Você está na página 1de 7

TUGAS KELOMPOK

1. PUTRI ARMIZA

201445500150

2. MUHAMMAD JAMIL

201445500153

3. M.ROBITHUL KHOIR

201445500190

HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM

PENGERTIAN HAM
Pengertian HAM secara umum

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah di punyai seseorang sejak ia dalam kandungan
dan merupakan pemberian dari tuhan. HAM berlaku secara universal artinya berlaku di mana saja
bagi siapa saja dan tidak dapat di ambil orang lain. Di indonesia sendiri sudah ada UUD yg mengatur
HAM yaitu UUD 1945 pada pasal 27 ayat 1, pasal 28,29 ayat 2 pasal 30 ayat 1 dan pasal 31 ayat 1.
Pengertian HAM dalam islam
Hak asasi manusia dalam islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum i
kenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh di
abaikan. Rasullah saw bersabda sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatan mu haram atas
kamu. (HR. Bukhari dan muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak
asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh
negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis
kelamin tidak juga perbedaan muslim dan non muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban
negara,melainkan negara di perintahkan untuk berperang dan melindungi hak-hak ini.
Pengertian demokrasi secara umum
Secara umum demokrasi adalah suatu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk di
jalankan oleh pemerintah.
Pengertian demokrasi dalam islam
Demokrasi dalam islam itu sendiri di landasi 3 hal
1. Musyawarah Kepada semua pimpinan organisasi diminta menyelesaikan sesuatu dengan
musyawarah. Dengan musyawarah tidak terjadi otoriter dan kesewenang-wenangan.
2. Ijma adalah kesepakatan ulama di suatu negeri atas hukum sesuatu yang disepakati bersama.
Misal : membukukan Al Quran.
3. Ijtihad adalah mengerahkan sesuatu dengan segala kesungguhan. Atau mengerahkan segala
potensi dan kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan untuk menetapkan hukum
hukum Islam
SEJARAH HAM
Kedatangan Islam di muka bumi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW bertujuan untuk
membawa rahmat bagi makhluk seisi bumi termasuk didalamnya manusia. Menurut ajaran Islam,
manusia tidak hanya menjadi objek tapi sekaligus menjadi subjek bagi terciptanya keselamatan dan
kedamaian itu. Oleh karena itu, setiap muslim dituntut pertanggungjawaban atas keselamatan diri dan
lingkungannya. Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain baik dari ucapan
maupun tindak-tanduknya.
Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi kepada manusia dan kemanusiaan menjadi
perhatian yang paling utama dan prinsipil di dalam Islam. Penghargaan yang tidak dibatasi oleh
kesukuan, ras, warna kulit, kebangsaan dan agama. Misalnya nilai persamaan, persaudaraan, dan
kemerdekaan merupakan nilai-nilai universal Islam yang berlaku pula untuk seluruh umat manusia di
jagad raya ini. Hal ini tercermin dari penegasan Allah didalam kitab suci al-quran :

Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam (manusia) dan Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S. AlIsra/17:70).
Hal itu sesungguhnya manusialah yang diberikan kebebasan memilih antara hal-hal yang baik
dan yang buruk, benar dan salah, bermanfaat dan mendatangkan mudarat dan sebagainya. Kunci dari
itu semua adalah manusia dikaruniai akal pikiran dan hati nurani (qalb). Untuk dapat menjalankan
tugas dan fungsi kekhalifahan itu setiap manusia harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang
melekat pada dirinya seperti kebebasan, persamaan, perlindungan dan sebagainya. Hak-hak tersebut
bukan merupakan pemberian seseorang, organisasi, atau Negara tapi adalah anugerah dari Allah yang
sudah dibawanya sejak lahir ke alam dunia. Hak-hak itulah yang kemudian disebut dengan Hak Asasi
Manusia (HAM).
Tanpa memahami hak-hak tersebut mustahil ia dapat menjalankan tugas serta kewajibannya
sebagai khalifah Tuhan. Namun persoalannya, apakah setiap manusia dan setiap muslim sudah
menyadari hak-hak tersebut? Jawabnya, mungkin belum setiap orang, termasuk umat Islam
menyadarinya. Hal ini mungkin akibat rendahnya pendidikan atau sistem sosial politik dan budaya
disuatu tempat yang tidak kondusif untuk anak dapat berkembang dengan sempurna.

SEJARAH DEMOKRASI
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia kekuasaan rakyat, yang dibentuk
dari kata demos rakyat dan kratos kekuasaan, merujuk pada sistem politik yang muncul pada
pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi
rakyat pada tahun 508 SM.
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari demokrasi
telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia. Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa kota
yang independen. Di setiap kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu
permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang
merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu terdiri dari 1.500 kota (poleis) yang
kecil dan independen. Kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang
oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi. Salah satunya Athena, kota yang mencoba sebuah model
pemerintahan baru yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah

Solon, seorang penyair dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM
menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi
baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena. Dalam
demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili
dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 150.000
penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.
Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Demokrasi Sistem Kufur, demokrasi
mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas Abad Pertengahan, yakni situasi
yang dipenuhi semangat untuk mengeliminir pengaruh dan peran agama dalam kehidupan manusia.
Demokrasi lahir sebagai anti-tesis terhadap dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat.
Karena itu, demokrasi adalah ide yang anti agama, dalam arti idenya tidak bersumber dari agama dan
tidak menjadikan agama sebagai kaidah-kaidah berdemokrasi. Orang beragama tertentu bisa saja
berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil menjadi aturan main dalam berdemokrasi. Secara implisit,
beliau mencoba mengingatkan mereka yang menerima demokrasi secara buta, tanpa menilik latar
belakang dan situasi sejarah yang melingkupi kelahirannya.

HAM DALAM ISLAM


HAM sebagai tuntutan fitrah manusia
Manusia adalah puncak ciptaan tuhan. Ia dikirim kebumi untuk menjadi khalifah atau wakil-Nya.
Oleh karena itu setiap perbuatan yang membawa perbaikan manusia oleh sesama manusia sendiri
mempunyai nilai kebaikan dan keluhuran kosmis, menjangkau batas-batas jagad raya, menyimpan
kebenaran dan kebaikan universal, suatu nilai yang berdimensi kesemestaan seluruh alam.
Berdasarkan pandangan ini, maka manusia memikul beban serta tanggung jawab sebagai individu
dihadapan Tuhan-Nya kelak, tanpa kemungkinan untuk mendelegasikannya kepada pribadi lain.
Punya pertanggung jawaban yang dituntut dari seseorang haruslah didahului oleh kebebasan memilih.
Tanpa adanya kebebasan itu lantas dituntut dari padanya pertanggung jawaban, adalah suatu
kezaliman dan ketidakadilan, yang jelas hal itu bertentangan sekali dengan sifat Allah yang maha adil.
Berkaitan dengan penggunaan hak-hak individu itu, yang mempunyai hak dianggap menyalahgunakan
haknya apabila:
1.

Dengan perbuatannya dapat merugikan orang lain.

2. Perbuatan itu tidak menghasilkan manfaat bagi dirinya, sebaliknya menimbulkan kerugian
baginya
3.

Perbuatan itu menimbulkan bencana umum bagi masyarakat.

b.

Perimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat

Untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat,didalam islam tidak dikenal
adanya kepemilikan mutlak pada manusia. Oleh karena itu,didalam syariat islam apabila disebut hak
Allah,maka yang dimaksud adalah hak masyarakat atau hak umum. Allah adalah pemilik yang
sesungguhnya terhadap alam semesta,termasuk apa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Hal ini
ditegaskan oleh firman-nya antara lain:

1.

Ketahuilah bahwa milik Allahlah apa-apa yang ada dilangit dan dibumi (Q.S Yunus/10:55)

2.

Dan Dialah yang menciptakan bagimu semua yang terdapat dibumi (Q.S Al-Baqarah/2:29)

3. Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang telah dikaruniakan-Nya
kepadamu (Q.S An-Nuur/24:33)
4. ..di dalam harta mereka tersedia bagian tertentu bagi orang miskin yang meminta dan tak
punya (Q.S Al-Maarij/70:24:25)
Adapun Dasar-dasar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Al-Quran
a.

Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat

Al-Quran menegaskan:

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang maruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung
(Q.S Ali-Imran/3:104)

Hendaklah kamu saling berpesan kepada kebenaran dan saling berpesan dengan penuh
kesabaran (Q.S Al-Ashr/103:3)

Berilah berita gembira kepada hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal (Q.S Az-Zumar/39:17:18)

Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya kepada orang
lain, mengingatkan kepada kebenaran, kebajikan serta mencegah kemungkaran. Bahkan hal itu
disampaikan bukan saja karena ada hak tapi sekaligus merupakan suatu kewajiban sebagai orang
beriman.
Hak kebebasan memilih agama
Sehubungan dengan kebebasan memilih agama dan kepercayaan, Al-Quran menyebutkan antara lain:


Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang Ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus
dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S Al-Baqarah/2:256)

Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir (Q.S Alkahfi/18:29)

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki tentulah beriman semua orang yang dimuka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya ? (Q.S. Yunus/10:99)
Berdasarkan ayat-ayat diatas, jelaslah bahwa masalah menganut suatu agama atau kepercayaan
sepenuhnya diserahkan kepada manusia itu sendiri untuk memilihnya. Didalam islam, kita hanya
diperintah untuk berdakwah yang bertujuan menyeru, mengajak dan membimbing seseorang kepada
kebenaran itu. Dakwah bertujuan juga untuk menegakkan Al-Amru bil maruf wa al-nahyu an almunkar (menyeru kepada kebajikan serta mencegah dari kemjungkaran ).
Hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan sosial
Sehubungan dengan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama ini Al-Quran menyebutkan
sebagai berikut :
Dialah orang yang menjadikan segala yang ada dibumi ini untuk kamu.. (Q.S Al-Baqarah/2:29)

Ayat ini menjadi dasar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dari apa-apa yang sudah disiapkan Allah dipermukaan bumi ini. Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk mendapatkan Rezki yang halal dan baik hal ini di tegaskan dalam firman-Nya :
Hai sekalian Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi.. (Q.S AlBaqarah/2:168)
DEMOKRASI DALAM ISLAM
Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia
yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya para cendekiawan
belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap demokratis. Didalamnya
tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat
manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam, banyak perhatian diberikan
pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi islam dianggap sebagai sistem
yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura),
persetujuan (ijma), dan penilaian interpretative yang mandiri (ijtihad). Seperti banyak konsep dalam
tradisi politik Barat, istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai
banyak konteks dalam wacana Muslim dewasa ini. Namun, lepas dari konteks dan pemakaian lainnya,
istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan menyangkut demokratisasi dikalangan masyarakat
muslim.

Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Oleh karena itu
perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah. Hal ini
disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria maupun
wanita adalah khalifah Allah di bumi. Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan
mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara.
Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat Al-syura
ayat 3 :

Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang
Kami berikan kepada mereka.(QS Asy-Syura : 38).

Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi, yakni konsensus
atau ijma. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan
memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum atau tafsir hukum. Dalam pengertian yang
lebih luas, konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi
Islam modern.
Selain syura dan ijma, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi Islam, yakni ijtihad.
Bagi para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di
suatu tempat atau waktu. Hal ini dengan jelas dinyatakan oleh Khursid Ahmad: Tuhan hanya
mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi manusia kebebasan untuk menerapkan prinsipprinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya. Itjihad dapat
berbentuk seruan untuk melakukan pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis,
pendekatan kitalah yang telah menjadi statis. Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran
ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan kreativitas.
Dalam pengertian politik murni, Muhammad Iqbal menegaskan hubungan antara konsensus
demokratisasi dan ijtihad. Dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in Islam ia
menyatakan bahwa tumbuhnya semangat republik dan pembentukan secara bertahap majelis-majelis
legislatif di negara-negara muslim merupakan langkah awal yang besar. Musyawarah, konsensus, dan
ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam
kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.

Você também pode gostar