Você está na página 1de 8

Membantu Kesulitan Sesama Muslim

Dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga


(1)
Sabtu, 27 April 2013 15:07:19 WIB
Kategori : Bahasan : Hadits (1)
MEMBANTU KESULITAN SESAMA MUSLIM DAN MENUNTUT ILMU JALAN MENUJU
SURGA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka
Allh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa
memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allh
Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.
Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allh akan menutup (aib)nya di
dunia dan akhirat. Allh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba
tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu,
maka Allh akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum
berkumpul di salah satu rumah Allh (masjid) untuk membaca Kitabullah dan
mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas
mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allh
menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa
yang diperlambat oleh amalnya (dalam meraih derajat yang tinggi-red), maka garis
keturunannya tidak bisa mempercepatnya.
TAKHHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:
1. Muslim (no. 2699).
2. Ahmad (II/252, 325).
3. Abu Dwud (no. 3643).
4. Tirmidzi (no. 1425, 2646, 2945).
5. Ibnu Mjah (no. 225).
6. Ad-Drimi (I/99).
7. Ibnu Hibbn (no. 78- Mawriduzh Zham-n).
8. Ath-Thaylisi (no. 2439).
9. Al-Hkim (I/88-89).
10. Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 127).
11. Ibnu Abdil Barr dalam Jmi Baynil Ilmi wa Fadhlihi (I/63, no. 44).
Dalam riwayat lain, Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

.
Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya
dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan
membelanya)[1] . Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allh Azza
wa Jalla senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang
Muslim, maka Allh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari
Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allh menutupi
(aib)nya pada hari Kiamat.[2]
SYARAH HADITS
Sabda Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam (yang maknanya), Barangsiapa
yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allh
melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat.
Karena balasan itu sesuai dengan jenis perbuatan. Hadits-hadits tentang masalah ini
banyak sekali, misalnya sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,

Sesungguhnya Allh menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang[3]
Al-Kurbah (kesempitan) ialah beban berat yang mengakibatkan seseorang sangat
menderita dan sedih. Meringankan (at-tanfs) maksudnya berupaya meringankan
beban tersebut dari penderita. Sedangkan at-tafrj (upaya melepaskan) dengan cara
menghilangkan beban penderitaan dari penderita sehingga kesedihan dan
kesusahannya sirna. Balasan bagi yang meringankan beban orang lain ialah Allh
akan meringankan kesulitannya. Dan balasan menghilangkan kesulitan adalah Allh
akan menghilangkan kesulitannya.[4]
Seorang Muslim hendaknya berupaya untuk membantu Muslim lainnya. Membantu
bisa dengan ilmu, harta, bimbingan, nasehat, saran yang baik, dengan tenaga dan
lainnya.
Seorang Muslim hendaknya berupaya menghilangkan kesulitan atau penderitaan
Muslim lainnya. Bila seorang Muslim membantu Muslim lainnya dengan ikhlas, maka
Allh Azza wa Jalla akan memberikan balasan terbaik yaitu dilepaskan dari kesulitan
terbesar dan terberat yaitu kesulitan pada hari Kiamat. Oleh karena itu, seorang
Muslim mestinya tidak bosan membantu sesama Muslim. Semoga Allh Azza wa
Jalla akan menghilangkan kesulitan kita pada hari Kiamat.
Sabda Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam , yang artinya : Dari salah satu
kesusahan hari Kiamat.
Kenapa Beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak bersabda, Dari salah satu
kesempitan dunia dan akhirat, seperti yang Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
sabdakan dalam balasan memudahkan urusan dan menutup aib ? Ada yang
mengatakan bahwa kurab (kesulitan-kesulitan) yang merupakan kesulitan luar biasa
itu tidak menimpa semua manusia di dunia, berbeda dengan kesulitan dan aib yang
perlu ditutup, hampir tidak ada seorangpun yang luput. Ada lagi yang mengatakan
bahwa kesulitan dunia tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kesulitan
akhirat. Karenanya, Allh Azza wa Jalla menyimpan pahala orang yang meringankan
beban orang lain ini untuk meringankan kesulitannya pada hari Kiamat.[5] Ini
diperkuat dengan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam :


...




:


.

...
...Allah mengumpulkan manusia dari generasi pertama hingga generasi terakhir
pada satu tempat kemudian penyeru memperdengarkan suara kepada mereka,
penglihatan[6] dapat meliputi mereka, matahari mendekat ke mereka, dan manusia
menanggung kesedihan dan kesempitan yang tidak mampu lagi mereka tahan dan
tanggung. Sebagian manusia berkata kepada sebagian lainnya, Tidakkah kalian lihat
apa yang terjadi pada kalian? Kenapa kalian tidak melihat orang yang bisa meminta
syafaat untuk kalian kepada Rabb kalian... dan seterusnya.[7]
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , beliau
bersabda,
:
: : .


Kalian akan dikumpulkan (pada hari Kiamat) dalam keadaan telanjang kaki,
telanjang (tidak berpakaian) dan tidak berkhitan. Aisyah berkata, Wahai
Raslullh! Orang laki-laki dan perempuan akan saling melihat (aurat) yang lain?
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Perkaranya lebih dahsyat daripada
apa yang mereka inginkan.[8]
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhumadari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang
firman Allh Azza wa Jalla , yang artinya, " (Yaitu) pada hari (ketika) semua orang
bangkit menghadap Rabb seluruh alam. (Al-Muthaffifiin/83:6), Beliau Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,


Salah seorang dari mereka berdiri sementara keringatnya sampai separoh kedua
telinganya.[9]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :



Pada hari Kiamat, manusia berkeringat hingga keringat mereka mengalir di bumi
sampai tujuh puluh hasta dan mengalir hingga sampai di telinga mereka
Dalam lafazh Muslim,



Sesungguhnya keringat manusia pada hari Kiamat kelak akan mengalir di bumi
sampai tujuh puluh depa atau hasta dan dengan ketinggian mencapai mulut atau
telinga mereka.[10]
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

.
Apabila hari Kiamat telah tiba, matahari didekatkan kepada hamba-hamba hingga

sebatas satu atau dua mil. Kemudian (panas) matahari membuat mereka
berkeringat lalu mereka terendam dalam keringat sesuai dengan perbuatan mereka.
Diantara mereka ada yang terendam hingga kedua tumitnya, ada yang terendam
hingga kedua lutut, ada yang terendam hingga pinggangnya, dan di antara mereka
ada yang terendam sampai ke mulutnya hingga ia tidak bisa bicara[11].
Sabda Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam , yang maknanya, Barangsiapa
memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan maka Allh Azza wa Jalla
memberi kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat.
Ini menunjukkan bahwa pada hari kiamat ada kesulitan. Bahkan Allh Azza wa Jalla
menyebutkan hari kiamat sebagai hari yang sulit bagi orang-orang kafir. Allh Azza
wa Jalla berfirman :

... Dan itulah hari yang sulit bagi orang-orang kafir. [al-Furqn/25:26]
Memberi kemudahan kepada yang kesulitan (dalam utang) ganjarannya besar. Ini
dapat dilakukan dengan dua cara :
Pertama : Memberikan tempo dan kelonggaran waktu sampai ia berkecukupan dan
mampu membayar utang. Ini hukumnya wajib, karena Allh Azza wa Jalla
berfirman, yang artinya, "Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka
berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedekahkan, itu lebih bagimu, jika kamu mengetahui. [al-Baqarah/2:280]
Kedua : Dengan membebaskan hutangnya jika ia sudah tidak mampu lagi
membayar hutangnya.
Kedua perbuatan ini memiliki keutamaan besar.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
:
Dahulu ada seorang pedagang yang selalu memberikan pinjaman kepada manusia.
Jika ia melihat orang itu kesulitan membayar hutangnya, ia berkata kepada anakanaknya, Bebaskanlah hutangnya, mudah-mudahan Allh memaafkan kita (dari
dosa-dosa), maka Allh pun memaafkannya.[12]
Dari Abu Qatdah Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :


Siapa ingin diselamatkan oleh Allh dari kesulitan-kesulitan hari Kiamat, hendaklah
ia meringankan orang yang kesulitan (hutang) atau membebaskan hutangnya.[13]
Dari Abu Yasar Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :


Barangsiapa memberi kelonggaran waktu kepada orang yang kesulitan membayar
hutang atau menghapus hutangnya, maka Allh akan menaunginya dalam naungan-

Nya [14]
Sabda Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam , yang artinya, Dan barangsiapa
menutupi (aib) seorang Muslim maka Allh Azza wa Jalla menutupnya di dunia dan
akhirat.
Banyak nash-nash yang semakna dengan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
ini. Diriwayatkan dari salah seorang ulama Salaf, ia berkata, Aku pernah berjumpa
dengan kaum yang tidak memiliki aib kemudian mereka menyebutkan aib-aib orang
lain, akhirnya manusia menyebut aib-aib kaum ini. Aku juga pernah bertemu kaum
yang mempunyai sejumlah aib namun mereka menjaga aib orang lain, akhirnya aibaib mereka dilupakan.[15]
Perkataan di atas diperkuat oleh hadits Abu Burdah Radhiyallahu anhu, dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
:



Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, tetapi iman tidak masuk ke
hatinya, jangan kalian menggunjing kaum Muslimin dan jangan mencari aib-aib
mereka ! Karena barangsiapa mencari aib-aib mereka maka Allh akan mencari-cari
aibnya dan barangsiapa aibnya dicari-cari oleh Allh maka Allh akan
mempermalukannya (meskipun ia berada) di rumah.[16]
Terkait dengan perbuatan maksiat, manusia terbagi dalam dua kelompok :
Pertama : Orang baik yang kebaikan dan ketaatannya sudah diketahui orang
banyak. Dia tidak dikenal sebagai pelaku maksiat. Orang seperti ini, jika melakukan
kesalahan atau khilaf, maka kekeliruannya tidak boleh dibongkar dan tidak boleh
diperbincangkan karena itu termasuk ghibah (menggunjing) yang diharamkan. Allh
Subhanahu wa Taalaberfirman, yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang
ingin agar perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang
beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allh
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [An-Nr/24:19]
Maksud ayat ini ialah menyebarkan perbuatan keji orang mukmin yang
menyembunyikan kesalahannya atau menyebarkan berita keji yang dituduhkan
kepada kaum Muslimin padahal mereka tidak melakukannya sama sekali, seperti
kisah dusta yang menimpa Aisyah Radhiyallahu anhuma.
Sebagai orang-orang shalih mengingatkan para pelaku amar ma'ruf nahi mungkar
agar merahasiakan para pelaku maksiat. Begitu juga apabila ada yang datang
hendak bertaubat, menyesal dan mengaku telah berbuat maksiat berat namun ia
tidak bisa menjelaskannya dengan rinci, maka orang seperti ini, tidak perlu diminta
memberi penjelasan secara rinci dan dia diminta menutup aib dirinya, seperti yang
diperintahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada Maiz dan wanita alGhamidiah (yang telah mengaku berzina). Dan sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam tidak minta penjelasan secara rinci kepada orang yang mengatakan, Aku
telah berbuat maksiat maka jatuhkan hukuman kepadaku.
Anjuran menutup aib seorang Muslim yang berbuat kesalahan tidak berarti
membiarkan kesalahannya. Bagi yang mengetahuinya tetap memiliki kewajiban
untuk mengingkari kesalahan tersebut dan wajib untuk menutup aibnya.

Oleh karena itu, setiap Muslim dan Muslimah wajib menutup dirinya apabila dia
salah, segera bertaubat kepada Allh Azza wa Jalla dan tidak menceritakannya
kepada orang lain.
Kedua : Orang yang sudah dikenal sebagai pelaku maksiat dan dia melakukannya
terang-terangan, tidak perduli dengan perbuatan maksiatnya dan komentar miring
masyarakat terhadap dirinya. Orang seperti ini, tidak apa dibuka aibnya, seperti
yang ditegaskan oleh al-Hasan al-Bashri rahimahullah dan yang lainnya. Bahkan
orang seperti ini harus diselidiki keadaannya untuk dijatuhi hudd (hukuman had).
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

Hai Unais! Pergilah ke istri fulan ini. Jika ia mengaku (berzina), maka rajamlah ia !
[17]
Orang seperti itu tidak boleh dibela jika tertangkap kendati beritanya belum sampai
ke penguasa Ia harus dibiarkan hingga mendapatkan hukuman agar berhenti dari
kejahatannya dan membuat jera yang lainnya.
Imam Mlik rahimahullah berkata, Orang yang tidak dikenal suka menyakiti orang
lain lalu menyakiti karena kesalahan maka orang seperti ini tidak apa-apa dibela
selagi informasinya belum terdengar penguasa. Sedangkan yang terkenal suka
berbuat jahat atau kerusakan, maka aku tidak senang kalau ia dibela siapa pun.
Orang ini harus dibiarkan hingga hukuman dijatuhkan kepadanya. Perkatan ini
dikisahkan oleh Ibnul Mundzir dan yang lainnya.
Begitu juga pelaku bidah yang terus menerus dalam perbuatan bidahnya dan
mengajak orang kepada bidahnya maka kita boleh menjelaskan kepada umat Islam
tentang orang itu. Bahkan wajib bagi penguasa dan Ulama untuk menjelaskan
kesalahannya dan bidahnya agar umat tidak tersesat dan hal ini sebagai penjagaan
terhadap agama Islam.
Sabda Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam, Allah menolong hamba-Nya selama
hamba tersebut menolong saudaranya."
Dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhumadisebutkan Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda :
...
...Dan barangsiapa menolong kebutuhan saudaranya, maka Allh senantiasa
menolong kebutuhannya.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ini menganjurkan agar umat Islam saling
menolong dalam kebaikan dan membantu saudara-saudaranya yang membutuhkan
bantuan. Allh Subhanahu wa Taalaberfirman, yang artinya, "Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allh,
sungguh, Allh sangat berat siksa-Nya. [al-Midah/5:2]
Tolong menolong telah dilaksanakan dalam kehidupan para salafush shalih. Umar
bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu sering mendatangi para janda dan
mengambilkan air untuk mereka pada malam hari. Pada suatu malam, Umar bin al-

Khaththab dilihat oleh Thalhah Radhiyallahu anhu masuk ke rumah seorang wanita
kemudian Thalhah Radhiyallahu anhu masuk ke rumah wanita itu pada siang
harinya, ternyata wanita itu wanita tua, buta, dan lumpuh. Thalhah Radhiyallahu
anhu bertanya, Apa yang diperbuat laki-laki tadi malam terhadapmu? Wanita itu
menjawab, Sudah lama orang itu datang kepadaku dengan membawa sesuatu yang
bermanfaat bagiku dan mengeluarkanku dari kesulitan. Thalhah Radhiyallahu anhu
berkata, Semoga ibumu selamat kalimat nada heran-, hai Thalhah, kenapa
engkau menyelidiki aurat-aurat Umar ?[18 . Maksudnya, kenapa aku tidak
mengikuti jejak Umar Radhiyallahu anhu dalam kebaikan. Wallaahu Alam.
Mujahid rahimahullah berkata, Aku pernah menemani Ibnu Umar Radhiyallahu
anhumadiperjalanan untuk melayaninya, namun justru ia yang melayaniku.[19]
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu , ia berkata, Kami bersama Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam di perjalanan. Di antara kami ada yang berpuasa dan
ada yang tidak berpuasa. Di hari yang panas kami berhenti di suatu tempat. Orang
yang paling terlindung dari panas adalah pemilik pakaian dan ada di antara kami ada
yang berlindung diri dari terik matahari dengan tangannya. Orang-orang yang
berpuasa pun jatuh, sedang orang-orang yang tidak berpuasa tetap berdiri. Mereka
memasang kemah dan memberi minum kepada para pengendara kemudian
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Pada hari ini, orang-orang yang
tidak berpuasa pergi dengan membawa pahala.[20]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat Fathul Bri (5/97, Kitbul Mazhlim).
[2]. Shahih: HR. Bukhri (no. 2442 dan 6951), Muslim (no. 2580) dan Ahmad
(2/91), Abu Dwud (no. 4893), at-Tirmidzi (no. 1426), dan Ibnu Hibbn (no. 533)
dari Shahabat Ibnu Umar c .
[3]. Shahih: HR. Bukhri (no. 1284), Muslim (no. 923), Abu Dwud (no. 3125), dan
lainnya dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhu .
[4]. Lihat Jmiul Ulm wal Hikam (II/286).
[5]. Lihat Jmiul Ulm wal Hikam (2/287, dengan ringkas).
[6]. Ada yang menafsirkan penglihatan Allh meliputi mereka, ada juga yang
mengatakan penglihatan meliputi mereka karena di tanah lapang yang datar semua
dapat terlihat. Adapun penglihatan Allah sudah pasti meliputi mereka dalam semua
keadaan di dunia maupun di akhirat, di tanah lapang maupun tempat lainnya.
Wallaahu Alam. [Lihat Fat-hul Baari, VIII/396].
[7]. Shahih: HR. Bukhri (no. 3340, 3361, dan 4712), Muslim (no. 194), Ahmad
(2/435-436), dan lainnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[8]. Shahih: HR. Bukhri (no. 6527), Muslim (no. 2859), dan an-Nasa-i (4/114115).
[9]. Shahih: HR. Bukhri (no. 6531) dan Muslim (no. 2862).
[10]. Shahih: HR. al-Bukhri (no. 6532) dan Muslim (no. 2863).
[11]. Shahih: HR. Muslim (no. 2864), Ahmad (6/3), dan at-Tirmidzi (no. 2421) dari
al-Miqdad bin al-Aswad Radhiyallahu anhu . Lafazh ini milik at-Tirmidzi. Lihat,
Tuhfatul Ahwdzi (7/104-106, no. 2536) dan Silsilah al-Ahdtsish Shahhah (no.
1382).
[12]. Shahih: HR. al-Bukhri (no. 2078, 3480), Muslim (no. 1562), an-Nasi
(7/318), dan Ibnu Hibbn (no. 5041, 5042) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu .
[13]. Shahih: HR. Muslim (no. 1563).

[14]. Shahih: HR. Muslim (no. 3006).


[15]. Jmiul Ulm wal Hikam (2/291).
[16]. Shahih: HR. Abu Dwud (no. 4880) dan Ahmad (4/420-421, 424).
[17]. Shahih: HR. Al-Bukhri (no. 2314) dan Muslim (no. 1697) dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu
[18]. Hilyatul Auliy' (1/84, no. 113).
[19]. Hilyatul Auliy (3/326, no. 4131).
[20]. Shahih: HR. al-Bukhri (no. 2890), Muslim (no. 1119), an-Nas-i (4/182), dan
Ibnu Hibbn (no. 3551-at-Talqtul Hisn). Lihat Jmiul Ulm wal Hikam (II/293296) dengan diringkas dan sedikit tambahan.
http://almanhaj.or.id/content/3595/slash/0/membantu-kesulitan-sesama-muslimdan-menuntut-ilmu-jalan-menuju-surga-1/

Você também pode gostar