
Dengan adanya sediaan radiofarmaka maka banyak sekali persoalan dalam bidang
kedokteran yang tidak bisa diatasi dengan cara konvensional, tapi saat ini bisa diatasi dengan
metode kedokteran nuklir yang menggunakan sediaan radiofarmaka. Contoh persoalan yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
Kelenjar gondok ( gland thyroid ) yang tidak normal biasanya akan berusaha
sebisanya untuk menangkap iodium yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga akan tumbuh
membesar. Keadaan kelenjar gondok yang membesar ini dapat dilihat dan diraba dari luar.
Bila kelenjar gondok sudah membesar , berarti fungsi untuk menangkap iodium tidak
berfungsi lagi. Untuk melihat apakah kelenjar gondok berfungsi baik atau tidak ( sebelum
membesar ), dapat dilakukan dengan memasukkan radiofarmaka I-131 ke dalam tubuh
manusia.
Setelah beberapa saat dilakukan pencacahan radiasi di sekitar kelenjar gondok (gland
thyroid). Rekaman hasil pencacahan. Untuk melihat betapa luas dan pentingnya pemakaian
radiofarmaka dalam bidang kedokteran berikut ini dapat dilihat betapa macam sediaan
radiofarmaka dan pemakaiannya.
No.
Sediaan Radiofarmaka
Serum Albumin
Pemakaiannya
Penulusuran hati
Dosis, Ci
300-1000
Macroagregat I131
Natrium fosfat P32
Penelusuran limpa
Menentukan tumor pada mata
Sel darah merah
300-1000
250-500
25-100
Natrium Flouride
Penelusuran limpa
Penelusuran tulang
Penelusuran Otak
150-300
2000-4000
5000-15000
Penelusuran thyroid
Absorbsi pada ternak
Uji fungsi hati
1000-3000
225-50
10-25
Penelusuran hati
Penelusuran pada pankreas
100-150
250
Penelusuran tulang
50-100
20-10
2000-5000
Penelusuran plasenta
500-1000
Penelusuran pari-paru
1000-3000
1000-3000
Mempelajari pulmonari
Pengobatan efusi peritoneal
3000-5000
9-12
6-9
8
9
Selenometheonin Se
Stronium klorida
75
10
Nitrat Sr85
Strotium sitrat Cr87
11
12
13
Serum
albumin
atau
agregat
Tc99m
Technitium-S-Serum
14
15
16
17
18
Natrium Fosfat
35-75
50-150
Hyperthyroidisme
2-10
Penyakit jantung
25-50
Kanker thyroid
Policitemia vera
100-150
3-8
Leukimia kronis
1-2
10-15
Apabila berkas sinar x melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas sinar tersebut
akan bertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan
atau zat yang dilalui. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gambar radiograf dan pada film
akan tampak pengaburan kelabu secara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi
hambur ini maka diantara subjek dengan diletakkan timah hitam (grid) yang tipis.
c. Penyerapan
Sinar x dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau
kepadatan bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya makin
besar penyerapannya.
d. Fluoresensi
Sinar x menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium tungstat atau zink sulfide
memendarkan cahaya (luminisensi). Luminisensi ada 2 jenis yaitu :
1.
2.
e. Ionisasi
Efek primer dari sinar x apabila mengenai suatu bahan atau zat dapat menimbulkan
ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut.
f. Efek biologi
Sinar x akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi
ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.
Untuk pembuatan sinar X diperlukan sebuah tabung rontgen hampa udara di mana
terdapat elektron elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu sasaran
(target). Dari proses tersebut di atas terjadi suatu keadaan di mana energi elektron sebagian
besar di rubah menjadi panas ( 99% ) dan sebagian kecil (1 %) menjadi sinar x.
Suatu tabung pesawat rontgen mempunyai beberapa persyaratan yaiatu:
1. Mempunyai sumber electron
2. Gaya yang mempercepat gaya electron
Adapun tiga jenis pengamatan yang dilakukan melalui imaging atau pencitraan
adalah:
1.
2.
radiofarmaka
tersebut
sehingga
citra
muncul
sebagai
cold
spots. Misalnya, penatahan otak dengan menggunakan radiofarmaka yang ditolak oleh
`blood-brain-barrier`. Bila otak tersebut berpenyakit sehingga `blood-brain-barrier`
menjadi rusak, maka radiofarmaka dapat meninggalkan ruang vascular dan selanjutnya
terlokalisasi didalam lesi.
Organ normal bisa mengakumulasikan radiofarmaka, tetapi jaringan berpenyakit
mampu mengakumulasikannya baik pada tingkat yang lebih tinggi lagi bila fungsi organ
berlebihan atau meningkat, maupun pada tingkat yang lebih rendah dari pada organ normal
apabila fungsi organ menurun. Misalnya, dalam pencitraan kelenjar thyroid (thyroid gland)
dengan menggunakan iodium radioaktif. Kelenjar thyroid dengan mudah mengakumulasikan
radiofarmaka iodium-131 melalui fungsi normal, tetapi kelenjar yang sakit dengan jaringan
thyroid yang hyperfunction atau hypofunction akan menunjukkan konsentrasi radioiodium131 yang meningkat atau menurun.
Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan atas absorpsi, pengenceran
(dilution), pemekatan, atau ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka ini yang
disebut dengan telaah radiofarmasi secara in vivo. Radiofarmaka sendiri harus tidak
mempengaruhi, dalam cara apapun, fungsi sistim organ yang sedang diukur. Cara ini tidak
memerlukan pencitraan, tetapi analisis dan interpretasi didasarkan atas pencacahan
keradioaktifan yang muncul baik secara langsung dari organ-organ yang berada di dalam
tubuh atau dari cuplikan darah atau urin yang dicacah secara in vitro.
Beberapa contoh telaah secara in vivo yakni Telaah uptake iodium radioaktif untuk
mengkaji fungsi kelenjar thyroid sebagaimana ditentukan dengan pengukuran eksternal
prosentase dosis radioidium yang diambil oleh kelenjar vs. waktu. Dapat juga dengan
penentuan volum darah keseluruhan dengan mengukur pengenceran dari sejumlah tertentu
sel darah merah bertanda 51Cr yang diinjeksikan secara intravena dalam suatu volum sel
merah. Ataupun pengkajian tak langsung absorpsi vitamin B12 dari gastrointestinal tract
dengan mengukur fraksi vitamin B12 bertanda 57Co yang diberikan secara oral yang
diekskresikan di dalam urin dalam perioda waktu tertentu (Schilling test).
Dua faktor utama berkaitan dengan pengukuran radiasi:
1. Ionisasi materi oleh radiasi
2. Energi radiasi yang diserap (absorbsi) oleh materi
Kedua hal tersebut berhubungan langsung dengan konsekuensi biologis akibat
interaksi radiasi dengan tubuh manusia. Tetapi berat ringannya paparan radiasi tergantung
dari berapa banyak energi diserap, makin banyak energy yang terserap maka semakin
berbahaya paparan radiasi tersebut dan bagamana energi terdistribusi di dalam bahan
penyerap. Jenis radiasi berbeda bisa mendepositkan jumlah energi yang sama di dalam
jaringan yang sama, tetapi pola distribusinya bisa berbeda.
Kerusakan radiasi akan lebih besar terhadap sel-sel jaringan jika energi radiasi 100
erg yang diserap terkosentrasi dibagian terkecil dari 1 gram jaringan dari pada jika 100 erg
energi didepositkan secara merata di seluruh 1 gram jaringan. RBE (Relative Biologic
Effectiveness) merupakan ukuran yang digunakan untuk menjelaskan derajat efek biologis
yang dihasilkan oleh jenis radiasi yang berbeda dengan dosis terserap yang sama. RBE adalah
dosis radiasi sinar x dan g dalam Rad yang diperlukan untuk menghasilkan efek biologis
tertentu dibagi dengan dosis radiasi dalam Rad setiap radiasi pengionisasi yang diperlukan
untuk menghasilkan efek biologis yang sama.
RBE tergantung dari besarnya LET (Linear Energy Transfer) radiasi tertentu. Lebih
besar LET makin tinggi efek biologis dari radiasi tertentu yang diserap. Energi yang diserap
dalam jarak yang pendek akan menyebakan lebih banyak injury yang diterima bila
dibandingkan dengan energi yang diserap dalam jarak yang jauh.
Beberapa radiasi bisa menghasilkan lebih banyak ionisasi per panjang lintasan yang
dilalui. Radiasi demikian dikatakan memiliki ionisasi spesifik yang tinggi dan karena itu akan
mendepositkan energi yang lebih banyak dalam panjang lintasan yang sama, artinya radiasi.
memiliki LET yang tinggi. Misalnya, 0.05 rad radiasi a di dalam jaringan menghasilkan efek
biologis yang sama seperti yang ditunjukkan oleh 1 rad radiasi sinar-x atau g, maka RBE
radiasi a adalah 20.
Bila 1 rad radiasi b menghasilkan efek biologis yang sama dengan 1 rad radiasi sinarx atau g, maka RBE radiasi b adalah 1.
Dalam proteksi radiasi akan memudahkan untuk menjumlahkan kontribusi dosis dari
tipe radiasi berbeda, kemudian digunakan suatu `modifier` sebagai faktor kualitas radiasi (Q)
yang berhubungan dengan tipe dan energi radiasi serta LET nya.
Dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir, paparan radiasi eksternal (external
exposure) yang menjadi perhatian utama adalah yang berkaitan dengan pemancaran sinar-g
dan sinar-x, karena kemampuannya untuk menembus jaringan dan menyebabkan ionisasi.
Lain halnya dengan radiasi partikel, paparan eksternalnya terhadap tubuh sedikit
memberikan efek berbahaya, karena partikel b dan a mudah diserap oleh udara atau oleh
beberapa mm lapisan kulit. Meskipun demikian, beberapa pemancar b energi tinggi,
seperti 32P (1.7 MeV), 90Y (2.28 MeV), dan 89Sr (1.46 MeV) dapat memiliki ancaman
eksternal karena jangkauannya (range) di udara maupun jaringan cukup tinggi.
PROTEKSI RADIASI
Sumber potensial paparan radiasi internal (internal radiation exposure) adalah
ingestion makanan atau air terkontaminasi dan inhalation radionuklida yang ada diudara. Tiga
hal yang sangat penting perlu diperhatikan untuk proteksi radiasi dari paparan esternal
radiasi-g adalah:
1.
Waktu
Lebih singkat waktu paparan, lebih rendah dosis radiasi yang harus diterima. Ini
artinya bahwa bekerja dengan bahan radioaktif harus direncanakan dengan baik dan
dilaksanakan secepat mungkin, terutama bila bekerja dengan sumber radiasi tanpa dilengkapi
perisai
2.
Jarak
Mempertahankan jarak sepraktis mungkin dari suatu sumber radiasi merupakan suatu
metoda yang efektif untuk mengurangi paparan radiasi berdasarkan `hukum kuadrat terbalik`.
Hukum ini hanya berlaku untuk radiasi- dan radiasi sinar-x, yang menyatakan bahwa jumlah
radiasi dari suatu sumber titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber. Secara
sederhana, dengan melipat-gandakan jarak dari suatu sumber radiasi akan mengurang
paparan sampai seperempatnya. Prinsip pengurangan paparan ini hanya terpenuhi jika ukuran
fisis sumber relatif kecil bila dibandingkan dengan ukuran tubuh yang dipapar.
3.
Perisai (shielding)
Keefektifan bahan perisai tergantung dari nomor atom, kerapatan, dan ketebalan
bahan perisai. Bahan yang memiliki kerapatan dan nomor atom yang tinggi artinya memiliki
banyak atom (elektron) yang terkemas dalam volum kecil sehingga menghasilkan `stopping
power` yang tinggi. Karena itu bila energi foton gamma semakin tinggi, maka dibutuhkan
perisai yang semakin tebal untuk menghentikan foton gamma tersebut. Hubungan antara
intensitas radiasi semula (I0 ) dan intensitas setelah melalui perisai (I) dinyatakan dalam
persamaan berikut:
I = I0 e-mx dengan m adalah koefisien attenuasi linier (mm-1)
Penting dan perlu mengetahui dengan jelas berapa dosis radiasi yang diterima tubuh
keseluruhan (whole body) dan yang diterima organ individual bila radiofarmaka diberikan
kepada pasien. Hal ini dikarenakan Jumlah radiasi yang diabsorbsi harus diketahui untuk
tujuan mengkaji risiko radiasi terhadap pasien. Serta Informasi dosis radiasi menentukan
berapa jumlah maksimum keradioaktifan yang perlu diberikan untuk suatu prosedur
kedokteran nuklir.
SIFAT IDEAL RADIOFARMAKA IMAGING
Beberapa sifat-sifat radiofarmaka diagnostik imaging yang ideal adalah sebagai
berikut:
1.
daya tembus rendah, seperti partikel alfa dan beta tidak diinginkan, karena: linear energy
transfer (LET) tinggi, fraksi energi yang didepositkan per cm jarak tempuh sangat tinggi,
yang mengakibatkan absorpsi kuantitatif di dalam tubuh ataupun sedikit partikel yang sampai
ke detektor, sehingga partikel alfa dan beta tidak memberikan citra. Partikel dengan LET
yang tinggi mengakibatkan dosis radiasi sangat significant terhadap pasien.
2.
baik, memberikan kualitas citra (image) optimal, di daerah rentang energi ini.
Radionuklida tertentu dengan energi sinar gamma dibawah 100 keV: misalnya 201 Tl
dan 133 Xe dengan energi gamma kira-kira 70-80 keV, atau diatas 250 keV: seperti 67Ga
dan 131I dengan energi gamma masing-masing 300 dan 364.5 keV, telah umum digunakan
secara klinis. Radionuklida energi tinggi jenis ini memerlukan kolimasi lebih tinggi untuk
mendapatkan kualitas citra yang lebih baik, tetapi akibatnya akan menurunkan sensitivitas
dan resolusi.
3.
diterima pasien dan memaksimalkan dosis yang diinjeksikan agar statistik pencacahan dan
kualitas citra memberikan hasil yang optimal.
133
SPECT imaging), hasil scan menunjukkan adanya nondiagnostic scan dan ini menyulitkan
atau tidak memungkinkan untuk membedakan organ berpenyakit (pathology) dari latarbelakang. Misalnya, untuk thyroid scan, idealnya semua radioaktivitas berada di dalam
thyroid dan tidak ada tempat lain di daerah sekitar leher.
Kepentingan dosimetri, liver uptake dari radioiodida tidak diinginkan sama sekali,
disamping tentunya tidak mempunyai dampak di dalam proses penyidikan (imaging) yang
sesungguhnya karena tidak berada dalam daerah etapi untuk pandang. Rendahnya ratio juga
menimbulkan radiasi yang tidak perlu yang diterima pasien.
5.
memerlukan perhatian khusus, terutama dalam memenuhi persyaratan sesuai dengan panduan
ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
Konsep ALARA didasarkan terhadap upaya mempertahankan dosis radiasi serendah mungkin
yang dapat dicapai. Dengan konsep ini telah dapat diimplementasikan pengurangan
menyeluruh dosis terhadap pekerja radiasi. Tentunya meskipun dosis radiasi yang
diinjeksikan ke pasien harus sekecil mungkin, tetapi harus konsisten memberikan kualitas
citra yang baik.
Untuk pekerja radiasi Maximum Permissible Dose (MPD) untuk keseluruhan tubuh
adalah 1 Rem per tahun untuk tiap tahun umur pekerja radiasi tersebut. Misal: jika pekerja
berumur 30 tahun, maka MPD adalah 30 R.
6.
Keselamatan pasien
Radiofarmaka harus memperlihatkan tidak adanya toksisitas terhadap pasien.
Misalnya, mengapa kita tidak pernah mempersoalkan 201Tl dalam bentuk thallous klorida,
TlCl, yang dewasa ini diinjeksikan secara rutin ke pasien untuk sidik atau diagnosa kelainan
jantung? Telah diketahui umum bahwa ion thallous (Tl+) merupakan kardiotoksin yang
potent. Hal ini bisa diterima dalam praktek sehari-hari, karena keaktifan jenis (specific
activity), 201Tl yang bebas pengemban adalah sangat tinggi dan jumlah Tl-201 yang
terkandung di dalam sediaan dengan aktivitas 3 mCi hanya sekitar 42 ng, suatu jumlah yang
sangat kecil dan berada di bawah tingkat yang signifikan untuk dapat memberikan respon
fisiologis dari pasien.
7.
Reaktivitas kimia
Harus tersedia substrate atau tempat didalam molekul dimana memungkinkan reaksi
penandaan dengan atom radioaktif dapat dilakukan. Tidak setiap senyawa dapat ditandai
dengan setiap isotop. Dalam kenyataannya penandaan sering memerlukan suatu posisi yang
selektif di dalam molekul atau senyawa.
Senyawa yang menunjukkan biodistribusi yang dapat diterima, sering menjadi tidak
berguna bila telah ditandai logam radioaktif atau telah mengalami iodinasi. Bahkan
perubahan sedikit saja dilakukan terhadap struktur molekul sering akan menyebabkan
perubahan biodistribusi yang drastis. Karena itu penelitian ekstensif perlu dilakukan untuk
menentukan struktur molekul optimal agar penandaan dapat dilakukan dengan menggunakan
isotop spesifik. Misalnya, salah satu ciri khas 99mTc sebagai radioisotop yang ideal untuk sidik
diagnosa adalah kemampuannya untuk terikat dengan mudah terhadap berbagai jenis
senyawa dalam kondisi fisiologis, mulai dari molekul yang sederhana, seperti pyrophosphate,
sampai sejenis gula, seperti glucoheptonat; dari peptida sampai antibodi; dari koloid yang
tidak larut sampai dan makroaggregat sampai dengan antibiotik dan molekul komplek yang
lain.
8.
post-reconstitution). Apabila suatu senyawa tertentu memperlihatkan kinerja yang baik untuk
suatu prosedur tertentu, dan hanya tersedia di suatu rumah sakit besar, maka penggunaanya
dengan jelas akan sangat terbatas. Karena itu dengan melihat kondisi ekonomi dewasa ini,
maka radiofarmaka yang sangat mahal tentu penggunaanya akan terbatas dan tidak populer,
apalagi bila ada metoda alternatif yang lebih murah.
9.
Penyiapan serta kendali kualitasnya sederhana jika dibuat ditempat (rumah sakit).
Penyiapan suatu obat tentu harus sederhana dengan tahapan pengerjaan yang relatif
sedikit. Prosedur dengan tahapan lebih dari tifa tahap umumnya tidak memenhui persyaratan
inin. Disamping itu tidak diperlukan suatu peralatan yang rumit dan tidak ada tahap dengan
waktu pengerjaan yang lama. Jika radiofarmaka dibuat ditempat (in-house), maka sangatlah
penting kendali kualitas (quality control) dilaksanakan untuk setiap batch yang disiapkan
dalam upaya menjamin bahwa tiap-tiap sediaan akan memberikan citra (image) kualitas
tinggi sementara bisa meminimalkan dosis radiasi terhadap pasien.
Radioimunoterapi adalah metode penanganan kanker denganmemanfaatkan reaksi
spesifik antigen dan antibodi. Radioisotop dengan jenisradiasi yang mematikan sel
ditumpangkan ke antibodi yang bereaksi secaraspesifik dengan tumor-associated antigen.
Setelah dimasukkan ke dalam tubuh,antibodi akan terikat ke dalam antigen yang ada di sel
kanker dan sel tersebutakan dimatikan oleh radiasi yang dipancarkan radioisotop.
belanja kesehatan nasional negaratersebut yang sebesar 987 milyar dollar AS. Sedang di
Jepang, pemanfaatan radiasi nuklir memiliki skala ekonomi 12milyar dollar AS per tahun,
atau setara dengan 4,3% dari total belanjakesehatan yang sebesar 279 milyar dollar AS.
Potensi ekonomi yang tersimpan didalam layanan kesehatan berbasis teknologi nuklir ini
diprediksi akanmendoorong berbagai pihak untuk mengembangkannya di tanah air.
Dunia medis erat kaitannya dengan diagnosis dan pengobatan(terapi) suatu penyakit.
Untuk mengetahui jenis dan adanya penyakit, dilakukan dengan cara mendiagnosis penyakit
yang diderita seseorang. Bila sudah diketahui penyakitnya, pengobatan pun bisa dilakukan
dengan tepat dan lebih cepat.
Berbagai cara dan teknologi diterapkan untuk melakukan keduanya. Adayang
menggunakan obat-obatan herbal, kimia, hingga ke sinar dari radioaktif.Untuk masalah pada
tulang, selama ini teknologi yang umum digunakan adalah Sinar X untuk rontgen. Namun,
kini ada teknologi diagnosis dan terapi untuktulang dengan menggunakan sinar gama dan
materi bermuatan (alfa dan beta). Penggunaannya melalui aliran darah, baik dengan oral,
injeksi, maupun diisap.
Penggunaan radioaktif melalui aliran darah disebut radiofarmasi. Dalam terapi ini,
obat dimasukkan ke dalam atau sirkulasi darah. "Obat itu menggunakan molekul atom
radioaktif. Atom yang membentuknyaadalah radioaktif," ujar Kepala Pusat Radioisotop dan
Radiofarmaka BadanTenaga Atom Nasional (Batan), Abdul Mutalib, beberapa waktu lalu
diJakarta.Molekul atom radioaktif yang digunakan untuk terapi tulang memancarkansinar
gama. Sinar ini berdaya tembus tinggi, bahkan bisa tembus ke luarjaringan. Untuk
mendeteksi letak sinar gama yang berkumpul di dalamtulang,digunakan kamera gama.
Tahap diagnosis
Radioaktif gama dalam teknologi radiofarmasi adalah untukdiagnosis.Adadua sinar gama
yang digunakan untuk diagnosis. Yakni, single photon emisiencomputerized tomography
(gmisi dari photon tunggal yang dapat ditelusurikomputer). Yang terbaru disebut PETpositron emission tomography (radioaktifyang memancarkan positron).
Teknologi ini digunakan agar sinar gama yang masuk ke dalamaliran darah bisa
menembus sasaran. Setelah mencapai sasaran, dalam kurun waktutertentu bisa ditelusuri
dengan kamera gama atau komputer. Menurut Mutalib,waktu yang dibutuhkan sekitar
beberapa jam lamanya. Setelah menembus sasaran,elektronnya hilang. Dalam diagnosis,
digunakan penelusuran dengan pencitraan.Sinar gama ini bisa masuk ke tingkat sel dan
pencitraannya mampu menggambarkanhingga tingkat molekul (molecular imaging).
"Pencitraannya sudah detail. Kalau CT-Scan atau MagnetikResonance Imaging (MEI) itu
hanya anatomi, juga Ultrasonography (USG) hanyapada fi-siologi. Tapi, tak bisa melihat
sampai tingkat molekul. Kalau ini,sampai tingkat sel. Jadi, diagnosisnya jauh lebih akurat,"
ujarMutalib.Terapi dengan radioaktif, kata Mutalib, berbeda dengan obat (farmasi)biasa.
Produk industri farmasi, peng-obatannya hanya untuk terapi, bukan untukdiagnosis.Untuk
terapi, radioaktif ini diminum, diinjeksi, juga diisap."Apa pun caranya,yang penting aman
bagipenderita, dan bisa masuk kesaluran darah. Semua akan masuk ke aliran darah," ujarnya.
Terapi radioaktif ini, sambungnya, didesain untuk mengikutialiran darah hingga ke target
yang dituju sesuai fungsinya, misalkan ke otak,tulang, dan lain-lain. Untuk itu, tiap-tiap
terapi organ tertentu, jenisnyajuga berbeda. Karena itu, jenisnya pun beragam.Bila sudah
mencapai sasaran,radioaktif itu akan memancarkan radiasi yang bisa ditangkap oleh kamera
gama.Maka itu, di kamera itu akan tampak bentuk jantung, otak, ataupuntulangnyadengan
warna terang berpen-dar. "Dari situ, kita bisa melihat kelainan selatau organ," ujarnya.
Langkah ini, kata Mutalib, sangat berbeda dengan kemoterapi.Kemoterapi digunakan
untuk membunuh sel kanker atau penyakit dengan bahankimia. Senyawa kimia ditembakkan
ke sel sasaran, tetapi seringkali sel-selsehat di sekitarnya juga mati. "Radiofarmasi terapinya
di tingkat seluleryang abnormal dan lebih spesifik kinerjanya. Sasaran yang dikenai pun
sangatterbatas pada yang dituju saja," ujarnya.
Efeknonfarmakologis
Penggunaan radiofarmasi untuk terapi mungkin membuat orangawam khawatir pada efek
sampingnya. Namun, Mutalib menjelaskan, jumlahradioaktif gama yang dimasukkan ke
aliran darah itu sangat kecil danradi-asinya akan hilang seiring selesainya ia bertugas. Masa
paruh radioaktifuntuk terapi itu sekitar dua hari. Sedangkan untuk diagnosis, waktu
paruhnyasekitar dua hingga enam jam.
Sistem ini sudah dirancang sedemikian rupa sehingga takmemberikan efek farmakologis
di tubuh. Ini berbeda dengan obat yang memberikanefek samping. "Toksisitasnya ada pada
tingkat aman untuk terapiradiofarmasi, dan sudah kita uji toksisitas. Tingkatnya adalah di
bawah LD(lethal dosis) 50," ujar Mutalib.
Selaim tak ada efek farmakologis, radiofarmaka juga memiliki efek fisiologis. Jika
dengan kemoterapi, pasien akan mengalami efek fisiologis seperti mual, rambut rontok, kulit
menghitam, dan lain-lain. Sedangkan radiofarmaka, menurut Mutalib tak memberikan efek
seperti kemoterapi dan pengaruhnya sangat minimal. Bila menjalani radiofarmasi, pasien tak
perlu dibius karena radiasimya yang kecil. alat deteksinya pun sangat sensitif sehingga
radioaktif yang digunakan pun tidak hanya dalam jumlah sedikit.
Aplikasi Radiofarmasi Sebagai Radioimunoterapi Pada Penyakit Kanker
Radiofarmasi adalah adalah penggunaan senyawa radioaktif dalam pengobatan penyakit.
Salah satu aplikasi radiofarmasi adalah sebagai radioimunoterapi. Radioimunoterapi adalah
metode penanganan kanker dengan memanfaatkan reaksi spesifik antigen dan antibodi.
Radioisotop dengan jenis radiasi yang mematikan sel ditumpangkan ke antibodi yang
bereaksi secara spesifik dengan tumor-associated antigen. Setelah dimasukkan ke dalam
tubuh, antibodi akan terikat ke dalam antigen yang ada di sel kanker dan sel tersebut akan
dimatikan oleh radiasi yang dipancarkan radioisotop.
Dunia medis erat kaitannya dengan diagnosis dan pengobatan (terapi) suatu penyakit.
Untuk mengetahui jenis dan adanya penyakit, dilakukan dengan cara mendiagnosis penyakit
yang diderita seseorang. Bila sudah diketahui penyakitnya, pengobatan pun bisa dilakukan
dengan tepat dan lebih cepat
Berbagai cara dan teknologi diterapkan. Ada yang menggunakan obat-obatan herbal,
kimia, hingga ke sinar dari radioaktif. Untuk masalah pada tulang, selama ini teknologi yang
umum digunakan adalah Sinar X untuk rontgen. Namun, kini ada teknologi diagnosis dan
terapi untuk tulang dengan menggunakan sinar gama dan materi bermuatan (alfa dan beta).
Penggunaannya melalui aliran darah, baik dengan oral, injeksi, maupun diisap.
Sampai saat ini, radioimunoterapi telah digunakan untuk pengobatan beberapa jenis
kanker, antara lain pengobatan limfoma, kanker prostat, dan melanoma. Ada beberapa jenis
radioantibodi yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat
(FDA, Food and Drug Administration), diantaranya adalah Zevalin dan Bexxar. Zevalin
adalah antibodi monoklonal anti-CD20 yang ke dalamnya telah diikatkan radioisotop
pemancar beta Yttrium-90. Sedangkan Bexxar adalah antibodi monoklonal anti-CD20 yang
ke dalamnya telah dimuati dengan radioisotop Iodium-131. Kedua radioantibodi ini
digunakan untuk penanganan kanker limfoma.
a. Penggunaan radioimunoterapi pada pengobatan limfoma atau leukima.
dengan menginjeksikan antiCD20 yang dilabel dengan radioaktif. Mula-mula pasien
dipersiapkan sedemikian rupa, yaitu dengan diberi infus antibodi yang tidak dilabel
radioaktif. Kemudian pasien akan menerima antibodi yang dilabel radioaktif dalam dosis
yang rendah. Antibodi yang berlabel radioaktif ini akan beredar di dalam tubuh dan akan
menghampiri sel limfoma B dan limfosit B normal.
Antibodi membawa radioaktif pada sel limfoma dan terjadi pembunuhan sel kanker yang
terlokalisasi serta sedikit limfosit B normal
b. Penggunaan radioimunoterapi pada pengobatan kanker prostat.
dengan melabel antibodi monoklonal dari kanker prostat. Antibodi monoklonal pada
kanker prostat disebut anti-PSMA (Prostat-Specific Membran Antigen) mAb. J591 adalah
anti-PSMA mAb yang belum dilabel dengan radioaktif. Radioaktif yang digunakan untuk
melabel J591 adalah 177Lu dan 90Y. Dalam jurnal penelitian, pasien kanker prostat dibagi
dalam beberapa kelompok lalu diberi 177Lu-J591 dan 90Y-J591 berbagai dosis selama 2-4
bulan. Hasilnya, pemberian berulang 177Lu-J591 (30-60 mCi/m2) atau 90Y-J591 (17.5
mCi/m2) dapat ditoleransi pasien dengan trombocitopenia. Meskipun pemberian tunggal
dosis besar dipertimbangkan dapat membunuh sel kanker dalam fraksi besar.
c. Radioimunoterapi yang digunakan dalam pengobatan melanoma.
menggunakan antibodi monoklonal 6D2.
Pada melanoma yang menjadi target radioimunoterapi adalah melanin. Penelitian yang
dilakukan pada mencit, menggunakan 6D2 mAb yang dilabel 188Re. untuk mengetahui
efikasinya 188Re-6D2 mAb dibandingkan dengan kemoterapi yang menggunakan
dacarbazine. Hasil penelitian tersebut menunjukkan 188Re-6D2 mAb lebih efektif dalam
menghambat pertumbuhan tumor pada mencit. Selain itu, pengobatan melanoma dengan
dacarbazine yang diikuti radioimunoterapi lebih efektif daripada terapi tunggal.
Penggunaan radiofarmasi untuk terapi mungkin membuat orang awam khawatir pada
efek sampingnya. Namun, Mutalib menjelaskan, jumlah radioaktif gama yang dimasukkan ke
aliran darah itu sangat kecil dan radi-asinya akan hilang seiring selesainya ia bertugas. Masa
paruh radioaktif untuk terapi itu sekitar dua hari. Sedangkan untuk diagnosis, waktu paruhnya
sekitar dua hingga enam jam. sistem ini sudah dirancang sedemikian rupa sehingga tak
memberikan efek farmakologis di tubuh. Ini berbeda dengan obat yang memberikan efek
samping. "Toksisitasnya ada pada tingkat aman untuk terapi radiofarmasi, dan sudah kita uji
toksisitas. Tingkatnya adalah di bawah LD (lethal dosis) 50,"
Selain tak ada efek farmakologis, radiofarmaka juga memiliki efek fisiolo-gis. Jika
dengan kemoterapi, pasien akan mengalami beberapa efek fisiolo-gis, seperti mual, rambut
rontok, kulit menghitam, dan lain-lain.
Sedangkan radiofarmaka, menurut dia, tak memberikan efek seperti kemoterapi dan
pengaruhnya sangat minimal.Bila menjalani radiofarmasi, pasien tak perlu dibius karena
radiasinya yang kecil. Alat deteksinya purvsangat sensitif sehingga radioaktif yang digunakan
pun cukup hanya dalam jumlah sedikit.
Di beberapa negara, pemanfaatan nuklir di bidang kesehatan terus berkembang pesat.
Skala ekonominya telah mencapai angka yang menjanjikan. Di Amerika Serikat dilaporkan
telah mencapai 49 milyar dollar AS per tahun pada tahun 1998, atau sekitar 5% dari total
belanja kesehatan nasional negara tersebut yang sebesar 987 milyar dollar AS. Sedang di
Jepang, pemanfaatan radiasi nuklir memiliki skala ekonomi 12 milyar dollar AS per tahun,
atau setara dengan 4,3% dari total belanja kesehatan yang sebesar 279 milyar dollar AS.
Potensi ekonomi yang tersimpan di dalam layanan kesehatan berbasis teknologi nuklir ini
diprediksi akan mendoorong berbagai pihak untuk mengembangkannya di tanah air.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Radiofarmasi mempunyai karakteristik tertentu apabila digunakan dibidang
kesehatan, yaitu translokasinya, depositnya dan metabolisme. Dunia medis erat kaitannya
dengan diagnosis dan pengobatan (terapi) suatu penyakit. Untuk mengetahui jenis dan adanya
penyakit, dilakukan dengan cara mendiagnosis penyakit yang diderita seseorang. Bila sudah
diketahui penyakitnya, pengobatan pun bisa dilakukan dengan tepat dan lebih cepat.
Berbagai cara dan teknologi diterapkan untuk melakukan keduanya. Ada yang
menggunakan obat-obatan herbal, kimia, hingga ke sinar dari radioaktif.
Penggunaan sinarX dalam rotgen merupakan salah satu contoh pemanfaatan
radiofarmasi dalam bidang ksehetan. Selain untuk mendiagnosa, radiofarmasi saat ini juga
digunakan untuk terapi penyakit, seperti contoh radioimunoterapi untuk pengobatan kanker
dan penggunaan zat-zat radiofarmaka yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk mengobati
berbagai macam penyakit. Selain hal tersebut masih banyak peranan yang lain dari
radiofarmasi dalam bidang kesehatan. Sediaan radiofarmasi merupakan suatu faktor
penunjang yang sangat penting dalam kedokteran nuklir, karna sediaan radiofarmasi banyak
dipakai untuk tujuan diagnosis ataupun terapi.
Penggunaan radiofarmasi untuk terapi biasanya terdapat efek samping. Namun,
jumlah radioaktif gama yang dimasukkan ke aliran darah itu sangat kecil dan radiasinya akan
hilang seiring selesainya ia bertugas.
Selain tak ada efek farmakologis, radiofarmaka juga memiliki efek fisiolo-gis. Jika
dengan kemoterapi, pasien akan mengalami beberapa efek fisiolo-gis, seperti mual, rambut
rontok, kulit menghitam, dan lain-lain. Sedangkan radiofarmaka, menurut dia, tak
memberikan efek seperti kemoterapi dan pengaruhnya sangat minimal.Bila menjalani
radiofarmasi, pasien tak perlu dibius karena radiasinya yang kecil. Alat deteksinya purvsangat
sensitif sehingga radioaktif yang digunakan pun cukup hanya dalam jumlah sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Leswara ND. 2008. Buku Ajar Radiofarmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Saha, GB. 2004. Fundamentals of Nuclear Pharmacy 5th ed. New York: Springer
International Atomic Energy Agency. 2006. Nuclear Medicine ResourcesManual. Austria:
IAEA
Vallabhajosula, S., Stanley J. G., Lale K., Mathew I.M., David M.N. dan Neil H.B. 2005.
Radioimmunotherapy of Prostate Cancer Using 90Y- and177Lu-Labeled J591 Monoklonal
Antibodies: Effect of Multiple Treatments on Myelotoxicity. Clinical Cancer Research,
doi: 10.1158/1078-0432.CCR-1004-0023
Revskaya, E., Artemio M.J.,Rani S.S., Robertha C.H.,Wade K., Allan J.G.,Joshua
D.N., Arturo C., dan Ekaterina D. 2009. Radioimmunotherapy of Experimental Human
Metastatic Melanoma with Melanin-Binding Antibodies and in Combination with
Dacarbazine. Clinical Cancer Research, doi:10.1158/1078-0432.CCR-08-2376
Nurhadi,
R.
2008.
Menyongsong
Era
Baru
Kedokteran
Nuklir
di
Indonesia.