Você está na página 1de 8

Nama: Adisti Fitria Yussumardi

Kelas: VIII G
Tugas: Bahasa Indonesia

JUDUL NOVEL : NEGERI 5


MENARA
KARYA : A. FUADI
PENERBIT :

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah


menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Alif dari kecil
sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu
selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah
ke SMU negeri di Padang yang akan memuluskan langkahnya
untuk kuliah di jurusan yang sesuai. Namun, Amak
menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi
Alif kandas.
Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok
di pesantren.
Sempat marah tapi akhirnya Alif ikhlas karena alif tidak ingin
mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun
menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran
dari pamannya di Kairo, Alif kecil pun memutuskan untuk
melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur: Pondok
Madani. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif
yang memilih pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah
mereka dengan pertimbangan Alif belum pernah menginjak
tanah di luar ranah minang, namun akhirnya ibunya merestui
keinginan Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok
karena dia
harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah di ITB dan
menjadi seperti Habibie. Namun kalimat bahasa Arab yang
didengar Alif dihari pertama di PM (pondok madani) mampu
mengubah pandangan Alif tentang melanjutkan pendidikan di
Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. "Mantera"
sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok) man jadda
wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan
Alif pun mulai menjalani hari-hari di pondok dengan ikhlas dan
bersungguh-sungguh.

Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari


Surabaya,
Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso
dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah
dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi
kegiatan hafalan Al-Qur'an, belajar siang-malam, harus belajar
berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena
PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM
mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum
lagi peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang
apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat
peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak dapat
dibayangkan sebelumnya. Tahun-tahun pertama Alif dan ke-5
temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan
peraturan di PM.
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat
ujian, semua murid
belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur.
Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental dan fisik
yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang
biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM
yang super padat dan ketat. Alif dan ke-5 temannya selalu
menyempatkan diri untuk berkumpul di bawah menara masjid,
sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka ke
depan.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekanrekannya lebih
berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua
teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang
harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa
begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang
tak terduga, Baso, teman alif yang paling pintar dan paling rajin
memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan
keluarga.
Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang,
Dulmajid, Raja

dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses


yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki
di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami
berenamtelah menjadi nyata. Kami berenam telah berada lima
Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan dan imajinasi kita
di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa, sementara
Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan
Dulmajid sangat nasionalis mereka di Negara kesatuan
Indonesia tercinta. Di lima menara impian kami. Jangan pernah
remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh
Maha Pendengar.
Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan
berhasil

Novel ini benar-benar memberikan inspirasi bagi siapa


saja yang ingin
sukses dan berhasil, bahwa dimana ada usaha disitu ada jalan.
Dan ikhlaslah dalam menjalani apapun yang ada dikehidupan
kita, niscaya usaha dan keikhlasan hati akan diridhoi Tuhan
Yang Maha Esa.

Sebuah novel yang terinspirasi dari kisah nyata ini banyak


memberikan
pelajaran hidup bagi kita. Mulai dari semangat belajar para
sahibul menara, kesabarannya, dan pegorbanan mereka demi
menimbah ilmu di Pondok Madani. Semoga dari pengalaman
mereka dapat memberikan kita motivasi dalam mencari ilmu
dan menghadapi kehidupan.
Unsur Intrinsik:
o Tema
Adapun tema dari novel Negeri 5 Menara Karya A.
Fuadi adalah

pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari latar tempat yaitu


dipesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari
tokoh utama adalah belajar. Hal ini dapat dibuktikan melalui
kutipan novel berikut:
Bagai sebuah konspirasi besar untuk mencuci otak,
metode total immersion ini cocok dengan lingkungan yang
sangat mendukung. Tidak cukup dengan itu, entah siapa
yang menyuruh, banyak diantra kami yang membawa
kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami pasti membawa
buku mufradhat, buku tulis biasa yang dipotong kecil
sehingga lebih tipis dan gampang dibawah kemana-mana.
Murid dengan buku mufradhat ditangan gampang
ditemukan sedang antri mandi, antri makan, berjalan,
bahkan di antara kegiatan olahraga sekalipun.(hal. 133135).
o Plot/Alur
Alur dari Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur.
Dimana cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan
masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani
hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa
kini.
Kutipan Novel:
Washington DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh
permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak
jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika
Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan
tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku
langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat
kuat terpatri dalam hatiku.(hal.1)
Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP.
Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak
Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena
ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten
Agam.(hal. 5)
London, Desember 2003
Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih

menggigil dari Washington DC. Dulu kami melukis langit


dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung
tinggi. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan
menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua
impian kepelukan kami masing-masing.(hal. 405)
o Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5
Menara adalah
a. Alif (tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh
yang protagonis. Alif digambarkan sebagai sosok
generasi muda yang penuh motivasi, bakat,
semangat untuk maju dan tidak kenal menyerah.
b. Baso dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso
adalah teman Alif merupakan anak yang paling rajin
dan paling bersegera disuruh ke masjid.
c. Raja dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman
Alif sesama sahibul menara
d. Said dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman
Alif sesama sahibul menara.
e. Dulmajid dalam novel ini tokoh yang protagonis.
Teman Alif sesama sahibul menara
f. Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis.
Teman Alif sesama sahibul menara.
g. Ustad Salman dalam novel ini tokoh yang
protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh
kurus bersuara lantang.
Latar Tempat dan Latar Sosial
Adapu latar tempat dari novel ini yaitu di Pondok
Madani hal ini didukung oleh tema yang ada yaitu
pendidikan. Karakter tokoh utama juga mendukung
latar yang ada. Sedangkan, latar sosialnya
adalah keadaan seorang pelajar yang terpaksa
menempuh jalan lain untuk menggapai mimpinya.
Namun jalan itu justru membawanya pada hal-hal tak
terduga yang merupakan bonus dari bermimpi.
Kutipan Novel:

Pondok Madani diberkti oleh energi yang membuat


kami sangat
menikmati belajar
dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu.
Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar
menjadi orang aneh. Karena itu cukup sulit menjadi
pemalas di PM. (hal. 264).
Sudut Pandang Dalam novel ini penulis
menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini
dikarenakan tokoh utama selalu menyebut dirinya
dengan kata aku.
Kutipan Novel:
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca
surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri. Rencana
masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku
menghela napas dan menatap kosong kepuncak
pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku
kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula. (hal.
102-103).
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini
sangat inspiratif. Dari tiap kata-katanya kita
merasakan kekuatan pandangan hidup yang
mendasari bangktnya semangat untuk mencapai
harga diri, prestasi dan martabat diri.
Kutipan Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan
imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku
melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja
bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa,
sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu
berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini
dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid
awan itu berbentuk peta negara kesatuan
Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski
juga kami tidak tahu bagaimana
merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami
mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan

dengan doa, Tuhan mengirim benua impian


kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun,
maka semula awan impian, kini hidup yang nyata.
(hal. 405).
Amanat
Adapun amanat dalam novel ini adalah sebuah
perenungan yang diberikan penulis bagi pembaca
untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat
bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
Kutipan Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi
apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguhsungguh akan berhasil. (hal.405).
Unsur Ekstrinsik:
Nilai Agama.
Novel ini menceritakan tentang kehidupan sekitar
pesantren sehingga banyak mengajarkan nilai agama
yang tidak terdapat pada novel-novel lain. Salah satu
bukti itu adalah kalimat Man Jadda Wa Jadda, yang
berarti siapapun dapat meraih cita-citanya asal ia
bersungguh-sungguh.
Nilai Moral
Kebersamaan Sahibul Menara dalam menghadapi
kerasnya pendididkan di pesantren mengajarkan bahwa
sebagai penuntut ilmu, kita harus sabar dan tidka pantang
menyerah menuntaskan apa yang telah dimulai.

Você também pode gostar