Você está na página 1de 34

Asuhan Keperawatan

a.

Pengkajian
1.

Aktivitas/istirahat

DS : Pada stadium predermal/klien mengeluh nyeri otot , lemas.


DO : Klien tampak malaise, aktivitas klien tampak terbatas.
2.

Eliminasi

DS : Tidak ada perubahan pola eliminasi.


DO : 3.

Sirkulasi

DO : Ada eritema daerah dermatom yang terserang pada awal gejala kemerahan.
DS : Klien merasa panas pada daerah yang terserang.
4.

Nutrisi

DS : Adanya kehilangan nafsu makan, kehilangan sensasi pada lidah.


DO : Penurunan berat badan.
5.

Neurologi

DS : Adanya pusing, nyeri, menurunnya penglihatan, gangguan penciuman,


neuralgia hebat pada orang tua.
DO : Paralise wajah, sukar berkomunikasi secara verbal, pendengaran berkurang,
paralise otot intrinsik dan ekstrinsik mata.
6.

Integumen

DS : Klien mengeluh ada perubahan pada dirinya berupa tidak ada rasa pada daerah
yang terserang.
DO : Pada stadium prodormal belum terlihat kelainan pada kulit dan akar muncul
pada stadium erupsi berupa popula - vesikel berisi cairan yang jernih serta pada
stadium krusta berbentuk vesikel, purulen, prostula, krusta ulpus sikatrik.
7.

Psikologik

DS : Klien merasa tidak berselera, tidak ada harapan merasa menarik dengan
keadaannya.
DO : Tidak kooperatif labil, moral kesukaran mengekspresikan perasaannya
perubahan citra tubuh.
8.

Interaksi sosial

Kerusakan komunikasi, sukar bicara, perubahan peran.


9.

Kenyamanan/nyeri

DS : Nyeri radikuler.
DO : Gelisah dan ekspresi wajah tegang.
10.

Pendidikan kesehatan

DS : Adanya riwayat varisella, gangguan kontrikosteroid lama.

Pemeriksaan Diagnostik

Berdasarkan :
1.

Gejala, gejala kurik.

2.

Sitologi (64% Tzarck sinear +) adanya sel raksasa yang multi lokuler dan sel

akan tolitek.
3.

b.

Kultur virus (lembaga virology)

Diagnosa Keperawatan

1.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan prunitus.

2.

Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan erupsi dermal dan prunitus.

3.

Resiko terhadap penularan infeksi baru berhubungan dengan sifat menular

dari organisme.
4.

Perasaan rendah diri.

5.

Resiko

terhadap

ketidak

aktifan

pelaksanaan

aturan

therapeutika

berhubungan dengan ketidak cukupan tentang kondisi (penyabab perjalanan penyakit)


pencegahan, pengobatan dan perawatan kulit.

c.

Intervensi

1.

Dx 1

: Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan lesi dan

prunitus.
Tujuan
kering.

: Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut, kulit besih

Intervensi

Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman, warna, cairan setiap 4 jam.

Perhatikan teknik aseptic.

Gunakan kompres basah/kering.

Pantau suhu tiap 4 jam, laporkan ke dokter jika ada peningkatan.

2.

Dx 2

: Resiko terhadap penularan infeksi.

Tujuan

: Penularan infeksi tidak terjadi.

Intervensi

Cuci tangan sesudah dan sebelum tindakan

Perhatikan kebersihan lokal.

Pemberian antibiotik untuk mencegah perluasan bakteri dan infeksi.

3.

Dx 3

: Perasaan rendah diri berhubungan dengan perubahan

penampilan tubuh.
Tujuan

Mengungkapakan perasaan dan pikiran mengenai diri

Mengidentifikasi 2 atribut positif mengenai diri.


Intervensi

: a.

Tetapkan hubungan saling percaya perawat klien.

Dorong individu untuk mengekpresikan perasaan khususnya mengenai

cara dia memandang dirinya.


-

Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang

diberikan.
-

Perjelas berbagai kesalahan konsep individu menganai diri : Perawatan

atau pemberi perawatan


b.

Berikan privasi dan lingkungan yang nyaman.


Tingkatkan interaksi sosial

Bantu klien untuk menerima bantuan dari orang lain.

Dukung keluarga sewaktu mereka beradaptasi.

c.

Gali kekuatan dan sumber-sumber individu.

d.

Diskusikan harapan ! Gali alternatif realitas

d.

Implementasi

Tindakan perawatan dilaksanakan berdasarkan masalah yang ada pada klien.

e.

Evaluasi

Apakah kerusakan integritas kulit berkurang ?


Apakah rasa nyaman terpenuhi ?
Apakah klien mampu mengungkapkan perasaan mengenai dirinya ?

Apakah harga diri klien merosot ?


Apakah penular infeksi terjadi ?

Sabtu, 05 November 2011


EPIDEMIOLOGI PENYAKIT HERPES

HERPES
By : Fitri Anggraini (10101001058)
A.

Resume

Herpes ialah radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung


berkelompok1. Gelembung-gelembung ini berisi air pada dasar peradangan1. Ada dua
macam penyakit herpes, yaitu herpes zoster dan herpes genitalis1,8.
Herpes zoster disebabkan oleh virus cacar air yaitu varicella zoster, yang ada dalam
bentuk dorman di dalam tubuh sesudah serangan cacar air di masa kanakkanak1,7,13. Pengaktifan ulang terjadi dengan terganggunya system imun1. Gejala
yang khas adalah timbulnya gelembung gelembung kecil, biasanya di daerah
punggung1. Gelembung gelembung ini terasa nyeri dan dapat pecah sehingga
menimbulkan infeksi bakteri. Nyeri pada herpes zoster mirip seperti nyeri patah iga,
pembentukan bekuan darah, atau serangan jantung. Nyeri diikuti dengan munculnya
ruam lepuh yang khas pada satu sisi dada atu perut, atau pada kelopak mata atas atau
dahi di satu sisi. Lepuh pada akhirya mengering dan membentuk keropeng seperti
sirap1.

Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis,
brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis7. Herpes zoster oftalmikus menyerang
disekitar mata. Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Herpes zoster brakialis merupakan
infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit. Herpes zoster torakalis menyerang dada dan perut.
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Herpes zoster sakralis
menyerang sekitar anus dan genitalia. Herpes genitalis adalah infeksi akut pada
genitalis dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok pada dasar yang
eritem dan bersifat rekuren6,8,9,11. Herpes genitalis disebabkan oleh herpes simplex
virus (HSV) atau virus heminis (HVH) tipe 2, tapi walaupun demikoan dapat juga
disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 1 ( 16,1%) yang penularannya akibat
seks orogenital atau penularan melalui tangan6. Sedangkan HSV-2ditularkan secara
seksual atau dari infeksi kelamin ibu ke anaknya yang baru lahir6,8.

Bab I
Pendahuluan Epidemiologi Herpes

i.

Data Kasus penyakit herpes zoster dan herpes genitalis

Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster.
Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam

keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3
usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun.
Departemen penelitian pusat kesehatan Omsteld melakukan penelitian dengan metode
menggunakan data dari 1 Januari 1996-15 Oktober 2005, dilakukan studi pada
populasi penduduk dewasa ( 22 tahun) dari Olmsted County, MN, untuk
menentukan (dengan peninjauan rekam medis) kejadian herpes zoster dan tingkat
komplikasi herpes zoster. Tingkat insiden ditentukan oleh usia dan jenis kelamin dan
disesuaikan dengan populasi Amerika Serikat. Hasilnya adalah Sebanyak 1.669
penduduk dewasa dengan diagnosis dikonfirmasi herpes zoster diidentifikasi antara 1
Januari 1996 dan 31 Desember 2001. Sebagian besar (92%) dari pasien
imunokompeten dan 60% adalah perempuan. Ketika disesuaikan dengan populasi
orang dewasa Amerika Serikat, kejadian herpes zoster adalah 3,6 per 1000 orangtahun (95% confidence interval, 3.4-3,7), dengan peningkatan temporal 3,2-4, 1 per
1000 orang-tahun dari 1996 sampai 2001. Insiden herpes zoster dan tingkat
komplikasi herpes zoster meningkat dengan usia, dengan 68% kasus terjadi pada
orang berusia 50 tahun ke atas. Neuralgia terjadi pada 18% pasien dewasa dengan
herpes zoster dan di 33% dari senior10.
Untuk herpes genitalis, alam beberapa tahun terakhir, herpes genital telah menjadi
infeksi menular seksual meningkat. Sejak tahun 1970, prevalensi HSV-2 di Amerika
Serikat telah meningkat sebesar 30% sebagai hasilnya satu dari lima orang dewasa
terinfeksi [2,13]. Perbandingan negara-negara berkembang, telah ada jauh lebih tinggi
tingkat HSV-2 di Afrika, di mana prevalensi orang dewasa bervariasi dari 30%
sampai 80% pada wanita dan 10% sampai 50% pada pria akhirnya lebih dari 80 %
dari pekerja seks perempuan yang terinfeksi [12]. Di Amerika Selatan, data yang
tersedia terutama bagi perempuan, di antaranya prevalensi HSV-2 berkisar antara
20% dan 40%. Prevalensi pada populasi umum negara-negara Asia menunjukkan
nilai yang lebih rendah dari 10% sampai 30%.

Prevalensi HSV-2 umumnya lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan di


negara maju dan di perkotaan daripada di pedesaan. Prevalensi lebih tinggi di
Amerika Serikat (22% pada orang dewasa) [Krone et al, 2000.] Dibandingkan dengan
Eropa (umumnya kurang dari 15%). Namun, tingkat substansial lebih tinggi terlihat
di Sub-Sahara Afrika dan Karibia, dengan prevalensi pada orang dewasa sekitar 50%
di banyak negara (Tabel 1). Secara keseluruhan, prevalensi lebih tinggi pada wanita
dibandingkan dengan laki-laki, terutama di kalangan orang muda [Kamali et al,
1999;. Fleming et al, 1997; .. Obasi et al, 1999], dan hampir 40% adalah di kalangan
wanita usia 15-19 tahun di Kisumu, Kenya [Weiss et al, 2001]. Infeksi telah dikaitkan
dengan usia yang lebih muda pada seks pertama [Austin et al., 1999], peningkatan
aktivitas seksual [Cowan et al., 1994], meningkatkan jumlah mitra seumur hidup
[Austin et al, 1999, Cowan et al. . , 1994; Fleming et al, 1997;. Kamali et al, 1999;.
Obasi et al, 1999; .. Wald et al, 1997], kurangnya sunat (pada pria) [Weiss]12.
Pusat Pengendalian Penyakit dan (CDC) Pencegahan statistik menunjukkan sekitar
17% dari segala usia Amerika 14 49 memiliki virus herpes simpleks 2 (HSV-2,
biasanya dikaitkan dengan herpes kelamin), tapi di kalangan Afrika Amerika, rate dua
kali lipat. Perempuan kulit hitam sangat keras, dengan hampir setengah dalam
penelitian ini menemukan bahwa HSV-24.
Data tren Nasional Prevalensi HSV-2 di antara mereka berusia 14-49 tahun dari The
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 2005-2008
dibandingkan dengan survei NHANES di Amerika serikat tahun 1988-1994 dan
1999-2004. Prevalensi menurun dari 21% (95% CI: 19,1-23,1) pada tahun 1988-1994
menjadi 17,0% (95% CI: 15,8-18,3) pada 1999-2004 dan 16,2% (95% CI: 14,6-17,9)
tahun 2005-2008 . Data ini, bersama dengan data dari survei NHANES tahun 19761980, menunjukkan bahwa orang kulit hitam memiliki prevalensi lebih tinggi dari
kulit putih untuk setiap periode survei dan kelompok umur (Gambar 52). Selama
2005-2008, persentase dari peserta survei NHANES berusia 20-49 tahun yang
melaporkan diagnosis herpes kelamin adalah 18,9%. Meskipun HSV-2 prevalensi

menurun, sebagian besar orang dengan HSV-2 belum menerima diagnosis.


Peningkatan jumlah kunjungan untuk herpes genital, seperti yang disarankan oleh
NDTI data, dapat menunjukkan infeksi pengakuan meningkat5.
Sebuah studi laboratorium pada insiden herpes simpleks okular infeksi virus
dilakukan di Jakarta pada tahun 1997. Sebanyak 479 spesimen yang dikumpulkan
dari pasien secara klinis didiagnosis dengan herpes simpleks okular infeksi virus
diperiksa di Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jakarta. Sejumlah 409 (85,39%) dari jumlah total 479 spesimen menunjukkan herpes
simpleks positif infeksi virus. Pasien tertua beumur 18 tahun, sedangkan pasien tertua
berusia 62 tahun. Jumlah terbesar pasien herpes okular diteliti jatuh di bawah usia 18
dan 30 tahun dari 332 pasien. Verifikasi distribusi jenis kelamin dari semua pasien
yang diteliti, yang menderita herpes simpleks okular infeksi virus menunjukkan
bahwa pasien laki-laki yang lebih umum daripada perempuan2.
ii.

Urgensi Penyakit Herpes Zoster dan Herpes Genitalis dalam kesehatan

masyarakat
Herpes zoster merupakan penyakit yang perlu diwaspadai Herpes zoster dapat
muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata
di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan
perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju
seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun
sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun7.
Herpes simpleks virus dapat ditemukan di seluruh dunia6,8. Herpes genital
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama untuk sejumlah alasan, tidak
sedikit (seperti yang ditunjukkan oleh Dr Fenton) adalah bahwa memiliki HSV
genital meningkatkan risiko tertular HIV, jika terpapar4.

Bab II
Pembahasan Epidemiologi Herpes
i.

Triad Epidemiologi

1. Agent
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae7.

Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 dan tipe 26,8,11.
HSV berukuran 90-150 nm, mengandung inti asam nukleat DNA yang diselubungi
protein coat atau capsid yang bersama sama disebut nucleocapsid diselubungi lagi
oleh kapsul lipoprotein yang disebut envelope, yang berasal dari virus serta
membrane sel hospes8. Genom-genom HSV-1 mirip dengan HSV-2 dalam
pengaturan dan tampilan substansi yang homolog8.

2.

Host

Herpes zoster sering dijumpai pada orang dewasa, jarang terjadi pada anak-anak.
Walaupun herpes zoster sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster
dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster
pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada
anak, biasanya ditemukan pada anak-anak yang immunokompromis dan menderita
penyakit keganasan7.
Sedangkan Infeksi HSV-1 lazim pada anak-anak dan infeksi HSV-2 pada adolesen
dan dewasa muda9. Herpes genital juga dapat ditularkan dari Ibu hamil yang
menderita herpes genital ke janin / bayi baru lahir6.

3.

Environment

Pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar (chickenpox), proses
penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan ke atas
gelembung/lepuh yang pecah7.

HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi
pada kondisi sosial ekonomi terbelakang6. Kebiasaan, orientasi seksual dan gender
mempengaruhi HSV-2. HSV-2prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1 dan lebih
sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak seksual. virus akan
menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, pada
saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul
dan gejala tidak seberat infeksi primer. Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus
yang

berlebihan,

demam,

gangguan

pencernaan,kelelahan,

makanan

yang

merangsang, dan alcohol.

ii.

Transmisi penyakit

Herpes zoster ditularkan antarmanusia melalui kontak langsung, salah satunya adalah
transmisi melalui pernapasan sehingga virus tersebut dapat menjadi epidemik di
antara inang yang rentan. Setelah seseorang menderita cacar air, virus varicella-zoster
akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif atau laten) pada satu atau lebih
ganglia (pusat saraf) posterior. Apabila seseorang mengalami penurunan imunitas
seluler maka virus tersebut dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke
kulit sehingga menimbulkan penyakit herpes zoster7.
Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva daricarrier mungkin cara yang paling
penting dalam penyebaran penyakit ini9,10. Infeksi dapat terjadi melalui perantaraan
petugaspelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu dari pasien HSV
mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow). Penularan HSV2 biasanya
melalui hubungan seksual6,9,10.Kedua tipe baik tipe 1 dan tipe 2 mungkin ditularkan
keberbagai lokasi dalam tubuh melalui kontak oral-genital, oral-anal, atau analgenital. Penularan kepada neonata biasanya terjadi melalui jalan lahir yang terinfeksi,
jarang terjadi didalam uterus atau postpartum6.

iii.

Riwayat Alamiah Penyakit

1.

Masa Inkubasi dan Klinis

Masa inkubasi antara 7-12 hari, biasanya didahului oleh gejal-gejala prodormal baik
sistemik (malaise, pusing dan demam), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otottulang, gatal, pegal).
Masa inkubasi dari herpes genitalis umunya berkisar antara 2 sampai 5 hari tapi dapat
lebih lama6. Biasanya didahului rasa terbakar, gatal pada daerah lesi dan ini terjadi
beberapa jam sebelum timbulnya lesi6.
2. Masa Laten dan Periode Infeksi
Penderita zoster bisa menjadi sumber infeksi sekitar 1 minggu sesudah munculnya
lesi vesikulopustuler. Individu yang rentan dianggap bisa menularkan penyakit 10
21 hari sesudah terpajan.
Bila seseorang terkena HSV, maka infeksi yang terjadi dapat berupa infeksi primer
(pertama kali terjadi pada dirinya), dan bisa juga infeksi rekurens (ulangan). Infeksi
primer, virus dari luar masuk ke dalam tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya,
terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes tersebut dan mengadakan
multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan
menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara
permanen dan bersifat laten. Sedangkan infeksi rekurens terjadi apabila HSV yang
sudah ada dalam tubuh seseorang aktif kembali dan menggandakan diri. Hal ini
terjadi karena adanya factor pencetus, yaitu berupa trauma (luka), hubungan seksual
yang berlebihan, demam, gangguan alat pencernaan, stress, kelelahan, makanan yang
merangsang, alkohol serta obat-obatan yang menurunkan kekebalan tubuh seperti
misalnya pada penderita kanker yang mengalami kemoterapi.

IV. Pencegahan
A.

Herpes zoster

Pada anak immunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan tindakan
pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan kepada kelompokyang beresiko
tinggi untuk menderita varicella yang fatal seperti neonates, pubertas ataupun orang
dewasa, dengan tujuan untuk mencegah ataupun mengurangi gejala varicella13.
Tindakan pencegahan yang dapat diberikan yaitu:
1.

Immunisasi pasif

yaitu menggunakan VZIG (Varicella Zoster Immunoglobin)


2.

Immunisasi Aktif

a. Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (oka strain) dan kekebalan yang
didapat dapat bertahan hingga 10 tahun
b. Vaksin efektif jika diberikan pada umur 1 tahun dan direkomendasikan diberikan
pada usia 12-18 bulan.
c. Anak yang berusia 13 tahun yang tidakmenderita varicella diberikan dosis
tunggal dan anak lebih tua diberikandalam 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu.
d. Vaksin varicella : Varivax
B.

Herpes Genitalis
Pencegahan yang dilakukan agar tehindar dari penyakit herpes genitalis yaitu:

Memberikan

penyuluhan

kesehatan

kepada

masyarakat

dan

tentang

kebersihan perorangan yang bertujuan untukmengurangi perpindahan bahan-bahan


infeksius.
Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan Infeksius.
Petugas

kesehatan

harus

menggunakan

sarung

tangan

pada

saat

berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular.


Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelum ketuban pecah pada ibudengan
infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir,karena
risiko yang tinggi terjadinya infeksi neonatal (30-50%). Penggunaanelektrida pada
kepala merupakan kontra indikasi. Risiko dari infeksi neonatal yangfatal setelah
infeksi berulang lebih rendah (3-5%) dan operasi Cesar disarankanhanya jika terjadi
lesi aktif pada saat persalinan.
Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual mengurangi
risikoinfeksi; belum ada anti virus yang dapat digunakan untuk mencegah
terjadinyainfeksi primer meskipun acyclovir mungkin dapat digunakan untuk
pencegahanuntuk menurunkan insidensi kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi
herpespada pasien dengan defisiensi imunitas.
V. Pengobatan
- Herpes Zoster
1. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi
imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang
longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan6.

2. Pengobatan Khusus
A. Sistemik
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir
dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus.
Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari
pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800
mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada
pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir
diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi.
Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor
DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari6.
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat
adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya
ketika nyeri muncul.
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah
prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih
baik digabung dengan obat antivirus.
B.

Pengobatan topikal

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel


diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi
dapat diberikan salap antibiotik6.

Herpes Genitalis

A.

Pengobatan secara sistemik

Pengobatan secara sistemik dapat dengan pemberian obat antiviral atau dengan
pemberian imunisasi.
a.

Antiviral :

1. Vidarabine/Ara A.
2. Acycloguanosine
b.

Imunisasi :

1. Secara aktif spesifik


Vaksin yang mengandung antigen herpes simpleks yang telah diinaktivasi dengan
pemanasan 58C, yang diperoleh dari CMA. Ada 2 maam vaksin yaitu Lupidon H
untuk herpes labialis (HSV tipe 1) dan Lupidon G untuk herpes genital (HSV tipe 2)
2.

Imunisasi secara pasif


Pemberian gamma-globullin dan interferon

B.

Pengobatan secara topical

Obat-obat yang sering dipakai:

Providon-iodin
Idoksuridin (IDU)
Sitosin arabinosida/ Cytarabin
Adenin arabinosa
Kortikosteroid
Inaktivasi fotodinamik dan larutan zat warna seperti methylen blue, neutral red, atau
flavine.

D. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer. Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala
khas berupa vesikelyang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes
genitalis terjadi padaalat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Ada
dua macam tipe HSVyaitu : HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan
herpes genital. Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat
menyebabkan rekurensidan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai
mulut dan tipe 2 mengenai daerah genital.
2. Saran
Untuk menghindari penyakit herpes zoster sebaiknya Melakukan imunisasi sejak dini
dan ntuk menghindari herpes genitalis Sebaiknya janganlah mengabaikan kebersihan
organ genital, baik dengan cara tidakberganti-ganti pasangan, menggunakan kondom

pada saat akan berhubungan seksualatau lebih baik jika hanya melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang sah.

E.Gambar Pendukung
Herpes Zoster

Herpes Genitalis
HSV-1

HSV-2

DAFTAR PUSTAKA

Reference
1.

Tjan Richard, Anna Banni, Wiwiek Yuwono dkk. 2009. Penyakit Infeksi dan

Lingkungannya. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer


2.

Badan Litbang Kesehatan. Incidence of Ocular Herpes Simplex Virus Infection

in Jakarta (A Laboratory Study) . Available from : http://newsdaily7.com/app/?


&t202id=300051&t202kw=newwwcpa&match=&c3=
3.

Barbara P. Yawn, Patricia saddier, Peter C wolan, Jennifer L. st Souver, Marge J.

Kurland, Lina S. A Population- Based Study Of The Incidence and Complication


Rates of Herpes Zoster before Zoster Vaccine Introduction. Journal (serial on
Internet).

Available

From :http://www.mayoclinicproceedings.com/content/82/11/1341.full
4.

CDC. CDC Data on African-Americans and Herpes Data herpes genitalia . date

2010

Available

from

:http://ashasexualhealthblog.org/2010/06/04/cdc-data-on-

african-americans-and-herpes/
5.

CDC.

Other

Sexualy

Transmitted.

2009

Date:

Available

Fromhttp://www.cdc.gov/std/stats09/other.htm#herpes
6.

Harahap, Marwali. 1990 . Penyakit Menular Seksual. Jakarta: PT Gramedia.

7.

Hernawati,Isna.

2008.

Zoster. firmanpharos.files.wordpress.com/2010/.../makalah-herpes-zoster.doc

Herpes
,

diakses tanggal 27 oktober 2011


8.

Sugeng, Ucke Sastrawinata.2008. Virologi Manusia Jilid 2. Bandung: P.T.

Alumni
9.

Andrianto, Petrus. 1984. Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Jakarta: Buku

Kedokteran

10. Pietropaolo , Valeria. Herpes simplex virus infection in pregnancy and in


neonate:

status

of

art

of

epidemiology,

diagnosis,

therapy

and

prevention http://www.virologyj.com/content/6/1/40 , diakses tanggal 27 oktober2011


11. Yong, NK. 1989. Memahami Problema Penyakit dan Pengobatannya. Semarang:
Dahara Prize.
12. WHO. Herpes Simplex Virus Type 2 Programmatic and Reseaech Priorities In
Developing Country.
13. Dumasari, Ramona Lubis. Varicella dan Herpes Zoster. 2008.

Diagnosis Keperawatan

Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat
informasi.

Tujuan

Intervensi/Implementasi

Tujuan askep Herpes Zoster adalah terpeliharanya integritas kulit, meredakan


gangguan rasa nyaman: nyeri, tercapainya tidur yang nyenyak, berkembangnya sikap
penerimaan terhadap diri, diperolehnya pengetahuan tentang perawatan kulit dan
tidak adanya komplikasi.

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier


kulit.

1.1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum
yg

berlebihan)

ketika

memasang

balutan

basah.

Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan
perluasan kelainan primer.

1.2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses
terjadinya sebagian penyakit kulit.

1.3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan
suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas, radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap
panas.

Nasihati

klien

untuk

menggunakan

kosmetik

dan

preparat

tabir

surya.

Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit
dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.

Kriteria

keberhasilan

1.

Mempertahakan

2.
3.

integritas

Tidak
Tidak

maserasi.

tanda-tanda

Tidak
Memberikan

kulit.

ada

ada

4.
5.

implementasi.

cidera

termal.

ada
obat

topikal

infeksi.
yang

diprogramkan.

6. Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadwal.


2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.

2.1. Temukan penyebab nyeri/gatal


Rasional: Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan
kenyamanan.
2.2. Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis dan
pengobatan.
2.3. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional:

Ruam

menyeluruh

terutama

dengan

awaitan

dapatmenunjukkan reaksi alergi obat.


2.4. Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
2.5. Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional: Kesejukan mengurangi gatal.

yang

mendadak

2.6. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitive
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
2.7. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
2.8. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.
Rasional: Sabun yang "keras" dapat menimbulkan iritasi.
2.9. Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.
Rasional: Setiap subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis akan
mengubah fungsi barier kulit
2.10. Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan
meredakan pruritus.
2.11. Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.
2.12. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
Rasional: Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan
barier kulit.
2.13. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
2.14. Menggunakan terapi topikal.

Rasional: Membantu meredakan gejala.


2.15. Membantu klien menerima terapi yang lama.
Rasional: Koping biasanya meningkatkan kenyamanan.
2.16. Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa
resep Dokter.
Rasional: Masalah klien dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan
sendiri
Kriteria

keberhasilan

1.

Mencapai

2.

Mengutarakan

peredaan
dengan

gangguan
kata-kata

implementasi.
rasa

nyaman:

bahwa

gatal

nyeri/gatal.
telah

reda.

3. Memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.


4.
5.

Mematuhi
Pertahankan

terapi
keadekuatan

yang
hidrasi

dan

diprogramkan.
lubrikasi

kulit.

6. Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat .

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.

3.1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.

Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya
tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.
Rasional: memelihara kelembaban kulit
3.4. Menjaga jadual tidur yg teratur.
3.5. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Kriteria
1.

Keberhasilan
Mencapai

2.
3.
4.
5.

Implementasi

tidur

yang

Melaporkan
Mempertahankan

gatal
kondisi

tindakan

mereda.

lingkungan

Menghindari
Mengenali

nyenyak.
yang

konsumsi
untuk

meningkatkan

tepat.
kafein.
tidur.

6. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.

4.1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan
diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak
nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
4.3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang
tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusakadaptasi klien .
4.5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
4.6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Kriteria Keberhasilan Implementasi


1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.

3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.


4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan

penampilan

5. Kurang pengetahuan tentang program terapi

5.1. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
5.2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,
kebanyakan klien merasakan manfaat.
5.3. Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
Nasihati klien agar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan
pengolesan

krim

serta

losion

kulit.

Rasional: stratum korneum memerlukan air agar tetap fleksibel. Pengolesan


krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak
dan bersisik.

Dorong

klien

untuk

mendapatkan

nutrisi

yang

sehat.

Rasional: penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang, perubahan


pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal.
Kriteria
1.
2.

Keberhasilan
Memiliki

Mengikuti

pemahaman
terapi

dan

Implementasi

terhadap
dapat

perawatan

menjelaskan

alasan

kulit.
terapi.

3 Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.


4.
5.

Menggunakan
Memahami

obat

pentingnya

topikal
nutrisi

dengan

untuk

kesehatan

tepat.
kulit.

6. Mencegah Infeksi

6.1. Miliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada klien yang
sistem

kekebalannya

terganggu.

Rasional: setiap keadaan yg mengganggu imun akan memperbesar risiko infeksi kulit.
6.2. Berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada klien mengenai program terapi.
Rasional: Pendidikan klien yang efektif bergantung pada keterampilan interpesonal
profesional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas.
6.3. Laksanakan kompres basah sesuai program untuk mengurangi intensitas
inflamasi.
Rasional: vasokonstriksi pembuluh darah kulit dapat mengurangi eritema dan
membantu debridemen vesikel dan krusta serta mengendalikan inflamasi.
6.4.

Sediakan

terapi

Rasional: melepas eksudat dan krusta.

rendaman

sesuai

program.

6.5.

Berikan

antibiotik

sesuai

order.

Rasional: membunuh dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.


6.6. Gunakan obat topikal yang mengandung kortikosteroid sesuai order.
Rasional: memiliki kerja antiinflamasi, sehingga mampu menimbulkan vasokonstriksi
pd pembuluh darah kecil dalam dermis lapisan atas.
6.7. Nasihati klien untuk menghentikan pemakaian setiap obat kulit yang
memperburuk

masalah.

Rasional: dermatitis kontan atau reaksi alergi dapat terjadi akibat setiap unsur yang
ada

dalam

Kriteria

obat

Keberhasilan

tersebut.

Implementasi

1. Tetap bebas dari infeksi.


2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan
mencegah kerusakan kulit.
3. Mengidentifkasi tanda dan gejala infeksi.
4. Mengidentifikasi efek kerugian obat
5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulti: ganti balutan, mandi.

Você também pode gostar