Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Pada akhir-akhir ini terlihat adanya peningkatan interaksi antara mahasiswa Jurusan
Teknik Geologi UPNVY dan pihak industri, khususnya dengan perusahaan tambang
batubara. Fenomena ini merupakan hal menarik dalam pengertian bahwa strategi
dan metode yang diperlukan serta sudah diterapkan oleh praktisi dari lingkungan
industri pertambangan batubara seringkali belum diketahui oleh para mahasiswa di
lingkungan akademik. Sebaliknya konsep, pemikiran dan metode yang telah dipelajari
atau dikembangkan oleh mahasiswa (akademisi) sering pula kurang diketahui oleh
para praktisi.
Tanggap atas kedua situasi tersebut, maka interaksi industri ini menjadi penting
karena sekaligus memperkenalkan pemikiran akademisi yang diharapkan bermanfaat
untuk kelancaran program eksplorasi maupun rangkaian kegiatan pada industri
pertambangan batubara. Salah satu pemikiran yang dapat dikembangkan oleh
mahasiswa yang terlibat interaksi industri dengan perusahaan pertambangan
batubara adalah membangun model pengendapan batubara.
PERMASALAHAN
kuncoro, aplikasi model pengendapan batubara - 1
Gambar 1
Atas dasar tersebut, maka akumulasi batubara hanya dapat terjadi bila terdapat
keseimbangan yang tepat dari faktor-faktor yang banyak itu. Pembentukan endapan
batubara merupakan proses perubahan fisik dan kimia dari tumbuhan yang mati,
kemudian secara berangsur-angsur menjadi bentuk lain yang susunannya lebih
kompleks, umumnya terjadi dalam kondisi tanpa oksigen.
Masih menurut Diessel (1992) ada lima lingkungan pengendapan utama berikut sublingkungannya yang menghasilkan endapan batubara. Lingkungan pengendapan
utama tersebut adalah (1) braid plain, (2) alluvial valley and upper delta plain, (3)
lower delta plain, (4) barrier beach/strand-plain systems dan (5) estuary.
Menurut Blaine & Medlin (1987) pendekatan modern untuk memahami model
pengendapan batubara adalah dengan melakukan analisis cekungan batubara yang
berdasarkan pada dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan skala mikroskopis:
berdasarkan maceral dan microlithotypes dan (2) pendekatan skala megaskopis:
berdasarkan lingkungan cekungan sedimentasi batubara. Selanjutnya kondisi yang
menyebabkan terbentuknya batubara dan proses genesa batubara, kini ditempatkan
pada keadaan sedimentasi yang lebih luas, yaitu lingkungan pengendapan.
Adanya proses pembentukan batubara yang kompleks dan lingkungan pengendapan
yang khas sebagai tempat terbentuknya batubara, tentunya perlu dipahami secara
baik dengan membangun model pengendapan batubara.
MODEL PENGENDAPAN BATUBARA
Model pengendapan batubara akan menjelaskan hubungan antara mulajadi batubara
dan batuan sekitarnya berikut konfigurasi geometri lapisan batubara dan sebaran
kualitas batubara secara vertikal maupun lateral berikut faktor-faktor pengendalinya
pada suatu cekungan pengendapan batubara dalam kurun waktu tertentu.
J.C. Horne et al (1978) telah membangun model pengendapan batubara di daerah
Appalachian berdasarkan kajian lingkungan pengendapan yang didukung data dari
tambang batubara, pemboran dan singkapan. Hasilnya ditunjukkan dalam bentuk
penampang yang menunjukkan hubungan ketebalan dan konfigurasi lapisan
batubara serta kehadiran batupasir dan serpih pada lingkungan barrier, back barier,
lower delta plain, transitional lower delta plain dan upper delta plain-fluvial (Gb. 2).
Gambar 3 (A) Model sekuen vertikal endapan lower delta plain yang memperlihatkan
sekuen mengkasar keatas dan (B) sekuen yang sama tetapi dipotong
oleh splay deposit (Baganz, 1975 dalam Horne, 1978).
Gambar 4 (A) Model sekuen vertikal endapan transitional lower delta plain dan (B)
rekonstruksi lingkungan transitional lower delta plain (Horne & Ferm,
1978).
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecil B., & Medlin J.H., 1987, Coal basin analysis and synthesis, ESCAP Series
on Coal, vol 5, United Nation, p. 33-36.
2. Diessel C.F.K., 1992, Coal bearing depositional systems, Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, 721 p.
3. Horne J.C. et al., 1978, Depositional models in coal exploration and mining
planning in Appalachian Region: AAPG Bull., vol. 62, p. 2379-2411.
4. Jackson R.J, 1995, Coal mine planning and development, UNDP/Pace-E
Workshop on Coal Technology and The Environment, Jakarta.
5. Kuncoro Prasongko, B., 1988, Kendali geologi terhadap aspek geometri dan
kualitas batubara untuk menentukan model eksplorasi di Cekungan Bengkulu,
Tesis, ITB, Bandung, 98 h.
6. Kuncoro Prasongko, B., 2000, Geometri lapisan batubara, Prosiding Seminar
dan Musyawarah Nasional I Ikatan Alumni Tambang, Jurusan Teknik
Pertambangan UPNVY, Yogyakarta, 8 h.
7. Levey R.A., 1983, Depositional model for understanding geometry of Cretaceous
Coal: Major coal seam Rock Springs Formation, Green River Basin, Wyoming:
AAPG Bull., p.1359-1380.
8. Rahmani R.A., & Flores R.M. (editor), 1984, Sedimentology of coal and coalbearing sequences: Spec. Publ., Vol. 7, Blackwell Sci. Publs., London.
9. Schlatters L.E., 1976, Coal exploration and mining manual, Part 1 Introduction to
Coal Geology, Shell Internationale Petroleum Maatchappij B.V., The Hague.