Você está na página 1de 13

Pengaruh Pemberian Bubuk Kedelai(Glycine max) terhadap Gambaran

Histologis Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Diberi Minyak Goreng


Bekas
The Effect of Soy Bean (Glycine max) towards mice (Mus musculus) Renal Cell
Histophatology Induced with Reused Palm Oil
Miftah Nurizzahid Prabowo, Endang Listyaningsih, Zulaika NurAfifah
Faculty of Medicine, Sebelas Maret University
ABSTRACT
Background: The reused palm oil usually used by people to cook especially for cooking
food. In the society the palm oil usually used by deep frying methode. This methode
usually destroys the chemical chain in the palm oil. As results from this deep frying
methode many toxic and free radical are formed, this could be dangerous for human
body. Soy bean (Glycine max) one of food that contain fitoestrogen and the descents
isoflavon. The isoflavone will protect human body from free radicals and has
antiinflammatory actitivity.
Method: This study was an experimental laboratory using controlled group posttest
only design. The sample used 27 mice, 8-10 weeks and weights 200 g. Samples were
divided into 4 groups. K group was given only destillated water for 14 days. Group KP1
was given only reused oil for 14 days. Group KP2 and KP3 was given soy bean powder
at a dose for 5,6 mg and 11,6 mg each of mice alongside with reused oil for 14 days. On
15th day, samples were sacrificed to be made preparations of left and right ren by
methode of parafin block and HE staining. The number of tubule proximal cell was
calculated based on quantifying of pyknosis, karyorhexis, and karyolysis. Data were
analyzed using the Kruskal Walis test ( = 0,05) and continued with Mann-Whitney test
( = 0,05).
Result: : The Kruskal Wallis test result showed that there was significant difference
between the four groups. Mann-Whitney results showed there was significant difference
between groups of K-KP1, K-KP2, K-KP3, KP1-KP2, KP1-KP3, and KP2-KP3.
Conclusion: Soy bean (Glycine max.) can prevent the renal cell damage of mice which
is induced by reused palm oil and the increase of soy bean dosage can increase
protection effect to renal cell damage of mice which was induced by reused palm oil.
Keywords: soy bean, reused palm oil, the renal cell damage

PENDAHULUAN
Lemak atau minyak yang biasa
dikonsumsi oleh masyarakat kita adalah

berupa hasil olahan dari kelapa sawit yang


diekstraksi dari biji kelapa sawit menjadi
minyak kelapa sawit, selain itu minyak
juga dapat berasal dari jagung, kacang

kedelai, bunga matahari, biji zaitun, dan

tubuh (Mulyati

biji

Bahaya radikal bebas antara lain adalah

kapas.

Bahan

dasar

minyak

dan Meilina, 2007).

mempengaruhi tingkat kejenuhan dan

mengganggu

jenis asam lemak yang dikandungnya.

(Deoxyribonucleic acid), dan merusak

Minyak yang berasal dari kelapa sawit

lapisan lipid pada dinding sel (Arief,

mempunyai kadar asam lemak jenuh

2009). Selain radikal bebas dan senyawa

sebesar 51% dan asam lemak tak jenuh

toksik, oksidasi lemak akan menghasilkan

49% sedangkan kandungan asam lemak

asam-asam lemak berantai pendek yang

jenuh pada minyak jagung lebih rendah

dapat menimbulkan perubahan bau dan

(Zulkarnaen et al., 2011).


Minyak kelapa sawit atau minyak

rasa serta senyawa peroksida yang dapat

sawit biasa digunakan masyarakat dalam


kegiatan

memasak

menggoreng
penggorengan

bahan
yang

terutama
pangan.
biasa

untuk
Metode

dilakukan

masyarakat baik pengolahan makanan,


restoran,

penjual

makanan,

maupun

tingkat rumah tangga adalah deep frying.


Metode deep frying merupakan metode
menggoreng

bahan

pangan

dengan

produksi

membahayakan

DNA

kesehatan

(Ketaren,

2005). Untuk mencegah terjadinya efek


buruk

dari

penggunaan

radikal

bebas,

maka

alami

sudah

antioksidan

mulai marak akhir-akhir ini seiring dengan


semakin besarnya pemahaman masyarakat
tentang peranannya dalam menghambat
penyakit

degeneratif

seperti

penyakit

jantung, arteriosklerosis, kanker, serta

minyak yang banyak sehingga bahan

penuaan (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).


Kedelai (Glycine max) merupakan

pangan terendam seluruhnya. Selain itu,

salah

metode ini juga menggunakan suhu tinggi

mengandung

zat

dan jangka waktu yang lama. Pemanasan

kelompok

fitoestrogen,

yang lama ataupun berulang-ulang itu

merupakan

senyawa

akan

dimanfaatkan,

mempercepat

destruksi

minyak

satu

bahan

pangan

yang

fitoestrogen.

Pada

isoflavon

yang

dikarenakan

banyak

kandungan

(Sartika, 2010; Oktaviani, 2009). Hal

isoflavon yang cukup tinggi pada tanaman

tersebut

kedelai

terjadi

karena

pada

saat

(Achdiat,

2003).

Aktifitas

pemanasan akan terjadi proses degradasi,

antioksidan pada kedelai (Glycine max)

oksidasi, dan dehidrasi dari minyak

dapat mempengaruhi sistem reproduksi,

goreng. Proses ini dapat membentuk

metabolisme, hormon sex, sintesis enzim

radikal bebas dan senyawa toksik yang

interseluler,

bersifat racun, sehingga membahayakan

malignan baik proses diferensiasi maupun

dan

mempengaruhi

sel

proliferasi (Nazri dan Rajesh, 2011).

tersebut

Isoflavone melindungi sel dari serangan

berdasarkan rumus Federer ditetapkan

stress oksidatif, sehingga tidak terbentuk

sebanyak 28 sampel yang dibagi kedalam

produk

peroksidasi

lipid

yang

dan

kelompok

besarnya

ditetapkan

perlakuan.

Kelompok

berkepanjangan (Astuti, 2010). Selain

perlakuan 1 (KP1) hanya diberi aquades

memiliki aktivitas antioksidan, kedelai

selama 14 hari. Kelompok perlakuan 2

(Glycine

(KP2) diberikan minyak goreng bekas

max)

antiinflamasi,

memiliki
senyawa

aktivitas

yang

dapat

(0,06

ml/

20

gram)

dan

berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah

Kelompok

toksifolin,

haematoksilin,

Kelopok perlakuan 4 (KP4) diberikan

gosipin, prosianidin, nepritin, dan lain-

aquades, minyak goreng, dan bubuk

lain.

kedelai dosis I dan dosis II.

biazilin,

Kedelai

(Glycine

max)

juga

perlakuan

aquades.

(KP3)

dan

mengandung tiga nutrisi makro (protein,

Variabel bebas: Pemberian bubuk kedelai

karbohidrat dan lipid) dan kandungan

kuning (Glycine max)

vitamin

dan

mineral

yang

lengkap.

Variabel bebas dalam penlitian ini

Lemak kedelai terdiri atas 86% asam

adalah pemberian bubuk kedelai kuning

lemak tidak jenuh, terutama asam linoleat

(Glycine max). Bubuk dapat dibuat setelah

dan oleat, sehingga bermanfaat bagi

kedelai

kesehatan (Ginting, 2010).

hingga menjadi bubuk. Pemberian bubuk

SUBJEK DAN METODE


Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorik.

Penelitian

dikeringkan

dan

dihaluskan

kedelai secara peroral dengan sonde


lambung dalam 2 dosis, yaitu: dosis I (5,6
mg / 20 gram) dan dosis II (11,6 mg / 20

dilakukan di Laboratorium Histologi,

gram BB).

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

: 5,6 mg/20 g BB mencit yang diencerkan

Maret Surakarta.

hingga 0,2 ml diberikan pada mencit KP1.

Populasi pada penelitian ini adalah

11,2

mg/20

BB

mencit

yang

mencit (Mus musculus). Kriteria inklusi

diencerkan hingga 0,2 ml diberikan pada

subyek penelitian meliputi: jenis kelamin

mencit KP2.

mencit jantan, galur Swiss webster ,

Bubuk kedelai (Glycine max) yang

berusia 2-3 bulan dan berat badan (BB)

dipakai dibuat dengan cara dihaluskan di

20 gram. Adapun kriteria eksklusinya

Lembaga

adalah mencit yang cacat fisik dan tampak

Terpadu

sakit. Sampel

diambil

dari populasi

Penelitian
(LPPT)

dan

UGM

Pengujian
Yogyakarta.

Ekstrak diberikan dengan akuades hingga

dapat dikendalikan. Variabel yang dapat

dosis yang ditentukan selama 14 hari

dikendalikan antara lain: variasi genetik,

berturut-turut. Sedangkan variabel terikat

suhu, cuaca, jenis kelamin, berat badan

pada

dan jenis makanan. Variabel yang tidak

pelitian

histologis

ini

sel

adalah

ginjal

kerusakan

mencit.

Yang

dapat

dikendalikan

yaitu:

kondisi

dimaksud dengan kerusakan histologis sel

psikologis mencit, reaksi hipersensitivitas,

ginjal

keadaan awal ginjal mencit.

mencit

adalah

gambaran

mikroskopis sel epitel tubulus proksimal

Data

yang

diperoleh

diuji

ginjal mencit yang diberi dengan minyak

normalitasnya menggunakan uji Shapiro-

goreng

mendapat

Wilk apabila besar sampel 50 dan

perlakuan dengan bubuk kedelai (Glycine

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

max).

apabila besar sampel > 50 kemudian

bekas

dan

telah

Besarnya kerusakan histologis dapat

dilakukan

uji

dinilai dengan menghitung kerusakan

Levenes

test.

jumlah epitel tubulus proksimal daerah

dianalisis menggunakan uji One-Way

tertentu pada pars konvulata korteks

ANOVA (Analysis

ginjal. Tiap ekor mencit dibuat 2 irisan

terdapat perbedaan yang bermakna, maka

jaringan dari ginjal kanan dan 2 irisan

dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple

jaringan dari ginjal kiri, kemudian diambil

Comparisons. Derajat kemaknaan yang

secara acak 1 irisan dari masing-masing

digunakan adalah p < 0,05.

ginjal untuk diamati pada mikroskop.

Data yang analisis data yang diperoleh

Pengamatan dilakukan terhadap 50 sel

diuji normalitasnya

epitel

Shapiro-Wilk apabila besar sampel 50

tubulus

proksimal

pada

pars

varians
Data

yang

diperoleh

of Variant).

Jika

menggunakan uji

konvulata dan dihitung jumlah sel epitel

dan

tubulus

Smirnov apabila besar sampel > 50

yang

karioreksis,

mengalami
dan

kariolisis.

piknosis,
Hasil

penghitungan masing-masing pola nuklear


nekrosis sel tersebut dijumlahkan untuk
mendapatkan nilai kerusakan histologis
setiap irisan jaringan ginjal.
Variabel luar terdiri dari variabel
yang dapat dikendalikan dan yang tidak

menggunakan

menggunakan

kemudian

uji

dilakukan

Kolmogorovuji

varians

menggunakaata yang diperoleh dianalisis


HASIL
Hasil penelitian diperoleh dari data
kerusakan sel ginjal dengan kriteria yang
disebutkan

pada

Bab

sebelumnya.

Penentuan lokasi sel-sel epitel tubulus


proksimal yang mengalami kerusakan dari

tiap irisan dilakukan secara acak

Sumber: Data primer 2014

daerah

di pars konvulata korteks ginjal kemudian

Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat

pada tiap daerah tersebut dihitung jumlah

rata-rata kerusakan sel ginjal paling

sel

yang

banyak dialami oleh Kelompok Perlakuan

mengalami kerusakan dari tiap 50 sel

1 sebesar 38,07 2,867. Pada Kelompok

epitel tubulus proksimal yang ada di

Perlakuan

daerah tersebut.

akuades dan minyak goreng bekas tanpa

epitel

tubulus

proksimal

tersebut

mencit

diberi

diberi bubuk kedelai (Glycine max).

masing-

Kerusakan sel ginjal paling sedikit terjadi

masing kelompok terdiri dari 7 mencit.

pada Kelompok Kontrol, yaitu 6,2 1,382

Masing-masing mencit diambil 2 irisan

di mana mencit hanya diberi akuades

dari ginjal kanan dan 2 irisan dari ginjal

tanpa

kiri

ginjal

maupun minyak goreng bekas. Berikut

diambil secara acak satu irisan, sehingga

merupakan histogram rata-rata jumlah

tiap kelompok perlakuan akan didapatkan

kerusakan sel ditiap kelompok per 50 sel.

Penelitian
kelompok

lalu

preparat

ini

terdiri

perlakuan

dimana

dari

untuk

dari

masing-masing

diidentifikasi

bubuk kedelai

(Glycine

max)

pada

mikroskop cahaya pada perbesaran 1000


kali. Perhitungan dilakukan pada 50 sel
epitel tubulus proksimal ginjal kanan dan
50 sel epitel tubulus proksimal ginjal kiri
untuk mengetahui jumlah inti sel normal
maupun

yang

mengalami

piknosis,

karioreksis, dan kariolisis.


Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Kerusakan
Histologis Per 50 Sel Epitel Tubulus Proksimal
Ginjal Mencit (Mus musculus) pada MasingMasing Kelompok Perlakuan
Kelompok
Perlakuan
Kelompok
Kontrol
Kelompok
Perlakuan 1

Ratarata
Jumlah
Sel
6,28

Standar
Deviasi

sel ginjal pada masing-masih kelompok per 50 sel


tubulus proximal.

1,382
38,07

Gambar1. Histogram rata-rata jumlah kerusakan

2,867

Metode

analisis

yang

dapat

digunakan untuk menentukan sebaran data


normal atau tidak normal adalah uji

Kelompok
Perlakuan 2

24,07

1,384

Kelompok
perlakuan 3

13,87

1,657

Saphiro-Wilk

(data

50)

atau

uji

Kolmogorov-Smirnov

(data

>

50)

(Dahlan, 2008). Data yang diperoleh dari

mencit secara keseluruhan antara KK,


KP1, KP2, dan KP3.

penelitian ini berjumlah 56 sehingga


digunakan

uji

Selanjutnya

dilakukan

analisis

Kolmogorov-Smirnov

post hoc untuk membandingkan jumlah

untuk menentukan normal atau tidaknya

kerusakan histologis sel ginjal mencit

sebaran data. Dari hasil uji sebaran data

pada setiap kelompok perlakuan. Analisis

semua data menunjukan sebaran yang

post hoc yang digunakan dalam penelitian

normal pada semua kelompok.

ini adalah uji Mann-Whitney dengan =

Nilai p hasil uji Kolmogorov-

0,05.

Hasil

uji

Mann-Whitney

Smirnov berturut-turut untuk KK, KP1,

menunjukkan perbedaan bermakna jika

KP2, dan KP3 adalah 0,119; 0,200; 0,200;

nilai p < (0,05). Pada hasil uji Mann

dan 0,200. Data dikatakan normal bila p

Whitney didapatkan hasil yang signifikan

lebih besar daripada . Nilai yang

pada

digunakan pada penelitian ini adalah 0,05.

=0,000.

Hasil uji Levenes Homogenity of

semua

kelompok

dengan

nilai

Variances didapatkan nilai p sebesar 0,033

PEMBAHASAN
Pengamatan pada penelitian

(lebih kecil dari nilai = 0,05). Hal ini

adalah pengaruh pemberian bubuk kedelai

menunjukkan varians data antar kelompok

(Glycine

penelitian

tidak

histologis ginjal mencit (Mus musculus)

homogen. Oleh karena hasil analisis

yang diinduksi minyak kelapa sawit

menunjukkan varians data tidak homogen,

pemanasan berulang. Kerusakan histologis

dengan demikian uji One-way ANOVA

ginjal pada penelitian ini dilihat dari

tidak dapat digunakan. Uji hipotesis

jumlah inti sel tubulus proksimal yang

alternatif yang dapat digunakan adalah uji

mengalami perubahan berupa piknosis,

hipotesis non-parametrik Kruskal Wallis

karioreksis, dan kariolisis.

yang

dibandingkan

max)

terhadap

ini

kerusakan

Sel ginjal yang mengalami piknosis

(Dahlan, 2008).
dilakukan

ditandai dengan nukleus yang melisut dan

dengan = 0,05. Nilai p pada hasil uji

lebih gelap. Sel ginjal yang mengalami

Kruskal Wallis adalah 0,000 (p < 0,05).

karioreksis terlihat nukleus mengalami

Dari hasil analisa dapat dikatakan bahwa

fragmentasi dan meninggalkan fragmen-

terdapat perbedaan bermakna pada rata-

fragmen materi kromatin yang tersebar di

rata jumlah kerusakan histologis sel ginjal

dalam sel. Sedangkan pada sel yang

Uji

Kruskal

Wallis

mengalami kariolisis nukleus sel memudar

dan menghilang (Mitchell dan Cotran,

terdapat perbedaan kerusakan sel ginjal

2007).

yang signifikan secara statistik antara KK

Dari hasil penelitian didapatkan

dengan KP1 dimana rata-rata jumlah

rata-rata kerusakan histologis ginjal per 50

kerusakan sel tubulus proksimal ginjal

sel tubulus kontortus proksimal pada

pada KP1 lebih besar dibandingkan pada

Kelompok

adalah

KK. Perbedaan ini menunjukkan adanya

6,21,382, Kelompok Perlakuan Satu

pengaruh paparan minyak kelapa sawit

(KP1) 38,072,867, Kelompok Perlakuan

pemanasan berulang yang mengakibatkan

Dua (KP2) 24,071,384, dan Kelompok

meningkatnya kerusakan sel ginjal pada

Perlakuan Tiga (KP3) 13,871,657.

kelompok KP1 dibanding kelompok KK

Kontrol

(KK)

Data hasil penghitungan semula

yang hanya diberi akuades. Hal ini sesuai

akan dianalisis menggunakan uji One-way

dengan penelitian yang telah dilakukan

ANOVA. Namun karena hasil sebaran

oleh Totani dan Ojiri (2007) yang

data tidak normal, maka uji One-way

menemukan bahwa tikus yang diberi

ANOVA

minyak

tidak

dapat

digunakan.

kelapa

Penghitungan data kemudian dilakukan

dipanaskan

dengan

kerusakan

menggunakan

uji

hipotesis

sawit

yang

berulang
histologis

sudah

mengalami

pada

ginjalnya

alternatif yaitu uji Kruskall-Wallis. Hasil

berupa peningkatan kerusakan sel dan

analisis menggunakan uji Kruskall-Wallis

nekrosis. Minyak kelapa sawit akan

didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p <

menghasilkan

0,05), yang artinya terdapat perbedaan

sebagai produk primer bila dipanaskan

yang signifikan secara statistik pada nilai

(Halliwell dan Gutteridge, 1999). Lipid

rata-rata jumlah kerusakan histologis sel

hidroperoksida

ginjal mencit pada keempat kelompok

dekomposisi menjadi Reactive Oxygen

perlakuan. Dari hasil analisis tersebut

Species (ROS) dan akrolein (Gupta, 2005;

dapat dinyatakan bahwa Hipotesis nol

Mount, 2004; Choe dan Min, 2006;

(Ho) ditolak. Kemudian dilakukan analisis

Stevens dan Maier, 2008). Zat-zat tersebut

post

kemudian

hoc

per

kelompok

dengan

menggunakan uji Mann-Whitney.


Hasil uji Mann-Whitney antara KK

dapat

lipid

hidroperoksida

mudah

mengalami

menyebabkan

oksidatif

dan toksisitas

tubulus

proksimal

pada

ginjal

stres
sel-sel
karena

KP1 menunjukkan adanya perbedaan

merupakan tempat reabsorbsi utama filtrat

yang signifikan (0,000) yang berarti

glomerulus (Despopoulos dan Silbernagl,

2003).

perlakuan

Lipid hidroperoksida di dalam tubuh

yang

proses

jenuh

perlakuan.

membran

dalam

reaksi

diketahui

kondisinya, faktor psikologis mencit, dan

akan bereaksi dengan asam lemak tidak


pada

tidak

penyondean

lambung

saat

peroksidasi lipid (Mylonas dan Kouretas,

Hasil uji Mann-Whitney antara KP1

1999). Peroksidasi lipid pada membran sel

KP2, KP1 KP3, dan KP2 KP3

dapat mengubah fluiditas, struktur dan

menunjukkan adanya perbedaan yang

fungsi membran (Oktaviani, 2009). Bila

bermakna. Dapat dilihat bahwa skor

membran sel rusak, sel akan kehilangan

kerusakan KP2, dan KP3 lebih rendah

kemampuan untuk melindungi struktur

dibandingkan

internalnya (DeHaven, 2007). Peroksidasi

bahwa pemberian bubuk kedelai (Glycine

lipid yang merupakan mekanisme utama

max) dapat memperkecil kerusakan ginjal

dalam patogenesis berbagai kerusakan

yang disebabkan oleh minyak kelapa

ginjal (Khan et al., 2009). Akrolein

sawit

merupakan zat toksik yang dapat bereaksi

mekanisme radikal bebas. Hal ini terjadi

dengan

karena

guanin

dan

merusak

DNA

KP1.

pemanasan
kedelai

Dapat

dikatakan

berulang

banyak

dengan

mengandung

sehingga sel dapat mengalami mutasi,

isoflavon seperti: genistein, daidzein,

kesalahan

gensitin, dan glycitein (Olah et al., 2004;

transkripsi,

dan

apoptosis

(Stevens dan Maier, 2008).

Pietta, 1991; Akowuah et al., 2004).

Kerusakan sel juga yang didapatkan

Isoflavon merupakan

zat aktif yang

pada KK yang hanya diberikan akuades.

mempunyai sifat antioksidan. Isoflavon

Kerusakan pada kelompok ini dapat

mampu bertindak sebagai free radical

disebabkan

KK

scavenger menghentikan reaksi berantai

mengalami proses apoptosis yang terjadi

peroksidasi lipid (Abdelwahab et al.,

secara fisiologis. Setiap sel di dalam tubuh

2010;

akan mengalami penuaan yang diakhiri

Isofalvon

dengan apoptosis dan digantikan oleh sel-

meningkatkan status antioksidan total

sel

regenerasi

sehingga stres oksidatif dapat dicegah dan

(Mitchell dan Cotran, 2007). Kerusakan

deplesi enzim antioksidan alami tubuh

juga dapat disebabkan oleh variabel luar

seperi

yang tidak dapat dikendalikan seperti

Dismutase (SOD) dapat dicegah. Hal ini

keadaan awal ginjal mencit sebelum

dapat memperlancar metabolisme dari

baru

karena

melalui

sel-sel

proses

pada

Hollman
dari

dan

Katan,

bubuk

glutatione

dan

kedelai

1999).
akan

Superoksida

akrolein oleh enzim glutatione sehingga

kedelai dosis 2 mengalami peningkatan

efek toksiknya dapat berkurang (Stevens

status antioksidan totalnya lebih tinggi.

dan Maier, 2008). Hal yang sama juga

Hasil uji Mann-Whitney antara KK

ditemukan oleh Javanbakht et al. (2014)

KP1, KK KP2, KK KP3

dimana pada pengamatan histopatologis

menunjukkan perbedaan yang bermakna.

ginjal tikus yang mengalami sindroma

Namun, kerusakan ginjal akibat paparan

nefrotik,

kedelai

minyak kelapa sawit pemanasan berulang

kelainan

histopatologis

yang

ada.

belum mampu dicegah hingga mendekati

Penelitian

tersebut

menemukan

tingkat kerusakan setara KK dengan

bahwa kadar total kapasitas antioxidan

kedua dosis bubuk kedelai pada perlakuan

kelompok tikus perlakuan yang terkena

ini.

dapat

mengurangi

juga

sindroma nefrotik dan bubuk kedelai lebih

Ada beberapa faktor luar yang dapat

tinggi secara signifikan dibandingkan

mempengaruhi

jumlah

kerusakan

sel

dengan kelompok kontrol yang tidak

ginjal pada penelitian ini, antara lain

diberi apa-apa.

kondisi mencit (fisik, imunitas, psikis, dan

Uji Mann-Whitney yang dilakukan

lain-lain), kondisi awal ginjal mencit,

pada KP2 KP3 menunjukkan adanya

daya regenerasi sel ginjal pada masing-

perbedaan

masing

kerusakan

yang
KP2

signifikan.
adalah

Skor

individual

mencit,

gambaran

24,071,384

mikroskopis mitosis dan piknosis yang

sedangkan KP3 adalah 13,871,657. Dari

hampir sama pada pengecatan HE, dan

hasil analisis dapat dikatakan bahwa efek

infeksi. Infeksi mikroorganisme pada sel

pemberian bubuk kedelai pada dosis

ginjal

kedua yaitu 11,2 mg/20 g BB mencit

penelitian, karena menurut Sarma et al.

mampu

(2010) infeksi dapat menstimulasi sel

mencegah

kerusakan

sel-sel

dapat

mempengaruhi

tubulus proksimal lebih baik dibandingkan

fagositik

dosis yang pertama yaitu 5,6 mg/20 g BB

memobilisasi

mencit. Hal ini dapat terjadi karena

menghancurkan

jumlah

antioksidan

penyebab infeksi. Dalam penelitian ini

dalam

bubuk

yang

kedelai

terkandung

dosis

untuk

memproduksi

hasil

radikal

bebas

dan
untuk

mikroorganisme

kedua

keadaan histologis awal ginjal mencit

kuantitasnya lebih banyak daripada yang

tidak diperiksa, sehingga mencit yang

terkandung dalam dosis pertama, sehingga

mempunyai kelainan histologis ginjal

mencit yang mendapat asupan bubuk

sejak sebelum penelitian tanpa tanda yang

bisa diidentifikasi dari luar tidak dapat


terdeteksi.
Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa pemberian bubuk
kedelai dapat mengurangi kerusakan sel
tubulus proksimal ginjal pada mencit yang
diberi minyak goreng bekas. Namun
kedua

dosis

yang

digunakan

dalam

penelitian masih belum menunjukkan efek


proteksi

yang

diharapkan.

Sehingga

penelitian selanjutnya diharapkan mampu


menemukan dosis dimana kerusakan sel
ginjal akibat paparan minyak kelapa sawit
pemanasan

berulang

dapat

dikurangi

hingga mendekati normal.

(Glycine

max)

bubuk
dapat

memberi efek proteksi terhadap


kerusakan histologis sel ginjal
mencit (Mus musculus) yang diberi
minyak goreng bekas.
2. Peningkatan dosis bubuk kedelai
(Glycine max) dari dosis I (5,6
mg/20 g BB mencit) menjadi dosis
II (11,2 mg/20 g BB mencit) dapat
meningkatkan

efek

proteksi

terhadap kerusakan histologis sel


ginjal mencit (Mus musculus) yang
diberi

minyak

goreng

bekas

namun, belum dapat mendekati


kelompok kontrol.
SARAN

dilakukan

penelitian

mengenai efek pemberian bubuk


kedelai

terhadap

kerusakan

histologis sel ginjal mencit dengan


dosis yang lebih bervariasi untuk
menemukan dosis optimumnya.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan
isolasi zat aktif yang ada dalam
kedelai (Glycine max).
3. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan parameter selain
parameter
parameter
mengukur

histologis,

misalnya

biokimiawi
kadar

ureum

untuk
dan

kreatinin ginjal.

SIMPULAN
1. Terdapat Pemberian
kedelai

1. Perlu

.Dimasukkan ucapan terima kasih


kepada dosen penguji 1 dan 2
.Perbaikan

mohon

ditulis

disebelah hasil koreksi


DAFTAR PUSTAKA
Abdelwahab SI, Mohan S, Elhassan MM,
Al-Mekhlafi N, Mariod AA,
Abdul AB, Abdulla
MA,
Alkharfy
KM
(2010).
Antiapoptotic and antioxidant
properties
of
Orthosiphon
stamineus benth. (cats whiskers):
Intervention in the bcl-2mediated apoptotic pathway.
Evidence-Based Complementary
and Alternative Medicine, (2011):
156-165.
Akowuah GA, Zhari I, Norhayati I,
Sadikun A, Khamsah SM (2004).
Sinensitin,
eupatorin,
3hydroxy-5,6,7,4-

tetramethoxyflavone
and
rosmarinic acid contents and
antioxidative
effect
of
Orthosiphon stamineus from
Malaysia. Food Chemistry, 82:
559-620.
Arief

S (2009). Radikal Bebas.


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/f
iles/10RadikalBebas102.pdf/10R
adikalBebas102.html. Diakses 25
April 2014.

Astuti S (2010). Isoflavon Kedelai dan


Potensinya Sebagai Penangkap
Radikal Bebas. Jurnal Teknologi
Industri dan Hasil Pertanian, 13
(2): 126-136.
Choe E, Min DB (2006). Mechanism and
factors for edible oil oxidation.
Depatement of Food and
Nutrition Ohio State University.
http://www.aseanfood.info/Articl
es/11020068.pdf. Diakses Januari
2014.
Dahlan

MS (2008). Statistik untuk


kedokteran
dan
kesehatan.
Jakarta:
Salemba
Medika,
pp:175-79.

DeHaven C (2007). Oxidative stress &


free
radical
damage.
http://www.isclinical.com/whitep
apers/oxidative-stress.pdf.
Diakses 28 Maret 2014.
Despopoulos A, Silbernagl S (2003).
Coloratlas of physiology. Edisi
ke 3. New York: Thieme, pp:
148.
Ginting A (2010). Manfaat Tanaman
Kedelai sebagai Antioksidan.
Jakarta: Pustaka Ilmu, p: 278.

Gupta, MK. (2005). Frying oil Fereidoon


Shahidi (ed). Baileys industrial
oil and fat products. Edisi ke 6.
New York: Wiley, pp: 4:10.
Halliwell B, Gutteridge JMC (1999). Free
radicals in biology and medicine.
Edisi ke 3. New York: Oxford
University Press Inc.
Hollman PCH, Katan MB (1999). Dietary
flavonoids: intake, health effects
and bioavailability. Food and
Chemical Toxicology, 37(9-10):
937942.
Javanbakht MH, Rizvi W, Khan GN,
Khan RA, Zovko M, Orsolic N,
et al (2014). Soy protein and
genistein
improves
renal
antioxidant status in experimental
nephrotic syndrome. Nefrologia,
34(4): 483-490.
Ketaren

(2005). Pengantar Teknologi


Minyak dan Lemak Pangan.
Jakarta: Universitas Indonesia
Press, pp: 58-62.

Khan MR, Rizvi W, Khan GN, Khan RA,


Shaheen S (2009). Carbon
tetrachloride-induced
nephrotoxicity in rats: Protective
role of digera muricata. Journal
of Ethnopharmacology, 122(1):
9199.
Kuncahyo I, Sunardi (2007). Uji aktivitas
antioksidan ekstrak belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi, L.)
terhadap
1,1-diphenyl-2picrylhidrazyl (DPPH). Seminar
Nasional Teknologi 2007 (SNT
2007, pp: E1-9.
Mitchell RN, Cotran RS (2007). Jejas,
adaptasi, dan kematian sel.
Dalam: Kumar V,Ramzi SC,
Robbins SL (eds). Buku ajar
patologi I. Edisi 7. Jakarta: EGC

Mount

JR (2004). Lipid oxidation.


University
of
Tennessee.
http://web.utk.edu/~jmount/vitajr
m.htm. Diakses Februari 2014.

Mulyati S., Meilina H (2007). Pemurnian


Minyak
Jelantah
dengan
Menggunakan Sari Mengkudu.
http://222.124.186.229/gdl40/go.
php?id=gdlnode-gdl-res-2007srimulyati1082&node=351&start
=6. Diakses 24 April 2014.
Mylonas C, Kouretas D (1999). Lipid
peroxidation and tissue damage.
In Vivo, 13(3): 295-309.
Nazri M, Rajesh K (2011). The Extraction
of Antioxidant from Soybean.
Journal of Malaysian Medical, 6
(2): 65-76.
Oktaviani ND (2009). Hubungan lamanya
pemanasan dengan kerusakan
minyak goreng curah ditinjau
dari bilangan peroksida. Jurnal
Biomedika, 1: 31-34.
Olah

NK, Hanganu D, Oprean R,


Mogos,an C Dubei N, Gocan S
(2004). Selective extraction of
caffeic acid derivatives from
Orthosiphon stamineus Benth.
(Lamiaceae) leaves. Journal of
Planar
Chromatography
Modern TLC, 17(1): 1821.

Pietta PG, Mauri PL, Gardana C, Bruno A


(1991). High-performance liquid
chromatography with diode-array
ultraviolet
detection
of
methoxylate
flavones
in
Orthosiphon leave. Journal of
Chromatography, 547(1-2): 439
442.
Sarma AD, Mallick AR, Ghosh AK
(2010). Free radicals and their
role
in
different
clinical
conditions:
an
overview.

International Journal of Pharma


Sciences and Research (IJPSR),
1(3): 185-192.
Sartika RAD (2010). Pengaruh suhu dan
lama proses menggoreng (deep
frying) terhadap pembentukam
asam lemak trans. Markara Sains,
13: 23-8.
Stevens JF, Maier CS (2008). Acrolein:
Sources,
metabolism,
and
biomolecular
interactions
relevant to human health and
disease. Mol Nutr Food Res,
52(1): 7 25.
Totani N, Ojiri Y (2007). Mild ingestion
of used frying oil damages
hepatic and renal cells in wistar
ras. Journal of Oleo Science, 56
(5): 261- 267.
Zulkarnaen E, Heldrian S, Ety Y, Delmi S
(2011). Pengaruh Pemanasan
terhadap Kejenuhan Asam Lemak
Minyak Goreng. JIMA, 61 (6):
248-252

Você também pode gostar