Você está na página 1de 11

F - 4.

ANALISIS AGROINDUSTRI TEMBAKAU

1. TENTANG TEMBAKAU

Tembakau merupakan tanaman industri yang diambil daunnya dan


diolah menjadi rokok dan barang industri lain. Tembakau cocok ditanam
pada daerah yang memiliki curah hujan rata-rata 2000 mm per tahun. Suhu
udara yang cocok untuk tanaman tembakau adalah antara 21 32oC dengan
pH antara 5 6. Tembakau dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
gembur, bersturktur remah, memiliki drainase dan aerasi yang baik dan
berada pada ketinggian 2000 3000 m dpl. (Dishubunnak,2012).
Tanaman tembakau merupakan salah satu komoditas andalan nasional
dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam
penyediaan lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber
devisa bagi negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis
tembakau dan agroindustri. Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk
pengembangan tembakau. Perbaikan teknik budidaya, teknik pembibitan
yang efisien, usaha mendapatkan bahan tanam unggul melalui hibridasi,
pengaturan jarak tanam, usaha perlindungan terhadap hama dan penyakit,

F - 4.1

menentukan periode penanaman dan pemeliharaan tembakau yang efisien


agar didapatkan produksi optimum.
Pada zaman dahulu tembakau digunakan oleh orang-orang asli
Amerika untuk pengobatan oleh Christopher Columbus yang melintasi
Lautan Atlantik untuk pertama kalinya. Beberapa abad setelah itu tembakau
diolah untuk menjadi cerutu dan sigaret kretek. Dan saat ini sudah banyak
muncul penelitian yang mengatakan bahwa tembakau juga dapat digunakan
sebagai pestisida sebagai racun kontak dan racun perut yang cukup ampuh.
Namun sampai saat ini belum ada orang yang menjual pestisida dari daun
tembakau secara massal.

2. PEMASUKAN NEGARA MELALUI CUKAI ROKOK


Industri rokok merupakan salah satu industri yang mengalami pasang
surut namun tetap eksis di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang lamban
bahkan sempat minus di masa krisis moneter ternyata tidak mempengaruhi
industri rokok di Indonesia. Padahal industri rokok di Indonesia mengalami
banyak tantangan karena imbas krisis yang berkepanjangan. Daya beli
masyarakat menurun, tarif cukai merambat naik, upah buruh mengalami
penyesuaian sesuai dengan tuntutan biaya hidup yang semakin tinggi.
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai
kontribusi yang sangat penting dalam APBN khususnya dalam kelompok
Penerimaan Dalam Negeri. Penerimaan cukai dipungut dari tiga jenis
barang yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil
tembakau. Pada tahun 1990/1991, penerimaan cukai hanya sebesar Rp 1,8
triliun atau memberikan kontribusi sekitar 4 persen dari penerimaan dalam
negeri (Wibowo, 2003).
Pada tahun anggaran 1999/2000 jumlah tersebut telah meningkat
menjadi Rp 10,4 triliun atau menyumbang sebesar 7,3 persen dari
penerimaan dalam negeri. Pada tahun 2003, penerimaan cukai ditetapkan
sebesar Rp 27,9 triliun atau sebesar 8,3 persen dari penerimaan dalam
negeri. Hal ini berarti kontribusi penerimaan cukai terhadap penerimaan
2

F - 4.1

dalam negeri selama kurang dari 10 tahun, sejak tahun 1999 hingga tahun
2009 telah meningkat lebih dari 100%.
Dari penerimaan cukai tersebut, 95% berasal dari cukai hasil
tembakau yang diperoleh dari jenis hasil tembakau (JHT) berupa rokok
sigaret kretek mesin, rokok sigaret tangan, dan rokok sigaret putih mesin
yang dihasilkan oleh industri rokok (Wibowo, 2003). Dari sisi penguasaan
pasar, selama 2004 rokok kretek jelas masih perkasa dengan merebut pangsa
hampir 92%. Sisanya, dinikmati oleh rokok putih. Pada kelompok rokok
kretek ini, pasar terbesar selama bertahun-tahun masih dikuasai oleh
Gudang Garam dengan penguasaan pangsa 30,3%, atau setara 64,7 miliar
batang. Peringkat kedua kini ditempati oleh Sampoerna, yang menggeser
Djarum (39 miliar batang, atau setara 18,2%). Sementara jarak dengan
peringkat ke-4, Bentoel, memang terlalu jauh. Saat ini Bentoel baru
memproduksi 4,1 miliar batang, atau setara 1,9% (Warta Ekonomi, 2005).
Sayangnya industri rokok di Indonesia masih mengandalkan pasar
domestik saja. Itu sebabnya, meski sejumlah produsen sudah melakukan
ekspor, angkanya belum terlalu signifikan. Dalam kurun waktu delapan
tahun terakhir, ekspor rokok terbesar terjadi pada 2004 dengan nilai US$
185,9

juta

meski

secara

umum

nilainya

cenderung

berfluktuasi.

Penyebabnya, antara lain, kekhawatiran konsumen di negara-negara Eropa


dan Amerika terhadap tingginya kandungan tar dan nikotin pada rokok
kretek. Di pasar domestik, kekuatan industri tercermin dari sumbangannya
terhadap target penerimaan cukai pemerintah, yang sejak 1997 hingga 2004
terus tumbuh secara signifikan. Tahun lalu kontribusi cukai rokok terhadap
pos penerimaan di APBN mencapai Rp 28,8 triliun, sementara pada 2005 ini
ditargetkan menjadi Rp 30 triliun.

F - 4.1

3. TEMBAKAU SEBAGAI PESTISIDA ORGANIK


Banyak orang masih berpikir bahwa tembakau hanya dapat diolah
sebagai rokok saja. Padahal awalnya tembakau tidak digunkan sebagai rokok,
tetapi sebagai obat. Baru-baru ini telah dilakukan banyak sekali penelitian
tentang keefektifan tembakau sebagai pestisida organik. Dari sekian banyak
penelitian yang dilaksanakan semua menyatakan bahwa daun tembakau
sangat direkomendasikan untuk dijadikan pestisida dikarenakan kandungan
nikotin yang terdapat pada daun dan batangnya yang dapat mematikan
serangga, hama atau OPT (Organisme Penggangu Tanaman) secara efektif.
Pestisida daun tembakau bekerja sebagai racun kontak yang masuk melalui
sistem pernafasan hama dan mematikan hama dengan cukup cepat. Berikut
adalah rinciannya.
a. Bagian Tanaman Yang Dimanfaatkan Untuk Bahan Pestisida Nabati
Bagian tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk bahan pestisida
nabati adalah daun dan batang yang banyak mengandung nikotin. Daun
yang akan dipakai bisa menggunakan daun yang masih segar atau yang
sudah difermentasi. Tembakau adalah tanaman yang memiliki nilai

F - 4.1

ekonomi tinggi, menghemat biaya pengeluaran dan bisa menggunakan


tembakau sisa yang harganya murah. Di sentra-sentra tembakau, seperti
Temanggung, Wonosobo, dan lereng Gunung Merapi dan Gunung
Merbabu, banyak petani menanam tembakau. Biasanya selalu ada sisa
tembakau yang kualitasnya rendah. Harganya per keranjang hanya
beberapa puluh ribu saja.
Selain itu juga bisa memanfaatkan sisa batang tembakau setelah
tebang. Setelah daun tembakau dipanen, biasanya batang tembakau
ditebang dan dibuang. Sisa batang ini juga bisa dimanfaatkan untuk
bahan pestisida nabati. Harganya juga relatif murah, sehingga pestisida
nabati yang dibuat juga bisa dijual dengan harga yang murah dan
terjangkau untuk petani.

b. Hama & Penyakit Sasaran Pestisida Nabati Tembakau


Hama-hama yang dijadikan sasaran adalah aphis, ulat, ulat kubis
(tritip), kumbang kecil, tungau dan penggerek batang. Sedangkan
penyakit-penyakit yang dijadikan sasaran pengaplikasian adalah karat
pada buncis dan gandum, kamur kentang, dan virus keriting daun.
Pestisida dari ekstrak tembakau ini bisa menjadi penolak, insektisida,
fungisida, dan akarisida. Pestisida tembakau ini bekerja sebagai racun
kontak, racun perut, dan racun pernafasan. Yang bekerja cepat untuk
membasmi dan mengatasi serangan OPT di lahan

c. Efek Terhadap Manusia Dan Serangga Bukan Sasaran


Nikotin adalah racun yang keras. Hindari kontak pada kulit.
Gunakan masker agar tidak masuk ke sistem pernafasan. Racun ini
memerlukan 3-4 hari untuk terurai. Buah atau sayuran yang disemprot
dengan ekstrak tembakau jangan dimakan sebelum 3 4 hari. Ekstrak
tembakau tidak berpengaruh pada kumbang macan dan larvanya atau pun
capung.

F - 4.1

Daun tembakau memiliki banyak sekali senyawa racun dan


berpotensi sebagai pestisida nabati, salah satunya adalah nikotin. Untuk
bahan pestisida sebaiknya menggunakan sisa daun tembakau yang tidak
layak jual, atau tembakau sisa. Harganya sangat murah sekali, apalagi
kalau sedang musim panen tembakau. Cara pembuatannya juga sangat
mudah sekali. Tumbuk daun tembakau. Kemudian rendam daun
tembakau dengan perbandingan 1:4. Jadi 250 gr direndam dalam 1 liter
air. Campuran tersebut didiamkan selama satu malam. Airnya kemudian
disaring. Larutan ini yang digunakan sebagai pestisida nabati.
Beberapa daerah dikenal sebagai sentra produksi tembakau, seperti:
Temanggung, Wonosobo, lereng Gunung Merapi, Jember, Banyuwangi,
dan beberapa tempat lainnya. Ketika musim panen tiba, banyak sekali
sisa-sisa tembakau yang harganya relatif miring. Kumpulkan saja bahanbahan ini dan jika diperlukan suatu saat bisa dimanfaatkan untuk
membuat pestisida nabati. Petani-petani yang ada di sekitar wilayah
penghasil tembakau, bisa memanfaatkan bahan ini untuk pengganti
pestisida kimia. Pestisida nabati dari daun tembakau tidak kalah
manjurnya daripada pestisida kimia. Memang petani mesti repot sedikit
untuk membuat pestisidanya, tetapi yang lebih penting adalah petani bisa
mandiri dan lebih ramah lingkungan. Berikut ini adalah cara pembuatan
pestisida dari tembakau.

F - 4.1

1. Siapkan tembakau kualitas rendah yang sudah tidak layak sebagai


bahan baku rokok yang dijadikan sebagai bahan baku pestisida
nabati.

2. Setelah bahan didapatkan, daun tembakau tersebut dirajang sampai


halus.
3. Bahan pestisida yang sudah dirajang kemudian direndam selama
semalam untuk diambil ekstraknya.
4. Setelah direndam ambil daun tembakau dan disaring.
5. Esktrak daun tembakau berwarna hitam pekat siap untuk
dimasukkan kedalam botol dan diberi label.

F - 4.1

Ekstrak daun tembakau ini sangat pekat sekali. Pemakaiannya perlu


hati-hati, karena pemakaian yang berlebihan dari tembakau bisa
menyebabkan tanaman keracunan. Untuk penggunaannya cukup mudah.
Larutkan pestisida cair dengan air hingga warnanya berubah kecoklatan
dan pestisida siap untuk digunakan.

4. ANALISIS PERENCANAAN KEGIATAN PRODUKSI


a. Alat dan bahan
i.
Bahan Baku Rata-Rata Per Bulan
Daun tembakau atau batang tembakau sisa panen atau yang tidak

ii.

dipakai
Air
Alat
Bak air
Pisau
Botol plastik ukuran 250 ml
Kertas label

Tinta printer

b. Kapasitas produksi

F - 4.1

Fasilitas Dan Mesin Produksi Yang Dimiliki


Proses

produksi

pestisida

nabati

dari

tembakau

ini

tidak

membutuhkan peralatan khusus dalam proses produksinya. Kapasitas


produksi rata-rata per bulan 960 botol peatisida ukuran 250 ml.
c. Rencana pengembangan produksi
Strategi dan tahap-tahap rencana pengembangan produksi
Mengubah tampilan kemasan yang lebih menarik
Membuat varian baru atau mengkombinasikan dengan tanaman lain.

5. ANALISIS KEUNTUNGAN
a. Penjualan
Produksi
Penjualan

32 botol/ hari = 30 x 32 = 960 botol/bulan


960 botol/bulan
Rp 40.000/botol

Sub total penjualan

Rp 40.000 x 960 = Rp 38.400.000

b. Biaya Tetap (fix cost)


Biaya Air (PDAM)
Biaya Listrik Tetap

Rp
Rp

250.000/bulan
50.000/bulan

Rp

300.000/bulan

Sub total Biaya tetap


c. Biaya Variabel (variable cost)
Daun Tembakau
(60 kg, @ Rp 20.000/kg)
Botol Plastik
(960 botol @ Rp 800/botol)
Kertas Label
(1 pak @ Rp 15.000/pak)
Tinta Printer
(4 botol, @ Rp 85.000/botol)
Tenaga Kerja Perajang (2 orang)
Tenaga Kerja desainer, print dan pemotong (1 orang)
Tenaga Kerja pemasang label dan tutup (2 orang)
Tenaga Kerja penyaring dan pengisi (2 orang)
Sub total biaya produksi
d. Biaya Administrasi
Biaya pemasaran
Alat tulis kantor
Listrik air dan telepon
Biaya lain-lain

Rp 1.200.000
Rp 786.000
Rp
15.000
Rp 340.000
Rp 2.100.000
Rp 1.250.000
Rp 1.920.000
Rp 2.100.000
Rp 9.711.000

Rp
Rp
Rp
Rp

25.000
20.000
50.000
5.000

F - 4.1

Sub total biaya administrasi

Rp

100.000

Total Biaya Produksi (TC)= Biaya tetap + Biaya variable + Biaya administrasi
= Rp 300.000 + Rp 9.711.000 + Rp 100.000
= Rp 10.111.000
Keuntungan

= Penjualan Total biaya produksi


= Rp 38.400.000 - Rp 10.111.000
= Rp 28.289.000

10

F - 4.1

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perhutanan, Perkebunan dan Perikanan Kabupaten Majalengka. 2012.


Tembakau. Majalengka: Dinas Perhutanan, Perkebunan dan Perikanan.
Saputra, MH. 2009. Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia. Purworejo:
Universitas Muhammadiyah.
Wibowo, Tri. 2004. Analisis Fungsi Biaya Industri Rokok Indonesia Tahun 1981
2002. Dalam Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 4.

11

Você também pode gostar