Você está na página 1de 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

Z DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERNAFASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DENGAN
PENERAPAN TERAPI BREATHING RETRAINING : PURSED LIPS BREATHING
(PLB), DIAPHRAGMA BREATHING DAN POSISI CONDONG KE DEPAN (CKD) DI
RUANG RAWAT INAP PARU
KARYA ILMIAH AKHIR PROFESI NERS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. Z DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAFASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DENGAN
PENERAPAN TERAPI BREATHING RETRAINING : PURSED LIPS BREATHING
(PLB), DIAPHRAGMA BREATHING DAN POSISI CONDONG KE
DEPAN (CKD) DI RUANG RAWAT INAP PARU
OLEH: HERU ADITA PUTRA, S. Kep
Pembimbing I: Nuraini, S.Kep, Ners
Pembimbing II: Ns. Andriyani, S. Kep
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif lambat kronis ditandai
oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak
seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma (Davey, 2003).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas,
termasuk bronkitis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang
tidak dapat pulih yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas fisik dan
mengurangi aliran udara (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaraan patofisiologi utamanya.Bronkitis kronis, emfisema paru, dan
asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) (Sylvia Anderson Price, 2005).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang penting adalah bronkitis
obstruktif, efisema, dan asma bronchial (Muttaqin, 2008).
PPOK atau PPOM adalah kalsifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronchitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma (Bruner & Suddarth, 2002).
Gambar 2.1 PPOK
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih

kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam


darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama
segment.
Gambar 2.2 Bagian Paru-Paru
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu : 5 (lima) buah segmen pada lobus superior, 2 (dua) buah segmen
pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap
segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3 mm.

Letak paru-paru.
Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/ kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada
keadaan normal, kavum pleura ini vakum/ hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Pembuluh darah pada paru
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal
ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang
ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh

kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang
langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah
darah kaya oksigen (oxygen-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang
relatif kekurangan oksigen.
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis
membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru.
Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus.
Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu
menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya
dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis
dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke
serambi jantung kiri (darah mengandung 0 2), sisa dari vena pulmonalis ditentukan
dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena kava
inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung
pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang.
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung
udara sebanyak 5 liter.
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada
waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3
(2 1/2 liter).
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 18
x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu
penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan
napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu
rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang
selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari
terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan
mulut.
1. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut:
1. Bronkitis kronik

1. Definisi
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut (Brumer & Sudadarth, Smellzer, 2001
2002).
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya
menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan
yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga
cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam
setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Gambar 2.3 Bronkitis Kronis
1. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :

Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

Alergi

Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok.

Rokok : dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus


sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
1. Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.


Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting
dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi
lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi
sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya
mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan
emfisema dan bronkiektasis.

Gambar 2.4 Perbandingan Normal Bronkus


1. Manifestasi Klinis

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini.

Batuk diperburuk oleh cuaca dingin, lembab, dan iritan paru.

Pasien mempunyai riwayat merokok dan infeksi pernafasan.

Suara serak.

Sesak nafas.

1. Komplikasi

Hipertensi paru akibat vasokontriksi hipoksia paru yang kronik yang akhirnya
dapat menyebabkan kor pulmoner.

Kanker paru akibat metaplasia dan displasia.


1. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia.

Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/ mendatar.

Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume


ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total
(TLC) normal atau sedikit meningkat.

Pemeriksaan hemoglobin,leokosit dan hematokrit : sedikit meningkat


Gambar 2.5 Gambaran Rontgen Bronkitis Kronis

1. Penatalaksanaan

Tujuan utama menjaga bronkiolus terbuka.

Memudahkan pembuangan sekresi bronkeal.

Mencegah infeksi.

Bronkodilator untuk menghilangkan bronkospasme dan mengurangi obstruksi


jalan nafas sehingga lebih di distribusikan ke seluruh bagaian paru dan
ventilasi alveolar diperbaiki.

Drainase postural dan perkusi dada.

Hidrasi yang baik membantu mengencerkan sekresi sehingga dapat mudah


dikeluarkan untuk membatukkannya.

1. Pencegahan

Menghindari iritan pernafasan (terutama asap tembakau).

Individu yang rentan terhadap infeksi saluran pernafasan harus di imunisasi


terhadap agens virus yang umum dengan vaksin untuk influenza dan untuk S
Pneumonia.

Pasien dengan infeksai traktus respiratorius atas akut harus mendapat


pengobatan yang sesuai trermasuk terapi antimikroba berdasarkan
pemeriksaan kultur dan sensitivitas pada tanda pertama sputum purulen.

2. Emfisema paru
1. Definisi
Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan
pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya
adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack
society:

Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang


dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto,
2004).

Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal


ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya
(Robbins, 1994).

Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru


dan luas permukaan alveoli (Corwin, 2000).

Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara


abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai
kerusakan dinding alveolus (The American Thorack society, 1962).

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh


pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai
dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan
berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan.
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai
dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Gambar 2.6 Emfisema Paru

1. Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :

Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan


kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi
berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.

Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus


dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut
centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok.

Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang


mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal
emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar
timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin.
Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner,
seringkali Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.
1. Etiologi

Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik


diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan
kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat
penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa 1 anti tripsin.

Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan
menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul
emfisema.

Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis
dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat
fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga
gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis
akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas
pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak


adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka
kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat
industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan
gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor
penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi.

Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan
dan ekonomi yang lebih jelek.

Pengaruh usia
1. Patofisiologi

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi
dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil
elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang
berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak
langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan
ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan
hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami
kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal
berkurang. darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal
jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema.
Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region
hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
1. Manifestasi Klinis

Dispnea

Takipnea

Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

Hipoksemia

Hiperkapnia

Anoreksia

Penurunan BB

Kelemahan
1. Komplikasi

Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan

Daya tahan tubuh kurang sempurna

Tingkat kerusakan paru semakin parah

Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas

Pneumonia

Atelaktasis

Pneumothoraks

Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan


1. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam


menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada
pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:

1. Gambaran defisiensi arter


Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang terlihat
konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan
corakan ke distal.
1. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema
sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.

Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun


karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

Analisis Gas Darah Ventilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat
dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau
normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal

pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya


diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi/ bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis),
hasil normal selama periode remisi (asma).

Gambar 2.7 Gambaran Rontgen Emfisema Paru

1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:

Penyuluhan

Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal
yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

Pencegahan
1. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan
usaha yang optimal harus dilakukan.
2. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan
secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang
mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
3. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama
terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.

Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan


nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini
dapat dilakukan dengan:
1. Pemberian Bronkodilator

Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik
antara 10-15mg/L. Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara
aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor, tetapi menghilang dengan
pemberian agak lama.
1. Pemberian Kortikosteroid
Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi
obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba
pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru
dihentikan.

1. Mengurangi sekresi mucus


Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap
kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium
yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air
menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan
asetilsistein atau bromheksin.
1. Fisioterapi dan Rehabilitasi
Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan
kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan
vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk : Mengeluarkan
mukus dari saluran nafas, memperbaiki efisiensi ventilasi, dan emperbaiki dan
meningkatkan kekuatan fisis.

1. Pemberian O2 dalam jangka panjang


Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan
toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu
tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan
mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
3. Bronkiektasis
4. Definisi
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular
dinding bronkus (Soeparman & Sarwono, 1990).
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang
disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi benda
asing, atau massa (misal : neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan
obstruksi (Hudak & Gallo, 1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabangcabang bronkus yang besar (Barbara E, 1998).
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda
asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan
akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe
(Bruner & Suddarth).
Gambar 2.8 Bronkiektasis
1. Klasifikasi Bronkiektasis

Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3


yaitu:

Bronkiektasis silindris mengalami dilatasi yang simetris.

Bronkiektasis fusiform terdapat deformitas bronkhiolus.

Bronkiektasis kistik atau sakular bronkus yang besar dapat melebar dan
berbentuk seperti balon.

1. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor
risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

Merokok sigaret yang berlangsung lama

Polusi udara

Infeksi paru berulang

Defisiensi alfa-1 antitripsin

Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
1. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya
dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki.
Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi
meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap
tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir
bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau
segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan
alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut
atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap
kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi
(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

1. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).

Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

Kelemahan badan

Batuk

Sesak napas

Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

Mengi atau wheeze

Ekspirasi yang memanjang

Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

Penggunaan otot bantu pernapasan

Suara napas melemah

Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

Edema kaki, asites dan jari tabuh

1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan radiologist

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah.
3. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
4. Corakan paru yang bertambah.
5. Pemeriksaan faal paru.
Gambar 2.9 Gambaran Rontgen Bronkiektasis
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

Analisa Gas Darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1.
Sering terdapat RBBB inkomplet.

Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

Laboratorium darah lengkap.

1. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan pengobatan infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :

Pengendalian infeksi akut maupun kronik. Pemberian antibiotik dengan


spekrum luas (ampisillin, kotrimoksasol, atau amoxicilin) selama 5-7 hari
pemberian.

Fisioterapi dada dan postural drainase dengan teknik ekspirasi paksa untuk
mengeluarkan secret.

Aerosal dengan garam faali atau beta agonis.

Hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi
dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.

Cortikosteroid bila ada bronchospasme yang hebat.

4. Asthma Bronchiale
5. Definisi
Asthma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri
bronchospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asthma merupakan

penyakit yang kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biochemical, endokrin,
infeksi, otonomik dan psikologi.

1. Tipe Asthma
Asthma terbagi menjadi alergi, idiopatik, non alergik atau campuran (mixed) :

Asthma Alergik/ Ekstrinsik

Merupakan suatu bentuk asthma dengan penyebab allergen (misal: bulu binatang,
debu, ketombe, tepung sari, makanan, dll). Alergen terbanyak adalah airborne dan
seasonal (musiman). Pasien dengan asthma alergik biasanya mempunyai riwayat
penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan exzema atau rhinitis alergik.
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asthma. Bentuk asthma ini
biasanya dimulai saat kanak-kanak.

Idiopathic atau Nonallergic Asthma/ Intrinsik

Tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti


common cold, infeksi saluran nafas atas, kegiatan, emosi dan polusi lingkungan
akan mencetuskan serangan. Beberapa agent pharmakologi, beta-adrenergic
antagonist dan agent sulfite (penyedap makanan) juga dapat sebagai faktor.
Serangan dari asthma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan seringkali
dengan berjalannya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis dan
emfisema. Beberapa pasien berkembang menjadi asthma campuran. Bentuk
asthma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (> 35 tahun).

Asthma Campuran (Mixed Asthma)

Merupakan bentuk asthma yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk


kedua jenis asthma alergi dan idiopatik atau nonalergi.
1. Etiologi
Sampai saat ini etiologi asthma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang
menonjol pada semua penderita asthma adalah fenomena hiperreaktivitas
bronchus.
Bronchus penderita asthma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun
non-imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asthma mudah terjadi akibat
berbagai rangsangan baik fisis, metabolik, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya.
Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan asthma perlu diketahui dan
sedapat mungkin dihindarkan.
Faktor-faktor tersebut adalah :

Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.

Iritan seperti asap, bau-bauan, polutan.

Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.

Perubahan cuaca yang ekstrim.

Kegiatan jasmani yang berlebihan.

Lingkungan kerja.

Obat-obatan.

Lain-lain : seperti reflux gastro esofagus.

1. Gambaran Klinis
Gejala asthma terdiri dari triad : dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan
terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non).
Objektif

Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.

Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.

Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan

Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus.

Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus)

Subjektif

Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia.

Psikososial

Cemas, takut dan mudah tersinggung.

Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.

1. Patofisiologi
Asthma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit
T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang
berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asthma
bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan
tetapi sekali sensitisasi telah terjadi pasien akan memperlihatkan respon yang
sangat baik sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat
menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asthma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan

sulfat. Sindroma pernafasan sensitif-aspirin khusus terutama mengenai orang


dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah
ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asthma progresif. Pasien
yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap
hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk
terhadap agen anti-inflamasi non-steroid lain.
Mekanisme dengan aspirin dan obat lain dapat menyebabkan bronkospasme tidak
diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi
secara khusus oleh aspirin. Antagonis beta-adrenergik biasanya menyebabkan
obstruksi jalan nafas pada pasien asthma demikian juga dengan pasien lain dengan
peningkatan reaktifitas jalan nafas dan harus dihindarkan pada pasien ini. Obat
sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan
sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi
sebagai agen sanitasi dan pengawet juga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas
akut pada pasien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan
atau cairan yang mengandung senyawa ini, misal, salad, buah segar, kentang,
kerang dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah cetusan lainnya dari internal pasien
akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi yang mengakibatan
dikeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh
dalam menghadapi serangan yang dapat berupa dikeluarkannya histamin,
bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu
berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan
sekresi mukus.
1. PENATALAKSANAAN PPOK
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase


akut, tetapi juga fase kronik.

Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi


lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

Meniadakan faktor etiologi/ presipitasi, misalnya segera menghentikan


merokok, menghindari polusi udara.

Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi


antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.

Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan


kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.

Pengobatan simtomatik.

Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan


aliran lambat 1 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan


pernapasan yang paling efektif.

Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.

Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat


kembali mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.

Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :


1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin
40.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.
Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik
seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg

diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 0,56 IV


secara perlahan.

Terapi jangka panjang di lakukan :

1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 40,250,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
3.
4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.

Mukolitik dan ekspektoran.

Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe
II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg).

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri


dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

1. PENGKAJIAN DIAGNOSTIK PPOK


2. Chest X-Ray
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang
udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/ bulla (emfisema), peningkatan
bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asthma).
2. Pemeriksaan Fungsi Paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas
fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.

3. TLC
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi
Menurun pada emfisema.
5. FEV1/FVC

Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC)
menurun pada bronchitis dan asthma.
6. ABGs
Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal
atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada
asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada
tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis).
8. Darah Komplit
Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).

9. Kimia Darah
Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer.
10.Sputum Kultur
Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi
untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
11.ECG
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis),
gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal
(emfisema)
12.Exercise ECG, Stress Test
Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat
bronchodilator, merencanakan/ evaluasi program.

1. KOMPLIKASI PPOK
2. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO 2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara
lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit
ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon
terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan
distensi vena leher seringkali terlihat.

1. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PASIEN DENGAN PPOK


1. Pengkajian
2. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, nama penanggung jawab, hubungan
dengan pasien.
1. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit sekarang

Batuk dan sesak nafas, sesak bertambah berat , Sesak nafas dan batuk tidak
berhubungan dengan aktivitas dan sesak nafas dan batuk pada waktu setelah
berbaring atau tiduran, duduk, berdiri maupun berjalan. Beberapa bulan yang lalu
batuk berdahak, kental berwarna putih kekuningan serta agak berbau.

Riwayat penyakit dahulu

Sesak nafas sebelumnya, mempunyai riwayat Asthma Bronkiale. Klien mempunyai


riwayat perokok.

Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang mengindap penyakit yang sama dengan klien.
1. Keadaan kesehatan lingkungan.
Kebersihan tempat tinggal, dan apakah ada sekitar tempat tinggal yang mengindap
TBC.
1. Pemeriksaan fisik

Kedaan umum : baik

Kesadaran : CM

Tanda tanda vital :

Tekanan darah (terjadi peningkatan tekanan darah), pernafasan (sesak nafas), nadi,
dan suhu.

Body system
1. Sistem pernafasan

Gejala : Dispnea, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma),


batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari minimal 3 bulan berturut-turut
tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum banyak sekali (bronkitis kronis).
Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun bisa
menjadi produktif (emfisema).
Tanda : Fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu pernafasan, dada
bentuk barrel chest. Hiperesonan pada emfisema, krekels pada bronkitis kronis,
ronki dan wheezing pada asma, sianosis, clubbing finger pada emfisema.
1. Sistem sirkulasi
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, takikardia,
distensi ven aleher, edema, sianosis, clubbing finger.
1. Sistem persepsi sensori
1. Pendengaran klien pada telinga kiri maupun kanan.
2. Penciuman: Klien dapat membedakan rasa yang kurang sedap seperti rasa
bau dari dahak yang dikeluarkan pada saat batuk.

Pengecapan: Klien dapat membedakan rasa pahit, manis, serta asin.

1. Penglihatan: Mata kiri maupun kanan dalam batas normal. Apakah ditemukan
adanya katarak maupun gangguan mata lainnya.
2. Perabaan : Klien dapat membedakan rasa panas, dingin maupun tekanan.
1. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas seharihari, dispnea saat istirahat atau tidur, ketidakmampuan dalam tidur.

Tanda : Keletihan, kelemahan umum, gelisah, insomnia.


1. Nutirsi/ hidrasi
Gejala : Mual, muntah, nafsu makan kurang, penurunan berat badan atau
peningkatan berat badan karena edema.
Tanda : Turgor kulit jelek, edema, penurunan/ peningkatan BB.
1. Hiegiene
Gejala : Penurunan kemampuan.
Tanda : Kebersihan kurang, bau badan.

Analisa Data Teoritis


Tabel 2.1 Analisa data
No. Data

Etiologi

Masalah

DS:
a.
Biasanya klien mengatakan
bahwa dadanya rasa tertekan.
b.
Biasanya klien mengatakan
bahwa ia tidak mampu untuk bernafas
(asma).

1.

c.
Biasanya klien mengatakan
batuknya menetap dengan produksi
sputum setiap hari minimal 3 bulan
berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun.

Infeksi, hyperplasia
dinding bronkus,
Bersihan jalan
sekresi bronkus,
nafas tidak
adanya eksudat di efektif
alveolus.

DO:
a.
Biasanya produksi sputum
banyak sekali (bronkitis kronis).
b.
Biasanya klien tampak sesak
nafas
c.
Biasanya RR klien lebih dari 24x
permenit
2.

DS:
a.
Biasanya klien mengatakan
bahwa dadanya rasa tertekan.

Ketidakseimbangan Gangguan
perfusi ventilasi.
pertukaran gas

b.
Biasanya klien mengatakan sesak
napas pada saat aktivitas.
c.
Biasanya klien merasa sukar
bernafas dan sesak.

DO:
a.
Biasanya Fase ekspirasi
memanjang
b.
Biasanya terdapat penggunaan
otot bantu pernafasan
c.
Biasanya terjadi peningkatan
tekanan darah

DS:
a.
Biasanya klien mengatakan
bahwa ia tidak nafsu makan.

Perubahan nutrisi
Biasanya klien mengatakan mual. Anoreksia, produksi kurang dari
sputum, efek
kebutuhan tubuh
samping obat,
kelemahan dan
DO:
dispneu.
a.
Biasanya klien anoreksia
b.

3.

4.

b.

Biasanya turgor kulit jelek

c.

Biasanya terjadi penurunan

DS:
a.
Biasanya klien mengatakan
bahwa badannya terasa lemah.
b.
Biasanya lien mengatakan nafsu
makan berkurang.

DO:
a.
b.

Biasanya klien tampak lemah


Biasanya Leukosit diatas normal

Tidak adekuatnya
imunitas,
malnutrisi.

Resiko infeksi

( lebih dari 10000)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan infeksi,
hyperplasia dinding bronkus, sekresi bronkus, adanya eksudat di
alveolus.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan dan
dispneu.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas,
malnutrisi.

Você também pode gostar