Você está na página 1de 4

1

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN RTH


KOTA MALANG
Oleh: Waode Daen Siti Nurcahya Ningsi
Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alamnya, SDA
tersebut di kuasai oleh negara. Hak penguasaan negara berisi wewenang untuk
mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusaha SDA serta berisi
kewajiban mempergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang
diatur dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Lebih lanjut dalam UU NO. 5 tahun
1960 tentang Undang Undang Pokok Agraria mengatur pelaksanaan penguasaan
negara atas bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dapat
dikuasakan kepada daerah. Dalam pelaksanaannya di era otonomi daerah saat ini,
persepsi tentang konsep penguasaan dan pengusahaan sering bercampur aduk
dalam penafsiran yang salah.
UU NO. 22 tahun 1999 yang dirubah dan diganti dengan UU NO. 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan undangundang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memberikan otonomi
seluas-luasnya kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan didaerah
guna untuk mensejahterakan rakyatnya. Dimana pengelolaan itu dibagi dalam dua
urusan yaitu urusan wajib dan urusan pilihan yang dimuat dalam pasal 9 Ayat (3),
pasal 11 dan pasal 12 undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah. Dalam urusan pilihan tersebut menyangkut pengelolaan SDA hutan,
pesisir kelautan, tambang dan sebagainya. Ironisnya justru peluang itu dimiliki
oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD dan investor asing untuk
menanamkan modalnya di daerah. Namun sampai saat ini penderitaan tetap
dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Sebabnya karena masyarakat hanya
dijadikan objek dan bukan pelaku dalam pengelolaan SDA maupun lingkungan.
Rth adalah bagian dari ruang terbuka hijau yang merupakan salah satu
bagian dari ruang-ruang disuatu kota yang menjadi ruang bagi kehidupan manusia
dan makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan. Ruang
terbuka hijau dapat dipahami sebagai ruang atau lahan yang belum dibangun atau
sebagian besar belum dibangun diwilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk
keperluan taman; konservasi lahan dan sda lainnya; atau keperluan sejarah dan
keindahan (dikutip dari bulletin tata ruang edisi januari-februari 2012, p.20).
Menurut permendagri No. 1/2007 Rth kawasan perkotaan merupakan bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang terdiri dari tumbuhan dan tanaman
guna mendukung manfaat ekologi, social, budaya, ekonomi dan estetika.
Menurut adam (1952) Rth memiliki tiga fungsi dasar yaitu fungsi social,
fungsi fisik dan fungsi estetika. Secara social rth sebagai sarana untuk umum
sebagai tempat rekreasi,pendidikan dan olahraga. Secara fisik rth berfungsi

sebagai paru-paru kota, melindungi system tata air, peredam bunyi, pemenuhan
kebutuhan fisual dan menahan perkembangan lahan terbangun. Secara estetika rth
berfungsi sebagai salah satu unsur dalam penataan arsitektur perkotaan, peran rth
sangat esensial dalam membangun suatu kota sehat.
Perda Kota Malang No. 4 tahun 2011 dalam pasal 1 ayat 17 dimuat Ruang
Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Pengaturan tentang RTH juga terdapat dalam 9 huruf e, Pasal 14 ayat 2,
pasal 16, pasal 32, pasal 45, pasal 70 ayat 2 Perda Kota Malang No. 4 tahun 2011
tentang RTRW.
Namun dalam prakteknya pelaksanaan PERDA ini kurang efektif,
bagaimana tidak jika kita tinjau dari berbagai fenomena konflik yang telah terjadi
di Kota malang mulai dari fenomena pembangunan MATOS, Pembangunan
MOG, Kasus Taman Indrokilo, kasus Taman Kunir, dan kasus Hutan Malabar
merupakan salah satu kecenderungan suatu kota tata ruangnya ditandai dengan
tanda-tanda capital (ruang-ruang ekonomi) yang menggusur tanda-tanda ekologis
RTH ini merupakan fenomena yang saat ini dihadapi oleh kota malang ruang
terbuka hijau yang seharusnya menjadi fungsi social, fungsi fisik dan fungsi
estetika. Secara social rth sebagai sarana untuk umum sebagai tempat
rekreasi,pendidikan dan olahraga. Secara fisik rth berfungsi sebagai paru-paru
kota, melindungi system tata air, peredam bunyi, pemenuhan kebutuhan fisual dan
menahan perkembangan lahan terbangun. Secara estetika rth berfungsi sebagai
salah satu unsur dalam penataan arsitektur perkotaan, peran rth sangat esensial
dalam membangun suatu kota sehat. Namun berubah menjadi ruang-ruang capital
yang hanya memiliki fungsi ekonomis.
Disinilah pentingnya sebuah peran serta oleh masyarakat agar pemerintah
daerah tidak menyalah gunakan kekuasaannya untuk membangun usaha atau
mengeksplorasi RTH yang kini sangat minim di Kota Malang. Peran serta
masyarakat adalah proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat secara penuh atas suatu proses
pengelolaan lingkungan hidup. Yang mana peran serta ini ada agar berjalannya
sistem keterbukaan informasi publik. Dalam pengambilan kebijakan oleh
pemerintah daerah terhadap pengelolaan SDA maka pemerintah daerah perlu
mengikutsertakan masyarakat dalam pengambilan keputusan atas kebijakan
tersebut. Agar keterbukaan informasi publik tetap terlaksana dan hak masyarakat
yang di muat dalam pasal 28 H ayat 1 UUD tahun 1945 tetap di utamakan di
mana agar dalam pengelolaan SDA tersebut masyarakat tetap mendapatkan
haknya untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Kebijakan pemerintah daerah terhadap pengelolaan RTH Kota dan SDA


tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. yang mana Pemerintah daerah
seharusnya dalam menentukan kawasan atau lahan yang akan di eksploitasi atau
dijadikan sebuah badan usaha harus memiliki izin terlebih dahulu baik dalam
bentuk Amdal atau RPL/ UKL, izin pengelolaan lingkungan ini bertujuan untuk
melihat apakah kawasan atau lahan yang ingin di eksploitasi atau dibangun
tempat usaha termasuk dalam kawasan tata ruang yang tidak diperbolehkan untuk
melakukan eksploitasi dan dibangun sebuah usaha diatasnya.
Selain itu izin lingkungan ini juga bertujuan untuk melihat besarnya dampak
bagi lingkungan tempat eksploitasi atau badan usaha yang didirikan di kawasan
atau lokasi yang ingin dieksploitasi atau dibangun usaha oleh pemerintah daerah
tersebut. Setelah memiliki izin lingkungan pemerintah daerah juga harus
mengikut sertakan masyarakat, dalam pengambilan kebijakan tersebut. Tujuan
diikut sertakannya masyarakat dalam pengambilan kebijakan ini yaitu agar
adanya keterbukaan informasi seperti dampak negative dan positif apabila di
kawasan atau daerah tempat mereka tinggal akan dibangun sebuah usaha atau
akan dieksploitasi. Manfaat adanya peran serta masyarakat ini yaitu agar tidak
terjadi konflik social antara masyarakat dengan badan usaha serta dengan
pemerintah daerah.
Jika peran serta masyarakat tidak diadakan dalam pelaksanaan kebijakan
PEMDA apalagi terkait RTH Kota, maka konflik social tersebut akan terjadi. Bila
ditelusuri lagi lemahnya penegakan hukum di bidang lingkungan disebabkan
karena di-eliminir-nya peran serta aktif masyarakat dalam setiap proses
pengelolaan lingkungan. Asumsi tentang masyarakat hanya dijadikan objek harus
mulai dihilangkan, sebab masyarakat mempunyai posisi tawar dalam menentukan
lingkungan yang bersih dan sehat
Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam konservasi diistilahkan
dengan Peran Serta Rakyat sebagaimana yang diatur dalam Bab IX pasal 37 UU
NO. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang menyatakan bahwa peran serta rakyat dalam konservasi SDA diarahkan dan
digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan
berhasil guna. Dengan pengertian demikian, maka peran serta yang dimaksud
bukan partisipasi sejati dari rakyat melainkan mobilisasi yang dilakukan
pemerintah pada rakyat.
Peran serta masyarakat adalah proses komunikasi dua arah yang
berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pemahaman masyarakat secara
penuh atas suatu proses pengelolaan lingkungan hidup ( Sulaiman Sembiring
1999). Peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan
sifatnya terbagi atas pertama, peran serta yang bersifat konsultatif,dimana anggota

masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi


tahu, akan tetapi keputusan akhir tetap berada di tangan pejabat pembuat
keputusan. Kedua, adalah peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, dimana
masyarakat dan pejabat pembuat keputusan secara bersama-sama membahas
masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan secara bersama pula
membuat keputusan (Arimbi Horoepoetri Dan Mas Achmad Santoso, 1993).
Masyarakat dalam keterlibatannya mengelola lingkungan diharapkan dapat
mempunyai peran sebagai pemegang policy atau mempunyai peran dalam
pengambilan keputusan. Misalnya dalam menentukan Standart Operating
Prosedure (SOP) pengendalian pencemaran lingkungan. Selain itu manfaat dan
kegunaan dari adanya peran serta masyarakat dapat dikategorikan dalam beberapa
hal antara lain yaitu (Siti Sundari Rangkuti, 1991): Sebagai kebijaksanaan, artinya
bahwa masyarakat sangat potensial untuk dikorbankan atau terkorbankan adanya
proyek pembangunan atau kegiatan manusia. Sehingga sebelum proyek tersebut
dimulai, selayaknya masyarakat mempunyai hak untuk diajak diskusi atau
konsultasi, Sebagai strategi, artinya bahwa masyarakat mempunyai akses terhadap
proses pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan
dan kepedulian masyarakat pada tiap tingkat pengambilan keputusan
didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki
kredibilitas, Sebagai alat komunikasi, artinya dengan dilandasi oleh suatu
pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga
pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai
guna mewujudkan yang sikap responsif, dan Sebagai alat penyelesaian sengketa,
artinya adanya peran serta masyarakat dalam suatu sengketa lingkungan dapat
didayagunakan untuk mengurangi atau meredakan konflik tersebut melalui usaha
pencapaian konsensu.
Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang

Você também pode gostar