Você está na página 1de 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Moral


Rachmat Djatnika (1996:26) dalam bukunya yang berjudul Sistem Ethika
Islami mengatakan bahwa sinonim dari akhlak adalah etika dan moral.
Penyejajaran yang serupa dilakukan pula oleh Hamzah Yaqub (1988:11-14) dalam
bukunya yang berjudul Etika Islam.
Kata moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak mores) yang berarti
kebiasaan, adat (Bertens, 1993). Dalam bahasa Indonesia, moral sering
diterjemahkan dengan arti susila. Kata moral dipakai untuk menunjuk kepada
suatu tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan ide-ide umum yang berlaku
dalam suatu komunitas atau lingkungan tertentu. Dari batasan ini ada yang
menyatakan bahwa kata moral lebih banyak bersifat praktis daripada teoritis
(Yaqub, 1988:14 dalam Ajat Sudrajat).
Moral merupakan suatu standar salah atau benar bagi seseorang (Rogers &
Baron, dalam Martini,1995). Berns (1997) mengemukakan bahwa moralitas
mencakup mematuhi aturan sosial dalam kehidupan sehari-hari dan conscience
atau aturan personal seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain.
Setiono (dalam Muslimin, 2004) menjelaskan bahwa menurut teori
penalaran moral, moralitas terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa dan
bagaimana orang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik dan buruk.
Moralitas pada dasarnya dipandang sebagai pertentangan (konflik) mengenai hal

yang baik disatu pihak dan hal yang buruk dipihak lain. Keadaan konflik tersebut
mencerminkan keadaan yang harus diselesaikan antara dua kepentingan, yakni
kepentingan diri dan orang lain, atau dapat pula dikatakan keadaan konflik antara
hak dan kewajiban.
Moral dalam Islam identik dengan akhlak. Di mana kata akhlak berasal dari
bahasa Arab, bentuk jama dari kata khulk, khulk di dalam kamus al-Munjid
berarti budi pekerti atau perangai. Menurut pandangan para ahli filsafat, etika
memandang tingkah laku pembuatan manusia secara universal (umum). Abu Ala
al-muudi dalam bukunya, Ethical Viewpoint of islam, memberikan garis terang
antara moral islam dengan moral sekuler. Moral Islam bersumber pada al-Quran
dan al- Hadis rosul-Nya. Moral sekuler bersumber pada pikiran dan prasangka
manusia yang beragam (hamzah Yakub, 1993).
Di dalam kitab Ihya Ulumaldin, karya Imam al Ghozali diungkapkan
bahwa:

Al-khulk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macammacam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
perimbangan (Al-Ghazali, Ihya Ulumaldin, Vol, III:56). Jadi pada hakekatnya
akhlak (budi pekerti) ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa
dan telah menjadi kepribadian, hingga dari situ timbul berbagai macam perbuatan
dengan cara mudah dan spontan tanpa dibuat dan tanpa memerlukan pemikiran.
Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut
pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti yang mulia

dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi
pekerti yang tercela.
Selain itu juga disyariatkan, bahwa suatu perbuatan dapat dinilai baik jika
timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa
memerlukan pemikiran. Mengenai syariat tersebut, Asmara AS menegaskan
bahwa dalam menetapkan suatu perbuatan, itu lahir dalam kehendak dan disengaja
sehingga dapat nilai baik atau buruk ada dua syarat yang perlu diperhatikan
(Asmara,1994:11), yaitu :
1. Situasi memungkinkan adanya pilihan (bukan karena paksaan) adanya
kemauan bebas, sehingga tidak dilakukan dengan sengaja.
2. Tahu apa yang dilakukan yakni mengenai nilai baik buruknya. Suatu
perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk manakala memenuhi syaratsyarat di atas. Dalam Islam, faktor kesengajaan merupakan penentu
tingkah laku dalam penetapan nilai tingkah laku/tindakan seseorang.
Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar syariat, jika ia tidak tahu
bahwa ia berbuat salah menurut hukum Islam.
Menurut Philip K. Hitti (dalam Ajat Sudrajat) ada tiga cara pandang yang
berbeda di kalangan Islam ketika melihat persoalan akhlak. Pertama, melihat akhlak
dalam hubungannya dengan tertib sopan sehari-hari. Cara pandang ini disebut
dengan istilah popular philosophy of morality. Kedua, melihat akhlak dalam
hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Cara pandang ini disebut dengan istilah
Philosophical. Ketiga, melihat akhlak dalam hubungannya dengan masalah
kejiwaan. Cara pandang ini disebut dengan istilah mystical-psychological (Abidin
Ahmad, 1975-20).

Berdasarkan pada tiga cara pandang di atas, secara sederhana dapat dikatakan
mengenai adanya pendekatan teoritis dan praktis atas tingkah laku manusia.
Pendekatan yang bersifat teoritis merupakan bagian dari usaha rasionalisasi terhadap
tingkah laku manusia, atau berupa pikiran-pikiran logis tentang sesuatu yang harus
diperbuat oleh manusia. Sedangkan pendekatan praktis menunjuk secara langsung
kepada tingkah laku manusia. Tingkah laku ini bisa dilihat sebagai hasil pikiran logis
manusia ketika menyadari kehidupan sosialnya. Misalnya mengenai perbuatanperbuatan mana yang harus dilakukan, dan perbuatan mana yang mesti ditinggalkan.
Mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.
Berdasarkan pemaparan tentang definis dari moral maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa moral adalah cara pandang seorang individu dalam menilai
suatu tingkah laku apakah tingkah laku tersebut sesuai dengan ide-ide umum yang
berlaku dalam suatu komunitas atau lingkungan tertentu, mengapa dan bagaimana
orang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik dan buruk.

2.2.

Tahapan Perkembangan Moral


Pengertian perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses

perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas
kemampuan, sifat dan ciriciri yang baru (Reni Akbar Hawadi : 2001). Helden
(1977) dan Richards (1971) berpendapat moral adalah suatu kepekaan dalam
pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakantindakan lain yang
tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsipprinsip dan aturanaturan. Kita telah
mengetahui arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan dan moral maka

selanjutnya yaitu kita mulai memahami arti dari gabungan dua kata tersebut
Perkembangan

Moral

Santrock

(1995)

Perkembangan

moral

adalah

perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Perkembangan moral adalah perubahanperubahan perilaku yang terjadi dalam
kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai
yang berlaku dalam kelompok sosial.
Kohlberg dalam Santrock menjelaskan bahwa tahapan perkembangan
moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan
perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence
Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan
dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembanganyang dapat
teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring
penambahan usia yang semula diteliti Piaget,yang menyatakan bahwa logika
dan

moralitas

berkembang

melalui

tahapantaTAhahapan

konstruktif.

Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses


perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang
mempertanyakan

implikasi

filosofis

dari

penelitiannya.

Kohlberg

menggunakan ceritacerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia


tertarik pada bagaimana orangorang akan menjustifikasi tindakantindakan.
Berikut adalah pemaparan tahap perkembangan moral menurut Kohlberg.

1. Tahap 1 Moralitas Prakonvensional. Pertimbangan berdasarkan


keperluan individu dan peraturan orang lain.
Level I. Orientasi hukuman dan Kepatuhan. Peraturan dipatuhi untuk
mengelakan hukuman. Perbuatan yang baik dan buruk ditentukan oleh
akibat fisikal.
(Level II. Orientasi Ganjaran Individu (Instrument Relativitist).
Keperluan individu menentukan salah dan betul. Pertolongan adalah
atas dasar mengharapkan balasan.
2. Tahap 2 : Moralitas Konvensional. Pertimbangan adalah berdasarkan
persetujuan orang lain, harapan keluarga, nilai tradisional, undang-undang
masyarakat dan kesetiaan kepada negara.
Level III. Orientasi kanak-kanak baik (Good boy-Nice girl
orientation). Ini berdasarkan apa yang baik, bantuan dan dipersetujuin
oleh orang lain.
Level IV. Orientasi mengekal susunan sosial. Undang-undang adalah
mutlak. Pihak berkuasa mesti dihormati dan susunan sosial
dikekalkan.
3. Tahap 3 : Moralitas Postkonvensional.
Level V Orientasi perjanjian sosial. Kebaikan dinilai dari standar
hak indvidu yang ditentukan secara sosial.
Level VI Orientasi prinsip Etika Universal. Kebaikan dan betul
adalah perkara-perkara yang melibatkan hati nurani seorang individu
2.3.

dan melibatkan konsep abstrak seperti keadilan dan kesamaan.


Faktor faktor Pembentukan Moral
Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang

berhubungan

dengan

perkembangan

penalaran

dan

perilaku

moral

perkembangan kognitif umum, perkembangan rasio dan rationale, isu dan dilema
moral, dan perasaan diri.
1. Perkembangan Kognitif Umum.
Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam mengenai
hokum moral dan nilainilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hakhak asasi
manusia memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ideide abstrak.
Dengan demikian dalam batasbatas tertentu, perkembangan moral bergantung
pada perkembangan kognitif (Kohlberg, 1976 Nucci, 2006 Turiel, 2002).
Sebagai contoh, anakanak yang secara intelektual (gifted) berbakat umumnya
lebih sering berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi
ketidakadilan di masyarakat lokal ataupun dunia secara umum ketimbang
temanteman sebayanya (silverman,1994). Meski demikian, perkembangan
kognitif tidak menjamin perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir
abstrak mengenai materi akademis dan pada saat yang sama bernalar secara
prakonvensional, yang berpusat pada diri sendiri (Kohlberg, 1976 Silverman,
1994).
2. Penggunaan Ratio dan Rationale.
Anakanak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral
ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan
perilakuperilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anakanak
alasan perilakuperilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan focus pada
perspektif

orang

lain,

dikenal

sebagai

induksi

(induction)

(M.L.Hoffman,1970,1975).
3. Isu dan Dilema Moral

10

Dalam teorinya mengenai perkembangan moral, Kohlberg menyatakan bahwa


anakanak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilema
moral yang tidak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan
tingkat penalaran moralnya saat itu dengan kata lain, ketika anak menghadapi
situasi yang menimbulkan disequilibrium. Upaya untuk membantu anakanak
yang menghadapi dilemma semacam itu, Kohlberg menyarankan agar guru
menawarkan penalaran moral satu tahap diatas tahap yang dimiliki anak saat
itu. Kohlberg (1969) percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk
memajukan tingkat penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap.
Dia berteori bahwa cara anakanak melangkah dari satu tahap ke tahap berikut
ialah dengan berinteraksi dengan orangorang lain yang penalarannya berada
satu atau paling tinggi dua tahap di atas tahap mereka.
4. Perasaan Diri
Anakanak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka
berpikir bahwa sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain
ketika mereka memiliki pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan
mereka membuat suatu perbedaan (Narfaez & Rest, 1995). Lebih jauh, pada
masa remaja, beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen
terhadap nilainilai moral terhadap identitas mereka secara keseluruhan
(M.L.Arnold, 2000 Biyasi, 1995 Nucci, 2001). Mereka menganggap diri
mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hakhak dan kebaikan orang lain. Tindakan altruistik dan bela rasa yang mereka
lakukan tidak terbatas hanya pada temanteman dan orangorang yang mereka
kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.

11

2.4. Pengertian Degradasi Moral/Penurunan Moral


Degradasi /dgradasi/ n kemunduran, kemerosotan, penurunan, (tentang
mutu, moral, pangkat). Kata Moral berasal dari kata latin mos yang berarti
kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai
positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral
adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Menurut Kamus Besar
bahasa Indonesia, moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima maupun
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban.
Immanuel Kant berpendapat, moralitas adalah hal keyakinan dan sikap
bathin dan bukan hal sekedar penyesuain aturan dari luar, entah itu aturan hukum
Negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, criteria mutu
moral seseorang dalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedang hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untukk
mengikuti apa yang dalam hati didasari sebagai kewajiban mutlak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, degradasi secara harfiah dimaknai
sebagai kemunduran, kemerosotan atau penurunan. Sedangkan moral dimaknai
sebagai (ajaran) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban dan sebagainya. Di dalam Tafsir al-Quran Tematik Seri 3: Etika
Berkeluarga, Bermasyarakat dan Berpolitik dijelaskan, moral secara kebahasaan
berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari kata
mos yang berarti kebiasaan atau adat kebiasaan.

12

Dengan demikian, degradasi moral remaja adalah penurunan kepekaan


budi pekerti atau kelakuan yang memiliki norma-norma luhur pada diri remaja.
Akhlak, etika, moral dan susila merupakan prinsip atau aturan hidup manusia
untuk menakar martabat dan harkat kemanusiaannya. Semakin tinggi moral dan
akhlak yang dimiliki oleh seseorang, semakin tinggi pula harkat dan martabatnya.
Sebaliknya, semakin rendah kualitas moral seseorang, maka semakin rendah pula
kualitas kemanusiaannya.
2.5. Faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi/penurunan moral
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhui terjadinya Degradasi
Moral pada remaja
1. Lingkungan keluarga
a. Orang tua yang sibuk bekerja, orang tua yang sibuk bekerja sehingga tidak
memiliki waktu bersama keluarga, semua keperluan anak diurus oleh
pembantu, kebutuhan anak hanya dipenuhi oleh materi sehingga tidak ada
bimbingan orang tua dan kehangatan keluarga yang diperlukan bagi
pertumbuhan anak.
b. Orang tua sibuk menonton sinetron dari pagi hingga malam, sehingga anak
yang pada awalnya mereka tidak mengetahui masalah percintaan,
tetapi karena banyak orang tua yang menonton sinetron didepan anak
mereka, akhirnya anak mereka pun jadi menyukai sinetron, sehingga yang
ada di otak si anak hanya masalah cinta.
c. Perceraian orang tua, akibat perceraian orang tua akhirnya anak mencari
jalan sendiri untuk memenuhi kebutuhannya dan menyenangkan dirinya
tanpa peduli jalan yang diambil apakah benar atau salah. Dari orang tua

13

yang tidak peduli dengan kehidupan anaknya dan sibuk dengan


kesenangannya sendiri merupakan orang tua yang egois serta tidak
bertanggung jawab terhadap kelangsungan generasi penerus bangsa.
Karena dari situlah tumbuh degredasi moral remaja. Hal yang paling
ditakuti, dimana moral bangsa terabaikan. Sehingga saat anak tumbuh
menjadi remaja, dan apabila mereka berada dilingkungan yang salah,
maka dengan tidak disadari akan mengambil jalan yang salah pula. Hal
seperti ini selain akan merugikan diri sendiri, orang tua juga lingkungan
masyarakat tempat tinggal. Keberadaan mereka dalam lingkungan yang
salah bisa disebabkan karena anak tidak memiliki teman untuk berbagi
dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sehingga mereka
mengambil jalan pintas untuk penyelesaian masalah dengan cepat
meskipun hanya sesaat dengan jalan mengkonsumsi narkoba dan
sejenisnya yang membuat mereka dapat melupakan permasalahan sesaat.

2. Dari lingkungan di luar rumah


a. Pengaruh budaya asing
Memang masuknya budaya asing ke negara kita memberi dampak positif
pada kemajuan teknologi. Tetapi, kalau budaya asing tersebut masuk tanpa
tersaring sama sekali akan memberi dampak negatif. Salah satunya
dalamhal pergaulan. Karena, kalau kita lihat di kota-kota besar budaya
clubbing, minum-minuman keras, dan narkoba menjadi budaya baru.

14

Bukan hanya remaja di kota besar saja yang mengalami tingkat degradasi,
remaja di desa pun mengalami degredasi sekalipun adat istiadatnya
kuat. Pada saat ini banyak club malam merupakan tempat beredar nya
narkoba. Karena menurut sebuah website banyak anak remaja sekarang
yang pergi ke club malam untuk mengkomsumsi narkoba. Dulu anak SMA
merayakan kelulusan nya dengan cara pawai sepeda motor walau pun
masih sering di lakukan sampai sekarang tetapi beberapa waktu di koran di
beritakan bahwa anak SMA merayakan kelulusan dengan melakukan sex
party ditambah nyabu bareng.
b. Media masa atau media informasi
Kemajuan IPTEK melahirkan berbagai macam media yang mutakhir
seperti televisi,handphone, internet dan lain-lain.Banyaknya informasi yang
bisa di peroleh dari media tersebut menyebabkan banyak para remaja
menyalahgunakan media tersebut. Banyaknya tayangan-tayangan yang
tidak seharusnya di tampilkan oleh media masa seperti adegan-adegan
kekerasan dan romantis yang sering di tayangkan oleh media masa
membuat para remaja meniru adegan-adegan tersebut. Tayangan media
masa yang sering mereka lihat dijadikan kebudayaan baru yang dianggap
sesuai dengan kemajuan zaman. Rasa tidak ingin ketinggalan zaman dari
orang lain membuat para remaja melakukan kebiasaan baru yang sudah
menjadi kebudayaan atau sering mereka jumpai seperti tayangan televisi
dan lingkungan sosialisasi.
c. Tempat karaoke yang banyak diminati remaja yang juga akhirnya sebagai
tempat pesta nyabu bagi para remaja

15

3. Penyimpangan Sosial
Berikut kutipan dari James W.van der Zanden mengenai penyimpangan
sosial:
Penyimpangan sosial merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang
dianggap

sebagai

suatu

hal

yang

tercela

dan

di

luar

batas

toleransi.penyimpangan sosial umumnya disebabkan oleh proses sosialisasi


yang kurang sempurna.Retaknya sebuah rumah tangga menjadikan seorang
anak tidak mengenal disiplin dan sopan santun.Hal ini di sebabkan karena
orang tua sebagai tempat bersosialisasi tidak melakukan peran yang
semestinya.
a. Longgarnya pegangan terhadap agama
Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir
dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama
mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, laranganlarangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan
longgarnya pegangan seseorang peda ajaran agama, maka hilanglah
kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satusatunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah
masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan
masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena
pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau
tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang
hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukumhukum sosial itu. Dan apabila dalam masyarakat itu banyak orang yang

16

melakukan pelanggaran moral, dengan sendirinya orang yang kurang iman


tadi akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran pelanggaran yang
sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta
menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya
pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya
sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan
Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari agama,
semakin sudah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin
kacaulah suasana, karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak,
hukum dan nilai moral.
b. Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumahtangga,
sekolah maupun masyarakat.
Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan
menurut semsetinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah
tangga misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan
kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengertyi man
auang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan
ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan
moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. Pembinaan
moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak
menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus
dibiasakan. Zakiah Darajat mangatakan, moral bukanlah suatu pelajaran
yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup

17

bermoral dari sejak kecil. Moral itu tumbuh dari tindakan kepada
pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya rumah tangga, sekolahpun
dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak
didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik
bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di
samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan
kecerdasan. Dengan kata lain, supaya sekolah merupakan lapangan sosial
bagi anak-anak, dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala
aspek kepribadian berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral
yang demikian itu, pendidikan agama diabaikan di sekolah, maka didikan
agama yang diterima dirumah tidak akan berkembang, bahkan mungkin
terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam
pembinaan moral. Masyarakat yang lebih rusak moralnya perlu segera
diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat
dengan kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya
dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral dikalangan
pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak
efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral.
Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang,
tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
c. Dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
Sekarang ini sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar
tentang anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh gurunya atau
polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kotrasepsi

18

seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya


digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala
penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata
mengejar

kepuasan

materi,

kesenangan

hawa

nafsu

dan

tidak

mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa


dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis, hedonistis dan
sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan,bacaan-bacaan, lukisanlukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran
arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang
semata-mata

mengeruk

keuntungan

material

dan

memanfaatkan

kecenderungan para remaja, tanpa memperhatikan dampaknya bagi


kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga termasuk
faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral para remaja
dan generasi muda umumnya.
d. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah.
Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi,
sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukan
kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakuka pembinaan moral bangsa.
Hal yang demikian semaikin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit
penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan
sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme yang hingga kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang.
Mereka asik memperebutkan kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan
cara-cara tidak terpuji itu, dengan tidak memperhitungkan dampaknya bagi

19

kerusakan moral bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan


lagi apa yang disarankan dan dianjurkan pemerintah, karena secara moral
mereka sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap sebagian elit penguasa
yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan sudah
waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang
dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep
pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan
berkesinambungan.
e. Rendahnya tingkat pendidikan
Crow dan crow menegaskan learning is a modification of accompanying
growth processes that are brougt about trought adjusment to sensions
initieted though sensory stimulation, artinya belajar adalah perubah
tingkah laku yang menyertai proses pertumbuhan yang semua itu di
sebabkan melalui penyesuaian terhadap keadaan yang diawali lewat
rangsangan panca indra. Kurangnya pendidikan dalam pergaulan dapat
membuat seseorang keliru mengambil jalan hidupnya, sehingga mereka
mudah terpengaruh dengan hal-hal baru seiring proses sosialisasi yang
mereka

alami.

Pendidikan

merupakan

faktor utama dalam

proses

sosialisasi, karena pendidikan menjadi landasan perilaku seseorang.


f. Kurangnya keefisienan dan keefektifan lembaga sosial masyarakat
Ada berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, tingginya
tingkat kemiskinan mengakibatkan berbagai masalah sosial, seperti
meningkatnya jumlah kriminalitas, kurangnya pendidikan, dan banyaknya
jumlah penduduk yang kelaparan serta kurang gizi. Hal tersebut menarik
sebagian besar perhatian pemerintah sehingga masalah mengenai degradasi

20

moral remaja di kesampingkan. Kurangnya perhatian lembaga sosial


terhadap moral remaja mengakibatkan tingkat degradasi moral yang tinggi.
Penerapanpenerapan norma dan sanksi yang kurang mengikat dari
lembaga sosial mengakibatkan para pemuda mengabaikan aturan-aturan
tersebut.
Jadi dapat disimpulkan degradasi moral adalah penurunan tingkah laku
manusia yang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : faktor Internal dan faktor
eksternal.

21

Você também pode gostar