Você está na página 1de 8

EVALUASI KUALITAS FISIK SOSIS IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

FERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI ISOLAT PROTEIN


KEDELAI YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN 7 HARI
OLEH
PUNGKI DARMAWATI (125080301111002)
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

ABSTRAK
Pembuatan sosis dengan bahan baku yang berasal dari daging ikan lele dihasilkan produk
sosis dengan tekstur yang kurang kenyal. Produk sosis ikan lele ini memiliki kelemahan lain
yakni hasilnya memiliki tekstur kurang kompak, keras dan mempunyai daya ikat air yang rendah
serta pecahnya emulsi disebabkan proses emulsifikasi yang kurang baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik fisik sosis
fermentasi ikan lele dumbo terbaik dengan penambahan ISP (1% dan 2%).Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif.
Perlakuan terbaik yang diperoleh berdasarkan metode Zeleny, yakni didapatkan sosis
dengan penambahan ISP 2% dengan nilai akhir untuk pH 5,59; Tekstur 0,0513; kadar air
aw
70,73%,
0.855 dan WHC 72.26%.
Kata kunci : - Kualitas Fisik Sosis Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
- Tekstur dan emulsifikasi
- Isolat protein kedelai
PENDAHULUAN
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang dicincang kemudian dihaluskan dan
dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan dalam pembungkus yang berbentuk bulat panjang berupa
usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak, dengan atau tanpa diasap
(Hadiwiyoto, 1983).
Dalam proses pengolahan sosis, tahap emulsifikasi merupakan salah satu tahap yang
sangat menentukan kualitas sosis yang ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil selama
pemasakan, tidak terjadi pemisahan air dan minyak yang membentuk gumpalan lemak,
pembentukan tekstur yang kenyal serta sifat irisan yang halus dan merata. Bahan pengikat
diambil dari bahan yang banyak mengandung protein misalnya produk kedelai (Price dan
Schweigert, 1971).

Penambahan ingredient baerupa isolat protein kedelai pada suatu bahan pangan
diharapkan mampu meningkatkan karakter fisik pada bahan pangan tersebut, misalnya dapat
memberikan sifat pengemulsi minyak yang baik, membentuk basa, membentuk gel, menangkap
atau menahan air dan mempunyai warna dan bau yang dapat diterima (Anonymus, 2003). Isolate
protein kedelai memiliki karakteristik fungsional antara lain adalah memiliki daya kelarutan
(solubility) yang tinggi yakni berkisar antara 25-29 NSI (Nitrogen Solubility Index), memiliki
kemampuan mengemulsi lemak pada bahan pangan yakni 10-35 ml lemak per 100 mg protein,
kemampuan membentuk gel yang baik, mampu mengabsorpsi air dengan nilai hingga 150-400%
(Sipos, 2004).
Lama penyimpanan merupakan lamanya waktu suatu produk atau bahan bahan makanan
mengalami perubahan secara fisik, kimia dan mikrobiologis menuju pada kerusakan. Bila proses
fermentasi memberikan hasil akhir yang lebih baik terhadap flavor dan tekstur suatu produk,
maka lama penyimpanan lebih mengarah pada kerusakan produk akibat pengaruh
mikroorganisme atau kontaminan dari luar.
Penelitian ini merupakan sebagian dari penelitian sejenis yakni tentang sosis ikan lele
dumbo fermentasi. Dari hasil penelitian Widiastuti (2007), dengan judul evaluasi kualitas fisik
sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepenus) fermentasi selama penyimpanan 7 hari diperoleh
hasil yakni nilai tekstur menunjukkan antara 0,0647 mmg.s sampai dengan 0.1152 mm/g.s, WHC
antara 19,0143 sampai dengan 33,9402, kadar air antara 70,9845% sampai dengan 74,7083%,
aw

antara0,7803 sampai 0,8680, pH antara 5,29 sampai 6,52. Hal ini sebanding dengan hasil

penelitian Rahayu (2006), dengan judul pengaruh penambahan emulsifier pada sosis ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) yang difortifikasi hati ikan hiu (Charcharias sp) terhadap
kualitasnya diperoleh hasil terbaik dengan yakni nilai tekstur 0,050 mm/g.s; kadar air 70,28%,
aw

0,95%.
Sosis ikan lele dumbo fermentasi yang ditambahkan bakteri asam laktat dengan

penyimpanan 7 hari masih memiliki kaelemahan lain yakni produk yang dihasilkan maemiliki
tekstur kurang kompak, lunak dan mempunyai daya ikat air yang rendah serta pecahnya emulsi
akibat paroses emulsifikasi yang kurang baik (Widiastuti, 2007).

METODE PENELITIAN
Metode

penelitian

yang

digunakan

adalah

metode

deskiptif

(descriptive

research).Metode deskriptif yaitu metode yang menggambarkan keadaan atau kaejadian pada
suatu daerah tertentu. Menurut Suryabrata (1983) penelitian deskriptif hanya akan melukiskan
keadaan objek atau persoalannya dan tidak dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan yang
berlaku umum. Dalam hal ini penelitian desksriptif merupakan akumulasi data dasar, dan tidak
perlu menerangkan hipotesis, membuat ramalan atau mendapatkan makna dan implikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penambahan level isolat protein kedelai
terhadap karakter fisik sosis fermentasi ikan lele dumbo dibandingkan dengan karakteristik dari
sosis ikan lele dumbo yang tanpa ditambahkan level isolate protein kedelai.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Nilai pH sosis ikan lele dumbo dari hasil penelitian ini berkisar antara 5,28 pada
perlakuan penambahan isolate protein kedelai (1%) pada penyimpanan hari ke-0, hingga bernilai
6,54 pada perlakuan tanpa penambahan isolate protein kedelai (0%) pada penyimpanan hari ke7. Peningkatan nilai pH sosis selama penyimpanan merupakan indikasi terjadinya penguraian
protein yang dilakukan oleh golongan bakteri pembusuk menjadi senyawa bersifat basa (de Man,
1997). Menurut de Man (1997), diduga meningkatnya nilai pH selama penyimpanan
mengindikasikan terjadinya penguraian protein yang dilakukan oleh golongan bakteri pembusuk
menjadi senyawa bersifat basa antara lain amoniak.
Teksture adalahh sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen structural bahan
pangan yang dapat dirasa oleh perabaan yang diukur secara obyektif oleh fungsi massa, waktu
dan jarak. Tekstur merupakan salah satu factor yang mempengaruhi suatu produk pangan.
Tekstur suatu bahan pangan dipengaruhi oleh rasio dari kandungan protein,lemak,jenis
protein,suhu pengilahan,kadar air serta aktivitas air (Purnomo, 1995). Sosis akan memiliki
tekstur yang baik jika emulsi dari air,protein dan lemak tersusun teratur,stabil dan kompak. Nilai
tekstur dari penelitian sosis ikan lele dumbo ini diperoleh dari tekstur terendah yakni sebesar
0.0547 mm/g.sec terdapat pada sosis fermentasi dengan tanpa penambahan ISP (0%) pada

penyimpanan hari ke-0, nilai tekstur tertinggi yakni sebesar 0,3620 mm/g.sec terdapat pada sosis
fermentasi dengan tanpa penambahan ISP (0%) penyimpanan hari ke-7. Naruki (1991)
menjelaskan sosis akan memiliki tekstur yang baik, jika emulsi dari air,protein dan lemak
tersusun teratur, stabil dan kompak. Kenaikan nilai tekstur sosis ikan lele dumbo ini dipengaruhi
oleh struktur protein yang sudah tidak kompak lagi sebagai emulsifier bagi air dan lemak, protein
tersebar tidak beraturan sehingga menyebabkan air dan lemak terpisah.Perubahan ini diduga
disebabkan banyaknya jenis mikroba yang tumbuh, terutama mikroba pembusuk dengan
pertumbuhannya yang optimal karena didukung oleh

aw

dari sosis yang optimal pula bagi

pertumbuhan mikroba pembusuk.Mikroba pembusuk dapat mengganggu kondisi kestabilan dari


lingkungan emulsi, sehingga membuat terjadinya coalesense.Coalesense adalah bergabungnya
dua atau lebih globula menjaadi globula lebih besar dari beberapa komponen, terutama air, lemak
dan protein yang menyusun emulsi tersebut (Hartomo, 1993).Peristiwa coalesaense ini
menyebabkan tekstur menjadi tidak kompak dan menjadi lembek akibat rusaknya emulsi. Hal ini
juga diungkapkan oleh Buckle et al (1987),bahwa mikroorganisme pembusuk akan merusak
bagian struktur dari bahan pangan tersebut menjadi lunak, berair dan menimbulkan flavor yang
busuk. Peningkatan nilai kadar air yang juga semakin besar. Purnomo (1995) menjelaskan tekstur
dari makanan yang lunak dan lembek pada umumnya memiliki nilai kadar air yang
tinggi.Penambahan konsentrasi isolate protein kedelai yang lebih besar akan maeningkatkan
kekuatan dari gel adonan, hal ini dikarenakan pretein dalam ISP memiliki sifat mengikat bahan
lain sehingga menyatu dan menyebabkan tekstur sosis menjadi lebih kompak. Menurut winarno
(2002), denaturasi protein akan menyebabkan pengembangan dan membukanya gugus reaktif
yang ada pada rantai polipeptida, dimana selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada
gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Komponen dalam adonan selain protein akan
terjebak dalam ikatan tersebut, apabila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein
tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein terssebut mengalami koagulasi, apabila
ikatan antaragugus reaktif protein menahan seluruh cairan maka akan terbentuk gel.
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi
penampilan, tekstur serta cita rasa makanan.Kandungan air dalam bahan makanan ikut
menentukan penerimaan konsumen, kesegaran dan daya tahan bahan itu (Winarno, 1997).
Berdasarkan hasil uji kadar air dapat diketahui bahwa kadar air terendah sebesar 70,73% yakni

pada perlakuan sosis ikan dengan penambahan ISP 2% dengan masa penyimpanan hari ke-3.
Kadar air tertinggi sebesar 73.85% yakni pada perlakuan sosis ikan dengan tanpa penambahan
ISP 1% pada masa penyimpanan hari ke-7. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), sosis
daging yang baik mengandung kadar air maksimal 67%. Kadar air sosis ikan lele dumbo
fermentasi ini sedikit lebih tinggi dibanding dengan kadar air menurut SNI karena terpengaruh
oleh kadar air ikan lele dumbo yakni sebanyak 75,1% (Arsyad dan Rina,1989). Berdasarkan hasil
analisa kadar air, perlakuan sosis ikan dengan maupun tanpa penambahan ISP terlihat perbedaan
pada penyimpanan hari ke-3,ke-5 dan ke-7. Pada hari ke-3, kadar air pada semua perlakuan
relative mengalamii penurunan, sebaliknya pada hari ke-5 dan ke-7 kadar air pada pada semua
perlakuan mengalami kenaikan. Kenaikan nilai kadar air ini disebabkan oleh metabolism dari
bakteri pembusuk. Buckle et al (1989) menjelaskan bahwa bakteri pembusuk dalam
metabolismenya dapat merusak ikatan molekul air yang terikat pada komponen bahan pangan
(protein dan karbohidrat) sehingga menyebabkan terlepasnya molekul air dan mengakibatkan
nilai kadar air bahan menjadi lebih meningkat.
aw

(Aktivitas air) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan

uap air solven murni pada temperature yang sama (Soeparno, 1998). Pengukuran

aw

untuk

mengetahui sejumlah air dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh pertumbuhan
mikroorganisme dan merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca
oleh bahan pangan. Menurut Purnomo (1995), berbagai mikroorganisme mempunyai
minimum agar dapat hidup dengan baik,misalnya bakteri pada
0,90

aw

serta kapang

aw

aw

0,90 ; khamir

aw

aw
0,80-

0,60-0,70. Kebutuhan akan air bagi pertumbuhan

mikroorganisme sangat mempengaruhi mutu dan kerusakan dari bahan pangan, dimana dapat
diketahui bahwa nilai

aw

pada sosis ini berkisar antara 0,855 0,906 yang kisaran ini

merupakan pendukung bagi kebanyakan mikroorganisme berupa khamir, kapang dan bakteri
untuk dapat tumbuh optimal. Jenis mikroorganisme menurut (Buckle, et al, 1987) yang mampu

optimum untuk tumbuh disebutkan pada produk sosis antara lain yakni Micrococcus,
Lactobacillus, Streptococcus dan Penicillium.
WHC (Water Holding Capacity) adalah kemampuan protein suatu bahan untuk mengikat
airnya sendiri selama mengalami perlakuan dari luar.Nilai WHC dipengaruhi oleh susunan jarak
molekul-molekul dari protein. Jika kekuatan tarik menarik antar molekul-molekul yang berikatan
menurun disebabkan kenaikan muatan netto negative diantara muatan protein atau melemahnya
ikatan hydrogen akan meningkatkan nilai WHC, namun jika kekuatan tarik-menarik antar
molekul yang berdekatan naik, maka air yang terikat akan terlepaskan kembali sehingga nilai
WHC menurun (Forrest, dkk.,1975). Berdasarkan hasil nilai WHC terlihat bahwa nilai WHC
terendah sebesar 66.20 yaitu pada sosis dengan perlakuan tanpa penambahan ISP (0%) pada
penyimpanan hari ke-7. Nilai WHC ini dipengaruhi oleh susunan jarak molekul-molekul dari
protein, jika kekuatan tarik-menarik antar molekul-molekul yang berikatan naik maka akan dapat
menurunkan nilai WHC, hal ini disebabkan penurunan muatan netto negative diantara muatan
protein atau menguatnya ikatan hydrogen. Nilai terendah dari WHC ini merupakan indikasi
bahwa dengan perlakuan tanpa penambahan ISP (0%) pada penyimpanan hari ke-7 ini
menggambarkan bahwa struktur protein daging dari sosis ini kurang baik. Menurut Hamm
(1960),penyimpanan daging yang terlalu lama akan menyebabkan penurunan WHC dikarenakan
perubahan struktur protein daging. Ditambahkan oleh Bouton dan Harris (1972),bahwa WHC
dapat dipengaruhi oleh pemasakan dimana factor suhu pemasakan yang tinggi mampu
mentebabkan denaturasi protein sarkoplasmik (protein daging yang larut dalam air) sehingga
menurunkan nilai WHC. Nilai WHC tertinggi yakni sebesar 72.26% yaitu terdapat pada sosis
dengan perlakuan penambahan ISP 2% pada penyimpanan hari ke-3 hal ini dikarenakan oleh
factor kekuatan tarik-menarik antar molekul-molekul yang berikatan menurun disebabkan
kenaikan muatan netto negative diantara muatan protein atau melemahnya ikatan hydrogen
sehingga akan meningkatkan nilai WHC,dimana kenaikan nilai WHC ini merupakan indikasi
bahwa struktur protein daging dari sosis ini dengan perlakuan dengan penambahan ISP 2% pada
saat penyimpanan hari ke-3 ini menggambarkan tekstur dari sosis yang baik. Menurut Soeparno
(1998), nilai WHC dipengaruhi oleh adanya eksudasi cairan (weep) pada daging mentah maupun
drip pada daging mentah beku yang disegarkan kembali atau kerut pada daging masak. Nilai
WHC berhubungan erat dengan kadar jus daging yang merupakan indicator nutrisi yang

terkandung dalam daging. Nilai WHC juga turut menentukan factor penerimaan dan kesukaan
konsumen terhadap tekstur sosis.

PENUTUP
Perlakuan penambahan isolate protein kedelai terhadap pembentukan sifat-sifat
karakteristik fisik sosis terbaik adalah penambahan ISP 2% pada hari ke-3 dengan nilai akhir
untuk pH 5,59; tekstur 0,0513 mm/g.s; kadar air 70,73%,

aw

0.855 dan WHC 72,26%.

Dengan demikian pada masa simpan hari ke-5 yang telah diambil sebelumnya tidak terbukti.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan disarankan batas penyimpanan sosis ikan
lele dumbo fermentasi dengan penambahan ISP dihentikan pada penyimpanan 5 hari dan perlu
adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui cara meningkatkan daya simpan sosis fermentasi
ikan lele dumbo.

DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyoto, S, 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Daging, Ikan dan Telur. Liberty. Yogyakarta,
Naruki, S. 1991. Gizi Terapan. UGM. Yogyakarta,
Price, J. F, and Schweigert, B.S. 1971. The Science of Meat and Meat Products.Second
Edition.WH Freeman Company. San Francisco,
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Perannya dalam Pengawetan Pangan.UI Press. Jakarta,
Soeparno, 1994.Ilmu dan Teknologi Daging.Gajah Mada University Press. Yogyakarta,
Winarno, F.G,1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia. Jakarta,
Winarno, F.G, 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta
Agung Chusuma, Dimas . 2007. Evaluasi Kualitas Fisik Sosis Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) Fermentasi dengan Penambahan Konsentrasi Isolat Protein Kedelai
yang Berbeda

Selama Penyimpanan

Perikanan. Malang,

Hari.Universits

Brawijaya

Fakultas

Você também pode gostar