Você está na página 1de 27

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
Nama Mahasiswa

: Franzeska Marchitia Dinar Pusparani

NIM

: 11-2014-129

Dokter Pembimbing

: dr. Fitriah Shebubakar, Sp.THT-KL

Tanda Tangan :

..............................

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap

: Ny. DBTB

Jenis kelamin : Perempuan

Umur

: 55 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Tugu Utara, Koja

No RM

: 01-26-18-54

: Menikah

ANAMNESA
Diambil Secara

: Autoanamnesis

Pada tanggal

: 21 April 2016

Keluhan utama

: suara serak sejak 7 bulan SMRS

Keluhan tambahan

: muncul benjolan pada leher depan sebelah kiri sejak beberapa bulan

Jam

: 09.30 WIB

terakhir diikuti oleh keluhan sering tersedak saat menelan.


Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Sejak 7 bulan lalu os mengeluhkan suara tiba-tiba serak. Keluhan tidak disertai
adanya nyeri ataupun gatal pada tenggorokan, nyeri menelan, maupun batuk dan pilek. Os
mengatakan bahwa selama 7 bulan ini, suara serak tidak pernah mengalami perbaikan hingga
saat ini. Os juga mengeluhkan muncul benjolan yang keras dan tidak nyeri pada leher depan
1

sebelah kiri yang perlahan-lahan semakin membesar. Keluhan lainnya, os merasa sering
tersedak terutama saat menelan, namun makanan maupun minuman masih tetap dapat ditelan
(tidak dimuntahkan). Keluhan batuk lama disangkal. Keluhan sesak napas disangkal. Keluhan
tidur mendengkur disangkal. Keluhan penurunan nafsu makan dan berat badan disangkal.
Keluhan badan sering terasa panas disangkal. Keluhan tremor disangkal. Keluhan jantung
berdebar debar disangkal. Keluhan keringat banyak disangkal. Keluhan lain tidak ada.
Hidung, telinga, dan sinus paranasal tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Os mengatakan belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Os tidak
mempunyai riwayat alergi, asma, hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru,
DM, keganasan, dan gangguan pada gigi. Os juga tidak memiliki riwayat pengobatan apapun
saat ini.
Riwayat Personal-Sosial :
Os tidak merokok. Os sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Saat ini os
tinggal sendiri di sebuah rumah yang kebersihannya dan ventilasinya cukup baik. Os
mengatakan tidak memiliki binatang peliharaan. Kebiasaan makan os juga baik, makan
makanan di rumah. Os mengatakan bahwa 1 tahun lalu suaminya meninggal. Keluhan serak
muncul beberapa bulan setelah suami os meninggal. Os mengatakan bahwa setelah suaminya
meninggal, os sering menangis keras.
PEMERIKSAAN FISIK
Suhu : 36,5 0C

Nafas

Nadi

Tekanan darah : 130/80 mmHg

: 96 x/menit

: 20 x/menit

TELINGA
Bentuk daun telinga

Kelainan congenital
Radang, Tumor
Nyeri tekan tragus
Penarikan daun telinga

KANAN
Normal, tidak ada tofus,

KIRI
Normal, tidak ada tofus,

radang, atau fistule

radang, atau fistule

pre/retroaurikula
Tidak tampak
Tidak tampak
Negatif
Tidak ada nyeri

pre/retroaurikula
Tidak tampak
Tidak tampak
Negatif
Tidak ada nyeri
2

Kelainan pre-, infra-,


retroaurikula
Region mastoid
Liang telinga

Tidak tampak

Tidak tampak

Normal, tidak ada radang


Lapang tidak ada sekret, tidak

Normal, tidak ada radang


Lapang tidak ada sekret, tidak

ada serumen
Utuh, reflek cahaya positif

ada serumen
Utuh, reflek cahaya positif

arah jam 5

arah jam 7

Membrane tympani

TES PENALA
Rinne
Weber
Swabach

KANAN
Positif
Tidak ada lateralisasi
Normal

KIRI
Positif
Tidak ada lateralisasi
normal

Kesan : pendengaran pasien dalam batas normal


HIDUNG

Bentuk
Tanda peradangan
Daerah sinus Fromtalis dan Maxillaris
Vestibulum

: tidak ada malformasi atau krepitasi


: tidak ada
: tidak ada
: tidak tampak secret, krusta atau

Cavum nasi
Konka inferior kanan

furunkel
: tampak lapang pada kedua cavum nasi
: tampak eutrofi dengan mukosa merah

Konka inferior kiri

muda serta tidak ada sekret


: tampak eutrofi dengan mukosa merah

Meatus nasi inferior kanan

Meatus nasi inferior kiri

Konka medius kanan

muda serta tidak ada sekret


: tampak merah muda, tidak ada polip
atau sekret
: tampak merah muda, tidak ada polip
atau sekret
: tampak eutrofi dengan mukosa merah

Konka medius kiri

muda serta tidak ada sekret


: tampak eutrofi dengan mukosa merah

Meatus nasi medius kanan


Meatus nasi medius kiri
Septum nasi

muda serta tidak ada sekret


: tampak merah muda, tidak ada sekret
: tampak merah muda, tidak ada sekret
: tidak tampak adanya deviasi

TENGGOROKAN
PHARYNX
Dinding pharynx
Tonsil

Uvula

Gigi
Lain-lain

: mukosa tidak hiperemis, tidak ada granul, tidak ada abses


: tonsil T1-T1, tidak tampak melebar, serta kriptus dan detritus
tidak tampak
: letaknya di tengah, tidak hiperemis, tidak edema, tidak
memanjangan
: struktur gigi rapi, tidak terdapat gigi yang berlubang
: tidak tampak adanya post nasal drip

LARYNX
Epiglottis
Arytenoid
Pita suara

Rima glotidis

: tidak ada kelainan


: tampak edema
: pergerakan pita suara sebelah kiri
tertinggal
: terbuka saat adduksi

LEHER

Inspeksi: tampak massa soliter berbentuk oval pada leher depan sebelah kiri, terutama

saat posisi kepala menoleh ke kanan.


Palpasi: terdapat massa padat, soliter, berbentuk oval, ukuran 4 x 5 cm, berbatas tegas,
immobile, tepi reguler, tidak nyeri tekan, dan ikut bergerak ketika menelan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT scan leher tanpa dan dengan kontras, potongan axial-coronal:
o Tampak lesi hipo/hiperdens ukuran 3,77 x 5,24 x 6,93 cm di daerah kelenjar tiroid
kiri. Tampak lesi mendesak laring, trakea ke kanan. Pada post kontras tampak
o
o
o
o
o
o
o

enhancement inhomogen.
Tidak tampak massa nasofaring.
Kelenjar parotis, kelenjar submandibula kanan-kiri, dan kelenjar tiroid kanan normal.
Tidak tampak pendesakan faring, orofaring, hipofaring.
Muskulus-muskulus di regio colli kanan-kiri normal.
Tidak tampak kesuraman pada sinus paranasalis kanan-kiri.
Tidak tampak destruksi tulang.
Kesan: massa solid inhomogen ukuran 3,77 x 5,24 x 6,93 cm pada kelenjar tiroid kiri
yang mendesak laring, trakea ke kanan.

Laboratorium (imunologi):
o TSH : 0,81 uIU/mL (eutiroid: 0,25 5; hipertiroid: < 0,15; hipotiroid: > 7)

EKG: normosinus

RESUME
Subjective
Os mengatakan bahwa selama 7 bulan ini, suara serak tidak pernah mengalami
perbaikan hingga saat ini. Os juga mengeluhkan muncul benjolan yang keras dan tidak nyeri
pada leher depan sebelah kiri yang perlahan-lahan semakin membesar. Keluhan lainnya, os
merasa sering tersedak terutama saat menelan, namun makanan maupun minuman masih
tetap dapat ditelan (tidak dimuntahkan). Keluhan serak muncul beberapa bulan setelah suami
os meninggal. Os mengatakan bahwa setelah suaminya meninggal, os sering menangis keras.
Selama ini, keluhan serak belum pernah mengalami perbaikan. Keluhan lain tidak ada.
Riwayat merokok disangkal. Riwayat penyakit kronis maupun riwayat pengobatan saat ini
disangkal.

Objective
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada daerah laring, didapatkan hasil yaitu aritenoid
tampak edema, epiglotis dalam batas normal, pergerakan pita suara sebelah kiri tertinggal,
dan rima glotis terbuka saat adduksi. Pada pemeriksaan fisik daerah leher, didapatkan massa
padat, soliter, berbentuk oval, ukuran 4 x 5 cm, berbatas tegas, immobile, tepi reguler, tidak
nyeri tekan, dan ikut bergerak ketika menelan pada leher depan sebelah kiri.
Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu CT scan leher, didapatkan kesan massa solid
inhomogen ukuran 3,77 x 5,24 x 6,93 cm pada kelenjar tiroid kiri yang mendesak laring,
trakea ke kanan. Pemeriksaan laboratorium, ditemukan TSH eutiroid. Pada pemeriksaan EKG
disumpulkan normosinus.
ASSESMENT
Working Diagnosis (WD)
o Disfonia et causa nodul tiroid
Differential Diagnosis (DD)
o Disfonia et causa lesi laring
o Disfonia et causa paralisis pita suara
o Disfonia spasmodik
o Disfonia fungsional
o Disfonia et causa trauma laring
5

PLANNING
Fisioterapi
Anjuran
o Konsul spesialisasi bedah
o Biopsi massa
PROGNOSIS
Ad Vitam

: Dubia ad bonam

Ad Functionam

: Dubia ad bonam

Ad Sanationam

: Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Disfonia adalah istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan
organik atau fungsional organ-organ fonasi.1 Organ fonasi yang paling sering terganggu
sehingga menyebabkan disfonia adalah laring. Berdasarkan definisi ini, disfonia bukan entitas
penyakit melainkan gejala penyakit.
Produksi suara adalah proses perilaku rumit yang melibatkan berbagai sistem organ
yaitu sistem respirasi, fonasi, dan artikulasi, serta dipengaruhi oleh teknik vokal dan kondisi
emosional seseorang. Produksi suara merefleksikan ketiga sistem tersebut yang bekerja
secara terhubung satu sama lain.
Keluhan yang umum dikeluhkan oleh pasien dalam praktik klinis sehubungan dengan
disfonia antara lain suara parau (roughness), suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia),
suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari beberapa nada (diploofonia), nyeri
saat bersuara (odinofonia), atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.
Tidak ada data epidemiologis yang pasti mengenai gangguan suara. Terdapat kesulitan
untuk menbuat definisi disfonia fungsional yang dapat diterima secara umum. Di Amerika
Serikat, dibuat perkiraan bahwa jumlah penderita disfonia berkisar antara 1,2-23,4% dari
seluruh populasi.
Penyebab disfonia bervariasi, antara lain proses radang, neoplasma, paralisis otot
laring, sikatriks, atau kelainan sendi. Selain penyebab organik, disfonia juga bisa disebabkan

penyebab fungsional yang sering berkaitan dengan kondisi psikologis pasien. Disfonia dapat
menjadi pertanda awal dari proses penyakit yang serius pada laring, khususnya bila prosesnya
progresif kronik pada pasien usia tua terlebih jika ditambah riwayat merokok. Karsinoma sel
skuamosa adalah penyebab utama keganasan pada laring.
Anamnesa mendetail untuk mengetahui kualitas vokal pasien yang terganggu, onset,
dan progresifitas penyakit diperlukan untuk diagnosis. Riwayat pekerjaan sangat penting
mengingat kemungkinan besar pasien memiliki profesi yang berkaitan dengan penggunaan
suara seperti penyanyi atau guru. Riwayat penyakit sebelumnya dan pemakaian obat-obatan
juga amatlah penting untuk diselidiki. Pemakaian laringoskop direk, indirek, dan stroboskopi
diperlukan untuk menilai gangguan baik secara struktural dan fungsional.
Terapi berfokus pada konservasi suara dan edukasi teknik penggunaan suara yang
benar pada pasien. Medikamentosa digunakan secara konservatif, dan diutamakan pada
pasien yang memang profesinya menuntut penggunaan suara. Intervensi bedah bergantung
pada jenis penyebab disfonia, dan perlu didahului terapi suara untuk mencegah komplikasi
trauma sekunder paska operasi. Tindakan pencegahan disfonia yang umum adalah anjuran
untuk banyak minum dengan tujuan memberi hidrasi laring dan mengatasi penyakit GERD
atau laringotrakeal refluks.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Faktor penyebab suara serak sangat banyak (Tabel 1). Hilangnya suara secara total dengan
onset tiba-tiba disebut aphonia, yang lebih mungkin disebabkan oleh kelainan neurologis
atau psikogenik daripada lesi organik. Lesi dari pita suara (vocal folds) lebih sering
menghasilkan gejala vokal dengan onset bertahap, sering dimulai sebentar-sebentar dan
kemudian menjadi konstan dan kadang-kadang memburuk seiring berjalannya waktu. Pasien
mungkin mengalami kesulitan memproyeksikan suara mereka karena adanya lesi pada pita
suara atau kelumpuhan yang mengganggu penutupan glotis. Pada pasien dengan pemeriksaan
laring yang normal, kesulitan meningkatkan intensitas suara mungkin juga mencerminkan
dorongan aliran pernapasan yang tidak memadai karena penyakit utama pada paru-paru,
gangguan neurologis, atau teknik yang tidak sesuai. Produksi suara yang jelas membutuhkan
koordinasi antara respirasi, fonasi, dan artikulasi. Teknik yang tidak tepat (misalnya,
berbicara sambil menahan nafas atau dengan regangan otot yang berlebihan di daerah leher)
dapat mengakibatkan disfonia. Selain itu, gangguan pencernaan adalah penyebab umum dari
keluhan gangguan suara. Tanda laryngotracheal reflux yaitu suara serak yang lebih buruk
7

pada waktu bangun di pagi hari dan berhubungan dengan peningkatan dahak, heartburn, dan
seringnya membersihkan tenggorokan.2
Tabel 1. Singkatan untuk etiologi disfonia: VINDICATE
Vaskular (thoracic aneurysm)
Inflamasi
Neoplasma ( kanker laring dan kanker hilum kiri pada paru)
Degeneratif (amyotrophic lateral sclerosis)
Intoksikasi (merokok, alkohol)
Congenital (laryngeal web)
Alergi (angioedema)
Trauma dan operasi kelenjar tiroid
Endokrin (reidelstruma)
Gejala vokal (yaitu, kelelahan, penurunan artikulasi, atau hypernasality) dapat
merupakan indikasi dari gangguan neurologis. Secara umum, hypernasality sering
disebabkan oleh etiologi neurologis. Hypernasality iatrogenik dapat terjadi setelah prosedur
bedah yang menciptakan pembukaan antara rongga mulut dan hidung atau mengganggu
persarafan neurologis. Pola perkembangan gejala mungkin menunjukkan peristiwa neurologis
statis seperti sebagai kecelakaan serebrovaskular, penurunan progresif seperti pada penyakit
neuromuskular, atau kesulitan intermiten, yang mungkin bisa konsisten dengan gangguan
seperti multiple sclerosis atau myasthenia gravis.
Ketidakseimbangan hormon mempengaruhi produksi vokal dengan menyebabkan
akumulasi cairan di lapisan superfisial dari lamina propria, yang mengubah kemampuan
getaran. Pasien dengan hipotiroidisme dapat hadir dengan suara bernada rendah yang
abnormal. Pasien wanita mungkin mengalami gangguan vokal sementara ketika menjelang
menstruasi, yang mungkin berhubungan dengan beban cairan (fluid loading). Peningkatan
massa menyebabkan pita suara bergetar lebih lambat sehingga menghasilkan nada rendah.
Peningkatan penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) selama menstruasi juga
dapat mempengaruhi pasien untuk mengalami perdarahan akut pita suara. Periode
pertumbuhan pubertas mempengaruhi baik laki-laki dan perempuan, sehingga tingkat
lapangan produksi suara lebih rendah. Perubahan hormonal yang dialami selama menopause
juga dapat menghasilkan penurunan dalam frekuensi dasar.2
Kondisi medis kronis juga dapat mempengaruhi suara. Pasien yang mengalami
penurunan kesehatan fisik akibat penyakit jantung atau penyakit utama lainnya mungkin
tidak memiliki dukungan paru yang cukup untuk mempertahankan dan memproyeksikan
suara mereka. Tergantung pada etiologi yang mendasari, gejala mungkin dapat diperbaiki

dengan latihan. Selain itu, arthritis dapat mempengaruhi sendi krikoaritenoid, yang
mengakibatkan rasa sakit saat berbicara, suara serak, dan variasi nada (pitch) terbatas.
Saluran vokal membutuhkan pelumasan yang baik. Setiap agen yang mengeringkan
lapisan mukosa mungkin mengganggu produksi vokal yang normal. Kekeringan ini akan
menyebabkan sekret menjadi lebih kental, membuat sekret menempel dan memberikan
sensasi pada pasien untuk perlu membersihkan tenggorokan. Beberapa obat dan zat dapat
menyebabkan kekeringan selaput lendir saluran vokal.
Gangguan psikologis sering tercermin dalam suara dan mungkin menjadi penyebab
utama dari gangguan suara. Sebagai contoh, suara pasien depresi biasanya berkurang dalam
kenyaringan. Stres juga memainkan peranan penting. Kemampuan untuk mengatasi tekanan
hidup sehari-hari dapat memicu atau mengabadikan gangguan suara yang ada. Secara umum,
stres tampaknya memperburuk semua masalah tetapi seharusnya tidak akan overgeneralized
sebagai penyebab yang mendasari.
DIAGNOSIS
Evaluasi penilaian suara serak meliputi penilaian faktor anatomi, fisiologis, dan perilaku
yang mempengaruhi produksi vokal secara keseluruhan. Penilaian dimulai dengan deskripsi
dari suara, simtomatologi, dan riwayat medis dan sosial. Visualisasi laring diperlukan untuk
menentukan status dari pita suara. Secara umum, pemeriksaan laring harus dilakukan

setiap kali suara serak berlangsung lama lebih dari 2 minggu.3 Pada kasus-kasus khusus,
prosedur diagnostik yang lebih canggih dapat diindikasikan.

Kualitas vokal dapat dideskripsikan menggunakan berbagai istilah subjektif termasuk


serak, parau , keras, atau desah.. Namun, tidak ada dari seluruh istilah ini merupakan
diagnostik. Sebaliknya, tingkat keparahan

disfonia dapat dinilai dengan mengamati

abnormalitas pada pitch, kenyaringan, atau fluktuasi dalam kualitas vokal.2

Anamnesa
Evaluasi pasien dengan disfonia dimulai dengan anamnesa yang cermat. Anamnesa yang
rinci sangat membantu untuk menggambarkan secara spesifik karakteristik suara dan faktor
sosial dan medis yang berkontribusi. Hampir setiap sistem tubuh dapat menyebabkan
keluhan suara; karena itu, anamnesa harus menyelidiki seluruh bidang. Persepsi pasien
mengenai suara serak sebagai perubahan dalam kualitas suara mungkin sama sekali berbeda
9

dari pemahaman dokter mengenai gejala tersebut. Minta pasien untuk menggambarkan
perubahan kualitas suara sespesifik mungkin, karena kualitas vokal mungkin menunjukkan
etiologi spesifik (Tabel 2).3 Pastikan onset, durasi, dan waktu perubahan suara, serta apakah
ada fluktuasi vokal dan kelelahan suara. Gejala akut lebih mungkin terkait dengan
penyalahgunaan vokal, infeksi atau inflamasi, atau cedera akut.
Tanyakan pasien tentang pola pengunaan suara dan permintaan vokal dalam
pekerjaan dan lingkungan. Pasien dapat menggunakan suara mereka cukup berbeda di
tempat kerja dibandingkan dengan ketika bersosialisasi atau berada di rumah. Berbicara lebih
dari kebisingan latar belakang yang berlangsung dalam waktu lama , bekerja atau merawat
anak-anak muda, bersorak di acara olahraga, atau bernyanyi tanpa menggunakan teknik yang
optimal dapat menyebabkan gangguan suara hiperfungsional.2
Menanyakan informasi mengenai segala obat atau zat yang dapat berkontribusi untuk
pengeringan selaput lendir saluran vokal adalah penting. Zat-zat ini termasuk antihistamin,
diuretik, obat psikotropika, tembakau, produk yang mengandung kafein (kopi, teh, soda, dan
cokelat), alkohol, dan dosis tinggi vitamin C. Selain itu, obat anti-inflamasi nonsteroidal
(NSAID) seperti ibuprofen atau aspirin dapat berkontribusi untuk terjadinya perdarahan pita
suara karena sifat antikoagulan dari agen ini.2
Semua pasien dengan suara serak yang menetap selama lebih dari dua minggu yang
tidak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, memerlukan evaluasi. Anamnesa dapat
menghasilkan informasi penting untuk mempersempit diagnosis banding. Setiap pasien
dengan suara serak dan riwayat penggunaan tembakau, diagnosis pertama yang perlu
dipertimbangkan adalah kanker kepala dan leher, karena suara serak sering menjadi satusatunya gejala yang muncul.4
Tanyakan mengenai gejala lain yang menyertai seperti nyeri, sulit menelan, batuk atau
sesak napas, gejala gastroesophageal reflux, seperti rasa asam di mulut di pagi hari; penyakit
sinonasal yang berkaitan (rhinitis alergi atau sinusitis kronis). Pasien juga harus ditanya
tentang riwayat operasi di kepala dan leher sebelumnya atau operasi lain yang membutuhkan
intubasi.4
TABEL 2. Petunjuk klinis yang menunjukkan penyebab spesifik dari suara serak
Kualitas vokal

Kemungkinan penyebab

Desah

Arthritis, disfonia spasmodik atau fungsional, masa pada pita suara, paralisis
10

pita suara
Ragu-ragu. tercekik

Disfonia spasmodic

Parau, serak, teredam, atau Parkinson disease


sengau
Serak memburuk pada pagi Laryngopharyngeal reflux(LPR)
hari
Serak memburuk pada akhir Myasthenia gravis, penyalahgunaan vokal
hari (sore)
Seperti klakson (Honking)

Sarkoidosis

Bernada rendah

Hipotiroid, laryngopharyngeal reflux, leukoplakia, muscle tension dysphonia,


edema Reinke, edema pita suara, paralisis pita suara

Keras (raspy)

Laryngopharyngeal reflux, muscle tension dysphonia, lesi pita suara

Scanning
disartria

speech

Lemah
(volume
menurun)

dan Multiple sclerosis


suara Paralisis pita suara, Parkinson disease

Suara menghilang, tetapi Conversion aphonia


suara bisikan baik
Tegang,
dipaksakan
Tegang

artikulasi Muscle tension dysphonia


Laryngopharyngeal reflux, muscle tension dysphonia, disfonia spasmodik

Tebal, suara dalam dan Akromegali


berbicara lamban
Kelelahan vokal

Muscle tension dysphonia, myasthenia gravis, Parkinson disease,


penyalahgunaan vocal

Pemeriksaan Klinik
Pemeriksaan klinik pada pasien dengan disfonia meliputi pemeriksaan umum (status
generalisata) dan pemeriksaan THT (Telinga, Hidung, dan Tenggorok). Pemeriksaan fisik
dilakukan secara teliti dengan perhatian khusus pada bagian kepala dan leher, dilanjutkan
dengan penilaian ketajaman pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan
fungsi saraf kranial. Jika kecurigaan klinis tinggi, pasien juga harus diperiksa untuk tanda-

11

tanda penyakit sistemik seperti hipotiroidisme, atau disfungsi neurologis, seperti tremor,
penyakit Parkinson atau multiple sclerosis.4,5

Pemeriksaan Penunjang
A. Visualisasi laring
Visualisasi laring memungkinkan penilaian pita suara dan melihat apakah terdapat lesi,
atau eritema, atau edema mukosa, serta gerakan abnormal yang mungkin menunjukkan
masalah sistemik yang mendasari.
Laringoskopi tidak langsung (indirek). Visualisasi laring dapat dilakukan melalui
pemeriksaan laringoskopi tidak langsung dengan menggunakan kaca laring.

Gambar 1. Laringoskopi indirek menggunakan kaca laring.

Laringoskopi langsung (direk). Apabila diperlukan visualisasi yang lebih detail,


pencahayaan, dan pembesaran, dapat dilakukan laringoskopi langsung dengan
menggunakan teleskop laring baik yang kaku (rigid telescope) atau serat optik
(fiberoptic

telescope

atau

nasofaringoskopi

fleksibel)

atau

mikroskop

(mikrolaringoskopi). Pada laringoskopi langsung dapat juga dilakukan biopsi tumor dan
menentukan perluasannya (staging) atau bila diperlukan tindakan (manipulasi) bagian
12

tertentu pada laring seperti aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, daerah komisura
anterior atau subglotik. Pengunaan teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video
(video-laringoskopi) sehingga akan memberikan visualisasi laring yang lebih jelas baik
dalam keadaan diam (statis) maupun pada saat bergerak (dinamis).2,5

B
B

Video-stroboskopi (Strobovideolaryngoscopy). Pita suara biasanya bergetar selama

Gambar 2. Gambar A menunjukkan laringoskopi direk

Gambar
12. Gambar
A menunjukkan
laringoskopi
direk
berbicara,
bernyanyi
atau
bersenandung
pada tingkat
80
sampai
400
kali
per kaku
detik. (rigid).
menggunakan
laringoskop
dan
teleskop
laring
menggunakan laringoskop
dan teleskop laring
kaku (rigid).
Gambar B menunjukkan
laringoskopi
direk menggunakan

Getaran
ini terlalu
cepat untuk dapat
dilihat dengan mata
telanjang,
karena
itu, tidak dapat
Gambar
B menunjukkan
laringoskopi
direk
menggunakan
nasofaringoskopi
fleksibel
atau fiber optic.
nasofaringoskopi fleksibel atau fiber optic.

sepenuhnya dievaluasi dengan laringoskopi tidak langsung (kaca laring).Visualisasi laring


dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas dengan menggunakan video-stroboskopi
dimana gerakan pita suara dapat diperlambat (slowmotion) sehingga dapat dilihat getaran
(vibrasi) pita suara dan gelombang mukosanya (mucosal wave). Video-stroboskopi
dilakukan dengan menggunakan teleskop yang kaku dengan sudut 70

atau

nasofaringoskopi fleksibel. Video-stroboskopi ini penting terutama dalam mengevaluasi


kasus lesi halus yang mempengaruhi getaran pita suara. Mode ini memungkinkan untuk
penemuan lesi kecil seperti bekas luka pada pita suara, perdarahan, kista intracordal, atau
invasi epitelial pada awal karsinoma glotis.4,5
B. Penilaian Suara dan Aliran Udara
1. Penilaian Suara Objektif
Selain secara anatomis fungsi laring dan pita suara juga dapat dinilai dengan
menganalisa produk yang dihasilkannya yaitu suara. Analisa suara dapat dilakukan
13

secara perseptual yaitu dengan mendengarkan suara dan meilai derajat (grade),
kekasaran (roughness), keterengahan (breathyness), kelemahan (astenitas), dan
kekakuan (strain). Penilaian suara secara objektif mendokumentasikan status suara
pada saat evaluasi dan menetapkan dasar untuk perbandingan lebih lanjut setelah
pengobatan. Hasilnya juga dapat dibandingkan dengan data normatif yang telah
ditentukan. Cara sederhana mendokumentasikan suara adalah melalui rekaman suara.
Namun, perekaman (audiotape) masih bersifat subjektif. Perubahan halus dalam
produksi suara sulit untuk dinilai. Analisis yang lebih canggih meliputi analisis
akustik dan aerodinamis.2,5
2. Analisis akustik
Analisis akustik memeriksa energi dalam sinyal listrik yang mewakili suara.
Pengukuran spesifik dapat diambil untuk mengukur keteraturan getaran pita suara.
Istilah frekuensi dasar mengacu pada jumlah getaran pita suara per detik dan
berkorelasi dengan persepsi pitch. Pita suara pria dewasa bergetar antara 100 dan 130
Hz, sedangkan pita suara perempuan bergetar antara 200 dan 230 Hz. Tingkat nada
tinggi abnormal untuk usia dan jenis kelamin mungkin berhubungan dengan
hiperkontraksi dari otot krikotiroid dan mungkin merupakan disfonia fungsional atau
kompensasi. Rentang pitch dapat diukur dan berkorelasi dengan fleksibilitas dari otot
intrinsik laring. Orang dewasa sehat mampu menghasilkan rentang tiga oktaf,
meskipun biasanya hanya empat sampai lima nada yang digunakan dalam percakapan
umum.

Sekarang ini analisis akustik dilakukan dengan menggunakan program

komputer seperti CSL (Computerized Speech Laboratory), Multyspeech, ISA


(Intelegence Speech Analysis), dan MDVP (Multi Dimensional Voice Programe).
Hasil pemeriksaan ini berupa parameter-parameter akustik dan spektrogram dari
gelombang yang dianalisis, yang kemudian dapat dibandingkan antara suara yang
normal dan yang mengalami gangguan.
3. Analisis aerodinamika
Suara tergantung pada dukungan napas yang konstan, dengan demikian, bahkan
masalah pernapasan halus dapat mengakibatkan disfungsi suara. Pengukuran
aerodinamika berguna dalam mengukur aliran udara selama respirasi dan fonasi.
Skrining fungsi paru dapat dilakukan untuk menyingkirkan segala masalah yang
mendasari pada paru-paru yang mungkin mencegah kapasitas yang memadai untuk
aliran udara yang teratur selama mengeluarkan suara. Waktu fonasi maksimum
(Maximum Phonation Time - MPT) adalah ukuran jumlah waktu pasien dapat
14

mempertahankan suara vokal pada satu napas. Orang dewasa sehat biasanya dapat
memperpanjang vokal untuk antara 15 dan 25 detik. Penurunan nilai MPT biasanya
berhubungan dengan penutupan glotis yang tidak sempurna dan kehilangan udara
dan/atau penggunaan yang tidak efisien (yaitu, suatu kelainan) dalam mendukung
paru-paru. Penyanyi, pelari jarak jauh, dan perenang sering mampu mempertahankan
suara yang lebih lama dari 25 detik; namun nilai tersebut masih berada dalam batas
normal dan merupakan penurunan fungsi saat pasien ini hadir dengan gangguan
suara.
4. Penilaian aliran udara glotal (glottal airflow)
Penilaian aliran udara glotal adalah pengukuran sensitif yang menangkap jumlah
udara yang melewati pita suara selama fonasi. Aliran udara glotal (cc/detik) yang
diukur dengan membagi total volume udara yang melewati pita suara selama fonasi
oleh jumlah waktu dalam detik. Aliran glotal memberikan informasi mengenai fungsi
sumber daya dan efisiensi pita suara dalam mengendalikan aliran udara. Peningkatan
aliran udara glotal biasanya dikaitkan dengan penutupan glotis yang tidak sempurna.
Pasien biasanya datang dengan suara desah atau bisikan. Peningkatan aliran udara
glotal sering terlihat pada pasien dengan kelumpuhan pita suara unilateral. Penurunan
aliran udara glotal lebih biasanya ditemukan pada pasien denganhiperaduksi pita
suara (disfonia spasmodik).
C. Pemeriksaan penunjang lainnya
Ketika imobilitas pita suara terdeteksi, diferensial diagnosis termasuk cedera denervasi
atau fiksasi krikoaritenoid. Ketika dilakukan dalam 6 bulan dari cedera, elektromiografi
(EMG) mungkin dapat menjelaskan etiologi: cedera denervasi biasanya menunjukkan
tanda-tanda denervasi pada EMG, dan fiksasi krikoaritenoid menunjukkan aktivitas
listrik normal.2
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan meliputi pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologi, mikrobiologi dan patologi anatomi.5

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Lesi Laring Jinak (Benign Laryngeal Lesions) 2,6


a. Sering
- Laryngitis
15

Laringitis (akut atau kronis) mungkin etiologi yang paling umum dari suara serak.
laringitis akut biasanya virus dan bersifat self-limiting. Tatalaksananya ialah
dengan peningkatan hidrasi dan konservasi suara. Ketika gejala laringitis disertai
dengan infeksi saluran pernapasan bagian atas, dekongestan sangat membantu.
Nilai antihistamin terbatas karena mereka efek pengeringan, yang kontraproduktif
dengan yang diperlukan pelumasan laring. Laringitis kronis lebih mungkin
berhubungan dengan hyperfungsi kronis dan paparan iritasi. Dalam beberapa
kasus, radang tenggorokan bisa menjadi prekursor untuk pengembangan nodul
pita suara.
-

Nodul dan polyp pita suara (Vocal cord nodules and polyps)
Lesi jinak yang paling umum dijumpai pada orang dewasa adalah polip. Nodul,
polip, dan kista intracordal biasanya terkait dengan hiperfungsi vokal dan paparan
iritan. Lesi ini mengganggu penutupan glottic dan memungkinkan udara
melarikan diri selama fonasi sehingga menghasilkan suara serak. Nodul dan polip
terbentuk di persimpangan dari dua pertiga anterior vibrating edge pita suara,
yang merupakan titik kekuatan maksimal dengan menyuarakan. Granuloma
prosesus vokalis (Vocal process granuloma/intubation granuloma)
Granuloma dan ulkus kontak ditemukan di bagian posterior dari laring sekitar
proses vokal dan arytenoids. Granuloma dan ulkus kontak sering berkaitan
dengan penyakit refluks laryngotracheal dan berkaitan dengan pembersihan
tenggorokan kronis dan kebiasaan nada rendah. Baik granuloma dan ulkus kontak
mengakibatkan stress berlebih pada bagian tulang rawan pita suara, sehingga
terjadi ulserasi traumatis dan pembentukan granuloma sekunder.

Edema Reinke (Reinke Edema)


Meskipun mekanisme pasti edema Reinke belum teridentifikasi, ada hubungan
yang sangat kuat antara merokok dengan perkembangan edema Reinke. Fitur
yang membedakan dari kondisi ini adalah sifat berdifusi pembengkakan, yang
merupakan akumulasi cairan di lapisan superfisial lamina propria dari lipatan
vokal. Pasien hadir dengan pembengkakan difus dari pita suara, yang biasanya
bilateral. Pita merasa berlumpur ketika dimanipulasi selama microlaryngoscopy,
dan pembengkakan dapat digulung di bawah instrumen.

Kista Intrakordal
Kista Intracordal dapat berupa kista retensi lendir atau kista sederhana yang
mengandung keratin epidermoid. Laringoskopi menunjukkan kista unilateral
16

biasanya dari sepertiga tengah pita suara dengan luas sesuai hiperkeratosis pada
pita suara yang berlawanan. Stroboscopy menunjukkan hilangnya gelombang
mukosa di lokasi lesi.
-

Kista Sakular
Kista sakular laring muncul sebagai divertikulum dari ujung anterior ventrikel
laring. Ini memanjang ke atas antara lipat vokal palsu dan permukaan bagian
dalam kartilago tiroid dan mengandung kelenjar mukus. Sebuah kista sakular
terjadi sebagai akibat dari obstruksi kelenjar ini, yang mungkin sekunder dari
sebuah anomali kongenital atau didapat.
Pemeriksaan menunjukkan perluasan lipatan aryepiglottic oleh kista di dalamnya,
yang dapat meluas ke leher melalui membran thyrohyoid. CT-Scan menunjukkan
kista memperluas ke supraglottis, dan tidak adanya udara di dalam lesi
membedakannya dari suatu laryngocele. Jaringan mesodermal mungkin tidak
terlihat di dinding kista sakular kongenital dan dapat mempengaruhi pendekatan
bedah.

Laryngocele
Laryngocele adalah ekspansi abnormal dari ventrikel laring, yang dapat dibatasi
oleh kartilago tiroid (internal laryngocele) atau meluas melalui membran
krikotiroid ke leher (eksternal laryngocele). Perkembangan laryngocele sering
dikaitkan dengan aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan intralaryngeal
secara klasik adalah bermain terompet-tetapi dapat terjadi sekunder diakibatkan
keganasan dalam ventrikel laring, yang harus disingkirkan.

Papilomatosis
Recurrent Respiratory Papilomatosis (RRP) ditandai dengan perkembangan lesi
berkutil eksofitik, terutama dalam laring, tetapi yang dapat ditemukan di hidung,
faring, dan trakea. Kondisi ini jinak tetapi terkait dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan. Ada distribusi bimodal; RRP onset remaha umumnya
didiagnosis antara usia 2 dan 4 tahun dan lebih agresif dari onset RRP dewasa,
yang puncak pada dekade ketiga.
RRP disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV), subtipe 6 dan 11, dan
kurang sering oleh subtipe 16 dan 18. HPV 6 dan 11 juga merupakan penyebab
paling umum dari papilomatosis genital, dan transmisi dari saluran genital
diyakini menjadi penyebab utama dari RRP. Transmisi vertikal virus dari ibu ke
anak terjadi baik sebagai infeksi rahim ascending atau melalui kontak langsung di
17

jalan lahir. Namun, risiko seorang anak berkembang RRP setelah melahirkan per
vaginam bersamaan kehadiran acuminatum kondiloma diperkirakan hanya 1 dari
400. Faktor yang menimbulkan kerentanan masih berada dalam penyelidikan.
b. Jarang6
- Kondroma
Kondroma adalah tumor jinak dari kartilago laring sering mempengaruhi laki-laki
di dekade keempat dekade keenam. Pasien hadir dengan disfonia perlahan
progresif, dispnea, dan disfagia, karena itu, pertumbuhan ini bisa meniru
neoplasma jinak ganas dalam presentasi mereka. Kondroma biasanya muncul
sebagai firm lesion yang halus dari laring subglottic atau salah satu kartilago
lainnya. Kadang-kadang, mereka hadir sebagai benjolan di leher. CT scan
berguna dalam menggambarkan tingkat neoplasma sedangkan laser CO2 berguna
dalam melakukan biopsi. Namun, pengobatan definitif bergantung pada bedah
eksisi tumor total melalui pendekatan terbuka. Eksisi endoskopik dipergunakan
untuk tumor berukuran kecil.
-

Neoplasma Neuronal : Schwanomma dan Neurofibroma


Neoplasma Neurogenik adalah tumor langka dan biasanya entah schwannomas
atau Neurofibroma. Ini telah dikonfirmasi bahwa neoplasma sel granular juga
berasal dari selubung saraf. Schwannoma berasal dari sel Schwann yang
menutupi serat saraf di luar sistem saraf pusat. Lesi ini soliter, neoplasma
dibungkus kapsul yang jinak dan, meskipun mereka dapat tumbuh lambat
mengalami perubahan sarkomatous. Neurofibroma adalah proliferasi jinak
serabut saraf dan sering multipel (misalnya, dalam penyakit von Recklinghausen).
Berbeda dengan schwannomas, mereka tidak dibungkus kapsul.
Karena neoplasma neurogenik yang tumbuh dengan lambat, pasien datang dengan
perubahan suara, kliring tenggorokan, dan sensasi benjolan di tenggorokan. Batuk
dan gangguan pernapasan akan mengikuti.
Neoplasma neurogenik terletak di submukosa dan seringkali berada di lipatan
aryepiglottic. CT scan secara akurat dapat menentukan luasnya lesi sebelum
perawatan. Tumor kecil mungkin direseksi dengan endoskopi, tetapi tumor yang
lebih besar memerlukan pendekatan bedah terbuka.

Amyloidosis
Laring adalah situs yang paling umum di saluran pernapasan untuk deposisi
amiloid. Presentasi pasien ditandai oleh adanya massa submukosa, yang mungkin
timbul di mana saja di laring dan dapat mengganggu mobilitas pita suara.
18

Diagnosis dikonfirmasi oleh kehadiran birefringence "hijau apel" dilihat dengan


mikroskop polarisasi setelah pewarnaan dengan pewarna merah Kongo.
Pengobatan melibatkan reseksi lokal, biasanya dilakukan endoskopi. Amiloid
laring biasanya primer dan lokal, tetapi telah dikaitkan dengan keterlibatan
jantung dan evaluasi sistemik menyeluruh sangat penting.
-

Sarcoidosis
Satu sampai lima persen pasien dengan sarkoidosis hadir dengan lesi dalam
laring. Epiglottis adalah situs pada organ fonasi yang paling sering terlibat.
Umumnya granuloma kecil dan non-caseating yang nampak secara histologis,
tapi kondisi granulomatosa lain seperti infeksi jamur atau mikobakteri harus
disingkirkan. Remisi spontan terjadi, sehingga pengobatan umumnya simtomatik,
reseksi endoskopik dan steroid sistemik hanya digunakan dalam kasus khusus.

Granulomatosis Wegener (Wegeners Granulomatosis)


Wegener granulomatosis adalah penyakit autoimun multisistemik yang mungkin
melibatkan granulomata nekrotik pada saluran pernapasan, vaskulitis luas, dan
glomerulonefritis. Penyakit fokal mungkin timbul pada seluruh pohon
laryngotracheobronchial, tetapi sangat terkait dengan wilayah subglottic.
Presentasi biasanya dengan gejala obstruktif, meskipun disfonia mungkin hadir.
Penyakit sistemik diatasi dengan agen imunosupresif. Penyakit lokal tanpa
keterlibatan sistemik secara optimal dikelola dengan pengobatan lokal, termasuk
kortikosteroid intralesi.

Lesi Laring Ganas (Malignant Laryngeal Lesions)6


-

Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)


Setiap tahun, 11.000 kasus baru kanker laring didiagnosis di Amerika Serikat
(1% dari diagnosa kanker baru), dan sekitar sepertiga akan meninggal karenanya.
Rasio laki-laki dibandingkan perempuan untuk kanker laring adalah 4:1, namun
persentase relatif wanita yang menderita kanker laring telah meningkat dalam
beberapa waktu terakhir. Kanker laring paling umum ditemukan pada dekade
keenam dan ketujuh dalam kehidupan dan lebih umum di antara kelompok sosial
ekonomi rendah, yang sering mengalami keterlambatan diagnosis. Lebih dari 90%
kanker laring adalah karsinoma sel skuamosa (KSS) dan secara langsung terkait
dengan tembakau dan penggunaan alkohol yang berlebihan. Karena sifat kompleks
19

dan beragam penyakit ini, rencana perawatan yang terbaik disampaikan melalui
format papan tumor multidisiplin.
Jika lesi berasal dari pita suara, suara serak persisten adalah tanda paling
awal. Kadang-kadang, pasien datang dengan dispnea, stridor, disfagia, odinofagia,
hemoptisis, penurunan berat badan disebabkan oleh nutrisi yang buruk, dan
halitosis disebabkan oleh nekrosis tumor, yang menandakan penyakit sudah berada
pada tahap lanjut. Pasien juga mungkin datang dengan massa di leher akibat
metastasis ke kelenjar getah bening regional. Temuan laringoskopik konsisten
dengan gambaran tumor berbentuk jamur yang rapuh dengan tepi yang menumpuk
dan penampilan granular dengan beberapa daerah nekrosis pusat dan / atau daerah
hiperemia (erythroplasia) atau hiperkeratosis (leukoplakia). Trakeostomi darurat
kadang-kadang diperlukan jika tumor cukup besar untuk menyebabkan obstruksi
saluran napas atas. Pada tahap awal KSS dapat diobati dengan terapi radiasi atau
laser cordectomy dengan persentase tingkat kesembuhan lebih dari 90%. Pasien
dengan

penyakit

yang

lebih

lanjut

mungkin

menjadi

kandidat

untuk

dikombinasikan kemoterapi / radiasi terapi (protokol konservasi laring) dan / atau


laryngectomy parsial atau total.
-

Keganasan lain pada laring


Dapat berupa karsinoma kelenjar liur (salivary gland carcinoma), sarkoma, dan
neoplasma lain (metastasis, invasi keganasan tiroid, tumor karsinoid, dan limfoma)
yang hadir dalam insidens yang lebih rendah dibandingkan KSS.

Paralisis Pita Suara (Vocal Cord Paralysis)2


Dalam kasus paralisis pita suara unilateral, ketiadaan gerak pada salah satu pita
suara dapat diamati pada pemeriksaan. Tergantung pada posisinya, penutupan glotis
yang tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya udara. Pasien dengan paralisis pita
suara unilateral

paling sering mengeluhkan suara mendesah, kualitas vokal serak

dengan volume menurun dan kelelahan jika berbicara dalam waktu lama. Perlindungan
jalan napas saat menelan merupakan proses yang melibatkan lipat banyak lapis
epiglotis, gerakan anterior dan superior dari seluruh laring, kontak antara kartilago
arytenoid dan epiglotis, penutupan lipat palsu, dan penutupan lipat benar vokal.
Penutupan glotis yang tidak lengkap yang dapat menyebabkan aspirasi cairan. Pasien
kadang-kadang batuk ketika minum cairan karena kesulitan ini melindungi jalan napas.
20

Etiologi yang paling umum dari paralisis pita suara unilateral adalah iatrogenik, yaitu
operasi toraks, kepala-leher, dan basis kranii dimana di saraf laring mengalami
kompresi, regangan, ataupun terpaksan dikorbankan. Pada beberapa kasus tidak
ditemukan penyebab khusus (idiopatik).
Paralisis pita suara bilateral dapat menyebabkan fiksasi lipat vokal dalam abduksi
atau posisi adduksi. Paralisis pita suara bilateral yang posisinya terlateralisasi
menghasilkan kualitas vokal yang terdengar sangat mendesah dan menyebabkan angka
aspirasi yang sangat tinggi. Paralisis pita suara bilateral dalam posisi median
menimbulkan bahaya obstruksi jalan nafas yang perlu ditangani segera, pada kasus ini
suara pasien terdengar normal. Etiologi paralisis pita suara bilateral termasuk penyakit
neurologis, trauma, dan intubasi. Membedakan antara kelumpuhan sebenarnya dan
imobilitas disebabkan oleh dislokasi arytenoid atau proses lain yang mengganggu
mobilitas sendi adalah penting. Laringoskopi direk, palpasi sendi, dan pemeriksaan
EMG berguna selama pengkajian. Pasien dengan onset baru dari paralisis pita suara
bilateral perlu diperiksa dengan CT-Scan untuk menyingkirkan lesi neoplastik
sepanjang perjalanan saraf laringeus rekuren pada sisi ipsilateral. CT dari dasar
tengkorak ke mediastinum biasanya diperlukan.

Disfonia Spasmodik (Spasmodic Dysphonia)2


Disfonia spasmodik. Disfonia spasmodik adalah distonia fokal dimana spasme
pita suara dalam posisi aduksi selama fonasi. Kualitas vokal yang dihasilkan adalah
karakteristik tegang dan seolah-olah dicekik. Pasien tampak seperti sedang mencoba
untuk berbicara sementara sedang tersedak. Laring biasanya normal pada pemeriksaan,
meskipun hiperaduksi dari lipatan vokal sejati dan struktur supralaryngeal dapat dilihat.
Kadang-kadang, pasien mungkin juga hadir dengan distonia yang lebih umum
dalam kelompok otot yang lain dari mulut, wajah, dan / atau leher. Penyakit ini pernah
dianggap gangguan psikogenik, namun kini dianggap sebagai gangguan suara
neurologis, meskipun dapat diperburuk oleh stres. Disfonia spasmodik paling sering
menyerang perempuan di pada dekade keempat dan kelima dari kehidupan. Belum ada
pengobatan untuk penyembuhan total sampai saat ini. Injeksi toksin botulinum ke
dalam otot thyroarytenoid mengurangi gejala secara temporer dengan menyebabkan
chemodenervation sementara dan melemahnya resultan dari vokal lipat adduction.12
Hasil -13 biasanya berlangsung rata-rata 4 bulan, dan karena itu pengobatan harus
diulang secara berkala.
21

Disfonia Fungsional (Functional Dysphonia)2


Dalam gangguan suara fungsional, kelainan suara pasien tidak sesuai dengan
pengamatan laring. Dalam kebanyakan kasus, pita suara dan gerakan pita suara mereka
normal meskipun terdapat berbagai tingkat disfonia. Gangguan fungsional dapat
disebabkan faktor psikogenik atau teknis. Gangguan konversi mempengaruhi gangguan
bicara dan suara mungkin termasuk aphonia, suara serak, hembusan nafas berat, nada
terlalu tinggi, prosodi yang abnormal, bisu, batuk kebiasaan, dan paradoks gerakan pita
suara. Pemeriksaan laring menunjukan gambaran normal. Bukti terkuat untuk disfonia
fungsional adalah reversibilitas gejala psikologis dimana tiba-tiba disfonia menghilang
dan / atau berulang tanpa perubahan status medis pasien. Selama evaluasi, pasienpasien ini sering diamati melakukan tugas non-fonasi seperti membersihkan
tenggorokan dengan kualitas vokal yang relatif normal meskipun aphonic atau sangat
dysphonic. Dalam kasus ini, pasien biasanya menekan kebutuhan psikologis yang
mendasari, dan keuntungan sekunder sering dijumpai.

Trauma Laring (Laryngeal Trauma)6


Laring memiliki tiga fungsi penting: perlindungan jalan nafas, pengaturan pernapasan,
dan fonasi. Cedera pada laring yang dihasilkan dari trauma akan sangat
membahayakan. Untungnya, trauma laring jarang terjadi yaitu hanya dalam persentase
kecil dari korban trauma. Standar protokol telah dikembangkan untuk membantu
memandu evaluasi yang akurat dan identifikasi cedera yang memerlukan intervensi
operasi. Diagnosis dini dan pengobatan sangat penting untuk mencegah konsekuensi
yang mengerikan, termasuk kematian.
Trauma laring dapat disebabkan cedera eksternal, cedera penetrasi, dan intubasi.
Tubuh mempunyai mekanisme refleks untuk melindungi saluran pernafasan, yaitu
refleks menundukan kepala. Selain itu juga terdapat otot-otot leher, sternum, dan
mandibula sehingga relatif sedikit daerah saluran nafas yang tidak terlindungi. Cedera
eksternal dapat terjadi ketika mekanisme tubuh tidak sanggup melindungi yaitu
misalnya pada kecelakaan kendaraan bermotor dan kegiatan olah raga yang keras.
Cedera penetrasi terjadi pada kasus penembakan dan seringkali melibatkan kerusakan
22

multistruktur. Cedera intubasi terjadi pada pemakaian ventilator jangka panjang yang
dapat menyebabkan fibrosis dan/atau stenosis laring, paralisis pita suara, dan
pembentukan granulasi.

TATALAKSANA
Penatalaksanaan disfonia atau disebut juga suara serak diawali dengan diagnosis yang
tepat dan terapi yang sesuai dengan diagnosis dan etiologi tersebut. Diagnosis disfonia berupa
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi dapat berupa
medikamentosa, vocal hygiene, terapi suara dan bicara serta tindakan operatif.1

Peranan Terapi Suara


Kebanyakan gangguan suara memiliki etiologi multifaktorial yang terkait dengan
iritasi dari refluks , alergi, merokok, hidrasi yang tidak memadai, penyalahgunaan vokal,dan /
atau vokal kronis yang berfungsi berlebihan. Nodul pada pita suara jarang disebabkan oleh
episode berteriak ; adapun kombinasi paparan iritasi

dan penyalahgunaan merupakan

penyebab lebih sering. Rehabilitasi diarahkan untuk membangun keseluruhan kebersihan


vokal dan mendidik pasien tentang konservasi vokal. Komponen utama dari terapi suara
melibatkan tentang edukasi pasien tentang anatomi dasar dan fisiologi mekanisme produksi
vokal. Pasien harus memahami hubungan antara gangguan suara yang spesifik dan faktor
penyebab. Pemahaman ini memfasilitasi kerjasama dengan regimen terapi.
Konservasi Vokal
Pasien dengan gangguan suara yang disebabkan karena fungsi berlebihan harus
23

dinasehati mengenai metode-metode konservasi vokal. Mengistirahatkan suaranya , jarang


diperlukan kecuali dalam kasus-kasus perdarahan pita suara akut. Sedangkan istirahat vokal
memungkinkan perbaikan pembengkakan jaringan ,namun

perbaikan suara bersifat

sementara dan disfonia dapat kembali sampai perilaku vokal lebih tepat dipelajari.
Konservasi vokal adalah metode yang lebih praktis dan realistis mengurangi
penggunaan vokal, terutama pada pasien dengan penyalahgunaan vokal perilaku. Mengurangi
sumber yang jelas dari penyalahgunaan vokal (misalnya, berteriak dan menjerit) hanya
bagian dari program. pembersihan tenggorokan berulang seperti berdeham adalah iritan plika
vokalis dan harus dihindari.
Metode konservasi vokal bersifat

individu dengan gaya hidup spesifik pasien.

Berbicara melebihi latar belakang suara harus dihindari (imsalnya, musik di mobil atau
televisi) adalah sumber umum dari contoh yang tak perlu. Dalam beberapa kasus, suara kerja
tidak dapat dihindari, namun pasien dapat mengambil manfaat dari menggunakan amplifier
misalkan pada guru sekolah yang harus mengeluarkan suara mereka untuk mendapatkan
perhatian para siswa muda mereka dapat menggunakan peluit untuk mencapai tujuan yang
sama.
Terapi Perilaku Suara
Terapi perilaku suara juga dapat diindikasikan untuk meningkatkan aspek teknis
penggunaan suara.

Terapi perilaku mencakup dukungan napas perut, penggunaan level

intensitas pitch yang tepat, memperbaiki kalimat, dan teknik khusus lainnya.7
Umpan balik sangat penting untuk proses terapi untuk memberikan pasien
kemampuan untuk membedakan antara target perilaku vokal dan perilaku yang tidak tepat.
Auditori, visual, sensorik, dan isyarat kinestetik semua digunakan untuk meningkatkan
kemampuan pasien untuk memantau suara dalam sesi latihan. Mesin biofeedback yang
canggih juga tersedia untuk menyediakan tampilan visual mewakili sinyal vokal. Tergantung
pada dasar etiologi dan keparahan dari gangguan suara, terapi mungkin memerlukan minggu
ke bulan.
Intervensi Medis
Indikasi untuk penggunaan antibiotik dan / atau antihista-dekongestan pada pasien
dengan suara serak adalah sangat jarang kecuali pasien dengan rinosinusitis bersamaan atau
laryngotrakeitis bakterial, yang dapat menyebabkan atau komplikasi suara serak pasien.
Kortikosteroid harus digunakan konservatif dan hanya pada pasien yang memiliki yang
penting kepentingan berbicara atau bernyanyi dan yang tidak memiliki kecenderungan untuk
penyalahgunaan vokal kronis.7
Kortikosteroid dengan mengurangi edema pada tingkat glotik sehingga mengurangi
24

tingkat suara serak. Oleh karena itu, perlu diagnosis yang sepatutnya adalah penting dalam
rangka untuk mengobati penyebab suara serak pasien dan untuk mengurangi kesempatan
berulang suara serak. Kortikosteroid harus diresepkan untuk tidak lebih dari 4 sampai 5 hari
di samping konservasi suara. Biasanya, pasien diberitahu untuk menggunakan suara mereka
hanya untuk panggilan suara mereka selama periode waktu. Selain itu, pentingnya pemanasan
sebelum pertunjukan harus menekankan kepada penyanyi.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat menyebabkan suara serak. Penting pemantauan
pasien untuk tidak menggunakan produk yang dapat menyebabkan disfonia.

Intervensi Bedah
Peran intervensi bedah tergantung pada penyebab suara serak pasien. Pasien dengan
nodul pada plika vokalis atau polip biasanya memiliki riwayat penyalahgunaan vokal yang
harus diatasi. Penghilangan lesi tanpa mengatasi penyalahgunaan vokal dapat menyebabkan
kekambuhan dalam 1 tahun eksisi. Pada pasien yang membutuhkan intervensi bedah, terapi
suara harus dimulai sebelum operasi untuk meminimalkan penyalahgunaan vokal dantrauma
sekunder pada periode pasca operasi. Teknik phonosurgikal untuk menghilangkan lesi jinak
fokus pada pelestarian mukosa yang normal sementara menghapus daerah yang terkena saja.
Pasien dengan paralisis pita suara dan disfonia yang tidak membaik selama 3 bulan dan
menunjukkan tanda-tanda prognostic miskin pada mungkin reinnervation pada EMG (yaitu
fibrillation potentials or absent activity ) adalah kandidat untuk medialization laryngoplasty
25

(thyroplasty tipe I). Injeksi pita suara dengan lemak, kolagen, atau polytef tergantung pada
preferensi ahli bedah dan pengalaman. Namun, injeksi polytef kurang dimanfaatkan oleh
sebagian laryngologists karena kesempatan meningkat untuk Granuloman dan distorsi
permanen integritas struktur pita suara.7

PENCEGAHAN
Pasien harus dikonseling tentang pentingnya hidrasi yang memadai dan tindakan
pencegahan antirefluks.
Pencegahan Hidrasi
Lubrikasi saluran vokal sangat penting untuk produksi vokal yang jelas. Oleh karena
itu pasien harus menghilangkan produk yang mengeringkan mukosa termasuk produk
berkafein, alkohol, dan antihistamin. Meskipun pengering atau diuretik obat tidak dapat
dihilangkan, hidrasi meningkat dapat membantu untuk melakukan serangan balik efek obat
itu dehidrasi. Pasien harus disarankan untuk minum cairan yang memadai sampai warna urine
mereka relatif jernih (yaitu, "pee-pale).
Tindakan Pencegahan Antirefluks
Tindakan pencegahan antirefluks, pasien tidak perlu memiliki bukti terdokumentasi
bahwa pasien memiliki penyakit

refluks gastroesofageal untuk menerima pencegahan

konservatif pengobatan. Sebuah rencana pencegahan menekankan pada pola kebiasaan


makanan sehat dan perilaku yang tidak biasanya tidak memfasilitasi refluks dapat diberikan
kepada pasien. Pasien dinasehati tentang pentingnya makan yang teratur seperti makan siang
hari dibandingkan tidak makan dan kemudian sering kelaparan di malam hari. Selain itu,
pasien harus menghindari produk yang diketahui untuk relaksasi sfingter

esophagus

(misalnya, kafein dan coklat). Pasien juga harus menghindari makan atau minum sebelum
tidur; pasien harus menunggu 2 sampai 3 jam setelah makan terakhir mereka sebelum pergi
tidur. Pada pasien yang lebih bergejala, mengangkat kepala tempat tidur sekitar 6 sampai 8
membantu untuk memungkinkan gravitasi untuk menjaga sekresi lambung turun saat pasien
sedang tidur. Selain itu, konsumsi antasida 30 menit setelah makan dan sebelum tidur
membantu untuk menetralisir asam. Kadang-kadang histamin- antagonis seperti omeprazol
dan ranitidine dapatjuga sangat membantu. Praktek konservasi vokal yang baik juga dapat
berfungsi sebagai langkah preventif untuk menjaga baik kualitas vokal. Pasien harus
dianjurkan untuk menghindari jelas sumber penyalahgunaan vokal seperti berteriak dan
menjerit. Selain itu, pasien harus dikonseling sumber-sumber lain mengenai penggunaan
26

vokal berlebihan termasuk berdeham.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKU I ; 2 0 0 7 . h. 194198.
2. Lundy SD, Casiano RR. Diagnosis and Management of Hoarseness. 1999. [dikutip
2016

April

25].

Available

from:

http://www.turner-

white.com/pdf/hp_oct99_hoarse.pdf.
3. Feierabend RH, Malik SN. Hoarseness in Adults [Internet]. 2009 [updated 2009
August

15,

cited

2016

April

25].

Available

from:

www.aafp.org/afp/2009/0815/p363.html
4. Rosen CA, Deborah A, Thomas M. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's
Voice Healthy [Internet]. 1998 [Updated 1998 June 1, Cited 2016 April 25]. Available
from: www.aafp.org/afp/1998/0601/p2775.html
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2009.
h.231-236.
6. Wareing M., Obholzer R. (2008). Chapter 29. Benign Laryngeal Lesions. In A.K.
Lalwani (Ed), CURRENT Diagnosis & Treatment in OtolaryngologyHead & Neck
Surgery, 2e. Cited from http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=2827547
7. Surgery, A. A.-H. (2011). Health information : Hoarseness. Cited from American
Academy

of

Otolaryngology-Head

and

Neck

Surgery

Web

site:

http://entmd.org/HealthInformation/hoarseness.cfm

27

Você também pode gostar