Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
AGAR
AL-QURAN
MENJADI TEMAN
Orang yang membaca Al-Quran dengan rasa cinta kepada Allah seperti orang yang amat rindu kepada kekasih, lalu
membaca surat darinya, la memandang dan menikmati goresan jemari kekasihnya itu. Hatinya jadi tenteram.
Kerinduannya terpenuhi. Begitulah mereka yang rindu kepada-Nya saat menatap huruf-huruf Al-Quran. Kalam itu
terasa datang langsung dari Pemiliknya. Wahyu pun mengalir ke dalam dada dan akalnya, la merasa tenteram dan
menikmati bacaannya. Melepas rindu dengan meresapi kata-kata dan kalam-Nya. Bukankah Al-Quran adalah katakata dan kalam-Nya? Dr. Amr Khaled
Allah menurunkan Al-Quran untuk kita baca dengan penuh perenungan, untuk kita perhatikan dengan
penuh kecermatan, agar kita bahagia dengan senantiasa mengingatnya, agar kita pahami pengertiannya
yang paling baik, agar kita yakini, agar kita berusaha menegakkan semua perintah dan larangannya, agar
kita bisa memetik berbagai buah pengetahuan bermanfaat yang dapat mengantarkan kita menuju Allah
lewat pohon-pohonnya, serta lewat taman dan bunganya.
Penerbit zaman menemani Anda belajar Islam dengan ulasan yang mencerahkan
dan menggerakkan
zaman
asyiknya belajar Islam
Diterjemahkan dari Tahqiq al-Wishal Bayn al-Qalb wa al-Qur'an, Karya MajdT Al-Hilali
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh maupun
sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit
Penerjemah : Asy'ari Khatib
Editor : Juman Rofarif
Pewajah Isi : Nur Aly
Desain Sampul : Reza Alfarabi
zuniiin
ISI BUKU
PENGANTAR 11
BACA DULU HALAMAN INI 15
SEBONGKAH BATU DI MULUT GUA
ADAKAH JALAN KELUAR? 17
Penyakit Kronis Umat 18
Penyakit Iman 21
Tulang Punggung Iman 22
Inilah Rahasia Mereka 24
Al-Quran Solusi Kita 26
Bagaimana dengan Sunnah? 28
Al-Quran dan Amal Saleh 30
Inilah Pendapat Ibn al-Qayyim 31
Tahukah Umat Islam akan Nilai Al-Quran? 33
Rasul pun Mengeluhkan Kita! 35
Lalu, Apa Solusinya? 36
Pada Awalnya adalah Memercayai Al-Quran 40
IKATAN CINTA 42
Kasih Melimpah 47
5
Pembangkangan Manusia 51
Tipu Daya Iblis 52
Watak Iblis 55
Pintu Setan 56
Mahakasih Mahalembut 57
Kenapa Al-Quran Diturunkan 59
Tahu saja Tidak Cukup! 61
Al-Quran Mengunci Pintu Setan 63
Ibn Qayyim dan Al-Quran 65
Meluruskan Niat 66
RUH DAN ENERGI HATI 68
Ruh yang Mengalir ke Kalbu 70
Siapa Masuk ke Dalamnya Pasti Aman 71
Hanya Dapat Dirasakan, Tak Dapat Dilukiskan! 73
Pengaruh Al-Quran 74
Gunung Hancur Lebur 74
Bergetar dan Bersujud 75
Sambutlah Seruan Allah 78 Pengaruh Al-Quran kepada Kaum Musyrik
Walid ibn al-Mughirah 81
Pengakuan Utbah ibn Rabi'ah 82
Sujud Bersama 84
Khawatir Terpengaruh Al-Quran 85
Karena Al-Quran, Mereka Memeluk Islam 88
Usaid ibn Hudhair Memeluk Islam 90
Bukti tak Terbantah 92
Umat Mengagumkan 94
RASULULLAH DAN AL-QURAN 96
Pengaruh Al-Quran dalam Diri Nabi saw. 97
Makkah 79
Pengantar 7
Reaksi Spontan 99
Cara Nabi saw Membaca Al-Quran 100
Agar Al-Quran Dibaca setiap Hari 102
Nabi Menyeru dengan Al-Quran 104
Mata Air yang Jernih 106 Dorongan Nabi Agar Sahabat Mempelajari
Al-Quran 109
Nabi Menjelaskan Kandungan Al-Quran 109 Hanya Satu Pilihan: Pahami dan Renungkan! 114
Nabi Mengawasi Para Sahabat 118
Wasiat Al-Quran 122
TELADAN DARI PARA SAHABAT 124
Pengaruh Langsung Al-Quran pada Perilaku
Sahabat 131
Tidakkah Kau Ingin Diampuni Allah? 131
Berpalinglah dari Orang-orang Bodoh 132
Kuutangkan Kebunku kepada Tuhanku 133
Tsabit ibn Qais Ahli Surga 134
Karena Tunduk Patuh kepada Allah 135 Andai mampu, Aku akan Berjuang
di Jalan Allah 136
Aku tidak Butuh Tanahmu 137
Semalam Kubaca Surah Baraah 137
Hiasi Al-Quran dengan Tindakan! 139
Menyibukkan Diri dengan Al-Quran 141
Bagaimana Mereka Menghafal Al-Quran? 145
Kekhawatiran Sahabat atas Al-Quran 150
Pesan Para Sahabat tentang Al-Quran 151
Hilangnya Al-Quran 155 Khawatir Orang-orang akan Sibuk
dengan Selain Al-Quran 158
Kedudukan Sunnah Nabi 162 Mengapa Sunnah tidak Dibukukan pada Masa
Rasulullah 163 Sikap Sahabat terhadap Hadis Sepeninggal
Rasulullah 164
Penulisan Ilmu 167
Adakah Kata Sepakat untuk Persoalan ini? 168
Karena Meninggalkan Al-Quran 171
Al-Quran Pembangun Iman 172 Kata-kata Pamungkas tentang Sahabat
MENGAPA KITA TIDAK DAPAT MEMETIK
MANFAAT AL-QURAN? 178
Pengantar 9
Tidak Dijadikan Satu-satunya Sumber 217 Bukan Ajakan Meninggalkan Keilmuan Lain 218
Prihatin, Namun ... 219
Berapa Kali Mengkhatamkan Al-Quran? 221
Pengantar
Tuhanku Yang Maha Pemurah, ulurkan padaku kemudahan dan pertolongan.
Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Segala puji yang setara dengan seluruh
anugerahNya. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada utusan yang membawa kasih
sayang bagi semesta, Nabi Muhammad, juga kepada seluruh keluarga dan sahabat beliau.
Buku ini berbicara tentang nilai-nilai Al-Quran dan cara memetik manfaat darinya dalam upaya
menjalin hubungan hakiki antara hati dan Kitab Suci tersebut, sehingga akan terjadi perbaikan pada
setiap diri, lalu umat secara keseluruhan, seperti dicontohkan generasi sahabat Nabi.
Terus terang, ada banyak hal yang membuat saya tak pernah bosan mengulas Al-Quranmeski
harus saya akui jika kerap terjadi pengulangan topik dalam beberapa karya saya. Namun, motivasi
terpenting adalah ingin menggugah semangat umat untuk bangkit sehingga sejarah gemilang generasi
sahabat akan terulang. Hanya dengan Al-Quran, hal itu akan terwujud.
Al-Quran adalah khazanah agung dan lengkap, menyajikan menu yang dibutuhkan setiap orang
agar dicintai dan diridai Allah, juga yang dibutuhkan umat agar bangkit dari keterpurukan berabadabad.
Sangat tepat bila Al-Quran dijadikan ruh kebangkitan umat. Ia ibarat matahari: sinarnya takkan
memancar kecuali kepada orang yang membuka diri. Al-Quran tak memberi pengaruh apa pun
kecuali kepada orang yang membuka hatinya. Namun, tak seperti matahari, cahaya Al-Quran tak
akan tenggelam, tak hilang oleh ruang dan waktu.
Tidak sulit sesungguhnya mengakrabi Al-Quran. Namun, pada kenyataannya tak sedikit umat yang
enggan menjadikan ia satu-satunya sumber keimanan dan penunjuk jalan menuju Tuhan. Mereka merasa
puas hanya dengan pahala dari membaca atau menghafalkannya. Sehingga banyak sisi penting Al-Quran
yang terabaikan.
Itulah alasan saya banyak menulis tema Al-Quran. Dan, buku ini salah satu di antaranyauntuk
Anda yang merindukan pencerahan hati dan kebangkitan umat.
Jika benar Anda termasuk satu di antara yang demikian itudan saya yakin itumaka jangan lupa
berdoa untuk penulis buku ini semoga ia diberi limpahan rahmat, ampunan, dan husnul khatimah.
Berdoalah juga semoga setiap generasi umat ini kembali kepada Al-Quran dan dapat memetik manfaat
sebanyak mungkin darinya.
Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi kami petunjuk ke jalan Islam ini. Sekiranya Allah
tak berkenan, tentunya kami takkan pernah mendapat petunjuk. Mahasuci Engkau. Tidak ada yang kami
ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan (al-Baqarah: 32).
Majdi al-Hilali
BAB 1
satu fase penting, yaitu mendiagnosis jenis penyakit yang menjangkiti umat, mencari penyebabnya,
berikut terapi dan teknik pengobatan yang tepat. Setelah itu bergerak menuju fase kesadaran bahwa
umat ini memang berbeda dari umat-umat lainnya. Umat ini memiliki posisi istimewa di sisi Allah,
sekaligus memikul beban risalah terakhir dan bertanggung jawab menyampaikannya ke seluruh
penjuru dunia. Dan demikian (pula) Kami jadikan kalian (umat Islam) umat pilihan agar kalian menjadi
saksi atas manusia.
Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian. Dia sekali-kali tidak
menjadikan kesempitan untuk kalian dalam agama. [Ikutilah] agama orangtuamu, Ibrahim. Dia (Allah)
menamai kalian orang-orang muslim dari dahulu, dan begitu pula dalam Al-Quran ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi bagi kalian, dan supaya kalian menjadi saksi bagi segenap manusia.
Penyakit Kronis Umat
Umat Islam memikul tanggung jawab menyampaikan risalah Allah ke seluruh dunia. Tanggung
jawab berat itu takkan pernah bisa tegak tanpa ditopang keimanan yang kokoh. Imanlah yang
membantu generasi terbaik umat ini mampu menerjemahkan risalah Allah ke dalam kehidupan
nyata. Iman pulalah
2
yang menumbuhkan kekuatan batin dalam mengemban tugas menyampaikan risalah agung.
Itulah kenapa Allah menempatkan kebesaran dan keunggulan kita di atas manusia lain. Allah
berfirman, Kalianlah yang paling tinggi derajatnya, jika kalian beriman.
Dan, pertolongan Allah diturunkan sesuai kadar keimanan, seperti dalam firman-Nya, Yang demikian
itu karena Allah adalah pelindung orang-orang beriman, dan karena orang-orang kafir itu tidak mempunyai
pelindung.
4
Allah sekali-sekali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
beriman.
Iman jugalah syarat terpenting untuk memeluk agama. Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman
di antara kalian dan yang mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Sungguh Dia akan
5
meneguhkan agama yang telah diridai-Nya untuk mereka. Dia juga benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka
menjadi aman setelah sebelumnya berada dalam ketakutan. Mereka tetap menyembah-Ku, tidak mempersekutukanKu dengan apa pun.
7
4Q.S. Alu 'Imran [03]: 139. Q.S. Muhammad [47]: 11. Q.S. Al-Nisa [4] : 141. Q.S. Al-Nur [24]: 55.
5
Dan, kondisi keimanan itulah yang sebenarnya menjadi masalah umat Islam saat ini. Jika keimanan
mereka lumpuh, hawa nafsu akan segera menguasai mereka. Lalu, hilanglah sumber kekuatan
mereka. Runtuhlah keistimewaan mereka di antara umat-umat lainnya. Allah pun akan murka
karena mereka tak mampu lagi mengemban tugas menyampaikan risalah-Nya. Mereka akan terus
ditimpa azab sebelum menyadari kealpaan mereka, sebelum iman di dada mereka kembali kukuh.
Secara jelas Nabi menggambarkan hal itu dalam sabdanya, "Bila kalian berjual-beli barang-barang
mewah, senang beternak dan bercocok tanam, lalu kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan
membuat kalian terpuruk dalam kehinaan. Dia tak akan membebaskan sebelum kalian kembali
kepada agama kalian."
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas ibn Malik, Rasulullah bersabda, "Akan datang
pada suatu masa seorang lelaki berdoa untuk orang banyak, lalu Allah menjawab, 'Berdoalah untuk
orang-orang terdekatmu, niscaya akan Ku-kabulkan. Sementara doamu untuk umat tidak akan Kukabulkan, sebab Aku murka kepada mereka!'"
8
8Hadis sahih, diriwayatkan Abu Daud. Dituturkan al-Al-bani dalam Shahth a I-Jami' al-Shaghir, 423.
Diriwayatkan Ibn al-Mubarak dalam al-Zuhd, 922.
Penyakit Iman
Kami berkesimpulan bahwa penyakit kronis umat ini adalah iman. Dan, tidak ada terapi lain untuk
menyembuhkannya kecuali iman itu sendiri. Jika sudah terobati, kemurkaan Allah akan berganti
menjadi keridaan-Nya. Mengalirlah pertolongan-Nya, dan teguhlah agama mereka. Dan Kami selalu
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.
Jika kami katakan bahwa persoalan utama yang dihadapi umat ini adalah soal keimanan, bukan
berarti kita tak ambil bagian dalam kemajuan sebagaimana bangsa-bangsa lain; tidak turut berjuang
menyampaikan dakwah; tidak turut menegakkan syariat Islam. Sama sekali bukan seperti itu! Yang
ingin kami tegaskan adalah soal prioritas. Bahwa masalah iman harus ditempatkan di urutan teratas,
baru kemudian diikuti upaya-upaya untuk menerjemahkan semangat keimanan tersebut ke dalam
beragam aspek kehidupan, mengerahkan segenap tenaga untuk melaksanakan syariat Islam
dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, sampai akhirnya dunia. Dan supaya agama itu sematamata milik dan untuk Allah.
Faktor terpenting untuk kesuksesan hal itu adalah individu-individu muslim yang berkualitas
dan hatinya selalu terhubung dengan Allah, seperti diisyaratkan oleh firman Allah, Sesungguhnya
shalat10
11
10
ku, ibadahku, hidup, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Tidak mungkin dari individu yang tidak beriman akan tecermin sikap dan keyakinan hidup seperti
itu. Iman adalah sumber tenaga untuk melaksanakan beragam tugas dan kewajiban. Orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad
menggunakan harta dan diri mereka. Dan, Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang
11
akan meminta izin kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.
Hati mereka ragu-ragu. Karena itu, mereka selalu bimbang dalam keraguannya.
13
Ya Tuban kami, kami mendengar seruan yang mengajak kepada keimanan: "Berimanlah kepada Tuhan." Lalu,
kami pun beriman. *
Menurut Muhammad ibn Ka'b al-Qarashi, penyeru dalam ayat itu tidak lain adalah Al-Quran
sendiri, bukan Nabi Muhammad. Sebab, tidak semua umat menjumpai beliau.
Al-Quran adalah sumber energi yang memengaruhi hati. Ia adalah firman Tuhan Penguasa alam
semesta. Gunung tertinggi sekali pun akan luluh lantak menerimanya karena begitu kuat pengaruh
energi yang dikeluarkan. Jika sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kau akan
melihat gunung itu hancur lebur karena ketakutannya kepada Allah.
Iman bagi hati seperti ruh bagi tubuh. Dan, Al-Quran adalah tulang punggung bagi iman. Sehingga,
tidak heran bila Al-Quran pun disebut ruh, seperti dalam firman Allah, Dan demikianlah Kami wahyukan
ruh (Al-Quran) kepadamu dengan perintah Kami.
Mountay mengatakan, "Pemikiran Arab-Islam yang jauh dari sentuhan Al-Quran tidak ubahnya
lelaki yang kehabisan darah."
1
15
16
17
18
15
16
17
Seperti diungkapkan Iqbal, Al-Quran lebih daripada sekadar sebuah kitab. Jika ia merasuk ke hati,
manusia akan berubah menjadi lebih baik. Dan, bila manusia berubah maka dunia pun berubah.
Tengoklah generasi awal Islam. Mereka memperlakukan Al-Quran secara tepat. Hati mereka
menyambutnya secara baik. Mereka pun menjadi generasi gemilang, dapat memimpin dunia dalam
waktu bilangan tahun saja.
Inilah Rahasia Mereka
Jika suatu generasi ingin memiliki keteguhan memeluk agama, kuncinya adalah iman dan ketuhanan.
Generasi sahabat telah menunjukkan hal itu. Dan, rahasia di balik semua itu adalah Al-Quran. Topik ini
telah didedah cukup memadai oleh Sayyid Qu-thub dalam banyak tulisan dan buku. Di antaranya seperti
yang ia tulis dalam buku terakhirnya, Mu-qawwimdt al-Tashawwur al-Islami. Di situ, Sayyid mengatakan:
Aku telah melanglang ke masa lalu, mengkaji biografi sejumlah generasi muslim awal. Kumasuki
jantung mereka, kurasakan wujud Allah dan kehadiran-Nya mengalir dalam setiap denyut perasaan
mereka, bergetar di lubuk hati mereka, dan memantul dalam kehidupan mereka. Aku bertanyatanya, bagaimana hal itu bisa terwujud begitu sempurna?
19
l9
Aku terus berusaha menelusuri bagaimana wujud Allah dan kehadiran-Nya begitu sempurna
menancap di hati dan kehidupan mereka. Usahaku hampa, tidak ada jawaban yang kudapat. Akhirnya,
aku kembali ke Al-Quran, mencermati tema dasarnya: mewujudnya hakikat ilahiah dan penghambaan
manusia kepada Allah setelah mengenal-Nya.
Di sinilah aku menemukan rahasia di balik kesempurnaan generasi muslim awal itu. Aku menjadi
tahu di mana dan bagaimana generasi yang sangat eksklusif dalam sejarah kemanusiaan itu dibangun.
Mereka adalah generasi yang akrab dengan Al-Quran, hidup dengan jalan Al-Quran, menapaki
substansi yang ditunjukkan Al-Quran. Al-Quran meliputi segala sesuatu, menjadi sumber segala sesuatu,
dan segala sesuatu terhubung dengannya, darinya segala sesuatu terbentuk. Di dalam semua itu
kutemukan hakikat "ketuhanan" menjelma dalam diri sejumlah manusia. Kutemukan "generasi rabbani"
yang selalu terhubung dengan Allah, hidup bersama Allah dan untuk Allah. Tidak ada dalam hati dan
kehidupan mereka selain Allah.
Ketika hakikat "ketuhanan" itu hadir di dalam diri manusia, sehingga terwujud generasi "rabbani",
maka hilanglah sekat-sekat ruang, mereka hidup dalam ruang tanpa batas. Yang ada adalah hakikat
ketuhanan ... Allah bertindak di dunia dan di kehidupan manusia dengan "sedikit" anugerahnya itu.
Tidak ada lagi hambatan yang biasa mengadang dan membatasi manusia dalam usaha keras mereka.
Tidak ada batasan-batasan yang biasa manusia gunakan untuk menimbang sesuatu atau peristiwa ...
Yang ada adalah keadaan baru dan islami, bersamaan dengan adanya insan baru dan sejati.
20
Muqawwamdt al-Tashawwur al-Isldmi, Sayid Quthb, hal. 192, 194, dengan peringkasan.
Diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Nasa'i, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak . Al-Hakim menilai hadis ini sahih.
10
21
dan cahaya. Siapa yang secara teguh berpegang kepadanya, niscaya ia mendapat petunjuk. Dan,
siapa menyalahinya, niscaya ia akan tersesat."
Saat tragedi pembunuhan Utsman ibn Affan, Abdurrahman ibn Abazi menemui Ubay ibn Ka'b,
dan bertanya, "Abu Mundzir, apa solusi untuk masalah ini?"
Ubay menjawab, "Kitab Allah! Apa yang sudah jelas, kerjakan dan jadikan pegangan. Dan apa
yang masih kabur, serahkan semua kepada orang yang tahu!"
Harits al-A'war bercerita ... Suatu hari, ia masuk ke masjid, lalu melihat beberapa orang sedang
asyik mengobrol (bukannya malah membaca Al-Quran ed.). Ia kemudian menghadap Ali, dan
bertanya, "Amirul Mukminin, apa kau tidak lihat orang-orang sedang asyik mengobrol di masjid?"
"Benarkah?"
"Ya."
"Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Kelak akan terjadi banyak sekali ujian.' Aku
kemudian bertanya, 'Lalu apa langkah agar kita bisa keluar dari ujian itu, Rasulullah?' Beliau
menjawab, 'Kitab Allah. Di dalamnya terdapat berita tentang orang-orang sebelummu, kabar
mengenai orang22
23
22
Diriwayatkan oleh Muslim, 6177. Mukhtashar Qiydm al-Layl, Muhammad ibn Nashr al- Marwazi, hal. 174.
2i
orang sesudahmu, hukum apa yang terjadi di antara kalian. Ia berisi penjelasan, bukan gurauan.'"
Bagaimana dengan Sunnah?
Penegasan Al-Quran sebagai solusi tidak berarti menafikan sunnah Nabi. Bahkan sebaliknya, kedekatan
terhadap Al-Quran akan menambah kecintaan kepada sunnah. Sebab, sunnah membantu kita
mengamalkan petunjuk-petunjuk di dalam Al-Quran.
Sunnah mengurai dan menjelaskan isi Al-Quran yang bersifat umum. Allah berfirman, Kami turunkan AlQuran kepadamu agar kaujelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.
Tidak ada petunjuk paling tepat mengenai pentingnya berpegang teguh kepada Al-Quran dan
sunnah selain sabda Nabi saw.: "Kutinggalkan kepada kalian dua pusaka. Kalian tidak akan pernah
tersesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan sunahku. Keduanya tidak akan pernah
berpisah hingga kelak mendatangiku di sebuah telaga (pada hari kiamat)."
24
25
26
2 4Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, al-Darimi, dan yang lain. Hadis ini dinilai daif oleh al-Albani
dalam al-Silsilah al-Dha't-fah, 1776.
Q,S, Al-Nahl[16] : 44.
Kualitas hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Hakim. Juga hadis dinilai sahih oleh al-Albani dalam
25
2 6
Tidak ada yang menandingi mukjizat Al-Quran. Ia begitu istimewa. Allah berfirman, Katakanlah,
"Jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu
membuatnya, sekalipun mereka bersatu"
Al-Quran adalah mukjizat terbesar yang turun dari langit. Kemukjizatannya meliputi berbagai sisi:
bahasa, hukum, pemberitaan tentang masa depan, dan keilmuan. Tetapi, seperti diungkapkan Imam alKhaththabi, rahasia terbesar kemukjizatan Al-Quran terletak di daya pengaruhnya yang dahsyat bagi
hati. Jika mukjizat-mukjizat selain Al-Quran bersifat indriawi yang dapat disaksikan dengan mata kepala
maka kemukjizatan Al-Quran hanya dapat disaksikan dengan mata hati dan dirasakan oleh orang yang
mau membuka hati.
Tidak akan pernah Anda dengar bacaan selain Al-Quran, puisi maupun prosa, yang begitu masuk
ke telinga akan segera turun ke hati, mengalirkan kenikmatan jiwa pada suatu waktu, dan keindahan
serta kewibawaan pada waktu lain.
Al-Khaththabi mengatakan, "Hati jadi berbunga-bunga dan dada jadi lapang lantaran Al-Quran. Bila
sekian lama tidak tersentuh Al-Quran, hati akan gelisah, merana, dan cemas."
Tidak sedikit musuh yang berusaha mencelakai Nabi. Tetapi, begitu mendengar ayat-ayat Al-Quran,
17
27
mereka malah berbalik, lalu tunduk di hadapan beliau dan memeluk Islam. Permusuhan berubah
menjadi persahabatan, kekafiran menjadi keimanan.
Pengaruh Al-Quran untuk hati benar-benar luar biasa. Karena itu, siapa yang membuka diri dengan
baik untuk Al-Quran, ia akan menjadi manusia yang paling mencintai sunnah dan paling
bersemangat mengamalkannya. Energi yang dipancarkan dari ayat-ayat Al-Quran akan mendesak
seseorang untuk bertindak apa saja yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Al-Quran dan Amal Saleh
Apa yang kami katakan tentang Al-Quran ini juga tidak bermaksud menafikan amal saleh yang lain.
Justru, segala bentuk ketaatan dan amal saleh itu membantu mengokohkan bangunan iman di hati
seorang muslim. Di sini kami hanya bermaksud menempatkan Al-Quran di posisi yang sebenarnya
dalam kaitannya dengan amal-amal saleh ini.
Ini bisa disamakan dengan ibadah haji. Seperti diketahui, haji terdiri atas banyak amalan, seperti
tawaf, sa'i, jumrah, dan sebagainya. Hanya saja, amalan puncak dalam ritual ini adalah wukuf di Arafah.
Di sini tampak tujuan haji yang sebenarnya, yaitu menunjukkan kerendahan, kelemahan, dan keter28
*Al-Ta bir al-Qur'dni wa al-Daldlah al-Nafsiyyah, hal. 108-109, dikutip dari al-Baydn ft Vjdz al-Qurdn, al-Khathttha-bi, hal. 64.
gantungan diri kepada Allah. Itulah sebab Rasulullah saw. bersabda, "Haji adalah Arafah."
Juga seperti tobat. Banyak amal yang berhubungan dengan tobat, seperti meninggalkan dosa,
meminta maaf kepada orang yang dizalimi, memohon ampun kepada Allah, dan sebagainya. Hanya saja,
amal terpenting bagi tobat adalah penyesalan. Tanpa penyesalan, tidak mungkin seseorang akan
meninggalkan. Rasulullah saw. bersabda, "Penyesalan adalah tobat."
Demikian pula Al-Quran kaitannya dengan iman. Seperti halnya setiap ketaatan dan amal saleh
menjadikan iman meningkat, begitu pula Al-Quran. Hanya saja, Al-Quran tidak ubahnya tulang
punggung bagi iman. Tanpa Al-Quran, tidak mungkin hati akan sehat secara sempurna, tidak pula jiwa
akan teguh. Al-Quran tak ubahnya seperti air yang memberi kehidupan kepada siapa saja yang
meminumnya.
Inilah Pendapat Ibn al-Qayyim
Baik hati maupun tubuh perlu dipelihara sehingga bisa tumbuh dan berkembang secara baik dan
sempurna. Tubuh perlu diberi asupan sehat dan bergizi,
29
30
2 9
Diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Ibn Hibban, juga oleh al-Hakim dan hadis dinilai sahih.
32
33
32
33
Aku memperoleh pahala orang saleh dari apa yang tidak kukerjakan."
Ia tahu bahwa pengaruh membaca Al-Quran keimanan, kesejukan, dan ketenteramantidak
tertandingi apa pun. Persis seperti yang diucapkan Ibn Mas'ud, "Sesungguhnya Al-Quran adalah jamuan
Allah. Siapa saja yang menikmatinya pasti akan merasa aman dan tenteram."
Tahukah Umat Islam akan Nilai Al-Quran?
Jika demikian, sudahkah umat Islam mengenal nilai Al-Quran? Sudahkah mereka memetik manfaat
secara baik darinya? Sudahkah kita merangkul Al-Quran sepenuh hati sebagai satu-satunya sumber
keimanansehingga darinya akan terjadi perubahan diri?
Sayangnya belum! Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Tidak sedikit umat Islam yang lebih
mencurahkan waktu untuk menghias mushaf Al-Quran daripada menghiasi diri dengan Al-Quran.
Hanya sedikit dari mereka yang mendekati Al-Quran dengan semangat merenungkan dan meningkatkan
keimanan. Akibatnya, umat ini tidak kunjung bangkit dari keterpurukan. Betapa tidak demikian jika
sumber keimanan telah ditinggalkan?!
Ironisnya, banyak sekali dari mereka yang tidak memperhatikan masalah ini. Mereka beranggapan
bahwa hal terpenting terkait dengan Al-Quran
34
35
I b n Abi Syaibah, 13/580, kitab al-Zuhd, 2399. Diriwayatkan oleh al-Darimi, 3323.
adalah rajin membacanyatanpa peduli paham atau tidak, juga mengerahkan upaya untuk
menghafalnya sesingkat mungkin. Akibatnya, Al-Quran tambah merana dan terasing; datang tetapi
seperti hilang, ada tetapi seperti tiada. Ia hadir dalam wujud lafal di lidah, tetapi ruh dan cahayanya raib
dari hati. Ia tidak memiliki pengaruh positif dalam denyut spiritual. Kalimat-kalimatnya dicetak di atas
kertas, disiarkan, diajarkan, dan dilombakan, tetapi kandungan maknanya terabaikan, daya pengaruhnya
bagi jiwa tak ampuh, daya ubahnya bagi moralitas tak gagah.
Jika menyeru: "Ayo kita petik manfaat dari Al-Quran!" Anda akan mendapat jawaban: "Tidak ada lagi
yang perlu diperbuat pada Al-Quran." Di sebagian besar rumah umat Islam terdapat paling tidak satu
mushaf Al-Quran. Penghuninya pun banyak yang pandai membaca, atau menghafalnya, meski hanya
beberapa ayat atau surat. Selain itu, radio dan televisi menyiarkan ayat-ayat Al-Quran dalam program
yang berkelanjutan.
Tetapi, justru di sinilah titik kesulitannya. Ketika Al-Quran mudah diakses, sisi terpenting Al-Quran
hampir tidak tersentuh: pentingnya ia menjadi satu-satunya sumber keimanan.
Kondisi kita saat ini persis orang kehausan yang mencari-cari air minum, sementara air itu ada di
tangannya sadar. Seorang penyair menulis,
amat mengherankan
rambu jalan tepat di hadapan tetapi tak jua sampai tujuan seperti unta di gurun mati
kehausan padahal di punggungnya air tersimpan
Rasul pun Mengeluhkan Kita!
Perlu kita ketahui, Rasul pernah mengadu kepada Allah soal kita yang tidak memperlakukan AlQuran secara tidak semestinya. Beliau pernah berdoa dengan doa yang diabadikan Al-Quran, Ya
Tuhanku! Kaumku menjadikan Al-Quran ini tercampakkan.
Pengaduan Rasulullah ini ditujukan kepada orang-orang yang justru akrab dengan Al-Quran,
yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan Al-Quran, yaitu orang yang sibuk membaca dan
menghafalkan Al-Quran, tapi melalaikan sisi terpenting darinya, yaitu mengantarkan jiwa dari
kegelapan menuju cahaya. Cahaya dan Kitab yang menerangkan telah datang dari Allah kepadamu. Dengan
Kitab itu Allah menunjukkan jalan keselamatan kepada orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya. Dengan
Kitab itu pula Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya dan mengantarkan mereka ke jalan
lurus.
Jika kita akrab dengan Al-Quran hanya sebatas lidah dan tidak berusaha meneruskan ke hati
dan akal maka kita telah kehilangan sisi terpenting ke36
37
36
mukjizatan Al-Quran. Dan jika saat ini kita terpuruk, itu karena kita telah mencampakkan Al-Quran.
Benarlah apa yang disabdakan Nabi saw.: "Dengan Al-Quran ini, Allah dengan mengangkat derajat
suatu kaum atau merendahkannya."
Lalu, Apa Solusinya?
Solusi masalah keimanan adalah dengan membuka diri kepada Al-Quran. Ia di depan kita, siap
membantu mengubah kondisi hati kita dengan pancaran iman. Dengan begitu, kita akan mampu
mengatasi krisis yang menjerat dan menjadikan kita umat yang cacat.
Namun, meski solusi itu mudah dilakukan, banyak umat Islam yang tidak yakin akan kebenarannya.
Menurut mereka, usaha tertinggi menghidupkan Al-Quran adalah menyuburkan tumbuhnya lembaga
sekolah maupun perguruan tinggiyang mampu menelurkan para penghafal Al-Quran dalam waktu
singkat, dan mendorong umat rajin membacanya, giat mengkhatamkan berkali-kali, lebih-lebih pada
bulan Ramadan, demi sekadar meraih pahala sebanyak-banyaknya.
Jika Anda mengingatkan mereka pentingnya merenungkan dan meresapi pengaruh Al-Quran bagi
hati, mereka berdalih, "Kami ingin meraih sebanyak mungkin kebaikan. Kami ingin masuk ke surga. Me38
40
41
42
39
205.
^Al-Durr al-Mantsur, al-Suyuthi, 6/298.
41
42
mempelajari halal dan haram serta perintah dan larangan yang ada dalam surah-surah itu, dan
bagaimana seharusnya menyikapi semua itu. Kemudian kulihat juga sekelompok orang yang di antara
mereka diberi Al-Quran sebelum memercayainya. Ia baca Al-Quran itu dari awal hingga akhir, tetapi
tidak bisa memahami isinya, juga tidak tahu bagaimana menyikapinya. Ia seperti menabur kurma
busuk."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Setiap huruf Al-Quran berseru, 'Aku adalah utusan Allah untukmu
agar aku diamalkan dan dijadikan nasihat.'"
Pemaknaan sahabat terhadap Al-Quran di atas diperkuat Jundub ibn Abdillah. Ia mengatakan, "Kami
bersama Nabi dan kami adalah pemuda yang bersemangat. Kami mempelajari keimanan sebelum
mempelajari Al-Quran. Setelah mempelajari Al-Quran, iman kami pun meningkat."
Jika Anda katakan mereka mampu memahami keagungan Al-Quran karena mereka mendengarnya
sebagai sesuatu yang tidak biasa, sehingga mereka tidak habis berdecak, lalu lubuk hati mereka takluk,
diri mereka merasakan pengaruhnya, maka kujawab: semua itu benar. Dan ini pula salah satu sebab kita
terpuruk ke lembah terasing ini. Kita mewarisi Al-Quran sebagaimana yang diterima para pendahulu
43
44
kesahihan Bukhari-Muslim.
44
Diriwayatkan oleh Ibn Majah dan al-Baihaqi. Lihat juga dalam Fadhdil al-Qur'dn, Mustaghfiri, 1/275.
kita, termasuk cara bagaimana kita berinteraksi dengannya. Sejak bayi kita telah terbiasa mendengar
senandung Al-Quran, tidak berusaha memahami kandungan maknanya. Al-Quran jadi terasing, menjauh
dari kehidupan kita. Lalu, dari sana kita seolah mendengar ia berteriak menyeru kita: Beginikah caramu
memperlakukanku?! Padahal aku datang untuk membahagiakanmu, membuat hatimu berbunga-bunga,
membantumu menghadapi persoalan kehidupan. Kausimpan aku di rumahmu, tetapi kenapa kau tak
acuh dan mencampakkanku?! Apakah kau me-nempatkanku hanya sampai di tenggorokan? Ketika aku
dibacakan, kenapa kau tidak menyimaknya secara saksama? Apakah kautahu apa yang akan kukatakan
pada Tuhanmu kelak pada Hari Kiamat?
Bergegaslah sebelum waktu berlalu. Jadikanlah aku penolongmubukan pembinasamukelak!
Pada Awalnya adalah Memercayai Al-Quran
Paparan di atas mengantarkan saya pada kesimpulan bahwa langkah awal paling tepat untuk memantik
manfaat dari Kitab Suci ini adalah memercayai dan meyakininya sebagai satu-satunya sumber petunjuk,
penyembuhan, dan perubahan diri. Ini akan berhasil dengan cara merenungi tujuan utama turunnya AlQuran, mencermati kejadian-kejadian yang berkaitan dengan pengaruh Al-Quran. Juga, menelisik akar
penyebab kenapa kita hanya setengah hati memercayai Al-Quran. Kita sudah seperti yang dikatakan Ibn
Umar, "Kulihat sekelompok orang yang di
antara mereka diberi Al-Quran sebelum ia memercayainya. Ia membacanya dari awal hingga akhir, tetapi
tidak memahami perintah dan larangan di dalamnya, serta bagaimana seharusnya menyikapinya. Ia
hanya seperti menabur kurma busuk."
Setelah mengenali beragam sebab keterpurukan ini, kita kenali segenap potensi diri untuk memetik
nilai positif dari Al-Quran ini. Dari sini kita akan meniti jalan menautkan hati dengan Al-Quran.
Pada halaman-halaman berikutnya, kita akan mendalami masalah keimanan kepada Al-Quran,
mengenali tujuan utama ia diturunkan, mencermati apa yang bila terserap oleh hati akan mengubah cara
pandang dan perilaku kita terhadap Al-Quran. Dengan begitu, kita dapat memanfaatkan Al-Quran
secara benar.
BAB 2
Ikatan Cinta
Allah menciptakan banyak makhluk, tetapi hanya satu yang diciptakan untuk diri-Nya. Dia meniupkan
ruh untuk makhluk itu, memuliakannya, memperindah bentuknya, memerintahkan malaikat bersujud
kepada moyangnya, mempersiapkan surga baginya dan mempersilakannya menikmati anugerah abadi di
surga itusetelah melewati ujian kecil di bumi sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya.
Adam, Ku-ciptakan segala sesuatu untukmu, dan Ku-ciptakan dirimu untuk diri-Ku.
Maka, janganlah kau lebih disibukkan sesuatu yang Ku-ciptakan untukmu daripada Sesuatu yang kau
diciptakan untuk-Nya," demikian dalam atsar.
"WAHAI ANAK CUCU
d i t u t u r k a n oleh al-Hafiz Ibn Rajab dalam penjelasan hadis "Kekasihku yang paling berbahagia
di sisiku Lihat Maj-mu Rasdil, al-Hafiz Ibn Rajab al-Hanbali, hal. 2/749.
42
Ikatan Cinta 43
Allah Menginginkan kebaikan-kebaikan bagi hamba-Nya. Dia ingin setiap yang lahir bahagia dan
berhasil mengatasi cobaan dunia, lalu masuk ke surga, bersenang-senang di sana. Allah mengajak ke surga
dan mengajak meraih ampunan dengan ke-hendak-Nya.
Sedangkan yang masuk ke neraka adalah mereka yang memang enggan masuk ke surga. Coba
perhatikan bagaimana sikap yang ditunjukkan kaum musyrik ketika menerima seruan Islam ... Dan
(ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika betul Al-Quran ini benar-benar dari-Mu,
hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah azab yang pedih kepada kami.
Tetapi, meskipun mereka bersikeras minta diturunkan azab, Allah tidak serta-merta mengabulkan
permintaan itu. Dia ingin mereka menjadi hamba-hamba yang baik. Karena itu, Dia bersikap lembut dan
sabar atas kezaliman dan kekafiran mereka, dan memberi mereka kesempatan demi kesempatan,
barangkali mereka akan sadar sebelum waktu berakhir. Dan sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Allah
yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti azab itu menimpa mereka.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda, "Setelah menciptakan makhluk, Allah
2
Q.S. Al-Baqarah [02]: 221. Q.S. Al-Anfal [08]: 32. Q.S. Thaha [20]: 129.
menulis dalam kitab-Nyasementara makhluk itu di sisi-Nya di Arsy: Sesungguhnya kasih sayang-Ku
melampaui amarah-Ku."
Cukuplah kisah penduduk sebuah negeri yang berpaling dari Allah dalam surah Yasin, untuk
mempertegas hal itu. Allah mengirim dua utusan untuk mengingatkan mereka hakikat keberadaan
mereka di dunia, dan bahwa mereka harus kembali kepada Allah sebelum waktu terlewat. Tetapi,
mereka justru mendustakan, mengolok-olok, dan mencemooh keduanya.
Setelah pendustaan itu, Allah kembali mengirim kepada mereka utusan ketiga. Tetapi mereka
memperlakukannya sama seperti kepada dua utusan sebelumnya. Buatkan mereka suatu perumpamaan,
yaitu tentang penduduk suatu negeri yang didatangi utusan-utusan. Kami mengutus kepada mereka dua orang
utusan, lalu mereka mendustakan keduanya. Kemudian Kami kuatkan dengan utusan yang ketiga. Ketiga utusan
itu menyeru mereka: "Kami adalah utusan untuk kalian." Mereka menjawab, "Kalian hanyalah manusia seperti
kami. Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu apa pun. Kalian tak lain hanyalah pendusta."
5
5Diriwayatkan oleh Muslim, 6903. Imam al-Nawawi menjelaskan, "Melampaui" di sini maksudnya adalah kasih sayang
Allah yang berlimpah. Lihat Shsahih Muslim, syarah Imam al- Nawawi, 17/17.
Q.S. Yasin [36]: 13-15.
Ikatan Cinta 45
Kemudian, dari ujung kota datanglah seorang penduduk asli yang sudah mereka kenaldan ia pun
mengenal merekauntuk menegaskan kebenaran ketiga utusan itu, tetapi mereka sengaja
membunuhnya untuk memancing azab dan kemurkaan Allah. Akhirnya, turunlah azab itu. Tidak ada
siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja. Mereka pun binasa.
Setelah membaca uraian di atas, kita dikejutkan oleh sebuah firman Allah, Alangkah besar penyesalan
terhadap hamba-hamba itu. Tiada datang seorang rasul pun kepada mereka melainkan mereka selalu mengolokoloknya.
Meski mereka tinggi hati, tetapi Allah tetap menyayangkan kenapa mereka berlaku begitu. Alangkah
besarnya penyesalan atas hamba-hamba itu.
Begitulah Tuhanmu. Dia Mahalembut dan Ma-hakasih. Dia tak rela ada hamba-Nya menjadi kafir
dan sesat. Dia tidak merelakan kekafiran bagi ham-ba-hamba-Nya.
Dia membiarkan manusia bebas memilih. Dia tidak memaksa mereka untuk berbuat taat atau
maksiat. Jika tidak demikian, mereka akan sama dengan makhluk lain. Hanya saja Allah menginginkan
mereka berada di jalan yang benar dan mendapatkan surga. Itulah kenapa Dia tidak terburu-buru meng7
I b i d : 29. I b i d : 30.
Q.S. Al-Zumar [39]: 07.
azab bila mereka bermaksiat. Dia akan lebih dulu bersikap santun dan lembut, berharap mereka kembali
kepada-Nya. Jika sekiranya Allah menyiksa manusia sebab apa yang mereka kerjakan, niscaya Dia tidak akan
menyisakan suatu makhluk pun di muka bumi. Tetapi Allah menangguhkan siksaan mereka sampai waktu yang
ditentukan.
Tidakkah cukup untuk membuktikan hal ini bahwa Allah tetap memberi anugerah dan rezeki meski
Dia tahu mereka berbuat ingkar, menganggap diri-Nya punya sekutu dan anak?!
Abdullah ibn Qais berkata, "Tidak ada yang lebih sabar mendengar sesuatu yang menyakitkan dibanding
Allah. Dia dipersekutukan dan dituduh punya anak, tetapi Dia memaafkan mereka, memberi mereka
anugerah dan rezeki."
Diriwayatkan dari Syahr ibn Hausyab, "Ada delapan malaikat penyangga Arsy; empat
mengucapkan, 'Mahasuci Engkau, ya Allah, dan Maha Terpuji. Bagi-Mu segala puji atas kelembutan-Mu
meski Kau tahu. Empat sisanya mengucapkan, 'Mahasuci Engkau, ya Allah, dan Maha Terpuji. Bagi-Mu
segala puji atas ampunan-Mu meski Kau berkuasa.'"
10
11
12
11
Ikatan Cinta 47
Kasih Melimpah
Suatu hari, Nabi dan para sahabat melihat seorang wanita berlari-lari mencari anaknya, sambil berteriakteriak meminta tolong. Sampai kemudian ia menemukan anaknya itu. Ia langsung mendekapnya, lalu
menyusuinya.
Usai menyaksikan kejadian mengharukan itu, Nabi bertanya kepada para sahabat, "Apakah menurut
kalian wanita itu tega melemparkan anaknya ke dalam api?"
"Tentu saja tidak," jawab mereka.
"Allah mengasihi hamba-hamba-Nya jauh melebihi wanita itu mengasihi anaknya," tegas beliau.
Ya, kasih Allah kepada hamba-hamba-Nya jauh melebihi kasih seorang ibu kepada anaknya.
Coba cermati bagaimana orangtua memperlakukan anaknya dengan penuh cinta. Membanting
tulang dan memeras keringat tanpa lelah demi kebahagiaannya. Hati orangtua akan sejuk melihat
anaknya berhasil, dan ikut bersedih bila anaknya gagal. Cinta dan kasihnya tak lapuk oleh waktu.
Andai pun seorang anak membangkang, orangtua akan berusaha mengembalikan si buah hati ke
jalan yang benar dengan kasih sayang atau peringatan. Bila si anak bersikeras menapaki jalan gelap, tetap
tak putus tali kasih orangtua kepadanya, walau
13
13
sekejap! Tak henti pula orangtua berdoa dan berharap dengan sabar agar si anak segera sadar diri.
Jika kasih orangtua kepada anak sedemikian dahsyat maka kasih Allah kepada hamba-hamba-Nya
lebih daripada itu. Allah sangat bahagia jika ada hamba-Nya yang bertobat dari maksiat, melebihi
kebahagiaan orang yang kehilangan barangnyadan dia berputus asa barang itu tidak akan ditemukan
lalu secara tiba-tiba barang itu kembali. Perumpamaan itu pernah disampaikan Nabi dalam sabdanya,
"Seseorang kehilangan unta beserta barang muatannya (makanan, minuman, dan sebagainya). Ia
berputus asa dan berpikir untanya tidak akan kembali. Ia kemudian beristirahat di bawah pohon yang
rindang. Kemudian, secara tiba-tiba, untanya datang menghampiri, dan ia pun segera memegang tali
kekang untanya. Saking bahagianya, ia sampai salah ucap, 'Ya Allah! Engkau hambaku dan Aku
Tuhanmu.'"
Allah juga berfirman dalam hadis qudsi lain, "Allah sangat bahagia dengan tobat hamba-Nya melebihi
kebahagiaan perempuan mandulyang begitu mengharapkan anakkemudian mengandung dan
melahirkan; orang tersesat yang menemukan arah; atau orang haus yang mendapatkan air."
14
15
Ikatan Cinta 49
Mahasuci Allah yang menginginkan hamba-hamba-Nya berbuat taat, bukan maksiat. Dia yang
senang bila mereka bertobat, meski sesungguhnya Dia sendiri tidak membutuhkan ketaatan mereka.
Sebab, merekalah yang sebenarnya memetik manfaat ketaatan mereka. Ini semua wujud sempurna
kemu-rahan-Nya kepada mereka, dan kecintaan-Nya agar mereka berlimpah manfaat sebanyakbanyaknya.
Benar, Saudaraku! Allah menghendaki semua manusia baik, sampai orang Yahudi dan Nasrani
sekalipun, orang munafik dan perampok sekalipun, orang yang banyak menyakiti sesamanya sekalipun!
Dia ingin mereka semua beristigfar lalu diberi ampun, bertobat lalu diterima. Dia berfirman kepada para
pelaku maksiat dan mereka yang melampaui batas, Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa mendapatkan rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'"
Allah berfirman kepada orang-orang Nasrani yang menganggap Dia punya pasangan dan anak,
Mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang."
16
17
18
uFaydh al-Qadir, al-Munawi, 5/321. Q.S. Al-Zumar [39]: 53. Q.S. Al-Maidah [05]: 74.
17
18
Bukankah Dia juga berfirman tentang perampok, Kecuali orang-orang yang bertobat sebelum kalian dapat
menguasai (menangkap) mereka. Maka, ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Bukankah Dia menyeru kepada seluruh manusia, Wahai manusia, Rasul (Muhammad) telah datang kepadamu
membawa kebenaran dari Tuhanmu. Maka, berimanlah. Itulah yang terbaik bagimu.
Lalu, apa yang akan kaukatakan setelah itu kepada Tuhanmu?
"Wahai Anak Adam! Sungguh, sepanjang kau berdoa dan berharap kepada-Ku, pasti Ku-ampuni apa
pun yang ada padamu, tak peduli seberapa besar dosamu!
Wahai Anak Adam! Meski dosamu mencapai langit, tetapi kau meminta ampun padaku, pasti Kuampuni semua itu, tak peduli seberapa besar dosamu!
Wahai Anak Adam! Jika kau datang kepada-Ku membawa kesalahan sebesar bumi, kau akan Kusambut dengan ampunan sebesar bumi."
19
10
21
1 9 I b i d : 34.
20
2 1
Shahih al-
Ikatan Cinta 51
Pembangkangan Manusia
Perlakuan lembut Allah kepada manusia ternyata tidak berbalas dengan perlakuan manusia kepada
Allah! Padahal, bila kita merenung, betapa Allah selalu merawat, menjaga, dan melindungi kita secara
santun dan lembut. Dan semua itu berlangsung secara terus-menerus. Jika menyadari itu, niscaya kita
akan merasa kita ini satu-satu makhluk Allah.
Namun, bila kita memperhatikan reaksi dan timbal balik sebagian kita terhadap Allah, kita mengira
manusia mempunyai tuhan selain Allah. Betapa mereka ingkar dan berpaling dari-Nya.
Itulah potret nyata apa yang difirmankan Allah dalam rangkaian atsar berikut ini.
Sungguh hebat berita tentang Aku, jin, dan manusia; Aku yang menciptakan, tetapi bukan Aku yang
disembah; Aku yang melimpahkan rezeki, tetapi bukan kepada Aku mereka bersyukur; kebaikan-Ku
kepada manusia tidak pernah putus, tetapi kejahatan mereka terus berlangsung. Apakah Aku wajib
memberi nikmat kepada mereka, padahal Aku sama sekali tidak butuh mereka? Mereka membenciKu, marah kepada-Ku, padahal mereka tidak bisa hidup tanpa Aku!
Siapa yang menghadap-Ku, akan Ku-sambut sejak dari jauh. Siapa berpaling dari-Ku, akan Kuseru dia dari dekat. Siapa meninggalkan sesuatu karena Aku, Ku-beri ia tambahan yang banyak.
Siapa menginginkan rida-Ku, Aku akan berkehendak seperti yang dia kehendaki. Siapa bertindak
dengan
21
Ikatan Cinta 53
Awalnya, seperti malaikat, iblis juga menyembah Allah. Tetapi, iblis membangkang setelah Allah menciptakan Adam dan menjadikannya istimewa bagi diri-Nya, meniupkan ruh untuk-Nya, dan meminta
malaikat bersujud kepadanya. Iblis berdalih, bagaimana ia akan bersujud kepada makhluk yang lebih
rendah dan hina? "Aku lebih baik daripada Adam; Kau-ciptakan aku dari api, sementara dia Kau-cip-takan dari
tanah," kata iblis.
Jangankan mengakui kesalahannya, iblis malah bersikeras mengaku lebih baik daripada Adam. Ia
pun akhirnya terusir dari rahmat Allah dan ditetapkan akan dimasukkan ke neraka. Allah berfirman,
"Turunlah kau dari surga. Tidak patut kau menyombongkan diri di sana. Keluarlah! Kau termasuk ke dalam
makhluk yang hina. "
Tahu jika sumber penyebab azab ini adalah Adam, dan bahwa menolak bersujud kepada Adam
adalah keputusan yang benar, iblis meminta penangguhan azab kepada Allah, bukan untuk bersenangsenang, melainkan untuk membalas Adam dan semua keturunannya, juga untuk menunjukkan bawa
dirinya memang lebih utama, Iblis berkata, "Ya Tuhanku! Beri aku penangguhan sampai pada hari mereka
dibangkitkan." Allah berfirman, "Sesungguhnya di23
24
23
beri penangguhan sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya (Hari Kiamat)."
Setelah permintaan penangguhan itu dikabulkan, iblis bersumpah menjebak umat manusia ke
dalam tipu dayanya dan menggiring mereka ke neraka. Dengan begitu, lunas sudah keinginannya, lega
sudah hatinya, terbayar sudah dendam dan kedengki-annya. Lalu, ia ingin menunjukkan bahwa
makhluk iniyang demikian diistimewakan dan dimuliakan Allah serta diperintahkan malaikat
bersujud kepadanyatidak ada apa-apanya. Buktinya, dengan sekali saja dijebak ia sudah terperangkap
dan terjerat tipu daya.
Iblis berkata, "Terangkanlah kepadaku, inikah orangnya yang Engkau muliakan melebihi diriku? Jika Engkau
menangguhkanku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian
kecil. Karena Kau telah menghukumku sesat, aku benar-benar akan mengalangi mereka dari jalan lurus-Mu,
kemudian akan kudatangi mereka dari segala arah: depan dan belakang, kanan dan kiri. Dan Engkau akan
mendapati kebanyakan mereka tidak bersyukur (taat)."
Artinya, keturunan Adam yang durhaka dan tidak tunduk kepada iblis akan tetap menyembah Allah
dan berhasil melewati rangkaian ujian dunia,
25
26
27
25
26
27
Ikatan Cinta 55
lalu dengan mulus masuk ke surga; bagi iblis, itu semua adalah petaka. Mereka mematahkan sesumbar
iblis, menunjukkan bahwa penolakan iblis untuk sujud kepada Adam adalah keputusan salah, sekaligus
menguatkan bahwa Adam memang berhak dan layak mendapat perhatian dan kemuliaan sebesar itu.
Watak Iblis
Dari sini kita jadi tahu perseteruan antara iblis dan manusia. Target iblis adalah menyesatkan seluruh
umat manusia tanpa terkecuali. Setiap orang akan diarahkan iblis ke satu titik.
Hal ini diperkuat peristiwa Arafah, yaitu ketika iblis melihat rahmat dan ampunan diberikan Allah
kepada hamba-hamba-Nya yang sedang melaksanakan wukuf. Iblis sangat jengkel, merasa jerih
payahnya menguap sia-sia. Nabi bersabda, "Belum pernah sehari pun iblis ditunjukkan padaku sedekil,
sehina, dan sejengkel pada hari Arafah."
Target iblis jelas, yaitu memperdayai seluruh umat manusia dan menggiring mereka ke neraka. Setan
adalah musuh bagimu. Jadikanlah ia benar-benar musuhmu. Setan mengajak golongannya agar mereka menjadi
penghuni neraka yang menyala-nyala.
28
19
Tidak ragu lagi, iblis akan menggunakan segala cara untuk membuat manusia lengah, sehingga
mereka terjerembab ke liang neraka.
Rupanya, iblis memetik hasil tipu dayanya. Berbilang-bilang manusia berbaris rapi di belakangnya,
mengikuti aba-aba yang diteriakannya. Padahal, jika setiap orang menggunakan akalnya, mereka akan
sadar jika aba-aba iblis itu menyesatkan. Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Anak Adam,
supaya kalian tidak menyembah setan?! Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Dan, hendaklah kalian
menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian.
Apakah kalian tidak berpikir?
Pintu Setan
Pintu utama tempat setan memasuki jiwa manusia ada dua: syubhat dan syahwat. Melalui pintu
syubhat, manusia dibuat ragu bahwa Tuhan itu ada, bahwa Tuhan itu hanya Allah, bahwa kehidupan,
kebangkitan, dan hari perhitungan setelah kematian itu ada. Setan membisikkan keraguan soal semua
itu agar manusia tersesat.
Melalui pintu syahwat, setan memasuki jiwa manusia, menumbuhkan kesenangan dan gairah untuk
memenuhi segala keinginan dan selera mereka. Menghiasi jiwa mereka dengan pesona kemaksiatan,
30
30
Ikatan Cinta 57
kejahatan, dan segala yang haram. Ketika jiwa lepas kontrol dan bergelimang kesenangan, setan mulai
menjalankan tipu dayanya, membiarkan manusia mengabaikan perintah Allah dan melanggar larang-anNya. Mereka pun tergelincir jauh dari jalan kebenaran.
Mahakasih Mahalembut
Sekali-sekali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan (sekadar) aku menyeru kalian. Lalu, kalian pun
mematuhi semanku.
Setan tidak bisa memaksa manusia mengikuti jejaknya. Allah tidak akan membiarkan hambahamba-Nya diganggu dan diperdaya setan dengan mudah. Dia Mahalembut, mencintai-hamba-hambaNya, dan menghendaki mereka masuk ke surga-Nya. Setan mengancam kalian dengan kemiskinan dan
menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah menyediakan ampunan dan karunia untuk kalian.
Risalah Allah hadir di tengah-tengah manusia secara berkesinambungan, mengingatkan hakikat
keberadaan mereka di dunia, menjelaskan bahwa dunia adalah negeri ujian dan cobaan, bahwa di situ
hanya ada satu Tuhan. Dialah yang menciptakan mereka, memberi rezeki, menjaga, dan memenuhi
seluruh kebutuhan mereka. Dialah satu-satunya yang
31
32
31
berhak disembah, dan kepada-Nya-lah mereka akan kembali untuk dihisab, apakah mereka
menyembahNya selama hidup di dunia atau mengingkari-Nya. Siapa yang sungguh-sungguh
menyembah-Nya akan mendapat kenikmatan kekal di surga. Dan, siapa yang mengingkari-Nya, ia akan
disiksa dalam jeruji neraka.
Dalam risalah-risalah itu digariskan jalan menuju rida Allah dan kiat sukses menghadapi ujian dunia.
Dipaparkan pula hal-hal terkait dengan Tuhan, ketenteraman berada di samping-Nya, bahwa Dia sangat
lembut, penuh kasih, dan menghendaki semua hamba-Nya dalam kebaikan. Mereka tak segera dihisab
dan disiksa. Itulah bukti nyata kasih sayang-Nya. Rasul-rasul mereka berkata, "Apakah ada keragu-raguan
terhadap Allah sang Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kalian karena hendak memberi ampun dosa-dosa
kalian, dan menangguhkan (siksaan) kalian sampai masa yang ditentukan. "
Risalah-risalah itu juga mengingatkan manusia agar berhati-hati terhadap musuh yang berniat
menjerumuskan mereka ke neraka. Juga, menunjukkan cara-cara licik musuh memperdayai mereka. Hai
anak Adam, janganlah sekali-sekali kalian mudah diperdaya setan sebagaimana setan telah mengeluarkan kedua ibubapak kalian dari surga. Setan itu menanggalkan pakaian mereka karena ingin memperlihatkan aurat mereka.
Sesungguhnya ia dan peng33
33
Ikatan Cinta 59
ikut-pengikutnya melihat kalian dari suatu tempat di mana kalian tidak bisa melihat mereka.
Singkatnya, risalah-risalah itu menyeru seluruh umat manusia: "Hadapi dan jangan takut. Tuhan
menantimu!" Risalah terakhir adalah Al-Quran, diturunkan kepada rasul pilihan, Muhammad ibn Abdillah 'alaih al-shaldh wa al-saldm.
Kenapa Al-Quran Diturunkan
Al-Quran diturunkan Allah sebagai petunjuk jalan menuju Allah dan surga-Nya. Hai manusia, telah
datang kepada kalian bukti kebenaran dari Tuhan kalian (Muhammad dengan mukjizatnya). Dan telah Kami
turunkan kepada kalian cahaya yang terang benderang (Al-Quran). Orang-orang yang beriman kepada Allah dan
berpegang teguh kepada agamanya, mereka akan dimasukkan ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan
limpahan karuniaNya, serta memberi mereka petunjuk jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.
Al-Quran menyuguhkan petunjuk yang amat kuat bahwa hanya ada satu Tuhan di semesta ini, yaitu
Allah. Juga bahwa Tuhan menciptakan dan menempatkan kita di bumi ini untuk diuji, bahwa setelah
kematian ada kehidupan, hisab, dan nikmat atau azab. Tidak hanya situ, Al-Quran juga menyo34
35
34
dorkan kiat dan cara agar manusia selamat menempuh ujian dunia dan meraih rida-Nya.
Semua itu bersumber dari kalam Allah yang menggugah segenap manusia untuk segera kembali ke
jalan Allah sebelum putaran dunia berakhir. Terimalah seman Tuhan kalian sebelum Allah mendatangkan
suatu masa yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kalian tidak akan menjumpai tempat berlindung pada hari itu
dan tidak pula dapat mengingkari dosa-dosa kalian. Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
semua dosa. Dia Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Itulah Al-Quran; tali kokoh yang Allah turunkan untuk mengentaskan manusia dari kesesatan.
Itulah ikatan cinta; kasih yang tidak akan putus, wujud nyata jika Dia menginginkan kebaikan bagi
manusia. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman, "Berbahagialah kalian. Al-Quran ini memiliki dua
ujung: ujung yang satu di tangan Allah dan ujung satu yang lain di tangan kalian. Peganglah dengan
kuat, niscaya kalian tidak akan celaka dan tidak akan sesat selamanya."
36
37
38
38
34.
Ikatan Cinta 61
39
ngeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, memberi
mereka petunjuk ke jalan yang lurus.
Coba cermati apa yang Allah katakan tentang Al-Quran. Al-Quran bukan hanya kitab petunjuk,
melainkan juga pembebas manusia dari kegelapan menuju cahaya terang. Cermati juga bagaimana Allah
membuat kiasan untuk menjelaskan kekuatan Al-Quran dalam memengaruhi dan mengubah diri ...
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini di sebuah gunung, pasti kau akan melihat gunung itu tunduk dan
hancur lebur karena rasa takutnya kepada Allah. Kiasan-kiasan itu Kami buat untuk manusia agar mereka
berpikir.
Al-Quran adalah rahmat agung untuk manusia agar menjadi petunjuk yang memudahkan jalan menuju
Allah, juga adalah obat penyembuh segala penyakit jiwa. Hai manusia, telah datang kepada kalian pelajaran
dari Tuhan kalian, penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman. "
Itulah, Saudaraku, inti dan rahasia agung mukjizat Al-Quran. Setiap ayat dan setiap surat darinya
adalah sumber keimanan. Selagi setiap orang mau membuka diri menerimanya, Al-Quran akan
melimpahi kesejukan kepada hati, sekeras apa pun itu.
40
41
41
40
Q.S. Al-Ma'idah [05]: 15-16. Q.S. Al-Hasyr [59]: 21. Q.S. Yunus [10]: 57.
41
42
Ikatan Cinta 63
Tidak ada penyakit batin yang kebal di hadapan Al-Quran. Semua bisa disembuhkan. Tak ada
kegelapan kecuali akan sirna oleh cahaya Allah yang berpijar dari setiap ayat dan kalimat Al-Quran. AlQuran mampu mengubah seorang pembangkang menjadi hamba yang taat.
Al-Quran Mengunci Pintu Setan
Al-Quran mampu menjauhkan orang dari pengaruh setan dengan catatan orang itu mau berpegang
teguh kepadanya. Satu yang paling pokok dari Al-Quran adalah ia mampu mengunci pintu syubhat dan
syahwat yang merupakan jalur setan masuk ke dalam diri manusia.
Setiap syubhat yang diembuskan setan dengan mudah dicegah oleh Al-Quran. Pertanyaan-pertanyaan
semisal apakah alam ini mempunyai Tuhan, apakah Tuhan hanya Allah, apakah Dia mempunyai istri dan
anak, apakah Dia mempunyai sekutu, apakah ada hisab selepas kematian, dan sebagainyasudah ada
jawabannya di dalam Al-Quran. Misalnya, untuk menjawab keraguan bahwa alam raya ini tidak memiliki
Tuhan, Al-Quran mengatakan: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan
diri mereka sendiri?!
Al-Quran juga menangkis keraguan bahwa Al-Quran bukan dari Allah seraya menegaskan bahwa ia
bukan dari Muhammad. Bahkan mereka menga43
43
takan, "Muhammad yang menciptakan Al-Quran itu." Katakanlah, "Jika benar demikian, buatlah sepuluh surah
serupa. Panggillah siapa saja yang sanggup (kalian panggil) selain Allah, jika kalian memang benar. Jika mereka
yang kalian seru itu tidak menerima seman kalian, ketahuilah, Al-Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah. Dan
99
tidak ada Tuhan selain Dia. Maukah kalian berserah diri kepada-Nyar44
Adapun cara Al-Quran mengunci rapat pintu syahwat adalah dengan penguatan dan peningkatan
iman. Bila iman meningkat, nafsu berkurang. Bila dorongan nafsu di hati manusia menyusut, dorongan
iman menguat. Sehingga seseorang akan menjadi penguasa hatinya untuk mempertahankan keimanan.
Ia pun kemudian menjadi seperti orang yang difirmankan Allah, Sesungguhnya tidak ada kekuasaan bagi
setan terhadap hamba-hamba-Ku. Tidak ada kekuasaan sama sekali bagi setan sebab iman telah menancap kuat di
hati mereka. Dan, tidak ada yang menandingi Al-Quran dalam soal menguatkan keimanan. Apabila dibacakan
ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka."
Al-Quran diturunkan oleh Zat yang menciptakan manusia, yang mengetahui dengan pasti apa yang
menjadi pengganggu jiwa mereka. Dan tentu
45
46
44
Q.S. Hud [11]: 13-14. Q.S. Al-Hijr [15]: 42. Q.S. Al-Anfal [08]: 02.
45
46
Ikatan Cinta 65
saja Dia mengetahui penyakit batin sekaligus obatnya. Katakanlah, "Al-Quran diturunkan oleh Zat yang
mengetahui rahasia di langit dan di bumi. "
Al-Quran adalah obat ilahiah. Telah datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakitpenyakit di dada, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang beriman.
Abdullah ibn Mas'ud berkata, "Jalan lurus ini tak putus dikunjungi setan-setan. Mereka menyeru,
'Kemarilah, Hamba Allah!' Mereka ingin agar hamba-hamba Allah berpaling dari jalan-Nya. Maka,
peganglah Kitab Allah secara teguh. Karena, ia adalah tali-Nya."
Ibn Qayyim dan Al-Quran
Imam Ibn al-Qayyim mempunyai ulasan menarik terkait kekuatan Al-Quran mengunci pintu syubhat
dan syahwat.
Menurutnya, segala jenis penyakit hati bersumber pada dua hal: syubhat dan syahwat. Dan, AlQuran adalah penawar kedua hal itu. Di dalamnya tersaji penjelasan dan petunjuk yang memastikan
kebenaran dan kebatilan. Hilanglah syubhat yang merongrong pengetahuan dan pemahaman, sehingga
kita dapat melihat segala sesuatu secara benar.
4?
48
49
47
48
49
Tak satu pun kitab di bawah kolong langit ini yang seperti Al-Quran, yang memuat bukti kuat
tentang keesaan Allah, penegasan tentang sifat-si-fat-Nya, tentang kenabian dan akhirat, dan
penyangkalan terhadap agama, mazhab, serta pemikiran sesat.
Dalam Al-Quran, semua itu tercakup tanpa ada yang terluput, disajikan dengan indah, sempurna,
masuk akal, dan dengan jalinan kata yang memukau. Apa yang dibanggakan ahli kalam tak sebanding
dengan Al-Quran. Pernyataan Al-Quran lebih teruji, uraiannya lebih indah. Tidak ada hal lain kecuali
mereka akan bertekuk lutut, meyakini, dan menerima Al-Quran secara lapang dada.
"Sudah kucoba mendalami ilmu kalam dan filsafat, tetapi kulihat semua itu tak mampu mengatasi
penyakit batin, tak kuasa menghilangkan dahaga. Di mataku hanya ada satu jalan, yaitu Al-Quran. Siapa
yang mengikuti jejak pengalamanku ini, ia apa meraih pengetahuan seperti yang kuraih," tegas Ibn alQayyim.
Meluruskan Niat
Al-Quran dapat mengobati penyakit syahwat. Sebab, ia menyimpan hikmah, nasihat, kisah, dan tamsil
yang penuh dengan nilai kearifan, dan seruan agar seseorang tak terbelenggu dunia serta seruan agar
mencintai akhirat. Dengan kandungan seperti itu, hati yang sehat akan tergerak mencintai segala yang
memberi kebaikan, dan tergerak menjauhi segala
Ikatan Cinta 67
yang mengakibatkan keburukan. Hati yang demikian ini akan tunduk kepada petunjuk Al-Quran dan
membenci kesesatan serta keburukan.
Al-Quran membasmi penyakit hati yang berdampak menumbuhkan nafsu. Bila hati sudah baik, niatniat dan keinginan pun jadi baik. Hati akan kembali ke fitrah, sehingga perilaku pun akan apik dan
indah. Hati akan menolak selain yang benar, seperti bayi menolak apa pun selain air susu ibu.
Bagi hati, Al-Quran bagaikan hujan bagi bumi. Ia menumbuhkan iman seperti air menumbuhkan
benih tanaman.
Dengan terus-menerus membiarkan hati dihujani tetes-tetes Al-Quran, iman semakin bertambah dan hati
semakin saleh, hingga seperti yang disabdakan Nabi saw.: "Putih tak bernoda, tak terpengaruh oleh
fitnah sepanjang bumi dan langit ada."
Hati seperti itulah yang terlindung dari kekuasaan setan. Hati yang bebas dari hawa nafsu.
Memang, setan masih akan terus membisiki rayuan, tetapi hati akan menyadari tipu daya itu. Orangorang bertakwa bila ditimpa was-was setan, mereka ingat kepada Allah. Lalu, saat itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya.
50
51
52
52
Diriwayatkan oleh Muslim dan Imam Ahmad. Dan dinuk i l oleh al-Albani dalam Shahih al-]dmi\ hal. 2960.
Q.S. al-A'raf [07]: 201.
BAB 3
ketenangan, yang sedih akan menemukan kesenangan, yang alim akan menemukan apa yang dicarinya,
yang ingin lepas dari jerat rutinitas hidup akan menemukan tempat menyendiri, yang kehilangan akan
menemukan. Bukankah ia adalah jamuan Allah? Di sana setiap orang dapat memenuhi kebutuhannya,
menuntaskan kepuasan, kesenangan, dan kegembiraannya.
Semua itu adalah kekuatan ruhaniah yang diberikan Al-Quran kepada jiwa yang membuka diri
kepadanya. Muhammad Farid Wajdi mengatakan, "Al-Quran menyimpan kekuatan ruhaniah dan
pengaruh luar biasa bagi jiwa manusia. Ia membangkitkan emosi, mengasah hati, menajamkan kepekaan
rasa, membuat ruh bersinar, dan meningkatkan daya pikir."
Ia menyejukkan hati sekaligus menggugah akal. Hati tenteram, akal tenang. Saat itulah manusia
menikmati kepuasan dan kebahagiaan yang memabukkan.
7
Al-Ta'bir al-Qur'dni wa al-Daldlah al-Nafsiyyah, 111, dinukil dari Ma'drf 'an Ddirah al-Qarn al-'Isyrtn, Farid Wajd i , 7/679.
I b i d : 136.
10
I b i d : 109
12
12
kepada Allah. Gunung tersebut hancur karena dahsyatnya daya pengaruh yang ditimbulkan Al-Quran,
yaitu membangkitkan rasa takut yang luar biasa kepada Allah.
Ayat di atas hanya kiasan untuk menggambarkan dahsyatnya pengaruh Al-Quran. Reaksi puncak
benda keras dan padat adalah pecah atau hancur lebur, dan itu tak mudah kecuali oleh kekuatan
dahsyat.
Sayid Quthub mengomentari ayat tersebut sebagai berikut, "Kiasan dalam ayat tersebut menggambarkan
kenyataan. Kenyataannya, Al-Quran memiliki kekuatan dan pengaruh yang mengguncang. Tak ada
sesuatu pun yang kuat menerima hakikatnya. Orang yang sudah menangkap getaran Al-Quran pasti
merasakan kebenaran hal itu. Dan tidak ada ungkapan untuk yang pantas untuk perasaan itu selain
ungkapan seperti yang disebutkan oleh ayat tersebut."
Bergetar dan Bersujud
Jika gunung hancur lebur menerima Al-Quran, hati seorang mukmin akan takluk dan bergetar hebat.
Gambaran ini disebutkan oleh Al-Quran, Allah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al-Quran yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. Dibuatnya gemetar tubuh orang13
14
15
13
l4
l5
orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang tubuh dan hati mereka saat mengingat Allah.
Inilah bukti nyata pengaruh Al-Quran bagi hati.
Tak hanya itu, seorang mukmin yang menghayati ayat-ayat Al-Quran pasti hatinya akan diliputi
pengagungan kepada Allah dan pengakuan akan wibawa-Nya, lalu secara spontan bersujud
kepadaNya. Jika Al-Quran dibacakan kepada orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya, mereka
merendahkan wajah mereka sambil bersujud dan berkata, "Mahasuci Tuhan kami! Janji Tuhan kami pasti
dipenuhi." Dan mereka merendahkan wajah mereka sambil menangis, dan kekhusyukan mereka bertambah.
Bagi orang yang bersikap positif kepada Al-Quran, inilah firman Allah untuknya, Apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, mereka merendahkan wajah, bersujud dan menangis.
Jika fisik tak ikut bersujud, cukuplah hati yang bersujud kekhusyukan kepada Tuhan. Allah mencela
orang kafir karena mereka tak mau bersujud saat mendengar Al-Quran. Mengapa mereka tidak mau
beriman? Dan, apabila Al-Quran dibacakan, mereka
16
17
18
16
Q.S. Al-Zumar [39]: 23. Q.S. Al-Isra' [17]: 107-109. Q.S. Maryam [19]: 58.
17
18
tidak bersujud. Seolah ayat ini ingin menegaskan bahwa manusia akan tunduk saat mendengar Al-Quran
karena pengaruhnya yang dahsyat bagi hati dan perasaan, seperti ditunjukkan oleh generasi sahabat
Nabi. Tak hanya satu dua orang, jumlah mereka ratusan bahkan ribuan. Dan ini terus berlangsung di
setiap generasi, meski jumlahnya tak sebanyak generasi yang dilewati. Tetapi, hal itu tidak menunjukkan
bahwa pengaruh Al-Quran telah luntur.
Kemukjizatan Al-Quran masih terus dan akan terus berlangsung hingga hari kiamat. Allah
menjaganya.
Honey adalah seorang wanita Inggris yang dibesarkan dalam keluarga Kristen. Ia menggandrungi
filsafat. Ia berkelana ke Kanada untuk melanjutkan pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Di sana, ia
berkenalan dengan Islam. Ia mempelajarinya secara mendalam, hingga akhirnya memeluknya. Seraya
melukiskan bagaimana saat pertama kali berjumpa dengan Al-Quran, ia menulis, "Saya tak pernah bisa
meski sudah berusaha kerasmelukiskan kesan yang ditinggalkan Al-Quran di hati saya. Begitu hampir
tuntas membaca surah ketiga, kudapati diriku telah bersujud kepada Tuhan. Dan, inilah sha-lat pertama
saya dalam Islam."
19
20
10
an al-Qur'dn, Imaduddin Khalil, suplemen kitab Isyarat al-Vjdz, Al-Nurisi, hal. 287.
Lain, lagi kisah penyair Nicola Hanna saat mengakui keindahan dan pengaruh Al-Quran. Ia menulis
dalam pengantar puisinya yang gemilang berjudul Min wahy al-Qur'dn": "Kubaca Al-Quran. Ia
membuatku lupa diri. Kuselami Al-Quran. Ia membuatku terpukau. Kubaca ulang, lalu aku pun
memercayainya. Bagaimana tidak aku akan beriman?! Mukjizat Al-Quran tersaji di hadapan dan
kurasakan setiap waktu. Ia mukjizat yang tak biasa. Ia mukji-zat-ilahiah yang abadi, berbicara sendiri, tak
perlu dibahas dan diperinci."
Sambutlah Seruan Allah
Di antara fakta pengaruh Al-Quranseperti diungkap beberapa ayatadalah peristiwa sekelompok jin
saat mendengar bacaan ayat Al-Quran. Mereka saling berbisik, "Ssst, diam!" Mereka tidak mengatakan,
"Dengarkan!" Itu menunjukkan bahwa bacaan yang mereka tangkap benar-benar dahsyat dan langsung
menusuk hati. Saking terkesan, mereka tak kuasa untuk buru-buru menyampaikan apa yang mereka
dengar kepada bangsa mereka. Ingatlah ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu untuk mendengarkan
Al-Quran. Tatkala mereka menghadiri pembacaan itu, mereka berkata, "Diam kalian!" Ketika pembacaan selesai,
mereka kembali kepada kaum mereka untuk memberi peringatan.
21
21
Mereka berkata, "Hai kaum kami! Kami mendengarkan kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa,
yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya, memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan lurus. Hai kaum kami,
terimalah seruan orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosa kalian dan melepaskan kalian dari azab yang pedih. "
Seperti dalam ulasan Sayyid Quthub, ayat di atas menggambarkan pengaruh kuat Al-Quran
sehingga mereka diam dan menyimaknya. Begitu bacaan usai, mereka segera beranjak pulang. Hati tak
terbendung, untuk segera menyampaikan dan mengingatkan kepada segenap kaum mereka apa yang
baru saja mereka dengar. Begitulah perangai orang yang perasaannya dipenuhi sesuatu yang baru,
hatinya penuh oleh pengaruh yang membuat mereka takluk dan tunduk. Seolah ada kekuatan
tersembunyi yang mendesak mereka untuk bergerak dan menyambut sesuatu itu, dan meneruskannya
kepada yang lain.
Pengaruh Al-Quran kepada Kaum Musyrik Makkah
Dikisahkan dalam banyak buku sejarah bahwa pada suatu malam, Abu Sufyan ibn Harb, Abu Jahal (Amr
ibn Hisyam), dan Akhnas ibn Syuraiq, mengintip run
23
22
mah Nabi secara bersamaan dan untuk tujuan yang sama, yaitu menikmati ayat-ayat Al-Quran yang
dilantunkan Nabi sepanjang beliau melaksanakan sha-lat malam. Hanya saja, masing-masing tidak tahu
satu sama lainnya.
Dari sudut rumah yang berbeda, mereka menyimak bacaan Al-Quran Nabi. Begitu subuh menjelang,
mereka segera beranjak pergi agar tidak diketahui orang. Tanpa diduga, masing-masing mengambil jalan
pulang yang sama, dan masing-masing kemudian tahu jika mereka baru saja melakukan hal yang sama.
Mereka panik. "Kalau diketahui orang lain, ini akan berimbas buruk!" Mereka pun segera berpisah.
Tapi, malam berikutnya, masing-masing kembali melakukan hal yang sama, juga tanpa masingmasing tahu. Saat pulang, mereka juga saling bertemu. Mereka kembali mengatakan apa yang malam
sebelumnya mereka katakan. Begitu juga pada malam ketiga. Dan juga, mereka kembali bertemu saat
hendak pulang. Kali ini mereka berjanji. "Sebelum berpisah, kita harus berjanji bahwa kita tidak akan
mengulangi perbuatan ini lagi." Mereka pun per-gi.
Apa yang mendorong ketiga orang itu secara sembunyi-sembunyi mendengarkan Al-Quran? Satu
jawaban pasti: hati mereka terpengaruh oleh Al-Quran. Mereka tak kuasa menahan diri untuk menyimak
24
14
Al-Quran yang penuh daya pikat. Maka, mereka tetap kembali mencuri dengar bacaan Al-Quran Nabi,
meski sebelumnya telah berjanji untuk tidak melakukannya. Mereka cemas para budak dan semua orang
terkena juga pengaruh Al-Quran ini. "Kalau diketahui orang lain, ini akan berimbas buruk!"
Walid ibn al-Mughirah
Walid ibn al-Mughirah terbuai jika mendengar lantunan ayat-ayat Al-Quran. Orang-orang Quraisy
kemudian berkata, "Walid telah melepaskan agama kita. Ia akan diikuti segenap bangsa Quraisy."
Maka, diutuslah Abu Jahal menemui Walid untuk mengobarkan harga diri Walid selaku pembesar,
orang kaya, dan orang terpandang. Ia meminta Walid mengatakan sesuatu yang menunjukkan kebencian
kepada Al-Quran.
"Apa yang bisa kukatakan? Di antara kalian, akulah orang yang paling ahli di bidang puisi. Aku
tahu syair yang baik dan syair yang buruk. Bahkan aku tahu syair bangsa jin. Tetapi, sungguh, tak secuil
pun ada ungkapan yang serupa dengan Al-Quran itu. Ia sangat manis dan indah. Ia tinggi dan tak ada
bandingannya," tukas Walid.
"Kaummu tidak akan puas sampai kau mengatakan sesuatu tentang Al-Quran itu," sergah Abu
Jahal.
"Biarkan aku berpikir sejenak," kata Walid.
25
25
Rupanya Abu Jahal tak sabar. Sementara Walid masih berpikir, Abu Jahal segera berkata kepada
orang-orang, "Apa yang diucapkan Muhammad tidak lain adalah sihir yang sangat berpengaruh.
Tidakkah kalian lihat, ia memecah belah keluarga, memisahkan mereka dengan para budak?!"
Pengakuan Utbah ibn Rabi'ah
Inilah Utbah ibn Rabi'ah, salah seorang pembesar Quraisy. Suatu hari, atas nama para pembesar Quraisy,
ia menemui Nabi untuk berunding dan mengajukan beberapa tawaran. Ia pikir, siapa tahu Nabi
menerima tawaran itu dan mau meninggalkan dakwahnya.
Utbah menawarkan kekuasaan, harta, bahkan tabib jika diduga Nabi mengalami gangguan jiwa.
Seusai Utbah menyampaikan tawarannya, Nabi berujar, "Apakah sudah selesai, Abu al-Walid?"
"Ya."
"Sekarang, dengarkan aku." "Baiklah."
Setelah mengucap basmalah, Nabi kemudian membacakan ayat, Hdmim. Yang turun dari Tuhan Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ini adalah kitab yang ayat-ayatnya telah dijelaskan secara sempurna berupa
bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui, la membawa berita gem26
Al-Tashwir al-Fanni ft al-Qur'dn, Sayyid Quthb, 13, d i nukil dari al-Sirah-nya Ibn Hisyam dan Tafsir Ibn Kastir.
26
bira dan membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan. Mereka berkata,
"Hati kami terkunci untuk apa yang kau serukan kepada kami. Di telinga kami ada sumbatan. Di antara kita ada
dinding. Maka, kerjakanlah perintah agamamu. Sesungguhnya kami juga mengerjakan perintah agama kami."
Sementara Nabi melanjutkan surah Fushshilat di atas, Utbah diam menyimak, berdiri mematung
dengan tangan ditekuk ke balik punggung. Ia terus menyimak, hingga ketika sampai ayat sujud, Nabi
bersujud. Secara spontan dan refleks, Utbah ikut pun bersujud.
Setelah itu Nabi bersabda, "Kau telah mendengar sendiri, Abu al-Walid! Ya, begitulah!"
Menurut lain riwayat, setelah sampai ayat Jika mereka berpaling maka katakanlah, "Aku telah memperingatkanmu dengan petir yang menimpa kaum Ad dan Tsamud," Utbah menukas, "Demi Allah! Jangan
kauteruskan!" Utbah jadi rapuh mendengar alunan suci yang tak ada tandingannya di muka bumi itu.
Akhirnya, Utbah bangkit dan kembali menemui kelompok yang mengirimnya sebagai juru runding
dan penyambung lidah. Apa yang ia dengar dari Nabi masih berdengung di telinganya. Tampak betul
pengaruh Al-Quran masih membekas di jiwa Utbah, terpahat di raut mukanya. Orang-orang saling
27
27
berbisik, "Abu al-Walid datang dengan wajah yang berbeda dengan saat ia pergi."
Setelah Utbah duduk, orang-orang yang mengelilingi mereka bertanya, "Apa yang terjadi, Abu alWalid?"
"Aku tadi mendengar perkataan yang belum pernah kudengar sebelumnya. Demi Allah! Ia bukan
syair, bukan mantra sihir, bukan jampi-jampi!" jawab Utbah.
"Wahai orang-orang Quraisy," lanjut Utbah, "percayalah kepadaku. Ikutilah perintahku. Tinggalkan orang
ini (Nabi Muhammad)! Menjauhlah bila bertemu. Demi Allah! Perkataannya yang baru saja kudengar
benar-benar menyimpan berita besar!"
Sujud Bersama
Suatu hari, Nabi membaca surah al-Najm di sisi Ka'bah. Sejumlah orang musyrik mendengarkan. Senyap.
Mereka terdiam. Mereka seperti tersengat bacaan Nabi. Ketika bacaan Nabi sampai di ayat "Maka
bersujudlah kalian kepada Allah dan sembahlah (Dia)", dan beliau bersujud, semua orang yang mendengar
bacaan itu luruh dan ikut bersujud.
Abdullah ibn Mas'ud berkata, "Nabi saw. membaca surah al-Najm lalu bersujud. Tak seorang yang
tak ikut bersujud, kecuali seorang kakek yang me28
1S
mungut segenggam debu lalu diraupkan ke wajahnya seraya berkata, 'Cukuplah ini bagiku!'"
Mereka bersujud padahal mereka musyrik. Mereka tak mampu menahan dan mengelak pengaruh
Al-Quran. Meski beberapa saat kemudian mereka sadar dengan apa yang mereka lakukan. Mereka jadi
merasa rendah dan terhina karena ikut bersujud.
Kisah ini mutawattir, diriwayatkan oleh banyak perawi dan dalam beberapa versi, meski pera-wi
berbeda pendapat mengenai penyebab kejadian aneh itu. Tapi, sebenarnya tidak aneh. Justru itulah bukti
pengaruh kuat Al-Quran. Mampu menembus hati.
Khawatir Terpengaruh Al-Quran
Intimidasi dan penyiksaan kaum musyrik kepada kaum muslim Makkah semakin keras dan melampaui
batas. Sebagian sahabat berhijrah ke Habsyah (Ethiopia), termasuk Abu Bakar. Dalam perjalanan
hijrahnya, Abu Bakar bertemu dengan Ibn al-Du-ghanah.
"Mau ke mana kau, Abu Bakar?"
"Aku diusir kaumku. Aku ingin pergi dari mereka agar dapat menyembah Tuhanku dengan leluasa."
"Orang sepertimu tak pantas pergi atau diusir. Kau telah membantu orang miskin dan menyam29
30
19
30
bung tali silaturahmi. Sekarang pulanglah. Sembahlah Tuhanmu di negerimu. Aku akan menjamin
keselamatanmu!"
Abu Bakar pulang ditemani Ibn al-Dugahnah. Tiba di Makkah, Ibn al-Dughanah berkeliling
menemui tokoh-tokoh Quraisy dan menyampaikan bahwa dirinya adalah jaminan Abu Bakar.
Mereka menerima jaminan itu dengan syarat. "Suruh Abu Bakar menyembah Tuhan di rumahnya
sendiri, mengerjakan shalat dan membaca Al-Quran sepuasnya di sana, agar tidak mengganggu
kami. Jangan sekali-kali ia melaksanakan shalat atau membaca Al-Quran di luar rumah," kata
mereka.
Setelah itu, Abu Bakar mendirikan bangunan di halaman rumahnya. Setiap hari ia mengerjakan
shalat dan membaca Al-Quran di sana. Setiap Abu Bakar mengerjakan semua itu, para wanita dan
anak-anak kaum musyrik berkumpul dan menyaksikan. Mereka terpesona oleh lantunan Al-Quran
Abu Bakar. Apalagi ia seorang laki-laki yang berhati lembut, mudah menangis saat membaca ayatayat Al-Quran.
Tokoh dan pembesar Quraisy merasa tersinggung dengan ulah Abu Bakar itu. Mereka lalu
memanggil Ibn al-Dugahnah dan berkata, "Karena mengingat jaminanmu, kami tidak mengganggu
ibadah Abu Bakar. Tapi, kini ia melanggar janjinya. Ia mendirikan bangunan khusus di depan
rumahnya untuk mengerjakan shalat dan membaca Al-Quran. Kami khawatir itu akan memengaruhi
para istri dan
anak-anak kami. Cegahlah dia. Jika dia menolak, cabut jaminanmu. Karena kami tidak ingin melanggar
perjanjian denganmu."
Ibn al-Dughanah mendatangi Abu Bakar dan memintanya tidak nyaring-nyaring membaca AlQuran. Tetapi, Abu Bakar menjawab, "Kukembalikan jaminanmu dan kuserahkan jaminan atas diriku
kepada Allah dan Rasul-Nya."
Peristiwa di atas semakin mengukuhkan fakta bahwa orang musyrik pun mengakui dahsyatnya
pengaruh Al-Quran. Kalau bukan karena sikap congkak, tinggi hati, dan gengsi, pasti mereka memeluk
Islam. Buktinya, mereka sekuat tenaga berusaha mencegah istri dan anak-anak supaya tidak
mendengarkan Al-Quran agar tidak terpengaruh dan tidak beriman. Dan orang-orang kafir berkata, "Jangan
pernah kalian dengarkan Al-Quran ini. Buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkan
[bacaan Al-Quran, sehingga Muhammad berhenti membacanya]."
Dari sini kita mengetahui hikmah di balik perintah agar setiap muslim berusaha agar orang-orang
musyrik mendengar kalam Allah. Jika salah seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan
kepadamu maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarShahdbah Rasul Allah wa Juhuduhum fi Ta'lim al- Qur'dn, Anas Karzun, hal. 127, 127, dikutip dari Ithdf al- Ward,
31
32
31
1/286.
32
katilah ia ke tempat yang aman. Setelah perintah ini dipenuhi, selesai sudah tugas dan tanggung jawab
seorang muslim.
Memperdengarkan adalah sarana awal dan langsung untuk menyebarluaskan kalam Allah, tepat
untuk membuka hati terhadap sinar hidayah.
Karena Al-Quran, Mereka Memeluk Islam
Selain kenyataan orang-orang kafir yang terpengaruh oleh Al-Qurannamun tetap mereka menolak
Islam karena kesombongan merekakita jumpai pula kenyataan bahwa umumnya generasi awal
memeluk Islam lantaran mendengar bacaan Al-Quran.
Umar berkisah, "Setelah mendengar Al-Quran, hatiku luluh dan mataku berurai. Islam pun merasuk
ke dalam diriku."
Lain lagi kisah Thufail ibn Amr al-Dusi. Ia menutup telinganya agar tak bisa mendengar Al-Quran.
"Tetapi, rupanya Allah tetap menghendaki aku mendengarnya, meski hanya sebagian. Sungguh indah
terdengar! Dalam hati aku berkata, 'Demi Allah! Aku ini cerdas dan seorang penyair, tahu persis mana
syair yang bagus dan yang buruk. Kenapa aku harus menolak mendengarkan apa yang diucapkan lakilaki ini?"
33
34
35
33
34
35
Thufail melanjutkan, "Kemudian Nabi memaparkan Islam dan membacakan Al-Quran kepadaku.
Demi Allah! Belum pernah kudengar ucapan seindah itu. Aku pun lalu memeluk Islam."
Jabir ibn Muth'am punya kisah lain lagi. Masuk ke Madinah bersama sejumlah tawanan perang Badar, ia
mendengar Rasulullah membaca surah Thur dalam shalat Magrib. Sampai pada ayat "Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan [diri mereka sendiri]?" Jabir berkata, "Terbang
rasanya hatiku!" Dalam riwayat lain, "Itulah awal kali iman menoreh hatiku!"
Ummu Salamah bertutur bahwa Raja Najasy meminta Ja'far membacakan Al-Quran. Setelah
membaca ayat-ayat pembuka surah Mary am, sontak Raja Najasy itu menangis, air matanya membasahi
janggut. Para pendeta di sampingnya pun ikut terisak hingga air mata mereka tumpah membasahi kitab
yang mereka bawa. "Sungguh, yang kaubaca dan yang dibawa Isa berasal dari ceruk yang sama," ujar
Raja Najasy.
Mendengar kabar tentang Rasulullah, delegasi kaum Nasrani Habsyah datang menemui beliau.
Rasulullah kemudian membacakan Al-Quran kepada mereka. Mereka menangis mendengar lantunan Al36
37
38
36
37
I b i d : 1/239.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Al-Sirah al-Nabawiyyah, Ibn Hisyam, 2/207.
38
Quran itu. Mereka mengakui kebenarannya. Mereka pun kemudian memeluk Islam.
Usaid ibn Hudhair Memeluk Islam
Tak terbilang peristiwa sejarah yang mengukuhkan kebenaran fakta ini dan bagaimana pengaruh yang
dijejakkan Al-Quran di hati para pendengarnya, Muhajirin maupun Anshar, sehingga mereka memeluk
Islam.
Usaid ibn Hudair dan Sa'd ibn Mu'adz adalah dua orang pemimpin suku Aus. Keduanya berniat
mengusir Mush'ab ibn 'Umair dari Madinah setelah makin banyak saja orang yang memeluk Islam
karenanya.
Suatu saat, Mush'ab berada di salah satu kebun Bani Abdil Asyhal, sedang membacakan Al-Quran
kepada orang-orang sekaligus mengajak mereka memeluk Islam. Usaid mengetahuinya. Ia bersegera
pergi ke sana dengan membawa sebilah belati.
"Celaka ini, Mush'ab!" bisik salah seorang bernama As'ad ibn Zararah kepada Mush'ab. "Yang
sedang ke sini itu adalah Usaid ibn Hudair. Dia pemimpin kaum. Kalau ia memeluk Islam, akan banyak
orang yang mengikutinya. Mudah-mudahan saja itu terjadi."
Usaid berhenti di tengah-tengah kerumunan itu. Ia menoleh kepada Mush'ab dan sahabatnya, As'ad,
sembari berkata, "Apa yang kalian bawa ke kam39
39
pasti, dari sana muncul pengaruh asing yang masuk ke lubuk hati."
Bukti tak Terbantah
Dari sekian fakta kuatnya pengaruh Al-Quran di atas, fakta terpenting adalah pengaruh spiritual yang
terjadi pada generasi sahabat setelah keislaman mereka. Generasi yang kelak menjadi ikon bangsa Arab
yang sebelumnya hina dan terbelakang baik peradaban maupun militer, tenggelam dalam kegelapan,
terpuruk di dasar kejahiliahan.
Seorang sahabat terlihat selalu murung. Rasulullah bertanya, "Kenapa kau tampak sedih?"
"Wahai Rasulullah," jawab sahabat itu, "pada masa Jahiliah dulu aku pernah melakukan dosa. Aku
khawatir dosaku tak terampuni meski aku sudah memeluk Islam."
"Coba ceritakan dosa yang kaumaksud!" kata Rasulullah.
"Aku membunuh anak perempuanku sendiri ... Saat anak perempuanku lahir, istriku mohon agar
anak itu dibiarkan hidup. Kupenuhi permintaan istriku. Kubiarkan anak kami tumbuh hingga remaja,
menjadi gadis yang cantik. Tak terbilang pria yang datang melamar. Sampai kemudian sikap kesukuanku
muncul."
"Berat hatiku mengawinkannya atau membiarkannya tinggal di rumah tanpa kawin. Akhirnya,
41
41
kukatakan kepada istriku kalau aku akan membawanya ke suatu kabilah, mengunjungi sanak saudara di
sana. Bukan kepalang bahagia istriku. Ia mendandani dan merapikan pakaian anak gadisnya itu. Ia
memintaku berjanji agar tidak mengkhianatinya."
"Berangkatlah aku membawa anakku. Di tengah perjalanan, aku mengajak anakku itu ke sebuah
sumur. Kulihat dasar sumur itu. Rupanya anakku mencium gelagat jika aku akan melemparkannya ke
sumur itu. Ia memelukku erat-erat sambil menangis tangisnya. "Mau kauapakan aku, Ayah?" kata
anakku, mengiba.
"Rasa iba merasuk hatiku. Tapi hanya sekilas. Begitu kulihat dasar sumur, kesukuanku kembali
muncul. Anakku memelukku lagi sambil berkata, Ayah, jangan khianati amanat ibu!'"
"Kupandangi sumur, kupandangi putriku. Menyembul rasa iba dari lubuk hatiku. Tetapi hanya
sekilas, karena setelah itu setan membuatku kalap. Kupegang tubuh anakku dan kulemparkan ia ke
dasar sumur dengan kepala terbalik. Kudengar ia berteriak, Ayah, kau membunuhku!' Setelah yakin dia
tak lagi bersuara, aku pun pulang.
Rasulullah menangis mendengar cerita sahabat itu. "Jika saja wahyu memerintahkan aku
menghukum seseorang sebab kelakuannya pada masa Jahiliah, niscaya aku akan menghukummu."
42
4 2Dituturkan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, al-]dmi U Ahkdm al-Qur'dn, 7/64, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.
Umat Mengagumkan
Arab pra-Islam sungguh kelam. Mereka adalah bangsa barbar, penyembah batu, senang memutus
persaudaraan, tak menjalin hubungan baik sesama tetangga, yang lemah diperas yang kuat ....
Inilah pengakuan Abu Raja' al-Atharidi: "Di zaman Jahiliah kami menyembah batu. Kami akan
membuang batu itu jika kami mendapat batu yang lebih baik. Jika tak ada batu, kami menumpuk tanah.
Kami ambil domba betina dan memerah susunya di tumpukan tanah itu, lalu kami berputar
mengelilinginya. "
Inilah, Saudaraku, contoh perilaku generasi masa Jahiliah. Generasi yang setelah membuka hati
kepada Al-Quran, tiba-tiba berubah menjadi generasi qurani yang andal, menjadi umat yang melompat
jauh ke depan meninggalkan keterbelakangan. Dan itu berlangsung hanya dalam beberapa tahun.
Berkaitan ini, Muhammad al-Ghazali menulis, "Umat yang menemukan kembali jati dirinya lewat
Al-Quran adalah mukjizat yang membuktikan bahwa Nabi adalah sosok terbaik dalam mendidik umat,
membangun dan mencetak generasi yang telah menyumbangkan peradaban qurani. Kita lihat, ketika
bangsa Arab membuka diri kepada Al-Quran, secara cepat mereka melompat jauh ke depan menjadi
umat yang menghargai musyawarah dan membenci sikap keras kepala serta pemaksaan kehendak. Umat
43
Bukhari, 4376.
yang menjunjung keadilan sosial dan tidak mengenal sistem kelas. Umat yang anti perpecahan suku dan
ras, tidak merasa yang tertinggi di antara bangsa-bangsa lain."
Lanjutnya, "Di situ kita jumpai orang Badui semacam Ruba'i ibn Amir yang dengan lantang berkata
kepada pemimpin Persia, "Kami datang untuk mengubah manusia dari menyembah makhluk menjadi
menyembah Allah Yang Esa, dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akhirat, dari
kepercayaan yang lalim menuju keadilan Islam."
Tak salah kiranya jika Imam al-Qarafi berkata, "Seandainya Rasulullah tak memiliki mukjizat selain
sahabat-sahabatnya, cukuplah mereka sebagai bukti kenabiannya."
44
45
Shahdbah
45
4/170.
Raul Alldh wa Juhuduhum ft Ta'lim al-Qur'dn al-Karim, Dr. Anas Karzun, dinukil dari al-Furuq karya al-Qarafi,
BAB 4
Jika demikian cepat dan jelas pengaruh Al-Quran di hati orang yang membuka diri secara benar
kepadanya, maka semakin dibaca akan bertambah dan terus bertambah pengaruhnya. Di setiap
perjumpaan antara hati dan Al-Quran, iman akan bertambah, cahaya semakin benderang, semangat
semakin menyala, dan dorongan untuk beristikamah di jalan Allah semakin kuat.
tahu bagaimana generasi awal ini sampai ke derajat keimanan yang jauh melampaui
manusia pada umumnya. Meskipun para sahabat menjalani aktivitas kehidupan manusiawi sebagaimana
umumnya, namun sama sekali tak bergeser iman di hati mereka yangseperti dikatakan Abdullah ibn
Umarsekokoh gunung.
Pengaruh iman ini terlihat saat mereka dihadapkan kepada pilihan yang sulit. Kata Abu Salamah ibn
Abdurrahman, "Sahabat Nabi tak suka berkhiaDARI SINI KITA
nat atau menampakkan diri tak semangat. Saat duduk bersama, mereka boleh saling membacakan syair
atau saling menyusuri kenangan masa Jahiliah. Tetapi, begitu dibutuhkan untuk urusan agama, mereka
akan selalu siap."
Faktor utama yang membuat keimanan mereka begitu hebat tak lain adalah Al-Quran. Mereka tekun
membaca dan menghabiskan waktu untuk Al-Quran. Lebih dari itu, mereka sangat beruntung karena
dibantu sang guru agung, pendidik, dan panutan seluruh umat manusia, yaitu Nabi sendiri. Tak hentihentinya beliau mengingatkan mereka tentang keagungan Al-Quran. Beliau pernah bersabda, "Tak ada
kalam yang lebih agung daripada kalam Allah. Tak ada jawaban yang lebih dicintai Allah yang
diucapkan seorang hamba kepada-Nya selain jawaban dengan kalam-Nya."
Sabda beliau yang lain, "Al-Quran jauh lebih dicintai Allah dibanding langit dan bumi berikut
seluruh isinya."
Pengaruh Al-Quran dalam Diri Nabi saw.
Tak terlukiskan perhatian dan kecintaan Nabi saw. kepada Al-Quran. Akalnya Al-Quran, hatinya AlQuran. Saking kuatnya pengaruh Al-Quran dalam
2
dirinya, sampai-sampai kepala beliau beruban. Suatu hari Abu Bakar masuk ke rumah Nabi dan berkata,
"Engkau beruban sebelum waktunya, Rasulullah!" Seraya menjelaskan alasan kenapa dirinya beruban,
beliau berkata, "Itu karena surah Hud dan yang sejenis."
Pada lain waktu, beliau berkata kepada Abdullah ibn Mas'ud, "Bacakan Al-Quran untukku."
"Membacakan Al-Quran untukmu?! Bukankah ia diturunkan kepadamu?" Ibn Mas'ud balik
bertanya.
"Aku ingin mendengarnya dari orang lain," kata Rasulullah.
Ibn Mas'ud lalu membacakan surah al-Nisa.
5
"Cukup!" kata Rasulullah, ketika bacaan Abdullah ibn Mas'ud sampai di ayat "Maka, bagaimanakah
(halnya orang kafir nanti) waktu Kami datangkan seorang saksi rasul dari tiap-tiap umat, dan Kami datangkan kau
(Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu sebagai umatmu?" Abdullah ibn Mas'ud kemudian melihat wajah
Rasulullah yang kedua matanya berlinang air mata.
Begitu sempurna jiwa Nabi terisi Kitab Suci, dan begitu kuat pengaruhnya, bahkan mencapai tingkat
seperti yang dikatakan Imam al-Syafi'ibah6
Sahih. Diriwayatkan oleh Ibn Mardawaih, dan dinilai sahih oleh al-Albani dalam Shahih al-]dmi\ 3721.
Q.S. Al-Nisa [4] : 4 1.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 5050, dan Muslim, 1846.
5
wa semua yang dicetuskan beliau tak lain adalah hasil pemahaman dari Al-Quran.
Seluruh kandungan pesan Al-Quran terangkum dalam sosok pribadi Nabi, menjelma dalam
perilaku beliau. Seolah Al-Quran itu Nabi sendiri. Sesungguhnya Allah menurunkan peringatan kepadamu,
dan mengutus seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan bermacam-macam
hukum.
Tak salah bila Nabi disebut Al-Quran berjalan. Itulah kenapa ketika ditanya tentang akhlak Nabi,
Aisyah menjawab, "Akhlak beliau Al-Quran. Bersikap rida karena rida-Nya, murka karena murka-Nya."
Reaksi Spontan
Pengaruh Al-Quran dalam diri Nabi bisa dilihat dari keseharian beliau. Bukti paling nyata adalah
kebaikan dan kedermawanan beliau yang meningkat setelah bertadarus dengan Jibril pada bulan
Ramadan.
Ibn Abbas r.a. menuturkan, "Nabi saw. adalah sosok paling dermawan, lebih-lebih pada bulan
Ramadan. Sebab, setiap malam sepanjang bulan itu Jibril menemui beliau, dan beliau membacakan Al8
10
Tafsir al-Qur'dn al-Karim, Ibn Katsir, 1/4. Q.S. Al-Thalaq [65]: 10-11. Bukhari, 4997.
9
10
Quran kepadanya. Jika sudah demikian, beliau lebih dermawan dibanding embusan angin."
Ibn Hajar mengomentari hadis ini, "Rutin membaca Al-Quran mendorong seseorang berbuat banyak
kebaikan."
Cara Nabi saw Membaca Al-Quran
Nabi selalu membaca Al-Quran secara tenang, perlahan-lahan, dan penuh perenungan sebagaimana
perintah Allah. Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kau membacakannya
kepada manusia secara perlahan-lahan. Dan bacalah Al-Quran itu secara perlahan-lahan.
Beliau membaca satu surah secara perlahan seolah lebih panjang daripada surah lain yang lebih
panjang. Setiap huruf di akhir ayat dibaca panjang, memberi jeda bagi akal untuk mencerna dan
memahami, memberi ruang bagi hati untuk berdialog dan memetik pelajaran dari kalam suci itu. Bila
serang-kai ayat menyebut surga, beliau berdoa dan menampakkan wajah gembira. Bila menyebut neraka,
beliau berdoa memohon perlindungan.
11
12
13
14
Muslim, 746. Fathal-Bdri, 9/45. Q.S. Al-Isra' [17]: 106. Q.S. Muzzammil [73]: 04.
u
13
14
Ummu Salamah melukiskan bahwa bacaan Nabi saw. seperti sedang menafsirkan huruf demi huruf.
Hafshah meriwayatkan, bila Nabi saw. membaca satu surah secara perlahan seolah lebih panjang
daripada surah lain yang lebih panjang.
Dalam satu riwayat disebutkan, pernah semalam suntuk beliau hanya mengulang-ulang ayat "Jika
Engkau menyiksa mereka maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni
mereka maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana".
Abu Dzar menceritakan dengan indah peristiwa itu .... Suatu malam, kami melaksanakan shalat Isya
bersama Nabi. Sebentar beliau pulang ke rumah untuk beristirahat. Setelah itu, beliau kembali. Abu Dzar
mendekat dan berdiri di belakang beliau. Beliau memberi isyarat dengan tangan, lalu Abu Dzar maju
berdiri tepat di sisi kanannya. Kemudian Abdullah ibn Mas'ud datang, berdiri di belakang Rasulullah
dan Abu Dzar. Setelah Nabi memberi isyarat, Ibn Mas'ud maju berdiri tepat di sisi kirinya.
15
16
17
18
15
16
Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, 2923. Menurutnya kualitas hadis ini hasan-sahih, gharih.
Diriwayatkan oleh Muslim, 733.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibn Majah. Dinilai sahih oleh Hakim dan disepakati oleh al-Dzahabi. Rangkaian
17
sanadnya hasan.
18
Nabi berdiri tegak membaca satu ayat, melakukan rukuk dan sujud dengan satu ayat, dan berdoa
menggunakan satu ayat itu, hingga subuh menjelang: "Jika Engkau menyiksa mereka maka sesungguhnya
mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya Engkaulah Yang
Mahaperkasa lagi Mababijaksana".
Setelah subuh lewat Abu Dzar berkata kepada Abdullah ibn Mas'ud, "Coba tanyakan kepada
Rasulullah, kenapa beliau melakukan itu?!"
"Wahai Rasulullah, semalam engkau melaksanakan shalat dan berdoa hanya dengan satu ayat.
Bukankah Allah telah mengajarimu Al-Quran seluruhnya?" tanya Abdullah ibn Mas'ud.
"Aku berdoa untuk umatku," tegas beliau.
Agar Al-Quran Dibaca setiap Hari
Nabi selalu menjaga agar bisa membaca Al-Quran setiap hari. Beliau memang diperintahkan demikian.
Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Makkah), negeri yang Ia sucikan. Kepu-nyaan-Nyalah segala sesuatu. Aku juga diperintahkan untuk menjadi bagian orang-orang yang berserah diri, dan
diperintahkan agar membacakan Al-Quran (kepada manusia).
19
20
Para delegasi datang ke Madinah. Nabi menempatkan mereka di antara masjid dan rumah beliau.
Setiap lepas isya beliau berbincang-berbincang dengan mereka. Suatu malam beliau terlambat. "Malam
ini Tuan datang lebih lambat daripada biasanya," kata mereka.
"Ya. Sekumpulan ayat Al-Quran turun kepadaku. Tak enak aku keluar masjid sebelum semuanya
tuntas!" jawab beliau.
Tidak ada tanda-tanda Nabi mengkhatamkan Al-Quran dalam waktu semalam.
"Aku tak pernah tahu Nabi membaca Al-Quran semalam penuh, dan melaksanakan shalat
semalaman sampai waktu subuh tiba," tutur Aisyah.
Ini diperkuat riwayat Imam Muslim bahwa pernah seseorang datang kepada Abdullah ibn Mas'ud.
"Aku membaca surah-surah pendek dalam satu rakaat," katanya.
"Kau membacanya secepat membaca syair? Banyak orang membaca Al-Quran tapi hanya sampai di
tenggorokan. Al-Quran itu baru benar-benar bermakna bila ia sampai di hati. Aku tahu persis surahsurah yang sering dibaca Nabi. Biasanya Nabi
21
22
23
24
21
22
Diriwayatkan oleh Abu daud, 1393, Ibn Majah, 1345, dan Ahmad dalam al-Musnad, 343.
Diriwayatkan oleh Muhammad ibn Nasr dalam Qiydim al-Layl (diringkas), hal. 145.
Surat-surat pendek mulai Surah al-Hujurat atau Surah Qaf sampai Surah al-Nas.
Maksudnya membaca dengan sangat cepat.
23
24
membaca dua surah di antara surah-surah itu dalam satu rakaat," jelas Ibn Mas'ud. Para sahabat
menanyakan surah-surah itu. Ibnu Mas'ud menjawab, "Dua puluh surah-surah pendek (dalam riwayat lain
delapan belas surah pendek), dan dua surah Alif lam dan Hdmim"
Beliau sering lama membaca surah-surah itu, karena beliau membacanya secara tartil (tidak tergesagesa) dan penuh perenungan. Ada juga riwayat yang menuturkan beliau membaca selain surah-surah
tersebut, seperti surah al-Baqarah, al-Nisa', dan Alu 'Imran. Tapi itu jarang sekali. Hanya sewaktu-waktu.
Demikian menurut Qadhi 'Iyyadh.
Nabi Menyeru dengan Al-Quran
Di antara tanda-tanda bahwa Al-Quran telah betul-betul memengaruhi Nabi adalah seruan beliau kepada
umat yang lebih sering menggunakan ayat Al-Quran daripada kata-kata beliau sendiri. Lihatlah
bagaimana beliau menghadapi Utbah ibn Rabiah, se25
26
25
Sunan
Abi Ddwud, yaitu: al-Rahman dan al-Najm dalam satu rakaat, lqtarabat dan al-Haqqah dalam satu rakaat, al-Thur dan al-Dza-riyat
dalam satu rakaat, al-Waqi'ah al-Nun dalam satu rakaat, Saala Sd'il dan al-Nazi'at dalam satu rakaat, Wayl U al-Muthaf-fifin dan
Abasa dalam satu rakaat, al-Muddatztzir dan al-Muz-zammil dalam satu rakaat, hal atd dan Ld Uqsim dalam satu rakaat, Amma dan
al-Mursalat dalam satu rakaat, al-Dukhan dan Idzd al-Syams kuwwirat dalam satu rakaat."
26
28
29
30
27
28
29
i0
32
31
32
Suatu hari, Umar bertemu seorang laki-laki sedang membaca sebuah tulisan. Indah nian bacaan
orang itu. "Tuliskan sebagian untukku!" pinta Umar.
Kemudian ia mendatangi Nabi dan membacakan tulisan itu. Sontak berubah raut muka beliau.
Seorang lelaki Anshar memberi isyarat dengan tangan agar tulisan itu dibuang. "Kurang ajar, kau Putra
Khaththab! Apa tak kaulihat bagaimana raut muka Nabi sejak kaubacakan tulisan ini?"
Lalu Rasulullah bersabda, "Aku diutus sebagai pembuka sekaligus penutup. Aku diberi sekumpulan
bahasa dengan kalimat singkat namun penuh makna, berikut pembuka-pembukanya. Dan telah
diringkas pembicaraan untukku. Maka janganlah kau dirusak oleh orang-orang yang kebingungan."
Wajah Rasulullah memerah karena marah jika mengetahui salah seorang sahabatnya membaca dan
menganggap baik sebuah tulisan selain Al-Quran. Beliau tahu Allah berfirman, Apakah tidak cukup bagi
mereka Kami menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepadamu, sedang Al-Kitab itu dibacakan kepada mereka.
Ketika para sahabat minta Nabi bercerita, Allah berfirman, Kami menceritakan kepadamu kisah yang
33
34
33
34
36
37
38
3 5Q.S. Yusuf [12]: 03. Q.S. Al-Zumar [39]: 23. Q.S. Yusuf [12]: 1-3.
Al-Durr an-Mantsur, al-Suyuthi, 4/5, Diriwayatkan oleh Ibn Hatim dengan isnad hasan.
36
3S
37
ting yang diperintahkan untuk Nabi terhadap Al-Quran adalah "mengajarkan kitab dan hikmah". Hal itu
ditegaskan dalam empat ayat Al-Quran.
"Mengajarkan" di sini jelas bukan dalam arti "menghafal". Ia dikaitkan dengan aktivitas "membaca".
Allah berfirman, ... yang membacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, membersihkan jiwa mereka, dan
mengajarkan Al-Kitab dan hikmah kepada mereka. "Mengajarkan" memiliki arti yang lebih khusus daripada
"membaca".
Kegiatan belajar dan mengajarkan Al-Quran inilah yang dalam beberapa hadis disebut dengan
"tadarus". Dalam Shahih Muslim, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, "Bila
sekelompok orang berkumpul di masjid dan membaca Al-Quran, saling bertadarus, pasti mereka diberi
ketenangan, diliputi rahmat dan kasih sayang, dikelilingi para malaikat. Dan, Allah akan menyebut
mereka kepada semua yang ada di sisi-Nya."
Tadarus di sini maksudnya berusaha mengenali susunan Al-Quran, memahami dan menangkap
maknanya, menyibak hukum dan nilai yang terkandung di dalamnya.
Syekh Muhammad al-Ghazali mengatakan, tadarus Al-Quran adalah membaca, memahami,
merenungkan, dan menguatkan pemahaman tentang
40
41
40
41
sunatullah dalam diri kita dan alam semesta, berusaha mengetahui pesan, hukum, ganjaran dan
hukuman, janji dan ancaman, serta segala hal menyangkut kebutuhan kaum muslim.
Imam ibn Taimiyah mengatakan, "Perlu diketahui bahwa Nabi saw. bukan hanya mengajari para
sahabat bacaan Al-Quran, melainkan juga menjelaskan isinya. Firman Allah "Kami turunkan Al-Quran
kepadamu agar kau menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka" jelas
mencakup keduanya: mengajarkan bacaan dan menjelaskan maknanya."
Abu Abdurrahman al-Sulama mengatakan, "Mereka yang membacakan Al-Quran kepada kami
seperti Utsman ibn Affan, Abdullah ibn Mas'ud, dan yang lainmengatakan bahwa setelah belajar
sepuluh ayat dari Nabi, mereka tak menambahnya lagi sebelum mendalami isinya. 'Kami mempelajari
Al-Quran dari sisi ilmu dan amal sekaligus,' tutur mereka."
Itulah kenapa mereka tak langsung pergi setelah belajar kepada Nabi. Mereka duduk sejenak untuk
menghafal satu surah.
Kata Anas, "Bila seseorang mampu membaca dan memahami al-Baqarah dan Alu 'Imran, dalam
pandanganku, ia betul-betul hebat." Karena, Allah
42
43
Kayf Natd'mal ma al-Qur'dn, Muhammad al-Ghazali, hal. 28, dengan peringkasan. Q.S. A l - N a h l [ 1 6 ] : 4 4 .
42
43
berfirman, Inilah kitab penuh berkah yang Kami turunkan kepadamu agar mereka merenungkan ayat-ayatnya,
Apakah mereka tidak merenungkan Al-Quran? dan "Maka, apakah mereka tidak merenungkan perkataan
(Kami)?". Tak mungkin merenungkan teks Al-Quran tanpa berusaha memahami maknanya.
Di ayat lain Allah juga berfirman, Kami menurunkan Al-Quran sebagai bacaan berbahasa Arab agar kalian
memikirkannya. Dan, memikirkan sebuah teks, lebih-lebih Al-Quran, jelas tidak mungkin dilakukan tanpa
terlebih dahulu memahami artinya.
Semua tahu bahwa keberadaan setiap teks adalah untuk dipahami maknanya, bukan semata
mengetahui kalimat-kalimatnya. Lebih-lebih Al-Quran. Ia diturunkan kepada kita tidak untuk
memamerkan rangkaian kata, tetapi agar kita memahami makna di balik rangkaian kata tersebut. Sebab
itulah sedikit sekali kita jumpai para sahabat berbeda pendapat dalam menafsirkan makna Al-Quran.
Menukil riwayat dari Ibn Umar, Imam al-Zar-kasyi berkata bahwa para sahabat mempelajari al-waqf
(perhentian dalam membaca Al-Quran) sama
44
4S
46
47
48
44
Q.S. Shad [37]: 29 Q.S. Al-Nisa [4] : 28. Q.S. Al-Mu'minun [23]: 68. Q.S. Yusuf
[12]: 2.
45
46
47
giatnya dengan mempelajari Al-Quran itu sendiri. Sebab, mempelajari al-waqf dam al-ibtida' (meneruskan
bacaan) merupakan buah dari memahami makna Al-Quran.
Sampai di sini dapat kita katakan bahwa Rasulullah mengajarkan Al-Quran kepada para sahabat dari sisi
bacaan dan maknanya sekaligus. Kata Abdullah ibn Umar, "Rasulullah saw. mengajari kami Al-Quran.
Bila membaca ayat sujud, beliau bersujud, dan kami pun mengikutinya."
Saking sering masalah ini dibahas, sehingga banyak hal lain yang disamakan dengannya. Misalnya
apa yang dikatakan Jabir ibn Abdillah, "Rasulullah mengajari kami istikharah dalam segala hal
sebagaimana beliau mengajari kami surah Al-Quran."
Bila berhalangan, Rasulullah mewakilkan tugas penting mengajarkan Al-Quran ini kepada salah
seorang sahabat. Ubadah ibn al-Shamit menuturkan, "Waktu itu Rasulullah sedang sibuk. Kemudian
datang orang yang ingin mempelajari Al-Quran. Beliau lalu menyerahkannya kepada salah seorang dari
kami untuk mengajari orang itu."
Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa Rasulullah saw. mengutus Muadz dan Abu Musa ke Yaman.
49
50
51
52
Al-Burhdn ft Ulum al-Qur'an, al-Zarkasyi, 237. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan teks seperti i t u , 2/157, dan
Muslim dengan teks serupa, 2585. Diriwayatkan oleh Bukhari, 1162. "Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, 5/324.
49
50
51
54
53
54
"Siapa mengkhatamkan Al-Quran dalam tujuh malam, ia dicatat sebagai orang yang khusyuk dan
tawaduk"
"Kalau yang mengkhatamkan dalam lima malam?"
"Aku khawatir itu terlalu cepat sehingga ia tidak memahaminya. Kecuali, kalau ia mau bersabar
membacanya hingga pagi. Siapa melakukan ini, ia dicatat sebagai muqarrabin (hamba yang dekat dengan
Allah)."
"Kalau tiga hari?"
"Aku pikir kalian tidak akan mampu melakukan itu. Kecuali, begitu memulai surah pertama, ia
menguatkan tekad hingga surah terakhir."
"Kalau kami mampu memahami dan perlahan-lahan?"
"Usaha keras demikian sama nilainya dengan ibadah para nabi."
"Kalau kurang dari tiga hari?"
"Jangan sekali-sekali mengkhatamkan Al-Quran dalam waktu kurang dari tiga hari."
Dalam riwayat lain, mereka berkata, "Kalau kurang dari tiga hari?" Nabi menjawab, "Jangan! Jika di
antara kalian ada yang mempunyai tekad sekeras itu, gunakanlah untuk membaca Al-Quran secara baik
saja."
55
Nabi juga menunjukkan kepada sahabat cara-cara memahami Al-Quran dan cara-cara agar
terpengaruh olehnya. Beliau bersabda mengenai pentingnya membaca dengan suara sendu, "Manusia
yang paling baik bacaannya adalah ia yang ketika membaca Al-Quran terlihat sangat takut kepada
Allah."
Tentang keutamaan bersiwak sebelum membaca Al-Quran, beliau bersabda, "Bila hendak
mengerjakan shalat malam, bersiwaklah! Sebab, ketika kau membaca Al-Quran dalam shalat, malaikat
mendekatkan mulutnya di mulutmu, sehingga apa pun yang keluar dari mulutmu langsung masuk ke
mulut malaikat itu."
Ketika menjelaskan keharusan memahami makna Al-Quran saat membacanya, beliau bersabda, "Bila
kau mengerjakan shalat malam, lalu tak mampu membaca Al-Quran secara baik, tak mengerti ia apa
yang sedang dibaca, sebaiknya berhenti saja dan tidur!"
Akan pentingnya membaca mushaf Al-Quran, beliau bersabda, "Siapa yang ingin dicintai Allah dan
Rasul-Nya, bacalah Al-Quran menggunakan mushaf."
56
57
58
59
56Shahih al-]dmi al-Shaghir, 194. Al-Silsilah al-Shahihah, 1213. Shahih al-Jdmi' al-Shaghir, 717 Shahih al-Jdmi'alShaghir, 6289
(
57
5S
59
Beliau juga tak henti-hentinya mengingatkan para sahabat pentingnya menciptakan suasana yang
kondusif agar bisa berkonsentrasi dan memudahkan pemahaman. Ini kita lihat misalnya dalam riwayat
Abu Daud dari Abu Sa'id yang menyebutkan bahwa ketika Rasulullah saw. sedang beriktikaf di masjid,
beliau mendengar seseorang membaca Al-Quran dengan suara keras. Rasulullah segera
mengingatkannya, "Bukankah kalian sedang bermunajat kepada Tuhan? Janganlah seseorang
mengganggu yang lain dan janganlah saling meninggikan suara satu sama lain ketika membaca AlQuran."
Nabi juga selalu berpesan kepada para sahabat, juga kepada segenap umat, agar tekun dan
berdisiplin membaca Al-Quran. Dengan begitu, hati mereka senantiasa tersiram keimanan, mudah
menerima peringatan dan penjelasan, bertambah kedekatan dan keterhubungan hati dengan Al-Quran.
Beliau juga mendorong mereka selalu peduli kepada Al-Quran, mengingatkan pahala besar pada
setiap kali ia disenandungkan. Pada saat yang sama beliau juga mengancam orang yang meninggalkan
dan tidak tekun membaca Al-Quran sehingga keagungan maknanya terlepas dari akal dan hati mereka.
Beliau bersabda, "Baca dan amalkan Al-Quran, jangan berpaling darinya, jangan melampaui batas
terhadapnya, jangan mencari makan dengannya, dan
60
60
I b i d : 2639.
62
63
64
I b i d : 1168.
Shahih al-Jdmi' al-Shaghir, 1164. I b i d : 2956.
Diriwayatkan oleh Muslim, 747.
61
62
64
63
jadikan Al-Quran sebagai bantal." Maksudnya, ia bangun malam lalu membaca Al-Quran. Ia tidak tidur
sebelum membacanya.
Pernah suatu hari beliau berkata kepada para sahabat, "Saat malam hari, dapat kukenali suara orangorang yang membaca Al-Quran dengan penuh penghayatan, meski aku tak tahu di mana mereka tinggal
pada waktu siang."
Nabi juga mengamati secara cermat sejauh mana pengaruh Al-Quran melekat di hati para sahabat
dan seberapa banyak mereka mampu memetik manfaatnya. Ini terlihat dalam riwayat Abu al-Darda'
(diceritakan kembali oleh Jabir ibn Nufair).
Suatu ketika, Abu al-Darda' dan para sahabat sedang bersama Nabi. Mereka melihat Nabi
memandang ke langit lalu berkata, "Saatnya ilmu terampas dari manusia hingga mereka tak kuasa apaapa."
Seorang di antara mereka bernama Ziyad ibn Labid berkata, "Bagaimana mungkin terampas dari
kami, sedangkan kami membacanya? Demi Allah, anak-anak dan istri kami akan terus membacanya."
Nabi kemudian berkata, "Hati-hati, Ziyad! Kau kuanggap termasuk fukaha di Madinah ... Bukankah
Taurat dan Injil sudah tidak lagi dikhayati oleh kaum Yahudi dan Nasrani?!"
65
66
65
66
Diriwayatkan oleh Ibn al-Mubarak dalam al-Zuhd, juga oleh Ahmad dan al-Nasa'i.
Diriwayatkan oleh Bukhari, juga oleh Muslim.
Jabir ibn Nufair kemudian mendatangi Ubadah ibn al-Shamit untuk menanyakan kebenaran
perkataan cerita Abu Darda' itu.
"Abu Darda' benar," jawab Ubadah. "Perlu kau tahu, ilmu yang pertama kali diangkat dari manusia
adalah khusyuk. Kau masuk ke sebuah masjid dan tak kau jumpai satu pun orang yang beribadah secara
khusyuk di sana."
Suatu hari, Nabi keluar menemui sahabat yang sedang berkumpul melingkar, membaca dan
mengkaji Al-Quran. Dengan wajah riang beliau bersabda, "Alhamdulillah! Kitab Allah satu, sementara
kalian dihadapkan dengan begitu banyak pilihan; ada yang merah ada yang hitam. Bacalah Al-Quran
sebelum datang suatu kaum yang menancapkan huruf-hurufnya seperti mereka menancapkan anak
panah: ia membaca Al-Quran hanya sampai di tenggorokan mereka. Mereka membacanya tidak secara
perlahan, tetapi tergesa-gesa demi mengejar pahala."
Nabi begitu ingin Al-Quran tidak sekadar dibaca. Agar hati benar-benar tertambat dengan Al-Quran,
tidak bisa tidak seseorang harus memahami dan berinteraksi secara intensif dengan ayat-ayatnya. Jangan
sampai antara bacaan dan pengamalan berada di lembah yang terpisah.
67
68
67
Diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam Shahih-nya, dan Ibn al-Mubarak dalam al-Zuhd.
Suatu ketika, Rasulullah sedang membagi-bagikan harta ganimah. Tiba-tiba seseorang berkata,
"Bersikaplah adil!"
"Celakalah aku jika tidak bersikap adil," Jawab Nabi. "Ada orang membaca Al-Quran, tetapi tak
sampai bahkan di tenggorokan mereka. Mereka lepas dari agama seperti anak panah lepas dari busur."
Pengaruh terbesar Al-Quran adalah terbentuknya tingkah laku yang lurus serta bersatunya kata dan
perbuatan. Jika ini tidak dijumpai, berarti hati seseorang tak terpaut dengan Kitab Suci. Dan, ini selalu
diingatkan oleh Nabi. Ketika mengabarkan akan terjadinya fitnah di tengah-tengah umat, beliau
mengaitkan kejadian itu dengan fungsi Al-Quran. Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri bahwa
Rasulullah bersabda, "Akan terjadi perselisihan dan perpecahan di tengah umatku. Ada kelompok yang
bagus bicaranya, tetapi bejat kelakuannya. Mereka membaca Al-Quran tetapi tak sampai bahkan di
tenggorokan mereka."
Diriwayatkan dari Abu Qalabah, suatu hari Rasulullah berbicara. Kemudian beliau teringat sesuatu,
dan berkata "Saat itulah Al-Quran dihapus."
"Bagaimana Al-Quran dihapus?" tanya seorang bertampang Badui.
69
70
69
70
"Ia ditinggal para pembacanya. Maka, yang tersisa hanya orang-orang yang serupa burung unta,"
jelas beliau.
Nabi memberi isyarat dengan kedua tangannya; menutupkan lalu membentangkan. Orang-orang
bertanya heran, "Bukankah kami telah mempelajarinya dan mengajarkannya kepada anak-anak dan istriistri kami?"
"Orang Yahudi dan Nasrani juga membacanya! Orang Yahudi dan Nasrani juga membacanya!" jawab
beliau.
Wasiat Al-Quran
Maka tak heran, Saudaraku, jika wasiat penting Rasulullah untuk umatnya adalah soal Al-Quran. Dalam
Shabib al-Bukhari, diceritakan Thalhah bertanya kepada Abdullah ibn Ubay Aufi, "Apakah Nabi
berwasiat?" "Tidak."
"Nabi memerintahkan orang-orang berwasiat. Tapi, bagaimana bisa beliau sendiri tidak berwasiat?!"
"Beliau berwasiat dengan Kitab Allah," jawab Abdullah kemudian.
71
72
7 1Diriwayatkan oleh Ibn al-Mubarak dalam al-Zuhd, no. 753. Menurut Syekh Ahmad Farid, hadis ini Mursal (tanpa
mencantumkan sahabat dalam rangkaian sanad). Tetapi semua periwayatnya adalah orang-orang shahth
ShahihAl-Bukhari.
71
Ketika Nabi mengatakan bahwa bakal terjadi perselisihan dan perpecahan sepeninggal beliau,
Hudzaifah ibn al-Yaman bertanya, "Jika nanti aku menjumpai masa itu, apa pesanmu untukku?"
"Pelajari Kitab Allah dan amalkan. Karena itulah jalan keluar perselisihan," jelas beliau.
Tiga kali Hudzaifah bertanya demikian, dan jawaban Nabi tetap sama. Sampai kemudian jawaban
terakhir Nabi adalah, "Pelajari Kitab Allah dan amalkan. Itulah keselamatan."
Suatu hari beliau bersabda kepada para sahabat, "Nanti akan terjadi banyak fitnah."
"Apa jalan keluarnya?" tanya mereka.
"Kitab Allah!"
Al-Quran adalah akhlak Nabi. Ia wasiat serta warisan nabi untuk umat. Seorang Arab Badui bertemu
Abdullah ibn Mas'ud yang saat itu sedang bersama orang-orang yang sedang mempelajari Al-Quran.
"Apa yang mereka lakukan?" tanya si Badui.
Abdullah menjawab, "Mereka sedang membagikan warisan Muhammad saw."
73
74
75
7 3Diriwayatkan serta dinilai sahih oleh al-Hakim. Mendapat konfirmasi dari al-Dzahabi.
Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, 2906, al-Darimi, 3332, dan dituturkan oleh al-Albani dalam al-Silsilab al-Dha'ifah.
Fadhdl al-Qur'an, Abu Ubaid, hal. 5 1 .
74
75
BAB 5
Ketika jatuh sakit, Nabi meminta seseorang untuk menemui Abu Bakar dan menyampaikan pesan
agar Abu Bakar menggantikan Nabi mengimami shalat. Aisyah menanggapi, "Rasulullah, Abu Bakar
orangnya sensitif, mudah menangis jika membaca Al-Quran."
Abdullah ibn Urwah ibn al-Zubair berkata pernah bertanya kepada neneknya (Asma' bint Abu
Bakar) tentang para sahabat bila mendengar Al-Quran. Asma' menjawab, "Mata mereka berlinang,
tubuh mereka gemetar sebagaimana dilukiskan Allah dalam Al-Quran."
Umar pernah menangis tersedu-sedu ketika sampai pada serangkaian ayat. Ia mengurung diri di
rumah selama beberapa hari, sampai orang-orang mengira ia sakit.
Suatu hari, salah seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw., "Apakah Tuan tidak melihat semalam
rumah Tsabit ibn Qais ibn Syamas terang-benderang?" Beliau menjawab, "Barangkali ia membaca
surah al-Baqarah." Ketika ditanyakan langsung, Tsabit menjawab, "Ya, aku membaca surah itu."
1
Seorang pria Makkah berkata kepada Masruq salah seorang tabiin, "Inilah saudaramu, Tamim alDari! Pernah suatu malam kulihat ia mengerjakan shalat sambil menangis, dan yang dibaca hanya
satu ayat ini: Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan
mereka seperti orang-orang yang beriman dan beramal saleh, menjadikan kehidupan dan kematian mereka
sama? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. Tamim mengulang-ulang ayat itu hingga subuh
menjelang."
Usaid ibn Hudair berkata, "Pastilah aku termasuk ahli surga tanpa kuragukan sedikit pun andai
keadaanku selalu berada dalam salah satu dari tiga keadaan ini: ketika aku membaca atau
mendengarkan Al-Quran, ketika aku mendengarkan khutbah Rasulullah, dan ketika aku melihat
jenazah."
Pulang dari Perang Dzdt al-Riqd\ pasukan muslim berhenti di suatu tempat. Kemah didirikan, mereka
beristirahat dan tidur karena kelelahan. Ubbad ibn Bisyr mendapat giliran jaga. Ia berkeliling
mengawasi keadaan sekitar. Setelah keadaan dianggap tenang, Ubbad mengerjakan
5
I b i d : 145.
Mukhtashar Qiydm al-Layl, Muhammad ibn Nashr,
148.
shalat, membacakan Al-Quran. Tiba-tiba anak panah meluncur dan mengenai dirinya. Rupanya, tak jauh
dari tempat itu, seorang musyrik mengintai. Tapi, Ubbad bergeming, tak bergeser sedikit pun dari tempat
ia berdiri. Bahkan, dicabutnya anak panah itu, lalu ia meneruskan mengerjakan shalat. Selanjutnya,
melesat lagi anak panah kedua dan menancap di tubuhnya. Ubbad tetap bergeming, bahkan dicabutnya
lagi anak panah itu. Ketika tertancap anak panah ketiga, Ubbad mencabutnya lagi, dan tetap bisa
merunduk rukuk, bersujud, dan akhirnya mengakhiri shalat. Setelah itu, ia segera membangunkan
Ammar ibn Yasir, dan memberi tahu apa yang terjadi. Ketika ditanya Ammar kenapa tidak sejak pertama
Ubbad membangunkannya, Ubbad menjawab, "Aku sedang membaca satu surah, sayang rasanya jika
tidak kutuntaskan. Setelah bertubi-tubi anak panah mengenaiku, aku segera selesaikan shalatku, lalu
baru memanggilmu. Demi Allah, kalau bukan karena perintah Rasulullah untuk menjaga tapal batas ini,
aku sudah meninggal sebelum kutuntaskan membaca surah itu." Nikmatnya menghayati Al-Quran jauh
melampaui rasa sakit yang Ubbad rasakan. Abdullah ibn Umar ibn al-Ash bercerita, ketika turun ayat
Apabila bumi diguncang dengan dah7
syat, Abu Bakar yang sedang duduk tenang tiba-tiba menangis. "Kenapa menangis, Abu Bakar?" tanya
Nabi saw. "Surah ini membuatku menangis," jawab Abu bakar. Usaid ibn Hudair, ketika suatu malam
membaca surah al-Baqarah, kudanya yang diikat tiba-tiba meronta-ronta. Ketika Usaid diam, kuda itu
pun tenang. Ketika Usaid membaca surah itu lagi, kuda kembali meronta-ronta. Begitu seterusnya,
sampai akhirnya Usaid menghentikannya, karena di dekat kuda itu ada anaknya, Yahya. Usaid membawa
kuda itu menjauh. Ia melihat ada sesuatu di langit. Paginya, Usaid menceritakan peristiwa itu kepada
Rasulullah saw. "Seharusnya kau terus membacanya malam itu," kata Rasulullah. Usaid berkata, "Aku
khawatir kuda itu menginjak anakku. Saat kuham-piri Yahya dan kudongakkan kepalaku ke langit,
kulihat ada awan yang bersinar, seperti ada lampu di sana. Lalu, aku keluar sampai kemudian awan itu
menghilang. "Kautahu apa itu?" tanya Nabi. Usaid menjawab, "Tidak!" Nabi berkata, "Itu malaikat yang
turun menghampiri suaramu. Andai terus kaubaca, pasti semua orang
8
A1-Zalzalah [99]: 1 .
Dituturkan oleh Ibn Jarir al-Thabri dalam tafsirnya,
11
12
10
12
Diriwayatkan oleh Bukhari, 5018, dan Muslim, 1856. Diriwayatkan oleh Muslim, 1854.
Diriwayatkan oleh Abu Na'im, dituturkan oleh al-Mus-taghfiri dalam Fadhdil al-Qur'dn, no. 473.
11
metar seperti yang kulihat pada Abdurrahman ibn Auf saat mendengar Al-Quran."
Sekelompok penduduk Yaman datang ke Madinah pada masa khalifah Abu Bakar. Mereka menangis
saat mendengar Al-Quran. Abu Bakar kemudian berkata, "Dulu kami juga begitu, tetapi banyak hati
yang mengeras."
Ubaid ibn Umair berkata, "Umar ibn al-Khath-thab pernah mengimami shalat subuh. Ia membaca surah
Yusuf. Begitu sampai pada ayat Dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan. Dialah seorang yang
menahan amarah terhadap anak-anaknya, Umar sesenggukan dan tak bisa meneruskan bacaan. Setelah itu
langsung melakukan rukuk."
Abdullah ibn Mas'ud berkata, "Jika sampai pada surah-surah Alif ldm dan Hdmim, aku seperti berada di
kebun-kebun yang penuh kelembutan dan terpesona di dalamnya." Maksudnya, aku dibuat
terpesona oleh surah-surah itu, merasa nikmat membacanya, dan tergugah untuk mengungkap
keindahannya.
13
14
15
16
17
18
uAl-Intishdr U al-Qur'dn, al-Baqalani, 1/201, dan Mukh-tashar Qiydm al-Layl, Muhammad ibn Nashr, 145. Fadhdil alQur'dn, Abu Ubaid, hal. 135. Q.S. Yusuf [12]: 84. Fadhdil al-Qur'dn, Abu Ubaid, hal 137. Fadhdil al-Qur'dn, Abu
Ubaid, hal. 255. Aydt al-Khusyu\ Abdullah al-Maghrabi, 232.
u
15
16
l7
Abdullah ibn Abi Malikah bercerita, "Aku pernah menemani Ibn Abbas dari Makkah ke Madinah.
Di suatu tempat, ia mengerjakan shalat dua rakaat. Pada tengah malam ia akan membaca Al-Quran
secara pelan-pelan, memperbanyak membaca tasbih, menangis di sela-sela itu.
Pengaruh Langsung Al-Quran pada Perilaku Sahabat
Bila ingin mengukur kadar pengaruh Al-Quran bagi para sahabat, bagaimana Al-Quran menguasai
emosi mereka, dan bagaimana ia mengarahkan langkah mereka kepada tujuan yang semestinya,
tengoklah perilaku mereka. Kalian akan melihat bagaimana pengaruh itu dengan cepat membuat mereka
tunduk kepada kebenaran dan mudah berbuat kebaikan tanpa menunda-nunda.
Tidakkah Kau Ingin Diampuni Allah?
Inilah kisah Abu Bakar ... Abu Bakar sering bersedekah kepada Misthah ibn Atsatsah karena Misthah
adalah orang miskin dan masih ada hubungan kerabat. Namun, saat Aisyah tertimpa fitnah dan Misthah
ikut-ikutan mempergunjingkan fitnah putrinya itu, Abu Bakar tidak lagi mau bersedekah kepada
Misthah. Kemudian, turunlah ayat yang berkaitan dengan hal itu: Janganlah orang-orang yang mem19
Shahdbat Rasul Allah wa Juhuduhum ft Ta'lim al-Qur'dn al-Karim, hal. 318, dinukil dari al-Ishdbah.
19
punyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada
kaum kerabatnya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka
memaafkan dan berlapang dada. Apakah kau tidak ingin Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Abu Bakar luluh. Ia berkata kepada Misthah seraya bertekad, "Demi Allah! Aku ingin Ia mengampuniku. Takkan kucabut selamanya."
Berpalinglah dari Orang-orang Bodoh
Saat menjabat khalifah, Umar ibn al-Khaththab didatangi al-Hurr ibn Qais dan pamannya, Uyainah ibn
Hishn. "Hei Umar, tidak banyak yang kauberikan kepada kami. Kau tidak adil!" kata Uyainah kesal.
Umar tersinggung dan bermaksud menghajar Uyainah. Untung al-Hurr segera berkata
mengingatkan, "Hei Amirulmukminin! Allah telah menurunkan wahyu kepada Nabi: Jadilah kau pemaaf
dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf. Berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Sungguh, Uyainah
ini tak tahu apa-apa."
10
21
22
20
22
Kata Ibn Abbas, "Sungguh, Umar tidak berani melanggar ayat itu saat dibacakan. Ia selalu selaras
dengan Kitab Allah."
Kuutangkan Kebunku kepada Tuhanku
Setelah turun ayat Siapakah yang mau memberi Allah utang yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah) maka
Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya banyak-banyak. Allah yang menyempitkan dan melapangkan
rezeki. Kepada-Nya-lah kalian dikembalikan, Abu al-Dahdah berkata, "Allah mau berutang kepada kami,
Rasulullah?" "Ya."
"Tunjukkan tanganmu kepadaku, Rasulullah!" Tangan agung itu lalu dipegang Abu al-Dahdah
seraya berkata, "Telah kuutangkan kebunku kepada Tuhanku. Dalam kebun itu ada enam ratus pohon
kurma di dalamnya."
Waktu itu istri dan anak-anak Abu al-Dahdah sedang berada di kebun itu. Abu al-Dahdah
memanggilnya, "Hei Ummu al-Dahdah!"
"Ya?" jawab sang istri.
"Keluarlah! Kebun ini telah kuutangkan kepada Allah."
"Semoga transaksi ini mendapat laba berlimpah," kata Ummu al-Dahdah lalu mengangkat ba23
24
23
26
25
26
Kata Anas, "Kami tahu ia ahli surga, tetapi baru pada Perang Yamamah kami memastikannya. Ia
mengenakan kain kafan, seperti bersiap menyambut ke-matian. Ia berteriak, Amat buruk bila kalian
nanti kembali ke rumah!" Ia lari memerangi musuh, hingga ia sendiri terbunuh.
Karena Tunduk Patuh kepada Allah
Ma'qil ibn Yasar bercerita, ia pernah menikahkan saudarinya dengan seorang pria, tetapi kemudian pria
itu menceraikannya. Setelah habis masa idah, pria itu meminangnya lagi. "Dulu aku menikahkan
saudariku denganmu, lalu kau menceraikannya. Kini kau kembali ingin menikahinya lagi. Tidak! Tidak
akan kukembalikan dia kepadamu selamanya," tegas Mu'qal. Tetapi, saudariku sendiri ternyata ingin
rujuk, menerima pinangan pria itu.
Kemudian turunlah ayat Apabila kalian menceraikan istri-istri kalian, lalu mereka mendekati akhir idah mereka,
maka kembalilah (rujuk) kepada mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang
makruf pula. Janganlah kalian kembali (rujuk) untuk memberi kemudaratan, sebab dengan demikian kalian
menganiaya mereka.
27
18
2 7Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad, 12422, dan Muslim dengan teks serupa. Q.S. Al-Baqarah
28
[02]: 2 3 1 .
Kemudian, tanpa ragu, Ma'qil menemui Nabi dan berkata kepadanya, "Sekarang, akan kulakukan,
Rasulullah!"
"Kawinkanlah saudarimu dengan pria itu!" perintah beliau.
Dalam riwayat lain, begitu Ma'qil ibn Yasar, mendengar ayat itu, ia berkata, "Kudengarkan perintah Allah
dan kutaati." Ma'qil memanggil saudarinya beserta pria itu, dan menikahkan mereka.
Andai mampu, Aku akan Berjuang di Jalan Allah
Zaib ibn Tsabit menuturkan, setelah turun ayat ini: Tidaklah sama antara mukmin yang berdiam diri dengan
orang-orang yang berjihad di jalan Allah, Ibn Ummi Maktum yang buta mendatangi Rasulullah, dan berkata,
"Wahai Rasulullah, andai mampu, demi Allah, aku akan berjuang di jalan Allah."
Kemudian turun ayat kecuali yang punya uzur, sehingga ayat itu berbunyi: Tidaklah sama antara mukmin
yang berdiam diri (tidak ikut berperang) kecuali yang punya uzurdengan orang-orang yang berjihad di jalan
Allah
29
30
31
31
2 9Diriwayatkan oleh Bukhari, 5130. Fathal-Bari, 9/234. diriwayatkan oleh Bukhari, 4592. Q.S. Al-Nisa [4] : 95.
30
32
33
lA
"Benar. Tetapi semalam kubaca surah Baraah (Al-Tawbah) yang ternyata sangat menganjurkan jihad,"
jawab Abdurrahman.
Lain lagi dengan Abu Thalhah. Setelah membaca surah Baraah, dan sampai pada ayat Berangkatlah,
baik dalam keadaan ringan maupun berat. Berjiha-dlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, ia berkata,
"Kulihat Tuhanku menyeru kita, baik muda maupun yang tua, untuk pergi berjihad. Sekarang,
persiapkan aku, Anak-anakku!"
"Mudah-mudahan Allah mengasihimu, Ayah! Kau sudah berperang bersama Rasulullah saw. hingga
beliau wafat, bersama Abu bakar hingga ia wafat, dan bersama Umar hingga ia wafat. Biarlah kami yang
berperang menggantikan Ayah," jawab mereka.
Setelah menolak tawaran anaknya, Abu Thalhah segera bertolak. Sayang, saat masih dalam
perjalanan laut, ia meninggal. Sembilan hari jenazahnya berada di kapal karena para awak tidak
menjumpai pulau. Namun, jenazah itu tak membusuk sampai kemudian mereka menjumpai pulau dan
menguburkannya.
35
36
37
'Fadhdil al-Qur'dn, Abu Ubaid, hal. 243. Q.S. Al-Tawbah [09]: 41. 'Tafsir Ibn Katsir, 2/327.
;
39
40
3S
Fadhdil al-Qur'dn, al-Mustaghfiri, no. 713. Al-Biddyah wa al-Nihdyab, Ibn Katsir, 6/367. I b i d : 6/381.
39
40
di Lauh Mahfuzh bahwa bumi ini diwarisi hamba-hamba-Ku yang saleh. Kemudian, secara serentak, para pembaca
Al-Quran melantunkan ayat-ayat dan surah-surah yang berkaitan dengan jihad untuk para pasukan
Usai kaum muslim memetik kemenangan perang itu, Sa'd ibn Waqqash menulis surat kepada Umar ibn
al-Khaththab, mengabarkan perihal penaklukan itu. Isi surat itu: "Telah gugur dalam pertempuran ini
sang pembaca Al-Quran, Sa'd ibn Abid, serta sejumlah pasukan. Merekalah orang-orang yang
membacakan Al-Quran pada tengah malam secara serentak sehingga suara mereka seperti dengungan
lebah, sementara pada siang hari mereka adalah singa-singa tangguh yang tak ada bandingannya."
Suasana qurani mendorong mereka mengentaskan diri dari kubangan lumpur dunia untuk meraih
keridaan terbesar Allah Swt. Mereka adalah singa pada siang hari; singa yang tak tertandingi. Jabir ibn
Abdillah berkata, "Demi Allah yang tak ada tuhan selain Dia! Tak sekilas pun kulihat pasukan Qadisi-yah
tergiur dunia di tengah keterpesonaan mereka akan janji akhirat."
41
42
43
44
44
43
46
45
47
1/254.
46
Ibnu Abbas menuturkan, "Bila Umar ibn al-Khaththab masuk ke rumah, ia pasti membuka mushaf
Al-Quran dan membacanya."
Nafi' pernah ditanya apa yang dilakukan Ibn Umar di rumahnya? Ia menjawab, "Kalian takkan mampu
seperti dia: berwudu setiap hendak mengerjakan shalat. Jeda di antara wudu dan shalat, ia selalu
membaca Al-Quran."
Khaitsamah bercerita, suatu ketika, ia aku masuk ke rumah Abdullah ibn Umar, dan menjumpai
Ibn Umar sedang membaca mushaf Al-Quran. Khaitsamah bertanya dan Ibn Umar menjawab, "Ini
wirid yang kubaca setiap malam."
Hasan ibn Ali membaca wiridannya dari awal malam, sementara Husain ibn Ali membacanya dari
akhir malam.
48
49
50
51
Aisyah berkata, "Aku membaca wirid rutinku (dalam riwayat lain: Aku membaca sepertujuh AlQuran) di tempat tidur."
Abu Musa menuturkan, "Aku malu bila sehari hanya sekali merenungkan janji Allah [dalam AlQuran]."
Suatu hari, Abdurrahman ibn Abdilqari' bertamu ke rumah Umar ibn al-Khaththab. Tapi, Abdur52
53
4S
49
50
51
52
53
rahman harus menunggu lama untuk bertemu Umar, sampai kemudian ia masuk ke ruangan Umar.
Melihat Abdurrahman datang, Umar berkata seraya meminta maaf, "Aku masih menyelesaikan
wiridku."
Begitulah .... Para sahabat menghabiskan hari-harinya dengan Al-Quran. Sebagian mengkhatamkan
dalam waktu tiga hari, sebagian yang lain dalam waktu enam hari. Ada juga dalam waktu sepuluh hari.
Mereka membacanya secara tartil dan penuh perenungan, seolah-olah sedang berdialog dengannya.
Apa yang membuat mereka tekun seperti itu? Jawabannya, karena mereka sudah dapat menghayati
betul nilai-nilai Al-Quran, juga karena mereka ingat kepada Nabi yang menekankan agar menjadikan AlQuran satu-satunya kesibukan mereka sehari-hari. Tak heran, bila Al-Quran menjadi teman sejati pada
setiap detik yang mereka lalui. Bahkan, di medan perang pun mereka tetap membacanya, sebagaimana
telah dijelaskan dalam Perang Qadisi-yah di atas.
Pada masa itu, siapa pun yang keluar pada malam hari di Madinah, ia akan mendengar lantunan
ayat-ayat Al-Quran dari setiap rumah. Mereka selalu membaca Al-Quran, bersenandung, terisak-isak,
dan merasakan manisnya iman serta nikmatnya ter54
54
paut dengan Al-Quran, membuat mereka semakin terpacu untuk terus meningkatkan membaca AlQuran secara tartil dan perenungan. Rasulullah pernah bersabda, "Saat malam hari, dapat kukenali suara
orang-orang yang membaca Al-Quran dengan penuh penghayatan, meski aku tak tahu di mana mereka
tinggal pada waktu siang."
Suatu ketika, Rasulullah melewati seorang perempuan yang tengah melantunkan ayat Sudahkah
datang kepadamu berita tentang Hari Pembalasan? Beliau kemudian berhenti sejenak, menyimak, lalu
bersabda, "Benar ... Berita itu telah datang kepadaku."
Al-Quran telah menjadi jantung dan denyut nadi kehidupan mereka, menjadi bahan pokok
kehidupan hati mereka, menjadi perhatian utama, melebihi perhatian mereka terhadap kebutuhan fisik
mereka. Lihatlah kaum muslim yang berhasil membebaskan Makkah bersama Rasulullah .... Mereka
melakukan perjalanan panjang dan melelahkan dari Madinah. Bukankah seharusnya mereka beristirahat
setelah berhasil masuk ke Makkah?! Tidak. Mereka justru mengerjakan shalat di sekitar Ka'bah dan
membaca Al-Quran, sebagai ungkapan syukur.
Sehari setelah Pembebasan Makkah itu, Hindun bint Utbah mendekati suaminya, Abu Sufyan, dan
berkata, "Aku akan berbaiat kepada Muhammad."
55
56
Diriwayatkan oleh Bukhari, juga oleh Muslim. Dituturkan oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya, 4/456.
"Sudah kulihat kalau kau akan meninggalkan agama nenek moyang," jawab Abu Sufyan ketus.
"Demi Allah," lanjut Hindun, "belum pernah kulihat Allah disembah sedemikian khidmat di masjid
ini sebelum malam tadi. Semalaman mereka mengerjakan shalat."
Jadi, tak heran, bila para sahabat berperilaku seperti itu terhadap Al-Quran .... Mereka di bawah
naungan pendidikan yang sama, mendapat pengajaran yang sama, dari sumber yang jernih dan
berlimpah.
Bagaimana Mereka Menghafal Al-Quran?
Meski perhatian para sahabat kepada Al-Quran begitu besar dengan berlama-lama membacanya setiap
hari, namun hal itu tidak lantas mendorong mereka segera menghafalnya, dengan pemikiran bahwa yang
terpenting dari bergaul dengan Al-Quran adalah bertambahnya iman dan amal saleh. Pada saat yang
sama, banyak hal kenapa mereka menghafalkan Al-Quran. Hanya saja, orang-orang yang menghafalkan
Al-Quran harus juga sudah memahami maknanya, mampu mengamalkan isinya, sehingga mereka
menjadi penghafal-Al-Quran sejati. Jika tidak, ayat Al-Quran ini cocok ditujukan kepada mereka:
Perumpamaan orang-orang yang diberi kepercayaan menerima Taurat, tetapi mereka tidak menjaganya
57
57
59
60
61
58
59
60
61
63
64
62
6 3
Zawdid, 6/229. Menurutnya para perawi hadis ini jujur dan dapat dipercaya.
64
Majma' al-
Abu Darda' marah mendengar penuturan orang itu, lalu berkata, "Ya Allah, ampunilah dia. Hanya
orang yang mendengarkan dan mematuhi Al-Quran yang berhak disebut penjaga Al-Quran."
Abu al-Darda' melanjutkan, "Aku takut pada hari kiamat kelak akan ditanya, apakah aku orang yang
tahu tentang Al-Quran atau orang yang tidak tahu, lalu aku menjawab jika aku orang yang tahu tentang
Al-Quran, baik ayat yang berbicara tentang perintah atau larangan. Dan semua ayat itu akan
menanyaiku. Ayat-ayat perintah akan bertanya: apakah kau mematuhi perintah? Sementara ayat-ayat
larangan akan bertanya: apakah kau meninggalkan larangan? Aku berlindung dari ilmu yang tidak
diamalkan dan dari doa yang tidak dikabulkan."
Abu al-Darda' juga berkata, "Jika ada satu ayat yang tidak aku pahami, dan satu-satunya orang yang
memahami ayat itu berada di Bark al-Ghimdd, niscaya aku akan menemui orang itu."
Inilah makna mengajar yang sebenarnya: mengajarkan satu atau beberapa ayat dalam satu tatap
muka sampai ayat tersebut benar-benar dapat dipahami.
65
66
67
68
Fadhdil al-Qur'dn, Abu Ubaid, hal 133. Hadits al-Qur'dn 'an al-Qur'dn, Muhammad al-Rawi, hal. 46.
Daerah di arah Yaman yang mesti ditempuh dalam perjalanan kaki lima hari dari Makkah.
Fadhdil al-Qur'dn, Abu Ubaid, hal. 101.
65
66
67
6S
Jika pagi menjelang, orang-orang berdatangan ke rumah Abdullah ibn Mas'ud, menunggunya keluar
untuk belajar Al-Quran kepadanya. "Diam di tempat masing-masing," perintah Ibn Mas'ud. Ia lalu akan
bertanya kepada orang yang ditunjuk, "Sudah sampai surah apa?" tanya Ibn Mas'ud. Yang ditanya akan
menjawab. Ibn Mas'ud akan bertanya lagi, "Ayat apa?" Yang ditanya menjawab lagi. Setelah itu, Ibn
Mas'ud baru memberikan penjelasan ayat selanjutnya, dan berkata, "Pelajari ayat itu. Ia lebih baik bagimu
daripada seisi alam ini." Dengan berkata demikian, Ibn Mas'ud ingin agar orang tersebut berfokus
mempelajari ayat yang baru diterimanya itu dengan seolah-olah tidak ada ayat lain yang lebih baik.
Selesai mengajar satu orang, Ibn Mas'ud akan ke yang lainnya, dan mengatakan hal yang sama. Begitulah
cara Ibn Mas'ud mengajarkan Al-Quran.
Abu al-'Aliyah berkata:, "Pelajarilah Al-Quran per lima ayat. Kau akan lebih mudah menghafalnya.
Pertama kali Jibril mendatangi Nabi Muhammad pun untuk menyampaikan lima ayat yang berurutan."
Abu Raja' al-Atharidi mengatakan, "Abu Musa mengajar kami Al-Quran per lima ayat."
69
70
71
70
71
72
"Kau membacanya secepat membaca syair?" tanya Ibnu Mas'ud. "Banyak orang membaca Al-Quran
tapi hanya sampai di tenggorokan. Al-Quran itu baru benar-benar bermakna bila sudah sampai di hati."
Ketika diberi tahu bahwa si Fulan mengkhatamkan Al-Quran hanya dalam waktu semalam,
Abdullah ibn Umar ibn al-Ash berkata, "Apakah kalian melakukannya juga? Kalau Allah mau, Dia
mampu menurunkannya sekaligus. Al-Quran diturunkan bertahap agar setiap surah mendapat hak
dibaca secara layak."
Suatu hari, Abdullah ibn Mas'ud melihat mushaf Al-Quran yang berhias emas. Ia berkomentar,
"Sebenarnya hiasan terindah bagi mushaf Al-Quran adalah membacanya siang dan malam di tempat
sunyi."
Abu Darda' berkata, "Bila kalian menghias mushaf dan memperindah masjid maka kalian tinggal
menunggu kehancuran."
Pesan Para Sahabat tentang Al-Quran
Al-Hasan bercerita, seorang pria bolak-balik berkunjung ke rumah Umar. Sampai kemudian Umar
mengusirnya. "Pergilah! Pelajari Ki73
74
75
76
Shahih Muslim, 1905. Mukhtashar Qiydm al-Layl,ha\. 152. Al-Tidzkdr fiAfdhal al-Adzkdr, hal. 192. Al-Zuhd, Ibn al-
75
74
75
76
tab Allah!" Pria itu benar-benar pergi dan tak kembali. Setelah beberapa hari, ia baru menemui Umar.
Ia tampak kelelahan. "Semua sudah kutemukan dalam Al-Quran. Aku tak perlu lagi bertanya kepada
Umar," kata pria itu.
Jundab ibn Abdillah berpesan kepada penduduk Bashrah, "Kalian harus memegang teguh Al-Quran. Ia
adalah petunjuk kala siang dan cahaya kala malam. Amalkanlah ia sebaik mungkin!"
Satu wasiat penting dan pengontrol bacaan Al-Quran disampaikan oleh Hasan ibn Ali memberi pesan
penting, "Bacalah Al-Quran sehingga ia mampu mencegahmu dari perbuatan mungkar. Jika belum
demikian, berarti kau belum membacanya."
Ali ibn Abi Thalib berkata, "Maukah kalian kuberi tahu, siapa sebenarnya orang yang betul-betul
mengerti agama? Dialah orang yang tidak membuat orang lain berputus asa mendapatkan rahmat
Allah, tidak memberi kesempatan orang lain berbuat maksiat, tidak membuat orang lain merasa
bebas dari pengawasan Allah, tidak meninggalkan Al-Quran .... Ingatlah, tidak ada kebaikan apa pun
dalam ibadah yang dikerjakan
77
78
79
77
7S
79
tanpa ilmu. Tidak ada kebaikan apa pun dalam ilmu yang dipelajari tanpa pemahaman. Dan, tidak
ada kebaikan apa pun dalam Al-Quran yang dibaca tanpa perenungan."
Abdullah ibn Mas'ud juga berpesan, "Al-Quran diturunkan untuk diamalkan. Pelajarilah ia sebagai
bentuk pengamalan. Ada salah seorang di antara kalian yang membaca Al-Quran dari awal sampai
akhir tanpa melewatkan satu huruf pun. Tetapi sungguh ia melewatkan pengamalannya."
Abu Darda' berkata, "Jangan sekali-sekali kalian membaca Al-Quran secara cepat. Hal itu tak ubahnya
seperti atap rumah: tidak bisa menahan air, tidak pula bisa menumbuhkan rumput."
Khabab ibn al-Aratt berkata kepada salah seorang tetangganya, "Hei, kemarilah! Dekatkan dirimu
kepada Allah semampumu. Dan, kau tidak akan bisa mendekatkan diri kepada-Nya kecuali dengan
sesuatu yang paling dicintai-Nya, yaitu Al-Quran."
Suatu hari, seorang pria berkunjung ke rumah Abu Darda'. "Teman-temanmu di Kufah mengirim salam
untukmu dan meminta wasiat da-rimu," kata pria itu. Abu Darda' menjawab,
80
81
82
83
S0
Mukhtashar Qiydm al-layl, hal. 148. Ihyd*'Ulurn al-Din, 1/426. Mukhtashar Qiydm al-Layl, hal. 135. Fadhdil al-Qur'dn,
S2
S3
"Sampaikan juga salamku kepada mereka. Katakan kepada mereka: jadikanlah Al-Quran sebagai
pemandu. Ia akan membawa mereka ke tujuan, mengantarkan mereka mendapatkan kemudahan,
dan menghindarkan mereka dari kezaliman dan kesedihan."
Abdullah ibn Umar ibn al-Ash berpesan, "Kalian harus memegang teguh Al-Quran. Pelajarilah ia dan
ajarkanlah kepada putra-putri kalian. Kelak, kalian akan dimintai pertanggungjawaban dan dengan
itulah kalian akan diberi balasan. Cukuplah Al-Quran sebagai sumber peringatan bagi orang yang
berakal."
Abu Umamah al-Bahili berpesan, "Bacalah Al-Quran! Janganlah tertipu oleh mushafnya yang hanya
digantung saja. Sebab, Allah tidak akan mengazab hati yang sadar akan Al-Quran."
Ibn Mas'ud mengingatkan, "Siapa yang membaca lebih dari sepertiga Al-Quran dalam semalam, ia tak
ubahnya seorang penyair. Dan, siapa yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari, ia pun
tak ubahnya seorang penyair."
Abu Hamzah pernah berkata kepada Ibn Abbas, "Aku ini pembaca cepat. Dalam tiga hari
84
85
86
87
Fadhdil
3320.
Fadhdil
85
Sunan al-Ddrimi,
86
Lamhdt al-Anwdr, 3/1202. Membaca syair, maksudnya membaca dengan gaya syair; harakat dan sukun saling beruntun
sehingga tidak jelas bagian-bagiannya.
87
aku bisa mengkhatamkan Al-Quran." Ibnu Abbas menimpali, "Bagiku, membaca surah al-Baqarah dalam
waktu semalam secara tartil dan penuh perenungan jauh lebih kucintai daripada seperti yang
kaukatakan!" Abu Musa al-Asy'ari berpesan kepada para pembaca dan penghafal Al-Quran
Bashrah, "Bacalah Al-Quran! Jangan lama-lama kalian meninggalkannya agar hati kalian
tidak mengeras, sebagaimana yang terjadi pada orang-orang sebelum kalian."
Hilangnya Al-Quran
Para sahabat mencemaskan generasi setelah mereka saat Al-Quran terabaikan. Syaddad ibn Ma'qil
bercerita, Abdullah ibn Mas'ud pernah berkata, "Hal pertama yang hilang dari agama kalian adalah
amanah. Dan, hal terakhir yang tersisa adalah shalat, yaitu shalat sekelompok kaum yang tidak mengerti
agama. Dan, Al-Quran yang ada di tengah-tengah kalian ini pun akan tercerabut." Syaddad bertanya,
"Bagaimana ia akan tercerabut dari kami, padahal Allah telah menuliskannya di hati kami dan kami pun
telah menuliskannya di atas mushaf?" Ibn Mas'ud menjawab, "Ia akan dilenyapkan dalam semalam; yang
ada di hati akan dicabut, yang tertulis di mushaf akan dihapus." Kemudian ia membacakan ayat: Jika
menghen88
89
S8
daki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu. 91
Diriwayatkan bahwa Abdullah ibn Umar ibn al-Ash mengatakan bahwa Kiamat tidak akan tiba
sampai Al-Quran kembali ke tempat ia diturunkan. Ia berdengung seperti dengungan lebah. "Ada apa
dengan kalian," tanya Tuhan. Al-Quran itu menjawab, "Wahai Tuhanku, aku dibaca tetapi tidak
diamalkan! Aku dibaca tetapi tidak diamalkan! Aku dibaca tetapi tidak diamalkan!"
Al-Laits ibn Sa'd berkata, "Al-Quran pasti akan dilenyapkan ketika manusia menekuni dan
mendalami buku-buku, lalu meninggalkan Al-Quran."
Abdullah ibn Mas'ud berpesan, "Bacalah Al-Quran sebelum ia lenyap. Sebab, tidak akan tiba hari
kiamat sampai ia lenyap." Orang-orang bertanya, "Mushaf-mushaf ini boleh diangkat, tetapi bagaimana
dengan yang di dada kami?" Abdullah ibn Mas'ud menjawab, "Ia akan dilenyapkan dalam semalam,
diangkat dari dada mereka. Keesokan paginya, mereka akan berkata, 'Sepertinya kami tidak
90
92
90
6/289.
92
179.
al-Su-nan,
94
95
94
95
97
Jdmi' Bayan al-'llm wa Fadhlih, no. 343. ]dmi Bayan al-'llm wa Fadhlih, no. 337.
<
99
98
diabaikan; kata-kata banyak bermunculan, sedangkan perbuatan sama sekali tak kelihatan; mutsndt
dibaca dan tak seorang pun mencurigainya." Ketika ditanya apa itu mutsndt, orang itu menjawab,
"Semua tulisan selain Al-Quran .... Peganglah Al-Quran! Sebab, hanya dengannya kalian mendapat
petunjuk, mendapat pahala, dan dimintai pertanggungjawaban." Aku tak tahu siapa orang itu.
Kuceritakan kejadian tersebut kepada orang-orang di daerah Hims . Seseorang memberi tahu jika
orang itu adalah Abdullah ibn Amr.
Abdullah ibn Mas'ud berkata, "Sekelompok orang menyimak pembicaraanku, lalu pergi dan
mencatatnya. Tetapi, sungguh tak seorang pun kuperbolehkan mencatat selain kitab Allah."
Umar ibn al-Khaththab berinisiatif menuliskan hadis, tetapi tidak jadi. Ia memasang pengumuman di
tempat-tempat umum: Siapa saja yang mempunyai catatan selain Al-Quran, hapuslah!"
Aswad ibn Hilal bercerita bahwa Abdullah ibn Mas'ud pernah disodori lembaran berisi hadis. Ia lalu
meminta air, menghapus catatan hadis di lembaran itu, kemudian membuangnya.
100
101
102
103
Sebuah kota di sebelah barat Syiriae d. Diriwayatkan oleh al-Darimi, 480. I b i d : 485.
100
101
102
Ia berkata, "Kalau ada orang mengajarkan ini, beri tahu aku. Demi Allah, seandainya kutahu ini berasal
dari negeri India, pasti kukembalikan ke sana. Ahli Kitab sebelum kalian binasa karena mereka
meletakkan Kitab Allah di balik punggung, seolah mereka tidak pernah mengetahuinya."
Abu Nadhrah menuturkan, ia pernah meminta izin kepada Abu Sa'id al-Khudri untuk mencatat apa yang
Abu Sa'id ajarkan. "Apakah kau akan membuat mushaf?" kata Abu Sa'id. "Nabi berbicara kepada kami,
lalu kami hafalkan ucapannya. Hafalkan saja apa yang kauterima dariku sebagaimana kami
menghafalkan apa yang kami terima dari Nabi."
104
105
Informasi-informasi di atas menunjukkan bahwa para sahabat sangat khawatir jika orang-orang akan
menyibukkan diri dengan selain Al-Quran, lalu meninggalkannya. Para sahabat kemudian membuat
aturan yang sangat ketat terkait penulisan selain Al-Quran.
Ada dua hal yang patut diperhatikan di sini: kedudukan sunnah Nabi dan pencatatan keilmuan.
m
107
108
mLamhdt min Tarikh al-Sunnah wa 'Ulum al-Hadits, Abdul Fattah Abu Ghuddah, hal. 10, 11.
Lamhdt min Tarikh al-Sunnah wa 'Ulum al-Hadits, Abdul Fattah Abu Ghuddah, hal. 15.
Q.S. A l - H i j r [ 1 5 ] : 9.
107
108
Maka, seperti halnya Al-Quran, sunnah pun pasti akan dijaga oleh Allah Swt.
Mengapa Sunnah tidak Dibukukan pada Masa Rasulullah
Berikut kami kutipkan pendapat Mushthafa al-Si-ba'i ....
Berkat upaya Nabi dan para sahabat, Al-Quran berhasil dihafalkan, ditulis di lembaran-lembaran,
pelepah pohon kurma, batu, dan lain-lain. Maka, begitu Nabi wafat, Al-Quran sudah tersusun rapi
dalam satu mushaf.
Tidak demikian halnya dengan sunnah. Meski ia termasuk sumber hukum yang sangat penting,
tetapi tak ada yang menyangkal bahwa pada masa Nabi ia belum ditulis secara resmi sebagaimana AlQuran. Mungkin, hal itu dapat kita lihat masa hidup Rasulullah bersama para sahabat yang hanya dua
puluh tiga tahun. Sementara, pencatatan dan kodifikasi semua ucapan Nabi dan perilaku serta interaksi
beliau, membutuhkan banyak sumber daya manusia. Bukan proyek yang mudah.
Di samping itu, jika ucapan dan perilaku Nabi dicatat, dikhawatirkan akan mengganggu pencatatan
Al-Quran, ditakutkan terjadi pencampuradukan catatan Al-Quran dengan sunnah Nabi. Jika itu terjadi,
para pembenci dakwah Nabi akan mudah membu109
W9
Lamhdt min Tarikh al-Sunnah wa 'Ulum al-Hadits, Abdul Fattah Abu Ghuddah, hal. 19.
at isu keaslian Al-Quran. Mereka akan menciptakan keraguan dengan mengatakan bahwa Al-Quran
sudah tidak lagi murni wahyu Allah, tetapi telah tercampur ucapan Nabi. Sehingga kaum muslim akan
merasa tidak perlu menaati Al-Quran.
Itulah alasan kenapa sunnah Nabi belum dicatat selama Nabi masih hidup. Kita pun akhirnya
mengerti rahasia di balik sabda Nabi ini: Jangan kautulis apa pun dariku selain Al-Quran. Siapa saja yang
terlanjur menulis dariku selain Al-Quran, hapuslah!
Sikap Sahabat terhadap Hadis Sepeninggal Rasulullah
Rasulullah berpesan kepada para sahabat untuk menyampaikan sunnah kepada orang-orang setelah
mereka ... "Allah menjadikan indah orang yang mendengar perkataanku, memahami dan menghafalkannya, lalu menyampaikannya kepada orang yang belum mengetahuinya. Tak sedikit orang berilmu
tetapi tidak memahami keilmuannya. Tak sedikit pula orang berilmu yang menyampaikan keilmuannya
justru kepada orang yang lebih berilmu."
Di sisi lain, beliau menyuruh agar setiap orang memastikan kebenaran yang mereka dengar. "CuAl-Sunnah wa Makdnatuhd ft al-Tasyri al-Isldmi, hal.
110
111
112
11C
62.
in
H . R Muslim dari Sa'id al-Khudhri. Sahih, Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibn Majah, d i nilai sahih oleh al-
112
114
115
113
62.
115
I b i d : 64.
Al-Sya'bi menuturkan cerita Qarazhah ibn Ka'b ... Suatu waktu, Qarazhah dan beberapa sahabat
hendak ke Irak. Umar ibn al-Khaththab mengikutinya hingga ke Shirar . Umar berwudu, lalu berkata,
"Kalian tahu kenapa aku ikut?"
"Ya, karena kita sama-sama sahabat Rasulullah," jawab mereka.
Umar lalu menjelaskan, "Kalian akan mendatangi penduduk pembaca Al-Quran yang dengungan
bacaan mereka seperti dengungan lebah. Karena itu, kalian jangan memalingkan mereka dengan hadis,
jangan kalian buat mereka sibuk dengan hadis dan mengabaikan Al-Quran. Cukup sampaikan Al-Quran
dan sedikit hadis Nabi .... Berangkatlah! Aku bersama kalian!"
Tiba di Irak, para penduduk meminta Qarazhah ibn Ka'b menyampaikan hadis Nabi.
"Umar melarang kami," jawab Qarazhah.
Mengomentari masalah ini, Syekh Muhammad al-Ghazali berkata, "Umar tidak sedang menentang
sunnah. Ia hanya ingin memberi prioritas terhadap Al-Quran. Dan, memang demikianlah urutan yang
semestinya. Orang harus menguasai seluruh undang-undang secara sempurna terlebih dahulu sebelum
116
117
116
ul
63.
ns
Pada akhirnya, disepakati bahwa pencatatan keilmuan diperbolehkan. Dan, selesailah perselisihan."
Ibn Hajar al-'Asqalani berkata, "Mengenai hal ini, generasi salaf berbeda pendapat, apakah
pencatatan hadis perlu dilakukan atau sebaliknya. Namun, pada akhirnya disepakati bahwa pencatatan
hadis diperbolehkan, bahkan dianjurkan, dan hampir menjadi keharusan bagi para cendekiawan yang
berkewajiban mengajarkan ilmunya, dan ia khawatir dengan kondisi ingatannya."
Adakah Kata Sepakat untuk Persoalan ini?
Jelas, Al-Quran belum cukup jika tanpa sunnah. Allah sendiri berfirman, Kami turunkan kepadamu AlQuran agar kau menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.
Allah juga berfirman kepada segenap muslim, Apa yang Rasul bawa untukmu terimalah. Dan, apa yang ia
larang bagimu, tinggalkanlah.
Hadis memerinci pernyataan-Al-Quran yang masih umum, dan menguraikan hukum-hukumnya.
Tanpa hadis, kita tidak dapat mengetahui tata cara shalat, puasa dan sebagainya. Sesuatu yang menjadi
119
120
111
111
Lihat telaah Abu al-Asybal al-Zuhairi terhadap kitab Jdmi' Bayan al-'Ilm wa Fadhlih, 1/269, 270. Fathal-Bdrt,
1/271-173. Q.S. Al-Nahl [ 1 6 ] : 44. Q.S. Al-Hasyr [59]: 7.
119
U0
121
122
123
Komentar Abu al-Asybal atas kitab Jdmi' Bayan al-'Ilm, 1/270, dinukil dari Nashiruddin al-Albani.
Dan, sungguh sangat disayangkan bahwa apa yang dikhawatirkan Nabi dan para sahabat itu
ternyata benar-benar terjadi pada umat Islam setelah mereka. Generasi demi generasi terus memalingkan
diri dari Al-Quran, tidak lagi menjadikannya sebagai sumber hidayah dan obat jiwa. Mereka lebih
tertarik mempelajari berbagai disiplin ilmu.
Syekh Muhammad al-Ghazali mengatakan, "Umat Islam telah meninggalkan Al-Quran, lalu
bertumpu kepada hadis. Kemudian hadis pun mereka tinggalkan, lalu bertumpu kepada fatwa ulama.
Fatwa ulama pun akhirnya mereka tinggalkan pula, lalu mereka hanya mengikuti pendapat orang-orang
yang tak memiliki dasar keilmuan."
Kecenderungan seperti ini jelas merupakan malapetaka besar bagi umat Islam. Ibn Abdi al-Albar
meriwayatkan dari Dhahhak ibn Muzahim, "Akan datang suatu masa saat mushaf hanya digantung
sampai menjadi sarang laba-laba. Isinya tak lagi memberi pengaruh dan manfaat, sebab manusia lebih
tertarik kepada hadis dan cerita-cerita."
Bisyr al-Hafi bercerita, ia pernah mendengar Abu Khalid al-Ahmar berkata, "Akan datang suatu
masa saat mushaf ditelantarkan, karena orang-orang memburu hadis dan pemikiran-pemikiran. Jauhilah
hal itu! Sebab ia akan menampar wajah124
l24
ll5
diri mempelajari selain Al-Quran, supaya Al-Quran dibaca dengan penuh pemahaman dan penghayatan.
Mereka malah tenggelam dalam berbagai kajian budaya dan peradaban; sesuatu yang membuat mereka
juga umatberpaling dari tugas mereka yang paling asasi.
Al-Quran Pembangun Iman
Orang yang membaca Al-Quran secara tartil dan dengan penuh perenungansebagaimana para sahabat
duludapat merasakan maknanya di pikiran, meresap ke lubuk keyakinan, merasuki nurani dan
perasaan, lalu menjelma menjadi keimanan yang menancap kokoh. Al-Quran menanamkan kecintaan,
pengagungan, pemuliaan, dan penyucian kepada Allah, ke lubuk jiwa yang terdalam.
Dari Al-Quran, pembaca tidak sulit menyerap keimanan kepada Allah, asma-asma-Nya yang indah,
dan sifat-sifatnya yang agung. Semua terpapar secara jelas, tak memerlukan penafsiran dan tak menguras
pikiran, meskipun semua itu tak selalu bisa diungkapkan. Buktinya, ketika mendengar atau membaca
pemikiran filsafat dan logika yang kabur dan tidak jelas, iman seseorang itu tetap kokoh, tidak
tergoyahkan sedikit pun. Bagaimana tidak, Al-Quran sudah mengungkap tentang Allah dengan segala
sifat-Nya dalam banyak halaman ... tentang sifat mandiri Allah atas segala makhluk-Nya,
kekuasaanNya yang mutlak, pengetahuan-Nya yang meliputi segala apa pun, kemuliaan-Nya,
keagungan-Nya, ke-
sempurnaan-Nya, dan seterusnya. Bukan hanya itu, Al-Quran juga memberikan perhatian besar terhadap
masalah iman kepada Hari Akhir serta rukun-iman yang lain. Semua itu disampaikan dengan tutur yang
mudah dipahami, masuk akal dan menyentuh hati, sehingga iman pun tumbuh sebagai hasil olah pikir
dan oleh rasa.
Generasi awal hanya berfokus dan berkonsentrasi kepada Al-Quran. Tanpa saling mempertanyakan,
tak ada perselisihan sebagaimana yang terjadi pada generasi berikutnya.
Berikut ini kami kutipkan pernyataan Syekh Muhammad al-Ghazali seputar masalah ini ...
Mengkaji Al-Quran meninggalkan kesan mendalam tentang keagungan dan kebesaran Allah dalam
diriku. Kesan yang tak pernah kutemukan saat membaca kitab atau buku apa pun yang lain.
Saya rasa kitab yang ada di hadapanku ini mengawal dan selalu mengawal manusia menuju Allah,
mengikat hati untuk selalu dekat dengan-Nya, menghadapkan diri kepada-Nya, dan membuat saya
selalu siap untuk bersua dengan-Nya. Setiap pembicaraan Al-Quran selalu terkait dengan Allah dan
segala yang berhubungan dengan-Nya, dan selalu menjadikan kehidupan dunia ini tanah lapang menuju
akhirat.
126
127
Andai umat Islam menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya sumber keyakinan mereka, niscaya
mereka akan terpuaskan. Sebagian orang-orang yang suka berdebat kurang berhati-hati saat
membicarakan akidah. Mereka pun tersesat dan menyesatkan. Begitu juga mereka yang teperdaya filsafat
dan mitos-mitos Yunani. Mereka mempersoalkan dasar-dasar iman. Mereka menjadikan persoalan
semakin semrawut. Dan, tidak ada yang bisa menyelamatkan dari hal ini selain Al-Quran dengan
berpegang teguh kepadanya dan mematuhi rambu-rambu yang ditunjukkannya.
Kubaca Al-Quran dan kubiarkan maknanya tercetak di lubuk hati tanpa harus mengerutkan dahi
dan memaksakan diri.
Kitab ini mengenalkan manusia kepada Tuhan dengan cara menggerakkan akal dan mempertajam
nalar. Pengenalan seperti itu akan mengantarkan kepada pengagungan Allah, keterjagaan hati, sikap
hati-hati, dan kesiapan diri menghadap-Nya.
Sampai di sini, kami tegaskan bahwa kami sama sekali tidak bermaksud menafikan sunnah atau
beragam keilmuan lainnya, juga tidak bermaksud agar Al-Quran menjadi satu-satunya perhatian. Tapi,
kami mengharapkan keduanya, Al-Quran dan sunnah (juga keilmuan lainnya), menjadi perhatian, ha128
129
130
I b i d : 14. I b i d : 15.
Al-Muhawaral-Khamsahfial-Qur'an, hal. 20.
128
U0
129
nya saja Al-Quran tetap menjadi prioritas utama, agar tujuan Allah menurunkan Al-Quran terwujud.
Allah berfirman, Telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah
Allah menunjukkan orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan. Dan, dengan kitab itu pula
Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.
Kata-kata Pamungkas tentang Sahabat dan Al-Quran
Sahabat Nabi adalah generasi yang paling mengerti Al-Quran. Mereka merasakan bagaimana hidup
sebelum dan sesudah turunnya Al-Quran. Karena itu, mereka lebih mengetahui makna kebahagiaan
hakiki, ketuhanan, dan bagaimana Al-Quran mampu mengubah jiwa. Dan, cukuplah sebagai bukti dari
semua itu ketika mereka sangat sedih atas terputusnya wahyu sepeninggal Nabi.
Anas ibn Malik menuturkan, setelah wafatnya Nabi, Abu Bakar mengajak Umar ke rumah Ummu
Aiman. "Kita kunjungi dia sebagaimana Nabi sering melakukannya," kata Abu Bakar.
Tiba di sana, Abu Bakar dan Umar menjumpai Ummu Aiman sedang menangis. "Kenapa kau meU1
131
nangis?" tanya mereka. "Apa yang ada di sisi Allah pasti lebih baik bagi Rasulullah."
Ummu menjawab, "Aku menangis bukan karena tidak tahu apa yang kalian katakan ...
melainkan karena wahyu telah terputus."
Jawaban Ummu mengena di hati Abu Bakar dan Umar. Mereka pun ikut menangis.
Dari sini kita mengetahui arti penting peringatan dan pesan para sahabat menyangkut Al-Quran.
Pesan yang murni berangkat dari kesadaran akan nilai agung Al-Quran, dan kekhawatiran jika
generasi-generasi berikutnya tidak akan mengenal nilai agung tersebut. Bila ini terjadi, Al-Quran
akan tersisih ke sudut paling sempit. Ia akan kehilangan perannya yang hakiki dalam menuntun
kehidupan, membentuk kepribadian yang sehat dalam segala aspek, dan menumbuhkan iman.
Pada saat itulah umat Islam kehilangan martabat agungnya di tengah umat-umat lainnya. Mereka
akan surut ke belakang, kembali terpuruk dan terhina. Secara tegas Allah mengaitkan kemuliaan
umat ini dengan keimanan. Kalian menjadi tertinggi jika kalian beriman.
Apakah generasi-generasi selanjutnya telah menyambut pesan para sahabat ini secara sungguhsungguh?
Sayang, tidak! Bahkan, yang terjadi sebaliknya: umat Islam tidak peduli untuk memetik
manfaat
132
133
132
hakiki Kitab Suci ini. Akibatnya, beginilah keadaan kita sekarang ... begitu getir dan menyedihkan! Jika
dulu Al-Quran terbukti mampu mengangkat martabat para sahabat ke tingkat tertinggi dan menjadikan
mereka berada di barisan terdepan di antara umat-umat yang lain, lalu mengapa sekarang kita
meninggalkannya hingga ke tingkat yang ... tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata lagi, semua sudah
diketahui secara pasti?!
Jika kalian masih ragu, renungkanlah sabda Rasulullah ini: "Sesungguhnya dengan Al-Quran ini
Allah mengangkat suatu kaum dan dengannya pula merendahkan yang lain."
134
1 3 4HR Muslim
BAB 6
178
diberi petunjuk oleh Allah. Dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal dan hati.
Bagi orang mukmin, pengaruh Al-Quran selalu bersifat positif, menggugah untuk berubah, serta
mendorong mereka untuk berperilaku baik dan berkarakter terpuji. Allah telah menurunkan perkataan yang
paling baik, yaitu Al-Quran yang memiliki kesamaan [dalam mutu ayat-ayatnya] dan berulang-ulang [penyebutan
isinya agar memiliki pengaruh yang kuat]. Gemetar karenanya tubuh orang-orang yang takut kepada Tuhan, dan
menjadi tenang tubuh dan hati mereka saat mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah. Dengan kitab itu Dia memberi
petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Saudaraku, saat ini, ke mana pun telinga kita mengarah, kita menangkap lantunan ayat-ayat AlQuran. Tetapi, apakah itu membuat jiwa kita berubah? Membuat akhlak kita berpijak di atas etika AlQuran? Membuat hati kita terpengaruh seperti yang terjadi pada generasi awal dulu?
Ternyata tidak! Sejauh ini kita membaca Al-Quran tanpa penghayatan. Mulut mengucap, tetapi hati
berpaling. Hanya mengulang-ulang kalimat. Lagu-lagu Al-Quran semakin banyak. Hanya itu. Tak lebih!
Seperti ada jarak antara diri kita dengan ruh Al-Quran. Kita tidak bisa menjadi citra yang terpe
2
I b i d : 23.
Majalah Ikhwdn al-Muslimin, edisi 2 1 , Tahun k e - I , 18 Ramadan, 1362 H/18 September 1943 M . Al-Ta'bir al-Qur'ani,
hal. 568.
lajari Al-Quran dan sunnah. Sebab, seseorang tidak bisa memahami Al-Quran dan sunnah jika ia tidak
mengerti bahasa Arab. Sesuatu yang menjadi perantara untuk melaksanakan kewajiban maka sesuatu itu
pun wajib dilaksanakan."
Sesedikit apa pun pengetahuan, bila dimanfaatkan, seseorang akan mampu memahami pesan AlQuran seberapa pun pemahaman itu, yang memungkinkannya meraih hidayah. Itulah sisi lain
kemukjizatan Al-Quran: ia dimudahkan oleh Allah untuk semua dengan tingkat yang berbeda-beda.
Sesungguhnya telah Kami jadikan Al-Quran mudah untuk dipelajari.
Dengan demikian, hidayah Al-Quran dan pemahaman terhadap maknanyauntuk kemudian
memetik manfaat hakiki darinyabagi setiap orang berbeda-beda, tergantung kemampuan keilmuannya.
Muhammad Abduh mengatakan, "Setiap orang wajib memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai kadar
kemampuan masing-masing. Dan, cukuplah bagi kalangan awam memahami ayat ini secara tekstual:
Beruntunglah orang-orang beriman, yaitu orang-orang melaksanakan shalat secara khusyuk. Juga, mereka yang
memenuhi ciri-ciri seperti yang
6
320.
digambarkan ayat tersebut pasti akan beruntung dan bahagia di sisi Allah."
Abduh melanjutkan, "Setiap orang dapat memetik manfaat Al-Quran meski sekadar apa yang
mendorongnya melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Allah menurunkan Al-Quran
sebagai petunjuk bagi kita. Ia mengetahui segala kelemahan kita."
Tafsir yang Pasti Dipahami Setiap Orang
Ibn Abbas pernah menyatakan, "Ada empat jenis tafsir Al-Quran: pertama, tafsir yang dipahami orang
Arab karena faktor bahasa. Kedua, tafsir yang pasti dipahami setiap orang. Ketiga, tafsir yang hanya
dipahami cendekiawan. Dan, keempat, tafsir yang hanya diketahui Allah."
Jenis pertama adalah tafsir yang dipahami orang Arab karena faktor bahasa. Seperti diungkapkan
Dr. Yusuf al-Qardhawi, Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Ia tampil dalam gaya bahasa yang
sudah sangat akrab dengan cita rasa mereka, seperti penggunaan haqiqah (kata yang bermakna
sebenarnya) dan majdz (kebalikan haqiqah; kata perumpamaan), sharih (kata yang menjelaskan apa
adanya) dan ki9
10
11
11
10
nay ah (kiasan). Jadi, orang Arab memahami Al-Quran melalui bahasa mereka sendiri.
Jenis kedua adalah tafsir yang pasti dipahami oleh setiap pembaca Al-Quran. Makna-makna AlQuran secara cepat dipahami oleh pembaca tanpa perlu mencurahkan pikiran atau perenungan hati.
Jenis ketiga adalah tafsir yang hanya dipahami para cendekiawan. Makna-makna Al-Quran hanya
bisa dipahami dengan perangkat keilmuan, dan membutuhkan perenungan dan penghayatan mendalam,
sehingga akan di pahami ayat-ayat muthlaq (ungkapan yang menunjukkan sesuatu tanpa syarat) dan
muqayyad (kebalikan muthlaq), atau am (kata yang menunjuk sesuatu secara umum) dan khdsh (kebalikan
dm).
Jenis keempat adalah tafsir yang hanya diketahui Allah. Tafsir ini menyangkut realitas gaib, seperti
alam barzakh, hari kiamat, dan hal-hal yang berhubungan dengan akhirat. Tak ada yang mengetahui
persis realitas itu kecuali Allah.
Dalam karyanya, "al-Burhdn fi Ulum al-Qur'dn", Imam al-Zarkasyi mengomentari pernyataan Ibn Abbas
di atas sebagai berikut ...
Pembagian ini sangat tepat. Tafsir yang dipahami orang Arab mengacu kepada aspek verbal mereka,
yaitu bahasa dan sintaksis (i'rdb). Menyangkut bahasa, hanya mufasir (pakar tafsir) yang dituntut
mengetahui makna-makna dan istilah-istilahnya; sementara
6
12
pembaca tidak. Sedangkan sintaksis, kesalahan dalam soal ini dapat mengubah arti suatu kalimat. Maka,
ia wajib dipelajari baik oleh mufasir maupun pembaca. Sehingga, mufasir dapat menggali makna dari
sebuah kalimat, sementara pembaca terhindar dari kesalahan membacanya.
Sedangkan pengertian tafsir yang pasti dipahami semua orang adalah ayat-ayat Al-Quran yang
secara cepat mudah dipahami maknanya, seperti ayat-ayat terkait hukum-hukum syariat atau ilmu
tauhid. Dalam ayat-ayat itu, setiap kalimat selalu merujuk kepada satu makna, yaitu Allah. Jenis tafsir ini
tidak mengaburkan penjelasan. Sebab, setiap orang mengenal makna tauhid (Pengesaan Allah) dari ayat
Ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada tuhan kecuali Allah. Secara cepat, pembaca akan mudah memahami
bahwa tidak ada sekutu dalam penyembahan kepada Allah, meski tanpa harus menelisik struktur
kalimat itu dalam bahasa Arab.
13
14
Menukil dari al-Baihaqi dalam al-Syuab, al-Halimi berkata, "Ada dua arti i'rdb al-Qur'dn. Pertama, menjaga harakat
sehingga jelas perbedaan antara lidah Arab dan non-Arab. Sebab, mayoritas lidah non-Arab selalu mematikan (menyukun-kan)
akhir kata, baik saat dipisah maupun disambung, sehingga tidak jelas fa'M dan maf'ul-nya, fi'l madhi dan mudhdri'-nya karena
beragamnya harakat yang muncul. Kedua, menjaga harakat-harakat tertentu yang tidak bisa diganti dengan yang lain, karena
mungkinakan menyebabkan kekeliruan atau kesalahan a r t i . " Al-halimi menambahkan, "Tetapi, kini telah bertebaran di
berbagai tempat upaya untuk mengajarkan bagaimana membaca Al-Quran secara benar sesuai hukum dan ketentuan tata baca AlQuran."
1 3
14
Jadi, dalam tafsir-tafsir jenis ini, tidak ada yang bisa mengelak bahwa ia tidak mengerti makna
ayat-ayat-Al-Quran tertentu. Sebab, hal maknanya sudah pasti dipahami.
Keterbukaan Teks Al-Quran
Al-Quran terbuka bagi siapa saja. Ia tidak hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang hidup pada masa
ketika ia diturunkan, tetapi juga oleh setiap generasi, termasuk saat ini. Mereka mendapatkan penjelasan
yang memuaskan pikiran dan pemahaman yang mudah.
Almarhum Syekh Muhammad al-Ghazali mengatakan, "Ungkapan Al-Quran begitu terbuka,
menyimpan dan mengeluarkan banyak pemaknaan. Ini menjadi keharusan agar Al-Quran bisa bertahan
di sepanjang zaman. Keterbukaan Al-Quran tampak jelas jika ia berbicara tentang sejarah, atau hal-hal
lain: ungkapan Al-Quran memiliki susunan tertentu yang bisa diterima dan ditekuni oleh para
cendekiawan, juga mudah dipahami oleh kalangan awam, meski hanya pada tingkat paling sederhana ...
Inilah nilai lebih dari Al-Quran."
Ia mencontohkan kalimat "Ld ray b fih" (Tidak ada keraguan di dalamnya). "Waktu kecil," katanya,
15
16
17
15
203.
16
17
"aku memaknai rayb itu dengan "keraguan dan ketidakbenaran". Setelah besar aku baru mengerti kenapa
ayat itu menggunakan susunan demikian sehingga kebenarannya bisa diterima akal."
Bukti Nyata
Di sini kami kemukakan bukti-bukti nyata yang menegaskan bahwa ketidakmampuan kita memetik
manfaat Al-Quran bukan karena alasan kita tidak memiliki cita rasa bahasa ... Tidak sedikit contoh dalam
sejarah Islam orang non-Arab yang tergerak hatinya kepada Al-Quran setelah mempelajari bahasa Arab,
dan mampu memetik manfaat secara maksimal.
Abu al-Hasan al-Nadawi mengatakan bahwa tidak sedikit kisah ulama dan orang saleh yang lahir di
luar Arab dantentu sajatidak berbahasa Arab, tetapi mampu menikmati bacaan Al-Quran,
menghafalkannya, mencintainya, memberikan seluruh perhatian untuknya, bahkan melebihi mereka
yang menggunakan bahasa Arab dalam keseharian mereka. Berikut ini sebagian kisah mereka ...
Disebutkan dalam biografi seorang imam mujad-did, Ahmad al-Sarahindi, bahwa ketika ia membaca
Al-Quran, seluruh hakikat dan nilai kebaikan Al-Quran seolah berlimpah di hadapannya. Jika membaca
ayat-ayat yang berkaitan dengan azab akhirat, atau menggambarkan ketakjuban, atau berkaitan dengan
18
18
I b i d : hal. 206.
19Al-Madkhal ild al-Dirdsdt al-Qur'dn iyyah, hal. 104-106, dengan sedikit peubahan redaksi.
Muhammad Iqbal
Di antara tokoh non-Arab yang menekuni kajian Al-Quran dan berhasil memetik manfaat yang tak
ternilai dari Al-Quran adalah seorang penyair muslim, Muhammad Iqbal. Abu al-Hasan an-Nadawi
menuliskan kesannya tentang Iqbal ...
Al-Quran merasuk ke dalam pikiran dan jiwa Iqbal melebihi apa pun. Tak ada buku atau figur lain
yang menandingi. Hingga akhir hayatnya, Iqbal tak henti menyelami samudera Al-Quran, terbang di
semesta ayat-ayatnya, menjangkau ufuk terjauh darinya, lalu kembali dengan membawa ilmu baru, iman
baru, pencerahan baru, dan semangat baru.
Iqbal tak pernah berhenti belajar, wawasannya semakin luas, memantapkan keimanannya bahwa AlQuran adalah Kitab Suci yang akan abadi, sumber ilmu yang takkan pernah lekang, sumber kebahagiaan,
kunci kebebasan, solusi setiap persoalan, tata aturan hidup, dan pelita kegelapan.
Iqbal selalu mengajak semua kalanganmuslim maupun nonmuslimuntuk merenungi,
memahami, mengkaji, dan menjadikan kitab menakjubkan ini sebagai solusi bagi setiap persoalan
kontemporer, sebagai fatwa untuk mengatasi krisis kebudayaan, dan sebagai sumber hukum kehidupan.
Iqbal mencela umat Islam yang berpaling dari Kitab Suci iniyang dengannya Allah mengangkat derajat
suatu kaum dan dengannya pula Ia menjadikan yang lain terpuruk.
Iqbal berkata, "Kalian, umat Islam, masih saja tertawan oleh para pembual agama dan orangorang yang memonopoli ilmu. Kalian tidak menyandarkan hidup kepada Al-Quran, kitab yang
mestinya menjadi sumber kekuatan hidupmu dan mata air semangatmu. Kalian malah tak pernah
terpaut dengannya kecuali pada detik-detik kematianmu: kau dibacakan surah Yasin agar kau bisa
mati dengan mudah. Sungguh Ironis, kitab yang diturunkan untuk memberimu kekuatan hidup
justru dibacakan agar kau meninggal secara mudah. Kukatakan kepada kalian: apa yang kupercayai
dan yang kaupeluk ini lebih dari sekadar Kitab Suci. Jika ia merasuk ke relung kalbu, manusia akan
berubah. Jika manusia berubah, dunia pun akan berubah."
Said al-Nursi
Said al-Nursi adalah contoh lain tokoh non-Arab yang menekuni kajian Al-Quran, mendapatkan
kesan mendalam dan limpahan pengetahuan darinya. Kesan itu sebagian besar dituliskan dalam
karyanya yang berjudul Rasdil al-Nur. Said adalah salah satu tokoh yang menjaga Islam di Turki
pada masa runtuhnya khilafah yang mengubah negara itu menjadi negara sekuler.
Sebelum benar-benar menjadikan Al-Quran sebagai guru sejati, Said sempat berada dalam
kebingungan. Ia mencari guru ruhani yang akan di20
10
jadikan sandaran. Ia menelaah ujaran-ujaran Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam Futuh al-Gayb dan alSarahindi dalam al-Maktubdt, serta membandingkan keduanya.
Said mengisahkan ... Aku betul-betul bingung: siapakah yang akan kujadikan guru? Ketika
terombang-ambing dalam kebingungan seperti ini, tiba-tiba melintas sebuah bisikan di benakku:
"Sesungguhnya awal dari semua jalan ini, sumber dari aliran sungai ini, dan matahari sebagai pusat
putaran semua planet ini hanya satu: Al-Quran. Tak ada kiblat hakiki selain Al-Quran. Dialah petunjuk
paling agung dan guru paling suci."
Semenjak itulah kuhadapkan diriku kepada Al-Quran, berpegang teguh dan menyandarkan diri
kepadanya. Kubulatkan tekadku dam kuhabiskan seluruh waktuku untuk merenungi Al-Quran. Dan,
mulailah aku menapaki kebahagiaan baru dalam hidup. Aku mengembara dari satu kota ke kota lain.
Dan dalam pengembaraan itulah memancar makna-makna agung dari ayat-ayat Al-Quran ke dalam
lubuk hatiku.
Risalah-risalah yang kunamai dengan Rasdil al-Nur itu kudiktekan kepada orang-orang di sekitarku.
Risalah yang benar-benar memancar dari cahaya Al-Quran.
21
Kenapa?
Ringkasnya, karena kita tidak memercayai Al-Quran yang kita akrabi mampu menyelesaikan semua
masalah, lalu mengembalikan kita ke puncak kemuliaan.
Dan lemahnya kepercayaan kita terhadap Al-Quran tentu tidak terjadi dalam semalam, karena
banyak faktor sehingga Al-Quran terpojok di sudut sempit jiwa kita. Secara umum faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Citra yang kita warisi tentang Al-Quran.
2. Menjadi rutinitas.
3. Melupakan tujuan Al-Quran diturunkan.
4. Sibuk mendalami ilmu lain.
5. Tak memengaruhi perilaku.
6. Terbujuk rayuan setan.
7. Anggapan-anggapan keliru.
(1)
CITRA YANG KITA WARISI
TENTANG AL-QURAN
Setelah lahir, bayi akan tumbuh setahap demi setahap hingga memasuki fase memahami keadaan
sekelilingnya. Setiap kejadian akan terekam dalam memorinya. Beberapa hal yang terjadi secara
berulang-ulang akan menjadi ingatan alam bawah sadar sampai kemudian membentuk keyakinankeyakinan.
Sekadar contoh, bila setiap kali merasa haus seorang anak diberi sesuatu, ia akan meyakini bahwa
sesuatu itulah yang bisa menghilangkan rasa haus. Selanjutnya, ia mengenal jenis sesuatu itu, dan
kemudian secara otomatis akan memintanya jika ia kehausan.
24
Yaitu, pengetahuan yang diserap manusia melalui i n dra pendengaran dan penglihatan.
Pengetahuan ini lalu bergerak masuk ke akal sadar, kemudian berpindah ke alam bawah sadar; suatu
bagian pengetahuan mendalam atau keyakinan benar maupun salah. Agar pengetahuan di alam bawah sadar melekat
2
kuat, harus lebih dulu sering melewati akal sadar. Contoh, ketika Anda belajar menyetir mobil, awalnya i tu adalah pengetahuan
akal sadar. Tetapi, setelah berulang-ulang pengetahuan itu menjadi pengetahuan bawah sadar, sehingga Anda akan menyetir mobil
secara refleks tanpa perlu berpikir. Begitu pula dengan orang yang belajar tajwid, awalnya berupa pengetahuan akal sadar, setelah
itu akan menjadi pengetahuan bawah sadar.
26
Kun ka ibn Adam, Jaudat Said, hal. 312. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaq 'alayh).
25
26
sadarnya sebagai konsep yang seharusnya butuh ribuan tahun untuk diserap, tetapi oleh sang bayi hanya
dalam jangka waktu sekitar dua atau tiga tahun saja.
Saat itu, ia mulai bisa membedakan mana suara ramah dan mana suara marah, mana wajah berseri
dan mana wajah keki. Ia juga mulai mempelajari apa saja yang membuat kita senang, juga mempelajari
hal-hal jelek yang membuat kita kesal. Itulah kenapa setiap kali bayi mau merangkak, memegang, atau
bermain sesuatu, terlebih dahulu ia menatap wajah kita. Ia sebetulnya mencari semacam konfirmasi
apakah perilakunya kita setujui atau tidak.
Begitu pula si bayi mulai belajar memahami nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku kita meski
ia belum bisa berbicara dan mengerti makna kata-kata. Nilai-nilai itu akan tertanam kuat dan mengakar
secara praktis dalam kepribadiannya hingga seolah tampak sebagai bawaan lahir.
Meski semua berlangsung ketika si bayi masih dalam usia prasekolah dan sebelum ia belajar bicara,
namun itulah yang menentukan sikap dan perilaku bayi dalam pertumbuhannya. Akan sangat sulit bagi
si bayi untuk mencerabut segala hal yang telah ia pelajari pada tahun-tahun pertamanya, dan sudah
tertanam di alam bawah sadarnya.
27
itu saja, tentang urusan mereka tanpa mau peduli pada apa yang mereka dengar.
Ketika di dalam mobil, sang ayah memutar lagu: lagu yang sama dan sudah biasa didengar si anak.
Sementara, ibu dan bapaknya asyik bercakap-cakap sendiri, tanpa memperhatikan lagu tersebut sedikit
pun.
Dari ilustrasi di atas, apa yang dapat Anda katakan soal si anak tentang Al-Quran?
Dari orang tua dan lingkungan seperti itu, apakah si anak akan menangkap pemahaman bahwa AlQuran itu sangat penting dan patut diperhatikan? Ataukah yang ia tangkap adalah bahwa mushaf AlQuran harus disimpan dan dijaga secara baik tanpa perlu memahami isinya?
Ketika tumbuh dan mulai bersekolah, si anak dibawa orangtuanya ke tempat-tempat belajar
membaca Al-Quran, yang kemudian memantapkan keyakinan si anak bahwa perlakuan terpenting
terhadap Al-Quran adalah membaca dan menghafalnya, tanpa harus memahami isinya!
Kesan Hati
Umar Ubaid Hasanah berkata, "Kesan yang tertanam di benak kita pada masa kanak-kanak tentang AlQuran adalah bahwa ia hanya penting dibaca di sisi orang yang tengah meregang nyawa atau telah
meninggal, ketika berziarah kubur, atau memohon berkah untuk kesembuhan orang yang sakit ... Al-
28
sungguhnya yang barangkali tak disadari adalah karena pendengar tersebut tidak memahami Al-Quran
sama sekali. Maksudnya, ia tidak memahami rasa struktur bahasa Al-Quran yang menakjubkan serta
tidak mampu menangkap pesannya.
Al-Quran yang Kita Wariskan
Kita wariskan Al-Quran sebagaimana yang kita warisi dari leluhur-leluhur kita: ia kitab yang disucikan
kertas-kertasnya, dicium, dijadikan pembukaan berbagai acara, ditulis sebagai kaligrafi lalu digantung di
dinding, atau dicetak sebagai hiasan di uang emas atau perak.
Abu al-Hasan al-Nadawi menggambarkan hal itu ketika ia mengulas pengaruh-pengaruh yang
membentuk kepribadian Muhammad Iqbal.
Al-Nadawi menuturkan, yang telah berjasa besar membentuk kepribadian dan pemikiran Iqbal
adalah guru agung yang sebenarnya terdapat dalam setiap rumah muslim. Tetapi, masalahnya bukan
seberapa mudah guru itu ada dan mudah ditemui, tetapi apakah mereka berkeinginan untuk mengetahui
dan memanfaatkannya. Jika saja mereka memiliki keinginan itu, tentu mereka akan hidup lebih bahagia
dan lebih banyak memetik manfaat.
Tetapi, kenyataannya tidak demikian. Guru agung itu malah disia-siakan dan diabaikan. Anak29
19
anak tak memedulikannya, orangtua meremehkannya. Lalu, datanglah seseorang dari negeri yang jauh,
menghirup lautan ilmunya, mengenyam hikmah-hikmahnya.
Guru agung itu tak lain adalah Al-Quran yang telah memberikan pengaruh luar biasa dalam jiwa
dan pikiran Iqbal. Pengaruh yang tak pernah Iqbal peroleh dari karya dan pribadi mana pun! Iqbal
menggeluti Kitab Suci ini seperti orang yang baru memeluk Islam. Ada pencerahan dan kerinduan dalam
kitab menakjubkan itu, yang tidak akan pernah bisa didapat dari warisan harta, benda-benda berharga,
rumah, istana ....
30
(2)
MENJADI RUTINITAS
Terbit dan terbenamnya matahari adalah bukti kekuasaan Allah, bukti kemandirian-Nya atas segala
makhluk, dan bukti bahwa Dia tidak lupa dan tidak tidur. Semua itu kita saksikan setiap hari.
Tetapi, kenapa kita seolah tak terpengaruh? Jawabannya adalah karena hal itu sudah biasa kita
saksikan sejak kecil sehingga kita tak lagi memperhatikannya.
Sudah menjadi watak manusia, bila sesuatu telah terbiasa maka tak menarik lagi untuk dikaji
dan diungkap rahasia-rahasianya.
Begitu juga dengan Al-Quran. Bila ia hanya dijadikan kebiasaan maka kita tak lagi tergerak
untuk mengambil manfaat Al-Quran.
Sejak kecil kita sudah terbiasa mendengar Al-Quran dibacakan secara tartil atau dilagukan
dengan lagu-lagu tertentu yang sama sekali berbeda dengan yang biasa kita dengar. Lalu, karena
didengar secara terus-menerus, lagu itu menjadi terbiasa di telinga, dan kita lupa untuk
memperhatikan makna ayat yang dilagukan itu. Ironisnya, justru dengan cara seperti itulah kita
terkadang menghayati Al-Quran. Seperti disinggung di depan, hal itu tak lepas dari Al-Quran
sendiri yang memang menyimpan keindahan yang tiada duanya. Tetapi, yang kemudi31
3l
an patut disayangkan adalah bahwa hal itu ternyata tak menumbuhkan keimanan. Sebab, untuk
menumbuhkan keimanan terhadap Al-Quran, dibutuhkan kesadaran dan kemampuan pikiran untuk
menggali maknanya serta kelembutan hati agar makna yang ditunjukkan itu merasuk ke hati.
Langgam Baru
Sebab lain yang membuat Al-Quran hanya menjadi kebiasaan dan kandungan maknanya terabaikan
adalah pembacaan dengan langgam baru yang dibuat oleh beberapa qari modern. Kata Ibn Rajab,
pembacaan seperti itu hanya menyentuh rasa jiwa. Al-Quran dinikmati hanya sebatas lagu yang merdu
dan suara yang menggetarkan. Jelas, bukan seperti itu yang dimaksud merenungi Al-Quran.
Yang dianjurkan sunnah bukan membaca Al-Quran dengan lagu, melainkan dengan suara yang baik.
Keduanya jelas berbeda.
Biasanya, qari membaca Al-Quran dengan lagu dengan tanpa memperhatikan kaidah tajwid dan tar-til.
Para pendengar tergetar bukan oleh makna Al-Quran, melainkan lengkingan suara bagus dan lagu yang
memukau. Kemudian, setelah pembacaan selesai, mereka memberikan pujian dan doa untuk sang qari,
dan memintanya mengulangi pembacaan.
32
33
Sering kali demikian. Saking terlalu sering, kita menjadi tak tertarik untuk memahami kandungan
Al-Quran.
(3)
MELUPAKAN TUJUAN AL-QURAN DITURUNKAN
Manusia adalah objek Al-Quran. Dalam arti bahwa tujuan paling mendasar diturunkannya Al-Quran
adalah membimbing manusia dan memperbaiki keadaan mereka serta menuntun mereka ke jalan yang
diridai Allah dan surga-Nya.
Untuk mewujudkan tujuan ini Allah menjadikan Al-Quran risalah yang ringkas, namun dengan
kandungan makna yang padat, sehingga mudah dibaca dan dihafalkan. Sebab itulah ia harus dibaca
secara cermat dan pelan-pelan agar maknanya dapat dipahami baik oleh pembaca sendiri maupun
pendengar. Al-Quran Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kau membacakannya kepada manusia secara
perlahan-lahan
Karena tugas Al-Quran adalah membimbing dan mengubah jiwa agar iman terus bertambah maka
Allah memerintahkan agar ia dibaca secara tartil dan dengan nada yang indah. Bacalah Al-Quran secara
tartil
Karena ia berbicara kepada manusia secara keseluruhan maka Allah memudahkan cara
membacanya. Tak perlu di tempat dan pada masa tertentu
34
35
34
saja untuk seseorang dapat melantunkan Al-Quran. Kami benar-benar mudahkan Al-Quran sebagai
pelajaran.
Karena budaya dan pengetahuan manusia berbeda-beda maka Allah membuat gaya ungkap AlQuran mudah dipahami sesuai kemampuan pembaca, sehingga ia dapat menjangkau seluruh tingkatan
manusia, kapan pun dan di mana pun.
Dan, karena salah satu watak alamiah manusia adalah lupa maka penting bagi mereka membaca AlQuran secara berkesinambungan. Selain itu, pembacaan Al-Quran secara berkesinambungan juga dapat
menjaga jiwa untuk selalu menghadap Allah.
Agar Al-Quran sering dibaca dan dijadikan rutinitas sehari-hari tanpa rasa bosan maka Rasulullah
memberi janji balasan dan pahala besar bagi setiap yang membacanya meski satu huruf. Ini untuk
menjaga agar semangat membaca Al-Quran terus terpelihara. Selalu bersemangat berhadapan
dengannya. Diriwayatkan dari Abdullah ibn Mas'ud bahwa Rasulullah bersabda, "Al-Quran adalah
jamuan Allah. Pelajarilah ia sesuai kemampuan. Ia adalah agama Allah, petunjuk yang jelas, obat jiwa,
pelindung bagi orang yang berpegang teguh kepadanya, penyelamat bagi yang mengikutinya ... Yang
bengkok akan diluruskannya, yang menyimpang ditegur olehnya ... Ketakjuban terhadapnya tak pernah
habis ... Takkan usang meski diulang-ulang ... Bacalah ia! Allah akan
36
36
memberi pahala sepuluh kebaikan atas setiap hurufnya yang dibaca. Sepuluh kebaikan bukan kaudapat
dari membaca "alif ldm mim", melainkan, kau akan mendapat sepuluh kebaikan dari membaca "alif",
sepuluh yang lain dari "ldm", dan sepuluh terakhir dari "mim"."
Karena hidayah tidak diperoleh hanya dengan membaca maka memahami dan merenungi maksud
ayat-ayat Al-Quran menjadi penting, agar tujuan diturunkan Al-Quran bisa terwujud. Inilah kitab penuh
berkah yang Kami turunkan kepadamu agar mereka merenungkan ayat-ayatnya, dan agar orang-orang yang
memiliki pikiran dan hati nurani mendapat pelajaran
Kita mesti menghafal Al-Quran. Jika tak mampu seluruhnya, menghafalkan surah-surah tertentu
juga tidak masalah. Sebab, kita terkadang berada di tempat yang tidak memungkinkan adanya mushaf
Al-Quran. Juga, karena setiap mengerjakan shalat, kita mesti membaca surah-surah Al-Quran.
Jadi, sebetulnya banyak cara untuk mewujudkan tujuan-tujuan turunnya Al-Quran: ... nasihat,
penyembuh penyakit-penyakit dalam jiwa, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Di antara
caranya adalah memperbanyak membaca37
38
39
3 7
39
Fadhdil al-Qur'dn, hal. 50, dan dalam Majma' al-Zawdid, 7/164. Diriwayatkan
nya, mempelajari tata baca dan cara membaca secara tartil, menghafalkan ayat-ayatnya, merenungkannya,
dan membacakannya dengan suara yang menyentuh.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa yang disebut ahli Al-Quran sebenarnya adalah
mereka yang dapat memetik manfaatnya dan mampu mewujudkan tujuan diturunkannya.
Ibn al-Qayyim mengatakan, "Ahli Al-Quran adalah mereka yang mengetahui dan mengamalkan AlQuran, meskipun mereka tidak menghafal ayat atau surahnya. Orang yang hafal Al-Quran tetapi tidak
memahami dan mengamalkan isinya, sama sekali tidak punya hak untuk disebut Ahli Al-Quran,
meskipun mampu memancangkan huruf-hurufnya sekuat memancangkan anak panah."
Bila Tujuan Turunnya Al-Quran Dilupakan
Bila tujuan turunnya Al-Quran telah dilupakan maka perantara-perantara untuk mewujudkan tujuan itu
tidak akan dilaksanakan. Lalu, apa yang sejatinya hanya perantaraseperti membaca dan menghafal
akan dipandang sebagai tujuan sebenarnya. Orang akan menganggap bahwa yang terpenting dari AlQuran adalah ketika ia dibaca, meski tanpa memahaminya. Jika sudah demikian, bagaimana mungkin
seseorang akan tersentuh dan terpengaruh oleh Al-Quran?
40
40
Orang akan cenderung membaca Al-Quran secara cepat dan dengan sebanyak-banyaknya ayat demi
memperoleh bertumpuk-tumpuk pahala. Ia akan menghabiskan waktunya untuk sekadar belajar
membaca Al-Quran serta hal-hal lain yang sebenarnya tidak prinsip.
Ibn Mas'ud berkata, "Al-Quran diturunkan untuk diamalkan. Jadikanlah membacanya sebagai salah
satu bentuk pengamalan ... Kalian membaca Al-Quran dari awal sampai akhir. Tidak ada satu huruf pun
yang terlewat. Tetapi kalian melewatkan pengamalannya. "
Hasan al-Bashri berkata, "Kalian membuat tingkatan-tingkatan membaca Al-Quran. Kalian
menempuh tingkatan-tingkatan itu dalam waktu semalam. Padahal, orang-orang sebelum kalian
memandang Al-Quran sebagai surat dari Tuhan. Mereka merenungi isinya pada malam hari, lalu mereka
melaksanakannya pada siang hari."
Hasan al-Bashri berkata lebih lanjut, menggambarkan jika tujuan turunnya Al-Quran sudah
dilupakan, "Al-Quran dibaca anak-anak dana siapa pun yang sama sekali tidak mengerti maksudnya,
tidak memahami kenapa ia diturunkan. Padahal, Allah berfirman, Inilah kitab penuh berkah yang Kami
turunkan kepadamu agar mereka merenungi ayat41
42
AX
42
ayatnya.
44
45
44
45
yang berakal cerdas dan berhati jernih bahwa tujuan Al-Quran diturunkan adalah untuk diamalkan.
Siapa yang mengamalkan Al-Quran, dia pantas disebut ahli Al-Quran. Orang yang membacanya dituntut
untuk memahami maknanya. Sebab itulah Allah memerintahkan agar kita membacanya secara tartil dan
tidak tergesa-gesa, sehingga pemahamannya memancar dari lubuk hati dan jejak-jejak keimanan akan
muncul dalam perilaku.
Hasan al-Bana mengatakan, "Al-Quran diturunkan tidak untuk dijadikan jimat, tidak untuk dibaca
di kuburan dan tempat perkumpulan, tidak untuk dibuat kaligrafi, tidak untuk dihafalkan. Ia diturunkan
tidak untuk diabadikan dalam mushaf, sementara isinya terabaikan. Ia diturunkan tidak untuk semua
itu, tetapi agar menjadi petunjuk menuju kebaikan dan kebahagiaan. Telah datang dari Allah kepada kalian
cahaya dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk jalan keselamatan kepada orangorang yang mengikuti rida-Nya, mengeluarkan mereka dari gelap gulita menuju cahaya yang terang dengan izinNya, serta memberi mereka petunjuk jalan lurus."
Hasan al-Bana melanjutkan, Al-Quran diturunkan bukan semata-mata untuk dibaca dan didapatkan
berkahnya. Sebab, ia sendiri adalah kitab yang
46
47
48
Qa'idah ft Fadhdil al-Qur'dn, hal. 54. Nazhardt ft Kitab Allah, hal. 34. Q.S. Al-Maidah [05]: 15-16.
46
47
48
diberkahi. Dan, berkah paling besar darinya adalah merenungkan dan memahami maknanya serta
mengamalkan isinya dalam kehidupan. Siapa yang merasa cukup hanya dengan membacanya tanpa
merenungkan dan mengamalkan isinya, dikhawatirkan termasuk ke dalam orang-orang yang
digambarkan oleh Hudzaifah (diriwayatkan oleh Imam Bukhari), "Tetaplah lurus ... Kalian sedang
mengikuti perlombaan besar. Sedikit bergeser ke kiri atau ke kanan, kalian benar-benar akan tersesat
jauh!"
Untuk Memahami atau Sekadar Membaca?
Dalam karya Kayf Nata'dmal ma' al-Qur'dn, Muhammad al-Ghazali menuturkan, diperlukan kajian
mendalam untuk mengetahui bagaimana umat Islam memperlakukan Al-Quran ... Memasuki abad
kedua, kaum muslim lebih cenderung senang mengkaji lagu-lagu Al-Quran, cara-cara pengucapan
huruf-hurufnya, hafalan, dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek kalimat. Dengan semua itu, mereka
telah berbuat sesuatu yang barangkali belum pernah dilakukan umat lain kepada Kitab Suci mereka.
Ketika terdengar kalimat "Aku membaca", akan terbayang: ada surat atau buku di hadapan seseorang. Ia
amati surat atau buku itu, dan mengerti maksudnya .... Tidak ada perbedaan antara "mengerti" dan
"membaca", antara "mendengar" dan "menyimak".
49
Tetapi, umat Islam saat ini membuat jarak dan perbedaan antara "membaca" dan "merenungi".
Jadilah mereka membaca Al-Quran semata untuk mendapat berkah. Mereka berpikir, cukup dengan
mengulang-ulang pembacaan Al-Quran tanpa harus memahami maknanya pun sudah dapat memberi
manfaat.
Aku mencoba melakukan tabayyun (klarifikasi). Jelas, itu tidak sesuai dengan tuntutan Al-Quran.
Allah berfirman, Inilah kitab penuh berkah yang Kami turunkan kepadamu agar mereka merenungkan ayatayatnya, dan agar orang-orang yang memiliki pikiran dan hati nurani mendapat pelajaran. Maksudnya, agar
mereka menyimak, mengetahui, merenungkan, dan mengambil pelajaran. Bagaimana akan mengambil
pelajaran jika Al-Quran hanya dibaca tanpa diresapi maknanya dan dipahami maksudnya?!
5
51
(4)
SIBUK DENGAN ILMU LAIN
Rasulullah begitu mengharapkan para sahabat tidak disibukkan oleh apa pun selain Al-Quran, agar
pesan-pesan Al-Quran dapat diamalkan secara sempurna. Sepeninggal Rasulullah, mereka pun menjadi
generasi yang tangguh dan dibanggakan hingga sekarang. Begitu pula dengan generasi berikutnya.
Sampai pada suatu masa ketika Islam menyebar ke berbagai daerah dan kaum muslim mulai
bersentuhan dengan berbagai bangsa dan budaya, mereka berpikir untuk mengadopsi budaya itu dan
mengis-lamkannya.
Di sisi lain, mereka mulai melakukan pembukuan hadis serta meneliti jati diri dan kemampuan para
perawi. Aktivitas itu begitu menguras tenaga dan menyita perhatian cukup besar.
Upaya besar yang melibatkan kalangan ulama saleh itu memang harus dilakukan demi menjaga
sunnah Nabi. Hanya saja patut disayangkan bahwa upaya itu tidak berbanding lurus dengan upaya
terhadap Al-Quran. Perhatian terhadap hadis lebih besar, dan pelan-pelan Al-Quran mulai tersisihkan.
Hal ini mengundang keprihatinan. Beberapa ulama mulai angkat suara. Mereka menyerukan agar
perhatian terhadap kedua sumber hukum Islam itu seimbang. Imam al-Sya'bi mengingatkan kalangan
ulama dan ahli hadis, "Kalian memang telah maju
53
51Ma' al-Qur'dn ft Hayat al-Salaf al-Shdlih, hal. 53, dinukil dari Nuzhah al-Fudhld' Thdzib Siyar Alam al-Nubald\ 3/582.
Dalam risalah Fadhl 'Ilm al-Salaf ald al-Khalaf, Ibn Rajab berkata, "Setelah generasi sahabat, muncul beragam keilmuan,
dipelajari dengan penuh semangat, hingga mereka mengira
5 3
Semua itu jika dilihat dari sisi perhatian umat Islam terhadap Al-Quran.
Di antara faktor lain yang membuat Al-Quran tersisihkan adalah tujuan turunnya Al-Quran yang tak
lagi menjadi perhatian, pesan para sahabat-Nabi yang terabaikan, serta adanya pemahaman bahwa AlQuran dan keilmuan lainnya tidak boleh dicampuradukkan (seseorang akan mempelajari keilmuan
secara terpisah-pisah, tanpa ada keterkaitan dengan Al-Quran)sementara Al-Quran adalah sumber
yang tak pernah kering.
Tidak Dijadikan Satu-satunya Sumber
Perkembangan pemikiran Islam dalam demikian berpengaruh buruk terhadap keberadaan Al-Quran. Hal
itu disebabkan adanya jarak yang sangat jauh antara generasi sahabat dan generasi-generasi berikutnya.
bahwa siapa pun yang tidak mengetahui ilmu-ilmu tersebut akan dianggap bodoh ... Itu adalah bidah; pada masa Rasulullah tidak
ada hal semacam i t u , oleh karena itu tentu saja dilarang. Misalnya, pembahasan tentang takdir dan pengum-paan-Allah oleh
kelompok Muktazilah. Padahal, syariat melarang membahas masalah takdir ini. Juga pembahasan tentang zat dan sifat Allah hanya
dengan menggunakan nalar (ini justru lebih mencemaskan dibanding pembahasan tentang takdir). Sebab, takdir berkenaan dengan
tindakan atau perbuatan Allah, sedangkan zat dan sifat Allah berkenaan " d i r i " Allah."
Ibn Rajab melanjutkan, "Semua itu hal baru yang tidak ada sumbernya dalam syariat. Karena terlalu asyik mendalami ilmuilmu seperti i t u , mereka pun lupa mempelajari ilmu-ilmu yang lebih bermanfaat." Lihat lebih lanjut di Fadhl 'Ilm al-Sa-laf 'ala alKhalaf, hal. 24-33.
Dalam kaitan ini, Sayyid Quthb menulis, keinginan Rasulullah agar Al-Quran menjadi satu-satunya
mata air bagi para sahabat adalah agar jiwa mereka hanya terisi oleh Al-Quran, mereka tegak di atas
sistem dan tata aturannya. Sebab itulah beliau marah melihat Umar ibn al-Khaththab mengambil
"minuman" dari "mata air" lain.
Rasulullah ingin membentuk generasi dengan jiwa dan pemikiran yang bersih, tak tercemar oleh
pengaruh apa pun selain Al-Quran. Merekalah generasi yang memiliki catatan khusus dalam soal itu
dalam lembaran sejarah.
Bagaimana dengan generasi berikutnya?
Mata air yang ada sudah tak murni lagi, tercemar oleh filsafat dan logika Yunani, pemikiran dan mitologi
Persia, cerita-cerita israiliyat Yahudi dan teologi Nasrani, serta hal-hal lain dari berbagai produk budaya
dan peradaban manusia. Semuanya meresap ke berbagai produk keilmuan, dari ilmu tafsir, ilmu kalam,
ilmu fikih, hingga usul fikih. Setelah sahabat, tidak akan ada lagi generasi yang menjadikan Al-Quran
sebagai rujukan tunggal yang murni dari segala pencemaran. Dan itulah yang membedakan kita dengan
generasi sahabat.
Bukan Ajakan Meninggalkan Keilmuan Lain
Paparan di atas tidak dimaksudkan untuk mengajak umat Islam meninggalkan ilmu-ilmu selain AlQuran
54
54
dan beragam produk budaya yang diwariskan generasi-generasi terdahulu, yang telah memberi berlipat
manfaat bagi kehidupan manusia, dan menjadi inspirasi bagi bangsa Eropa untuk bangkit. Sekali lagi,
bukan itu maksudnya.
Paparan di atas dimaksudkan semata untuk mengkaji apa sebab-sebab dan faktor-faktor yang telah
membuat Al-Quran begitu terasing di benak kita. Saat ada pembicaraan tentang Al-Quran, citra yang
segera terbentuk di benak kita adalah bagaimana cara menghafalkannya secara baik serta cara meraup
berkah dan pahala sebanyak mungkin darinya.
Paparan di atas juga dimaksudkan untuk memilih skala prioritas. Bahwa upaya memetik manfaat
hakiki Al-Quran harus ditempatkan di tingkat teratas perhatian kita, baru kemudian sunnah, lalu ilmuilmu lain yang memberi manusia manfaat di dunia dan akhirat.
Prihatin, Namun ...
Mengetahui umat sibuk ilmu-ilmu lain dan mulai tertarik mendalami berbagai cabang ilmu, beberapa
kaum saleh merasa prihatin. Gairah mereka kepada Al-Quran pun bangkit. Mereka berharap kaum
muslim kembali kepada Al-Quran. Tetapi, sangat disayangkan, yang terjadi justru sebaliknya.
Salah satu yang mereka lakukan adalah dengan memunculkan hadis palsu terkait keutamaan AlQuran dan surah-surah tertentu.
Disebutkan oleh Imam al-Zarkasyi dalam al-Bur-hdn fi 'Ulum al-Qur'dn, Nuh ibn Abi Maryam pernah
ditanya, dari mana ia memperoleh keterangan bahwa Ikrimah meriwayatkan dari Ibn Abbas tentang
keutamaan surah-surah Al-Quran.
Nuh menjawab, "Aku melihat orang-orang telah berpaling dari Al-Quran, sibuk dengan fikih Imam Abu
Hanifah dan Maghdzi (riwayat-riwayat peperangan Nabi) yang ditulis oleh Ibn Ishak. Sebab itulah aku
memunculkan hadis palsu itu."
Dr. Mushthafa al-Siba'i mengatakan, "Di antara penyebab munculnya hadis palsu adalah kebodohan
yang disertai hasrat besar terhadap kebaikan."
Hadis-hadis palsu banyak dimunculkan oleh kalangan zahid (ahli zuhud), ahli ibadah, dan kaum
saleh. Dengan membuat hadis palsu yang memotivasi orang lain untuk mencintai Al-Quran, mereka
mengira itu adalah bentuk ibadah kepada Allah dan pengabdian kepada agama. Ketika diingatkan
dengan sabda Nabi ini: "Siapa saja yang dengan sengaja berbohong atas namaku, ia sama saja sedang
mempersiapkan tempat tinggalnya di neraka" , mereka menjawab, "Kami berbohong demi membela
beliau, bukan untuk merugikan beliau."
Ini jelas menunjukkan mereka tidak tahu agama. Dikuasai hawa nafsu. Contoh lain yang mereka la55
56
Al-Burhdn ft 'Ulum al-Qur'dn, al-Zarkasyi, hal. 290. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq 'alayh).
55
56
kukan adalah membuat hadis palsu soal keutamaan surah-surah. Orang paling terkenal dalam hal ini
adalah Nuh ibn Abi Maryam. Alasannya banyak membuat hadis palsu adalah karena ia melihat umat
Islam telah berpaling dari Al-Quran, lebih disibukkan dengan fikih Abu Hanifah dan Maghdzi (riwayatriwayat peperangan Nabi) yang ditulis oleh Ibn Ishak.
Berapa Kali Mengkhatamkan Al-Quran?
Hal lain yang sengaja dibuat-dibuat untuk memantik semangat membaca Al-Quran sebanyak mungkin
adalah mengarang cerita tentang ulama salaf mengkhatamkan Al-Quran. Sudah masyhur bahwa
Rasulullah melarang sahabat mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari.
Abdullah ibn Umar bercerita, setiap malam ia mengkhatamkan ayat-ayat Al-Quran yang ia hafal.
Nabi kemudian mengetahuinya. Beliau segera menegur Ibn Umar.
"Khatamkanlah Al-Quran sekali setiap bulan!" kata Nabi.
"Aku masih muda dan kuat, Nabi," jawab Ibn Umar
"Kalau begitu sekali dalam dua puluh hari!" Ibn Umar menjawab seperti sebelumnya.
"Kalau begitu sekali dalam sepuluh hari." Masih dijawab dengan hal yang sama oleh Ibn Umar.
57
"Kalau begitu sekali dalam minggu." Masih dijawab dengan hal yang sama. Melihat Ibn Umar tak
mau menurut, Nabi segera berlalu meninggalkan Ibn Umar.
Dalam riwayat lain, Nabi mengatakan, "Tidak akan mampu memahami, orang yang mengkhatamkan
Al-Quran kurang dari tiga hari." Alasannya jelas, akal dan hati tidak akan mampu memahami
keseluruhan Al-Quran hanya dalam waktu kurang dari tiga hari.
Mengomentari hadis di atas, Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq Abadi berkata, "Makna hadis
itu demikian jelas: Al-Quran tak boleh dikhatamkan kurang dari tiga hari."
Ibn Mas'ud berkata, "Khatamkan Al-Quran dalam seminggu ... Jangan kurang dari tiga hari."
Mu'adz ibn Jabal tidak suka mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari.
Pernah suatu hari Rasulullah berkata kepada para sahabat, "Apakah seorang di antara kalian tidak
mampu membaca sepertiga Al-Quran dalam semalam?"
58
59
60
61
62
Diriwayatkan oleh al-Nasa'i dalam Fadhdil al-Qur'dn, Ahmad dalam Musnad-nya, 199, dan Ibn Majah, 1346.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ditulis kembali oleh al-Albani dalam al-Silsilab al-Shahibah, 1513.
Awn al-Ma'bud, 4/187.
Diriwayatkan oleh Sa'id ibn Manshur dengan rangkaian sanad yang sahih.
Fadhdil al-Qur'dn, Abu Ubaid, hal. 179.
58
59
60<
61
62
"Siapa di antara kami yang mampu melakukan hal itu, Rasulullah?!" tukas mereka.
"Allah al-wdhid al-shamad adalah sepertiga Al-Quran," jelas Nabi. Maksudnya adalah surah al-Ikhlash.
Jawaban sahabat di atas menunjukkan betapa sulit mereka membaca sepertiga Al-Quran hanya
dalam waktu semalam. Mereka tahu bagaimana seharusnya membaca Al-Quran.
Sejumlah hadis sahih yang menjelaskan batas minimal mengkhatamkan Al-Quran menegaskan
bahwa beliau tidak memberi keringanan kepada seorang pun untuk mengkhatamkan Al-Quran kurang
dari tiga hari.
Jika Anda pernah menjumpai riwayat yang mengatakan bahwa Utsman ibn Affan mengkhatamkan
Al-Quran dalam satu rakaat, perlu diketahui bahwa riwayat itu dinilai dha'if (tidak valid) oleh al-Tirmidzi. Imam al-Albani mengatakan, "Tepat sekali al-Tirmidzi menilai dha'if riwayat itu (serta riwayat
tentang Sa'id ibn Jabir). Sebab, tidak mungkin membaca Al-Quran hingga tuntas dalam satu rakaat,
sepanjang apa pun rakaat itu! Hal itu jelas menyalahi sunnah Rasulullah soal rukuk, sujud, dan posisi
berdiri dalam shalat. Dan, tak mungkin Utsman mengerjakan itu!"
63
64
6 3Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dha'if al-Tirmidzi, al-Albani, hal. 357.
64
"Inilah (tidak mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari) yang benar, yang sesuai dengan sunnah,"
kata Syekh Abdul Qadir al-Arnauth.
Tak jelas bagaimana cerita tentang Utsman ibn Affan ini (atau lainnya) bisa muncul. Menurut Ibn Katsir,
mungkin hadis (tentang mengkhatamkan Al-Quran) di atas tidak pernah sampai kepada mereka. Atau,
mungkin mereka memang dapat merenungkan dan memahami Al-Quran dengan bacaan cepat.
Membuka karya-karya tentang keutamaan Al-Quran, kita akan dibuat tercengang oleh cerita-cerita
ulama salaf. Disebutkan, seseorang mengkhatamkan Al-Quran enam puluh kali selama Ramadan. Ada
juga yang mengkhatamkannya dari Zuhur ke Asar, atau dari Magrib ke Isya. Yang lain mengkhatamkan
empat kali pada siang hari dan empat kali pada malamnya.
Mungkinkah orang mengkhatamkan Al-Quran pada jeda antara Magrib dan Isya' yang kira-kira
hanya satu jam? Jika memang benar, berarti ia menyelesaikan satu juz hanya dalam dua menit! Tidak
masuk akal!
Riwayat-riwayat yang tak jelas kebenarannya semacam itu, pertama, jelas menyalahi petunjuk
Rasulullah soal mengkhatamkan Al-Quran. Kedua,
65
66
67
65
66
6 7
bertentangan dengan firman Allah, Agar mereka merenungkan ayat-ayatnya. Ketiga, riwayat-riwayat
semacam itu tak bisa dibenarkan meski mereka mengakui adanya kebaikan soal waktu dalam
mengkhatamkan Al-Quran.
Barangkali, munculnya riwayat-riwayat yang tidak jelas kebenarannya itu lebih sebagai upaya
menghidupkan semangat umat Islam untuk menekuni Al-Quran.
Tetapi, sekali lagi sangat disayangkan, yang terjadi justru sebaliknya: orang semakin mencintai AlQuran, tetapi hanya sekadar membacanya. Tidak ada upaya untuk merenungkan, memahami, serta
memetik nilai positifnya. Dan, kecenderungan seperti itu terlihat jelas pada bulan Ramadan. Kita semua
tahu ... Semua orang berlomba-lomba mengkhatamkan Al-Quran sebanyak mungkin, tanpa tebersit
sedikit pun untuk merenungkan isinya.
68
69
68
6 9
(5)
TAK MEMENGARUHI PERILAKU
Di antara penyebab melemahnya kepercayaan terhadap Al-Quran adalah kenyataan bahwa banyak orang
yang menggeluti Al-Quran, namun nilai-nilai Al-Quran tak tecermin dalam perilaku mereka. Pun jika
ada, secara umum jumlahnya tak seberapa.
Kenyataan itu jelas berakibat buruk terhadap citra Al-Quran di benak masyarakat umum. Lebihlebih jika yang terjadi sebaliknya: perilaku orang-orang yang tak akrab dengan Al-Quran justru lebih
luhur dan mulia daripada orang-orang yang akrab dengannya. Akan muncul kesan Al-Quran hanya
diagungkan sebatas lembaran-lembarannya, bukan maknanya.
Jika Anda katakan kepada masyarakat awam bahwa seseorang harus memetik manfaat Al-Quran
sebagaimana generasi awal dulu maka yang segera tebersit di benak mereka adalah perilaku buruk para
penekun Al-Quran di atas. Anjuran-anjuran Anda tidak akan mendapat tanggapan baik. Tidak
menyentuh jiwa mereka.
Kami kutipkan sebuah tulisan berjudul "Separuh yang Hilang" yang dimuat di majalah al-Zuhur.
Tulisan tersebut mengungkapkan ironi kita, yaitu perbuatan yang tak sesuai dengan perkataan; adanya
jarak antara yang-seharusnya dengan kenyataan yang ada ...
Terbang rasanya hati gadis itu. Hatinya berbunga-bunga saat ia menjadi pilihan di antara sekian gadis. Si
pemuda akan meminangnya. Terbayang di benak si gadis betapa akan sangat indah menapak hidup bersama sang
pujaan. Dunia terasa dalam genggaman jemari, juga akhirat. Betapa tidak*l Pemuda itu penghafal Al-Quran,
menjadi imam dan khatib Jumat di Masjid Hay. Tak pernah absen berjamaah. Hidup bersamanya, pikir gadis itu,
adalah surga dunia dengan dikelilingi malaikat penebar kedamaian dan kebahagiaan. Tak ada pintu masuk untuk
penderitaan!
Ibu si gadis meminta suaminya mencari informasi jati diri si pemuda. Sambil tersenyum, sang suami
menjawab, "Kepada siapa lagi aku akan bertanya?! Bertawakal saja kepada Allah. Nasab pemuda itu bagus. Dari
wajahnya tampak jika dia pemuda yang rajin mengerjakan shalat."
Perkawinan pun dilangsungkan. Si gadis memasuki kehidupan yang ia anggap sebagai surga.
Namun, si gadis salah sangka. Suaminya ternyata tidak seperti yang ia bayangkan. Jati diri suaminya
terungkap. Si gadis berada di bawah ketiak pemuda yang tak bertanggung jawab.
Kening-pemuda yang berhias bekas sujud itu tak henti mengerut. Lidahnya yang selalu berzikir itu
mengeluarkan kata-kata kotor. Wajahnya yang bercahaya selalu berpaling setiap kali sang istri bicara atau
menanyakan sesuatu.
Lebih tragis lagi, tangan yang selalu digunakan untuk bertakbir dalam shalat ia gunakan untuk memukul
istrinya bila sedikit saja terjadi perselisihan. Dan, kaki yang tak terhitung berapa kali ia langkahkan ke masjid ia
gunakan untuk menendang apa saja ketika marah.
Pupus sudah kebahagiaan yang didambakan si gadis, berganti kegetiran. Perasaannya terkoyak oleh
kemunafikan, la tak percaya melihat suaminya sama sekali tidak mencitrakan kepala keluarga muslim. Ia teringat
kata-kata bijak sang suami tentang silaturahmi, sebelum menikah. Tentang keberadaan rumah sebagai kiblat. Tetapi,
ingatan itu segera terhapus oleh perilakunya yang kasar. Hampir gila ia dengan kehidupan semacam itu.
Si gadis membayangkan, suaminya mengerjakan shalat begitu lama, seolah-olah sedang berada di hadapan
malaikat. Begitu selesai, ia berganti baju menjadi manusia yang tak seorang pun menyangka ia pernah mengerjakan
shalat, meski satu rakaat!
Ketika ia berusaha mengingatkan, sang suami menganggapnya tidak beradab. Ketika ia minta persoalan rumah
tangga diajukan ke pengadilan, sang suami menolak dan tetap bersikeras merasa tidak bersalah. Ketika ia mengadu
kepada ayahnya, sang ayah justru menuduhnya telah menjelek-jelekkan pria baik secara berlebihan.
Si gadis akhirnya mengadu kepada ibunya. Sang ibu menjawab dengan gelisah, "Saya kira Musa, ter-
dalam benaknya: kebenaran prinsip memilih jodoh yang diajarkan Nabi hanya separuh yang ia dapatkan.
Separuh yang lain entah di mana.
70
7 0Majalah al-Zuhur, edisi 78, tahun V I I , Rabiul Akhir 1428 / Mei 2007.
(6)
TERBUJUK RAYUAN SETAN
Iblis telah bersumpah atas nama Allah untuk menyesatkan manusia dan menggiring mereka ke neraka.
Ia tidak akan membiarkan generasi umat ini mewariskan Al-Quran kepada generasi selanjutnya. Ia tidak
ingin keimanan mereka tumbuh agar mereka mudah tergoda, tidak ingin mereka berada di jalan lurus,
tidak ingin mereka masuk ke surga.
Iblis sudah mengetahui betapa hebat pengaruh Al-Quran kepada generasi sahabat. Jika hal itu juga
terjadi pada generasi selanjutnya (dan umat ini secara keseluruhan) jelas akan mempersulit langkah iblis
menggoda umat. Sementara, iblis sama tak mungkin merekayasa Al-Quran, sebab Allah sendiri yang
menjamin akan menjaganya. Kami yang menurunkan Al-Quran, dan Kami pula yang akan menjaganya.
Lalu, apa yang dilakukan setan terhadap Al-Quran?
Setan melancarkan aksinya sedikit demi sedikit. Pelan-pelan, ia menjauhkan umat Islam dari AlQuran. Pun jika ada yang berinteraksi dengannya, itu pada hal-hal yang tak substantif. Al-Quran hadir di
tengah umat dalam bentuk mushaf, namun nilai-nilainya hilang tanpa berbekas. Umat tidak menyada71
71
Q.S. A l - H i j r [ 1 5 ] : 9 .
Sebenarnya setan tidak mempunyai kekuatan langsung atas diri manusia. Kekuatan setan akan
berpengaruh hanya jika bertemu hawa nafsu atau kebodohan. Buta terhadap hakikat dan tujuan AlQuran adalah pintu besar tempat setan masuk untuk membujuk dan memperdayai manusia.
Sementara, hawa nafsu terwujud dalam berbagai hal: memajukan budaya menghafal, membentuk
lembaga dengan program cara cepat membaca, membangun rasa bangga bila berhasil membaca dan
menghafalnya, menjadikannya sebagai sumber penghasilan, dan lain sebagainya.
Pintu-pintu yang merupakan cabang dari dua pintu utama di ataskebodohan dan hawa nafsu
sungguh tak terhitung jumlahnya. Semua menuju satu titik: membuat manusia berpaling dan tidak
memetik manfaat hakiki Al-Quran.
Setan Pantang Menyerah
Yang pertama dilakukan setan agar umat Islam tak menghidupkan Al-Quran adalah membujuk mereka
untuk tidak membacanya, atau membuat mereka menunda-nunda membacanya, atau menyibukkan
mereka dengan pekerjaan lain.
Jika tak mampu menahan umat membaca Al-Quran, setan akan menggoda mereka dengan membuat
mereka lelah dan mengantuk, atau mendorong mereka membacanya karena nafsu mendapatkan pahala
tanpa merenungkan maknanya, atau membuat lidah mereka sulit membaca ayat-ayat, atau meng-
ingatkan mereka tentang urusan-urusan sehingga mereka segera mengurungkan membacanya, atau
mengarahkan mereka berfokus hanya kepada cara baca yang bagus.
Ibn Hubairah mengatakan, di antara tipu daya setan adalah menjauhkan orang dari kemauan
merenungi Al-Quran. Setan tahu, petunjuk kebenaran Al-Quran diraih dengan cara merenunginya. Setan
berbisik, "Bahaya!" Orang pun akan berkata, "Aku tidak membaca Al-Quran justru karena berhati-hati."
Imam al-Ghazali berkata, "Di antara cara setan menjadikan orang-orang tidak memedulikan
kandungan Al-Quran adalah membuat mereka menekuni secara berlebihan tata cara baca Al-Quran.
Setan selalu membisikkan bahwa mereka salah membaca huruf-huruf. Jika sudah begitu, bagaimana
mereka punya waktu untuk mengungkap kandungan makna Al-Quran?! Setan akan tertawa gembira."
Dalam kesempatan lain al-Ghazali berkata, "Jika merenungi petunjuk Nabi soal membaca Al-Quran,
bagaimana beliau tak menyalahkan model-model bacaan para sahabat, kita akan tahu, perhatian
berlebihan terhadap cara membaca huruf Al-Quran bukan termasuk hal yang pernah dicontohkan
beliau."
72
73
74
71Tadabbur al-Qur'dn, al-Sunaidi, hal. 48, dinukil dari Dzayl Thabaqdt al-Handbalah, Ibn Rajab, 3/273. Ihyd' 'Ulum alDtn, 1/439, 440. Ighdtsah al-Labfdn, 1/254.
7i
74
75
Q.S. A l - N a h l [ 1 6 ] : 9 8 .
(7)
ANGGAPAN-ANGGAPAN KELIRU
Semua hal di atas menjadi penyebab Al-Quran tersisih dari benak umat. Kepercayaan terhadap Al-Quran
terkikis. Al-Quran hanya dijadikan sebagai sumber berkah, dibaca sebagai pembuka acara, sementara
kandungan maknanya terabaikan.
Ketika tujuan dan fungsi Al-Quran diabaikan, ketika yang diwariskan dari generasi ke generasi
hanya mushaf dan bukan makna, ketika nilai-nilai Al-Quran tak memengaruhi perilaku, ketika setan
terus-menerus membujuk manusia agak tak mengkaji dan memetik manfaat darinya ... apa yang bisa kita
tunggu dari semua itu?
Kepahitan! Al-Quran kehilangan fungsi sebagai tuntunan kehidupan, tak ada lagi generasi qur'dni,
umat menjadi rendah. Itu secara umum. Secara khusus, yang terjadi jauh lebih rumit!
Sebenarnya semua itu tidak perlu terjadi jika saja Al-Quran diperlakukan secara tepat: ia diturunkan
untuk sebuah missi besar, yaitu menunjukkan jalan lurus menuju Allah. Jika tujuan itu dilupakan maka
apa yang sebenarnya hanya menjadi perantara untuk mencapai missi itu justru menjadi tujuan utama,
sementara tujuan utama yang sebenarnya terabaikan.
Di tulisan ini, kami akan menambahkan beberapa pemahaman dan praktik menyimpang lainnya
yang berkembang di kalangan kaum muslim.
78
79
77
Q.S. Al-Baqarah [02]: 185. Q.S. Al-Furqan [25]: 6. Q.S. Shad [37]: 29.
78
79
lah yang menurut Ibn Taymiyah menghambat orang untuk memahami Al-Quran.
Imam al-Ghazali mencatat beberapa hal yang menghambat seseorang memahami Al-Quran, lalu
mengatakan, "Seseorang sudah membaca tafsir yang sudah gamblang. Ia lalu meyakini tak ada lagi
makna lain dari kata dan kalimat Al-Quran selain yang ia peroleh dari Ibn Abbas, Mujahid, atau yang
lain."
Muhammad Abduh menegaskan, Allah berbicara melalui Al-Quran kepada orang-orang yang memang
hidup pada masa turunnya Al-Quran itu, namun bukan berarti Al-Quran itu khusus untuk mereka. Ia
turun bukan semata karena mereka. Mereka hanyalah bagian dari manusia yang menjadi objek tujuan
turunnya Al-Quran. Allah berfirman, Wahai segenap manusia! Bertakwalah kepada Allah! Apakah masuk
akal bila kita rela tidak memahami firman itu dengan pemahaman kita sendiri, karena merasa harus
mengikuti pendapat orang yang sama sekali tidak ada titah jika harus diikuti?! Tidak! Setiap orang wajib
memahami Al-Quran dengan kadar keilmuan dan kemampuan masing-masing."
Saya tidak mengatakan kita tidak butuh tafsir. Yang saya maksudkan adalah kita harus berinterak80
81
82
Qd'idah ft Fadhdil al-Qur'dn, Ibn Taimiyyah, hal. 67. 'Ihyd' 'Ulum al-Din, 1/441.
Tafsir al-Fdtihah wa Juz' 'Amma, Muhammad Abduh, hal. 11.
8Q
81
si secara langsung dengan Al-Quran dan menggunakan akal kita untuk memahami Al-Quran sesuai
kemampuan. Di sisi lain kita juga perlu merujuk kepada tafsir untuk mengetahui makna yang
belum jelas bagi pemahaman kita.
Sekadar Memburu Pahala
Anggapan bahwa Al-Quran hanyalah sumber pahala dan keberkahan harus diluruskan. Sudah
umum dipahami bahwa membaca satu huruf Al-Quran bernilai sepuluh kebaikan. Semakin banyak
huruf yang dibaca, semakin berlipat pahala didapat. Merenungkan isinya hanya menghambat untuk
mendapat pahala and kebaikan sebanyak mungkin.
Dengan pemahaman seperti itu banyak orang yang kemudian enggan merenungkan Al-Quran.
Mereka lebih memilih berlomba-lomba mengkhatam-kannya sebanyak dan secepat mungkin
khususnya pada bulan Ramadan.
Membaca Al-Quran secara cepat itu mudah. Dan dengan itu orang terkadang merasa puas
karena telah berhasil menyelesaikan sejumlah juz. Mereka rela membuang waktu dan tenaga untuk
mendapatkan kepuasan itu.
Maka, membaca bukan lagi sebagai sarana untuk memahami Al-Quran, melainkan telah
menjadi tujuan itu sendiri, yang menjadi perhatian banyak orang!
nanya, aku pun tumbuh tanpa memahami apa-apa. Proses menghafal membuang waktuku untuk
merenungi Al-Quran. Aku memikirkan apa yang sudah kulakukan. Dan aku tidak mau mengulanginya
lagi. Aku mulai mendalami ayat demi ayat, surah demi surah yang selama ini aku hafalkan, dan
meninggalkan kebiasaan yang tak baik tersebut."
Yang Disebut Melupakan Al-Quran
Yang dimaksud tidak melupakan Al-Quran adalah merenungkan dan memahami artinya. Melupakan
sesuatu berarti tidak mengamalkannya.
Abu Syamah memahami hadis-hadis tentang "buruknya melupakan Al-Quran" dengan "tidak
mengamalkan maknanya". Sebab, lupa berarti meninggalkan. Allah berfirman, Kami telah benar-benar
perintahkan kepada Adam dahulu, kemudian ia melupakan (akan perintah itu).
Abu Syamah menuturkan, ada dua kondisi Al-Quran kelak pada hari kiamat. Pertama, ia menjadi
penolong bagi orang yang mengamalkannya. Kedua, ia menjadi keluhan bagi orang yang melupakannya.
Meninggalkannya, mengabaikannya, dan tidak mengamalkannya."
84
85
S4
85
Ia menambahkan, "Orang yang mengabaikan Al-Quran tak jauh berbeda dengan orang yang
melupakannya."
Di al-Tidzkdr, al-Qurthubi meriwayatkan dari Sufyan al-Tsauri, "Tidak disebut melupakan Al-Quran orang
yang kehilangan hafalannya, selama ia mengerjakan yang dihalalkan dan menjauhi yang diharamkan AlQuran." Bagi, al-Qurthubi, pernyataan Sufyan al-Tsauri tersebut sangat bagus. Penafsiran yang
mengarahkan pada nilai tertentu.
Jadi, yang disebut melupakan Al-Quran adalah jika seseorang hafal Al-Quran dan mengetahui
pesan-pesannya, tapi tidak mengamalkannya.
Abu al-Darda' mengatakan, "Aku khawatir kelak pada hari kiamat akan ditanya: kau mengetahui isi
Al-Quran atau tidak? Dan kujawab aku mengetahuinya. Lalu, ayat-4yat yang berisi perintah akan
menanyaiku: sudahkah kau melaksanakan perintah? Dan ayat-ayat yang berisi larangan juga akan
menanyaiku: sudahkah kau menjauhi larangan?"
"Aku berlindung kepada Allah dari ilmu yang tak diamalkan dan dari doa yang tak dikabulkan,"
lanjut Abu al-Darda' seraya berdoa.
86
87
88
S6Al-Zawdjir, Ibn hajar al-Haitsami, hal. 157. Al-Tidzkdr ft Afdhal al-Adzkdr, hal. 219. Hadits al-Qur'dn 'an al-Qur'dn, hal. 46.
S7
Penyakit Hati
Di antara anggapan keliru terkait Al-Quran adalah merasa tidak pantas mendekati Al-Quran karena
merasa banyak dosa. Mereka yang beranggapan demikian merasa harus membersihkan diri lebih dulu
sebelum mendekati Al-Quran. Setelah berusaha membersihkan diri, mereka pun ragu-ragu, apakah
sudah benar-benar bersih atau belum. Mereka terombang-ambing ... Sesungguhnya tak perlu merasa
demikian. Sebab, hal seperti itulah yang menjadi penghalang seseorang memetik manfaat dari Al-Quran.
Salah satu fungsi terpenting dari Al-Quransebagaimana disebutkan di sanaadalah sebagai obat
jiwa. Sebagai obat, ia hanya diperuntukkan bagi orang yang sakit, bukan orang yang sehat. Jika ada yang
menganggap dirinya tidak pantas mengkaji Al-Quran karena merasa jiwanya kotor, justru orang seperti
itulah yang paling pantas melakukannya.
Allah berfirman, Telah datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit-penyakit di
dada, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang beriman.
Kita bisa menengok sejarah, orang-orang kafir yang angkuh, semisal Abu Jahal, Walid ibn alMughirah, dan Utbah ibn Rabi'ah, pun juga tak luput dari pengaruh Al-Quran. Untuk itu mereka berkata
sebagaimana dicatat oleh Al-Quran, Jangan
89
89
pernah kalian dengarkan Al-Quran ini. Buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkan
mereka.
Kami tidak bermaksud mengecilkan pengaruh maksiat dan penyakit hati dalam upaya memahami
dan menyerap nilai-nilai Al-Quran. Tidak bisa disangkal, jiwa yang bersih lebih cepat menangkap pesanpesan Al-Quran. Dan, pada saat yang sama, jiwa yang sakit pun bisa diobati dengan Al-Quran. Dengan
perenungan secara terus-menerus terhadapnya, jiwa yang sakit akan terobati.
Cukuplah ayat berikut sebagai penguat pernyataan di atas: Ketahuilah, Allah menghidupkan bumi
sesudah kematiannya. Kami telah menjelaskan kepada kalian tanda-tanda kebesaran-Ku supaya kalian
memikirkannya.
Ibn Katsir menafsirkan, "Allah melunakkan hati yang keras, memberi petunjuk kepada orang yang
bingung, menghilangkan kesusahan, sebagaimana Ia menghidupkan tanah gersang dengan hujan lebat.
Allah menghidupkan hati yang keras dengan bukti dan petunjuk Al-Quran. Allah memasukkan cahaya
ke dalam hati yang tertutup dan tak tertembus apa pun.
Hanya orang angkuh yang tak bisa memetik manfaat apa pun dari Al-Quran. Orang seperti itu
90
91
92
90
91
92
selalu merasa tidak membutuhkannya. Tidak akan pernah sudi mencari obat penawar jiwa di sana.
Yang Dicontohkan Nabi dan Sahabat
Hal lain yang menjauhkan seseorang dari Al-Quran adalah anggapan bahwa seseorang mampu
menggabungkan dua cara: membaca Al-Quran secara cepat tanpa berusaha memahamiyang terpenting
adalah pahalapada satu kesempatan, dan pada kesempatan lain membaca Al-Quran dengan disertai
pemahaman dan perenungan.
Anggapan seperti itu hanya menuntun seseorang mengkaji Al-Quran sebatas huruf-huruf dan tidak
mau menyelami isi dan memetik manfaatnya. Dan tidak merasa bahwa membaca cepat itu tercela. Ia
beranggapan, dosa membaca Al-Quran dengan cara itu bisa dihapus pada lain kesempatan, yaitu saat
membacanya dengan perenungan.
Orang yang menerima dua cara seperti itu pada akhirnya jelas, yang akan banyak ia lakukan adalah
membaca Al-Quran secara cepat tanpa perenungan. Sebab, membaca secara cepat tak membutuhkan
banyak waktu dan tenaga. Orang akan senang jika berhasil menyelesaikan satu surah atau juz secara
cepat.
Berbeda dari membaca cepat, untuk bisa merenungi Al-Quran, dibutuhkan pembacaan yang pelan
dan tenang, menyertakan pikiran untuk memahami maksud ayat demi ayat meski secara garis besar. Cara
membaca seperti itu jelas membosan-
kan. Dengan cara seperti itu barangkali seseorang ingin segera beranjak, atau memutuskan
membacanya secara cepat.
Petunjuk terbaik adalah petunjuk Nabi, dan contoh terbaik adalah generasi sahabat. Tak ada
satu pun petunjuk Nabi dan contoh dari sahabat tentang cara seperti itu: membaca Al-Quran
dengan perenungan pada satu kesempatan dan membacanya secara cepat tanpa perenungan pada
kesempatan lain. Hanya ada satu cara yang mereka contohkan: membacanya dengan perenungan
dan pemahaman.
Mendalami Makna
Beberapa orang yang bermaksud memetik manfaat dari Al-Quran merasa harus berhenti pada
setiap kata untuk memahami artinya dan mendalami isinya. Sehingga, mereka hanya mampu
membaca beberapa ayat saja. Al-Quran seolah hanya berbicara kepada akal dan tidak untuk hati.
Membaca dengan cara seperti itu memang memperkaya pemahaman, namun tidak menambah iman
di dada. Lama-kelamaan, cara seperti itu membuat jenuh dan bosan. Seseorang menyesal karena
kehilangan pahala sebab sedikit ayat yang ia baca, dan pada gilirannya ia akan kembali membaca
Al-Quran secara cepat.
Pesan Para Sahabat
Anas ibn Malik bercerita, pada satu kesempatan Umar ibn al-Khaththab membaca Al-Quran. Sam-
94
95
96
94
95
96
170.
Mengkhatamkan Al-Quran
Hal lain yang menjauhkan seseorang dari Al-Quran adalah adanya kepuasan jika dapat mengkhatamkan
Al-Quran dalam batas waktu tertentu. Hal demikian mendorong seseorang membaca Al-Quran secara
cepat agar batas waktu itu tercapai.
Ibn Abi Daud meriwayatkan dari Makhul bahwa waktu paling cepat yang ditempuh para sahabat
Rasulullah untuk mengkhatamkan Al-Quran adalah seminggu. Ada pula yang mengkhatamkan dalam
sebulan, dua bulan, bahkan lebih lama lagi.
Di al-Madkhal U Dirdsat al-Qur'dn, Muhammad Abu Syuhbah menukil hadis berisi pesan Nabi
kepada Abdullah ibn al-Ash: "Selesaikan Al-Quran dalam empat puluh hari." Muhammad Abu Syuhbah
berkomentar, "Hadis tersebut tidak menunjukkan bahwa mengkhatamkan Al-Quran lebih dari empat
puluh hari itu jelek. Tidak menunjukkan bahwa mengkhatamkan Al-Quran selain dalam empat hati itu
tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Nabi mengatakan itu karena menyesuaikan kemampuan Abdullah ibn
al-Ash, atau karena empat puluh hari itu adalah waktu yang biasa ditempuh para sahabat untuk
mengkhatamkan Al-Quran."
Di sini saya tidak bermaksud mengendurkan semangat membaca dan mengkhatamkan Al-Quran,
bahkan sebaliknya. Semua surah Al-Quran adalah
97
98
obat sempurna bagi jiwa. Jika si penderita meminum obat itu secara rutin dan tepat, tentu ia akan cepat
sembuh dan terbebas dari penyakit.
Yang ditekankan di sini adalah soal menggunakan waktu untuk Al-Quran tanpa memberi batasanbatasan tertentu, sehingga Al-Quran lebih bisa direnungi dan dikhayati untuk menggali sumber-sumber
keimanan.
Lebih Baik Mendengarkan
Di antara hal yang menjauhkan seseorang dari Al-Quran adalah anggapan keliru bahwa mendengarkan
bacaan Al-Quran lebih kuat pengaruhnya daripada membaca. Anggapan seperti itu membuat seseorang
tak lagi mau membaca Al-Quran.
Lain hal jika seseorang tergetar hatinya karena makna dari bacaan Al-Quran yang ia dengar dan ia
pahami. Itu bagus, sebab dapat menumbuhkan benih-benih keimanan di hati.
Ibn Taimiyah menulis, "Umar ibn al-Khaththab pernah meminta Abu Musa al-Asy'ari agar ia
menyampaikan sesuatu yang dapat mengingatkan seseorang kepada Allah. Abu Musa lalu membacakan
Al-Quran. Umar dan semua orang yang ada pada saat itu menyimak. Mereka menangis. Begitulah
kebiasaan pada sahabat Nabi. Jika berkumpul, mereka meminta salah seorang untuk membacakan AlQuran. Yang lain menyimak.
Ibn Taimiyah melanjutkan, "Hal seperti itu membuat pengetahuan mereka bertambah dan ada
rasa spiritual yang merasuki hati mereka yang tak mereka peroleh dari ucapan atau tulisan lain. Seperti
halnya merenungi dan memahami Al-Quran dapat meningkatkan keimanan dan menambah
pengetahuan yang tak mereka dapatkan dari penjelasan apa pun."
Al-Quran memberi kita contoh cara benar menyimak Al-Quran yang disertai perenungan
terhadapnya. Allah berfirman, Apabila mereka mendengarkan ayat yang diturunkan kepada Rasul, kaulihat
mereka mengucurkan air mata karena mengetahui kebenarannya. Mereka berkata, "Ya Tuhan! Kami beriman. Maka,
catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi [atas kebenaran Al-Quran dan kenabian Muhammad]."
Mereka menangis karena memahami isinya.
Sekarang, bagaimana jika seseorang tersentuh karena bacaan yang bagus, meski tanpa memahami
maknanya? Bagaimana jika seseorang menangis karena bacaan yang merdu, bukan karena memahami
artinya?
Mungkin saja seperti itu. Tapi hal itu tidak memberi pengaruh kepada keimanan. Sebab, keimanan
hanya tergetar dan tumbuh ketika mendengar bacaan Al-Quran seraya memahami maknanya.
99
100
101
Bakar Abu Zaid berkata, "Yang akan dinilai sebagai ibadah adalah jika hati tergetar karena
memahami makna-makna firman Allah, bukan tersentuh karena mendengar lantunan ayat-ayat yang
dibacakan dengan suara bagus tapi tidak memahami maknanya."
Hati tak selalu terpaut cinta hanya kepada Allah. Terkadang, secara bersamaan, ia juga terpaut cinta
kepada selain-Nya. Ketika hati tersentuh karena mendengar suara indah bacaan Al-Quran, tak selalu itu
karena keterpautan hati dengan-Nya. Tak semua hati yang tergetar adalah karena ungkapan cinta yang
besar kepada Allah.
Tetapi, bukankah mendengarkan bacaan Al-Quran dari orang yang bersuara indah itu dianjurkan,
seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi?
Benar. Tetapi anjuran itu adalah semata dorongan agar Al-Quran lebih bisa dipahami maknanya dan
lebih bisa menggetarkan hati. Ibn Katsir mengatakan, "Yang sesuai dengan syariat adalah suara indah
yang mendorong seseorang lebih merenungi dan memahami Al-Quran, mengantarkan kepada
kekhusyukan dan ketaatan."
Sedangkan Al-Quran yang dibacakan dengan model lagu tertentu dalam rangkaian acara hiburan
dan musik jelas tidak masuk ke dalam kategori di
Hijr al-Qur'dn, hal. 77-78, dengan sedikit penyesuaian.
Nuzhah al-Asmd' ft masalah al-Simd' min Majmu Ras-ddil Ibn Rajab, hal. 472.
102
103
101
l03
atas. Al-Quran mesti dijauhkan dari semua itu. Terlalu berlebihan jika Anda masih mempertanyakan
boleh-tidaknya masalah yang sudah jelas-jelas dilarang oleh sunnah itu.
Dalam sebuah hadis disebutkan, Rasulullah begitu mencemaskan munculnya enam hal dalam
umatnya, yaitu penguasa yang bodoh, banyaknya para tentara penguasa, praktik suap dalam hukum,
putusnya persaudaraan, maraknya pembunuhan, orang-orang tak paham agama menjadikan Al-Quran
sebagai nyanyian.
104
105
Fadhdil al-Qur'dn, Ibn Katsir, hal. 114, 115. Hadis sahih. Diriwayatkan oleh al-Thabrani, dan dinilai sahih oleh
al-Albani dalam Shahih al-]dmi, hal. 2812.
105
BAB 7
256
mendalami, dan mengamalkannya. Sedangkan melafalkan, menyimak, dan menghafalkan Al-Quran tak
lebih hanyalah perantara dari "membaca" tersebut. Para ulama salaf mengatakan, "Al-Quran diturunkan
untuk diamalkan. Bacalah ia sebagai perantara untuk mengamalkannya."
Ibn al-Qayyim berkata, "Yang disebut ahli Al-Quran adalah orang-orang yang memahami Al-Quran
sekaligus mengamalkan isinya, walaupun mereka tidak menghafalnya di luar kepala." Artinya, orang
yang tidak memahami Al-Quran dan tidak mengamalkan isinya tidak bisa disebut ahli Al-Quran
meskipun ia menghafalnya dan mampu membacanya secara fasih.
Apa jalan keluar yang bisa diharapkan kalau sebagian besar umat Islam tidak mengetahui nilai
hakiki Al-Quran dan tujuan ia diturunkan ?
Memang sangat sulit mengharapkan seseorang sembuh dari penyakitnya, sementara ia tidak mau
mengonsumsi obat yang sebenarnya ada di tangannya. Ia membiarkan dirinya terus-menerus digerogoti
penyakitnya. Tidak sedikit dari kita yang hatinya ge1
lisah dan imannya lemah, namun begitu Al-Quran disodorkan, kita tidak memedulikannya. Al-Quran
sudah dianggap hanya sebagai benda keramat. Al-Quran seperti telah terpisah dari tujuan sebenarnya ia
diturunkan.
Keyakinan: Kunci Utama
Jika kita menghadapkan diri kepada Al-Quran dan menelisik sebab-sebab keengganan kita
mengamalkannya, kita segera tahu diri bahwa keyakinan kita terhadap Al-Quran begitu lemah. Begitu
rendah kepercayaan kita bahwa Al-Quran mampu membangkitkan keimanan kita dan mampu
mengubah diri kita.
Abdullah ibn Umar mengatakan, "Kami hidup di zaman dengan dua tipe golongan. Tipe pertama
adalah orang-orang yang telah memiliki keimanan sebelum Al-Quran diturunkan. Begitu surah demi
surah diturunkan kepada Nabi Muhammad, mereka mempelajari kandungannya: tentang halal, haram,
dan ayat-ayat yang dipahami tanpa perlu dibahas. Seperti kalian sekarang ini. Tipe kedua adalah orangorang yang mengkaji Al-Quran tanpa memiliki keimanan. Mereka membaca Al-Quran dari awal sampai
akhir tanpa memahami apa yang ia baca. Padahal, setiap huruf Al-Quran selalu menyeru: Aku diutus
Allah
punya kemauan merenungi Al-Quran (untuk kemudian tak berkutat hanya menghafalnya) dan
menerapkan nilai-nilainya dalam perilaku.
Maka, memantapkan keyakinan kita terhadap Al-Quran adalah langkah awal agar kita memiliki
kemauan memetik manfaat dari Kitab Suci itu. Imam Bukhari pernah mengatakan, "Hanya orang yang
memercayai Al-Quran saja yang dapat merasakan kenikmatannya."
Bagaimana penjelasan teoretis itu diterapkan ke dalam perilaku praktis, sehingga akan terjadi keterpautan hati dan Kitab Suci?
Setidaknya ada tiga hal inti yang mesti kita lakukan: pertama, membulatkan tekad. Kedua, tulus
berdoa agar diberi kemudahan. Dan, ketiga, men-ciptakan kedekatan dengan Al-Quran.
Pertama: Membulatkan Tekad
Seperti disebut di atas, langkah paling awal kembali kepada Al-Quran adalah memantapkan keyakinan
kepada Al-Quran itu sendiri, mengenali nilai-nilainya, percaya bahwa ia mampu menghidupkan hati dan
mengubah jiwa menjadi lebih baik.
Di samping itu, kita juga harus mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak
diinginkan saat menjalani langkah di atas dan meluruskan pemahaman dan anggapan keliru terhadap
Al-Quran yang telanjur mengakar. Semakin kuat kepercayaan kita terhadap Al-Quran, semakin
kuat tekad kita. Lalu, muncullah dorongan yang besar untuk kembali kepada Al-Quran.
Sayyid Quthb berkata, "Sekecil apa pun pengetahuan manusia tentang kebenaran dan kebatilan, tentang
hidayah dan kesesatan, kebenaran akan tetap dengan karakternya sendiri: telah jelas dan tidak
membutuhkan penjelasan panjang."
Allah berfirman, Sesungguhnya dalam kisah Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang bertanya. Al-Sa'di mengatakan bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah telah jelas bagi
orang-orang yang bertanya, baik bertanya secara verbal mau pun nonverbal (perilaku mereka menunjukkan jika
mereka orang-orang yang ingin tahu). Mereka yang senantiasa bertanya itulah yang dapat memetik pelajaran dan
manfaat dari ayat-ayat dan ungkapan-ungkapan Al-Quran. Adapun mereka yang berpaling jelas tidak akan
memetik manfaat apa-apa.
Kecintaan terhadap sesuatu mendorong seseorang ingin memilikinya, lalu berusaha memetik
manfaatnya.
Perhatikanlah pernyataan Abu al-Hasan al-Nadawi: Di antara syarat pokok dapat memetik manfaat
Al-Quran adalah memiliki kemauan. Jika tidak, bagaimana Al-Quran bisa memberi pengaruh? Di
7
antara sunnah Allah adalah bahwa Dia tidak akan memberi kecuali adanya kemauan dan doa. BagiNya,
kedua hal itu sangat penting ... Rasa gelisah yang tak berkesudahan, rasa tak pernah puas, semangat
untuk memperbaiki diri dan berubah, tak bosan-bosan mencari cara, semua itu adalah langkah awal
meraih kebahagiaan."
Kedua: Tulus Berdoa Agar Diberi Kemudahan
Hanya Allah yang berkuasa membuka hati kita sehingga ia bisa terjalin dengan Al-Quran. Jika aku
mendapat petunjuk maka itu adalah sebab apa yang diwahyukan Tuhan kepadaku.
Meski demikian, Allah mengaitkan kuasa-Nya itu dengan kesungguhan hamba. Barang siapa berserah
diri maka ia benar-benar telah menempuh jalan lurus.
Dalam sebuah hadis kudsi Allah berfirman, "Wahai Hamba-Ku! Kalian tersesat kecuali yang Ku-beri
petunjuk. Maka, mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Ku-beri."
Kalimat pertama (Kalian tersesat kecuali yang Ku-beri petunjuk) menegaskan bahwa hidayah
merupakan hak Allah. Sedangkan kalimat kedua (mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Ku-beri)
menegaskan
Al-Madkhal ild Dirdsdt al-Qur'dniyyah, al-Nadawi, hal.
10
11
12
13
10
93.
Q.S. Saba' [34]: 50. Q.S. Al-Jinn [72]: 14. Diriwayatkan oleh Muslim.
12
13
peran hamba dalam memperoleh hidayah itu. Hidayah memang dari Allah, tetapi ia bermula dari
permintaan, baik dalam doa maupun perilaku.
Diriwayatkan dari Abu al-Darda', setelah menurunkan Adam ke dunia, Allah berfirman, "Wahai
Adam! Cintailah Aku, dan jadikan Aku di dicintai oleh makhluk-Ku. Tetapi, kau takkan bisa melakukan
itu kecuali dengan kuasa-Ku. Bila Ku-lihat kau begitu berkeinginan melakukannya, aku akan
membantumu."
Pertolongan Allah Sesuai Tekad Hamba
Ibn Rajab mengatakan, pertolongan Allah tergantung kepada kemauan hamba dalam mendapatkannya.
Siapa yang benar-benar menginginkan kebaikan, niscaya Allah akan membantu mendapatkannya.
Tekad dan kemauan keras mendapat petunjuk Allah adalah awal kebaikan. Ada sebagian orang yang
mengetahui bagaimana meraih petunjuk, tetapi ia tidak mempunyai kemauan melakukannya. Padahal,
setiap kebaikan takkan pernah bisa diraih tanpa tekad dan semangat. Hanya tekad yang membuat
pasukan kebatilan bertekuk lutut, dan pasukan kebenaran meraih kemenangan. Abu Hazim berkata,
"Jika seorang hamba bertekad meninggalkan dosa, niscaya jalan akan terbuka."
uIstinsydq Nasim al-Uns, Ibn Rajab al-Hanbali, hal.
14
15
127.
l5
Tidak ada pilihan lain jika seseorang ingin memetik manfaat Al-Quran selain menguatkan kemauan
dan tekad, lalu berdoa disertai dengan berusaha.
Menindaklanjuti Semangat
Selanjutnya, bila benar-benar ingin memetik manfaat hakiki Al-Quran, kita menindaklanjuti semangat
tersebut dengan berdoa dan merendahkan diri di hadapan Allah. Kita memohon secara sungguhsungguh hanya kepada Allah agar Ia membuka hati kita untuk menerima cahaya Al-Quranseperti
orang yang dihantam gelombang dan nyaris tenggelam di lautan, tak ada tempat bergantung selain doa
dan harapan agar Allah menyelamatkan dirinya.
Ibn Rajab mengatakan, "Allah akan mengabulkan doa kita sebesar kesungguhan dan kebutuhan
kita."
Rasulullah bersabda, "Allah tidak akan mengabulkan doa hati yang lalai."
Jangan merasa cukup sekali berdoa. Lakukan secara terus-menerus, tunjukkan bahwa kita benarbenar membutuhkan hingga Allah membukakan pintu dan mengabulkan doa kita.
Allah selalu mendengar doa kita sejak pertama ia dipanjatkan, dan berkuasa mengabulkannya. Dia
hanya ingin melihat seberapa besar kesungguhan kita. Dia sengaja menguji kita dengan tidak langsung
16
17
Al-Dzull wa al-Inkisdr, Ibn Rajab. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Tirmidzi.
16
17
mengabulkan doa kita. Jika kita kemudian berhenti berdoa, itu tanda bahwa kita tidak bersungguhsungguh mendapatkan keinginan kita. Karena itu, Rasulullah pernah bersabda, "Doa kalian akan
dikabulkan selama kalian tidak terburu-buru dan berkata, 'Aku telah berdoa, tetapi tidak dikabulkan."'
Jika kita terus-menerus berdoa sampai pada kondisi benar-benar merasa butuh maka pintu hati kita
akan terbuka, setan bersembunyi, dan Al-Quran masuk ke sana, bercahaya dengan cahaya Tuhan.
Di antara waktu paling tepat untuk berdoa kepada Allah adalah sebelum mulai membaca Al-Quran,
seolah mempersiapkan hati untuk menyambutnya. Allah berfirman, Tidak akan mendapat pelajaran kecuali
orang-orang yang kembali kepada Allah. Maka, sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepa-da-Nya. Begitu
pula saat kita merasa sulit memahami ayat-ayat Al-Quran.
Ibn Katsir menulis hijrahnya Umar ibn al-Khath-thab, Iyasy ibn Rabi'ah, dan Hisyam ibn al-Ash ...
Umar berhasil sampai ke Madinah, sementara Hisyam dan Iyasy berhasil ditangkap oleh Abu Jahal dan
dipulangkan ke Makkah. Pada saat itu, tersebar di kalangan umat Islam anggapan bahwa Allah tidak
akan menerima tobat orang yang sedang mendapat ujian. Setelah Rasulullah tiba di Madinah, turunlah
ayat: Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang me18
19
18
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Q.S. Ghafir [40]: 13, 14.
19
lampaui batas terhadap diri sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kembalilah kalian kepada
Tuhan, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepada kalian, lalu kalian tidak dapat ditolong lagi.
Ikutilah apa yang terbaik yang telah diturunkan Tuhan kepada kalian sebelum datang azab kepada kalian secara
tiba-tiba, sedangkan kalian tidak menyadarinya."
Kata Umar, "Ayat itu langsung kutulis dan kukirimkan kepada Hisyam ibn al-Ash."
Hisyam bercerita, "Begitu kuterima, kubaca ayat itu di Dzi Thuwa. Aku tak paham apa maksud ayat
itu sampai aku berdoa: 'Ya Allah! Beri aku kemampuan memahami ayat ini.' Lalu, aku pun mengerti
bahwa ayat itu berkenaan dengan kami, apa yang kami anggap dalam benak kami, dan apa yang
dikatakan orang tentang kami. Setelah itu, aku mengambil untaku dan langsung menuju Madinah,
menyusul Rasulullah."
Ibnu Taimiyah bercerita, dirinya pernah bingung memahami satu ayat. Seolah ada ratusan tafsir
dalam ayat tersebut. Ia berdoa, "Wahai Zat yang mengajari Adam dan Ibrahim, ajarkanlah aku!" Ia pergi
ke sebuah masjid yang sepi karena tak pernah di20
21
20
21
kunjungi, dan bersujud di lantai masjid yang berdebu seraya berdoa, "Wahai Zat yang mengajari Adam
dan Ibrahim, berilah aku pemahaman!"
Jika Sudah Bertekad
Telah dijelaskan di atas kisah Usaid ibn Hudair memeluk Islam. Saat itu, Usaid mendatangi Mush'ab ibn
Umair dan As'ad ibn Zararah dalam keadaan marah. Kemudian, dengan setengah berbisik, As'ad berkata
kepada Mush'ab, "Yakinkan ia kepada Allah!"
Benar saja. Setelah Mush'ab meyakinkan Usaid, hati Usaid terbuka dan luluh. Usaid pun memeluk
Islam.
Ini artinya kita harus yakin kepada Allah dalam upaya mendapatkan manfaat hakiki Al-Quran.
Allah berfirman, Apabila telah tetap perintah jihad (mereka tidak menyukainya). Padahal, jika iman mereka kepada
Allah benar, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.
Kita tak punya pilihan lain kecuali membenarkan Allah dan terus-menerus berdoa secara khusyuk.
Ketergantungan kita kepada Allah tak ubahnya seperti anak kepada orangtuanya. Kita tak boleh berhenti
meminta kebutuhan kita meski berkali-kali orangtua menolak, sampai penolakan itu akan berganti
penerimaan.
22
23
22
23
Allah mempunyai cara tersendiri. Kita harus percaya kepada Allah tentang apa yang kita minta. Kita
harus bersungguh-sungguh mendapatkannya. Tak boleh berputus asa bila permintaan kita tak segera
dikabulkan. Allah Maha Pemberi dan Maha Pemurah. Dia menguji kita, apakah kita akan berpaling atau
tidak dari-Nya sebelum akhirnya mengabulkan permintaan kita. Jika Allah tak segera mengabulkan doa
kita, itu semata karena ada hikmah tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Atau karena Dia telah
menyiapkan sesuatu yang lebih baik untuk kita dengan syarat kita terus memohon kepada-Nya,
menunjukkan betapa kita sangat membutuhkan kemu-rahan-Nya.
Saudaraku, jika kau bersujud dan air matamu menetes di tanah, lalu dengan rendah hati kau
memohon agar hatimu ditautkan dengan Al-Quran, apakah kau berpikir Allah akan berpaling dan tidak
mengabulkan permintaanmu?
Ketiga: Menciptakan Kedekatan dengan Al-Quran
Selanjutnya, yang harus kita lakukan agar hati kita bertaut dengan Al-Quran adalah memperbanyak
membacanya secara tartil, dengan suara yang indah, dan disertai pemahaman. Namun, sebelum lebih
jauh memaparkan apa saja tindakan yang dapat membantu kita memahami dan menyerap pengaruh AlQuran, terlebih dahulu kami kemukakan cuplik-
an pengalaman dan nasihat orang-orang yang telah mendapat pencerahan dari Al-Quran.
Muhammad Iqbal
Abu al-Hasan al-Nadawi mengatakan bahwa pembacaan Muhammad Iqbal terhadap Al-Quran berbeda
dari pembacaan orang lain pada umumnya, yang membuat Iqbal lebih dapat menghayati Al-Quran.
Iqbal menuturkan, "Aku biasa membaca Al-Quran setelah mengerjakan shalat Subuh. Ayah
memandangku dan menanyaiku. Kujawab, aku sedang membaca Al-Quran. Selama tiga tahun selalu
bertanya begitu dan aku selalu memberinya jawaban sama. Sampai suatu hari aku menanyakan maksud
Ayah bertanya seperti itu. Ayah menjawab, Anakku, bacalah Al-Quran seolah-olah ia diturunkan
kepadamu!' Sejak hari itu, aku berusaha memahami isi Al-Quran, lebih dari sekadar membacanya.
Darinya, ada cahaya yang kudapat, ada mutiara yang kususun."
Hasan al-Bana
Hasan al-Bana memberi nasihat tentang kiat memetik manfaat Al-Quran, "Bacalah Al-Quran secara
perlahan-lahan dan khidmat, baik di dalam maupun di luar shalat. Berhentilah di setiap ujung ayat (tidak
menyambung satu ayat ke ayat berikutnya da24
Rawdi' Iqbal, Abui hasan al-Nadawi, 38, 39, Dar al- Qalam, Damaskus.
24
lam sekali baca). Perhatikan cara melafalkan setiap hurufnya, juga iramanya, tanpa memaksa diri atau
dibuat-buat. Jangan hanya berfokus kepada bacaan hingga melalaikan maknanya. Bacalah dengan suara
yang tidak terlalu kencang atau terlalu pelan ... Semua itu dapat membantu memahami makna ayat-ayat
Al-Quran dan akan menimbulkan rasa haru. Tak ada yang lebih berguna bagi hati selain membaca AlQuran secara khusyuk dan dengan perenungan."
Seminggu sekali Hasan al-Bana mengisi kolom tafsir dalam surat kabar mingguan milik kelompok
Ikhwanul Muslimin. Di salah satu edisi, ia menulis, "Antara Al-Quran dan hati yang beriman terjalin
ikatan kuat. Di hati yang beriman, rahasia Al-Quran terungkap. Saya berharap Anda membaca ayat-ayat
Al-Quran secara berulang-ulang dengan menghadirkan hatisebelum membaca tafsirnya. Setelah itu
Anda akan tahu bagaimana memahami Kitab Allah tanpa perantara."
Sayyid Quthb
Sayyid Quthb banyak menulis tentang Al-Quran dan cara memetik manfaat darinya. Ia mengatakan
bahwa Al-Quran layak dibaca dan diwariskan kepada setiap generasi muslim dengan kesadaran penuh.
25
26
Hasan al-Bannd wa mManhajuh fi al-Tafsir, 100, Dar al- Tawzi' wa al-Nasyr al-Islamiyyah, Mesir. I b i d : hal. 98.
25
26
Al-Quran pantas direnungkan sebagai petunjuk kehidupan. Ia diturunkan untuk mengatasi persoalan
pada setiap masa. Menjadi penerang jalan menuju masa depan. Ia bukan sekadar kalam indah yang
turun hanya untuk dibaca, bukan pula arsip masa lalu yang takkan pernah kembali hadir pada setiap
zaman.
Kita tidak akan pernah memetik manfaat apa pun dari Al-Quran selama kita tidak membacanya,
tidak berusaha mendapatkan petunjuk untuk kehidupan kita hari ini dan esoksebagaimana yang
dilakukan generasi muslim awal dulu.
Bila membaca Al-Quran dengan kesadaran seperti itu, niscaya kita akan sampai pada keinginan yang
takkan bisa didapat oleh yang membacanya tanpa kesadaran. Kita akan melihat, setiap kalimat dan
petunjuk-petunjuk di dalamnya tampak hidup, menggugah, dan menggerakkan. Ia seolah berbicara
secara panjang-lebar kepada kita tentang segala urusan hidup kita. Ia memberi kehidupan kepada kita.
Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kepada sesuatu yang memberi kalian kehidupan.
27
28
17 Fi Zhildl al-Qur'dn, 1/261, Dar al-Syuruq, Mesir. Q.S. Al-Anfal [08]: 24.
28
29
1. Berdoa secara sungguh-sungguh agar Allah membuka hati kita untuk menerima cahaya fir-man-Nya,
agar Ia memberi kita kemampuan merenungi kalam-Nya, dan dilakukan sebelum memulai membaca
Al-Quran. Ini penting untuk membangkitkan semangat dan menyiapkan hati menyambut cahayanya.
2. Banyak membaca Al-Quran, menghabiskan waktu bersamanya, dan sebisa mungkin tidak menyela
dengan aktivitas lain agar tidak kehilangan suasana. Dilakukan di tempat yang tenang, jauh dari
kebisingan, agar bisa memfokuskan diri. Jangan lupa berwudu dan bersiwak sebelum membacanya.
3. Membaca menggunakan mushaf, dengan suara yang bisa didengar (tidak berbisik), dan secara tartil.
Membaca secara tartil membantu kita memahami Al-Quran, selanjutnya kita akan mudah
merenunginya. Maka, penting bagi kita memahami cara membaca dan mengucapkan ayat-ayat AlQuran secara benar. Sebab, hanya dengan memahaminya, membaca Al-Quran secara tartil bisa
dilakukan.
4. Membaca secara tenang dan melibatkan emosi. Kita mesti membaca Al-Quran secara tartil,
memperhatikan cara pengucapan huruf sesuai tajwid, hingga kita mudah memahami "kehidupan"
setiap ayat dan mudah merenungi maknanya. Selain itu, kita harus membacanya dengan suara haru
dan melibatkan emosi.
5. Memahami maksud ayat secara umum. Ini mengharuskan kita berfokus, dan tidak berarti kita harus
berhenti di setiap ayat untuk memahami maksudnya. Cukup pemahaman secara umum saja yang
kita perlukan. Dari situ, dalam waktu yang tak lama, secara bertahap, perasaan kita akan tergerak,
dan kita akan terikat dengan Al-Quran secara emosional.
6. Menganggap Al-Quran diturunkan kepadamu. Seolah kitalah yang diajak bicara, berdialog, dan
diminta menjawab ayat-ayat pertanyaan serta diminta mengamini ayat-ayat yang memuat doa.
7. Mengulang-ulang ayat yang berkesan di hati agar cahaya di hati semakin terang dan iman semakin
kuat. Lakukan terus sampai benar-benar mengikat perasaan. Ayat Al-Quran itu ibarat buah. Setiap
dikunyah, manisnya meruah.
Setiap membaca Al-Quran, kita bisa membawa kitab-kitab tafsir untuk membantu memahami ayat
yang kita baca. Namun, ada baiknya kitab-kitab tafsir itu dibuka setelah kita selesai membaca Al-Quran,
agar tidak kehilangan suasana. Kecuali jika ada ayat tertentu yang harus segera kita pahami, kita bisa
membuka secara langsung kitab tafsir begitu selesai membaca ayat tersebut.
Bila kiat-kiat ini kita praktikkan secara rutin maka berbahagialah kita. Sebab, cahaya Al-Quran akan
berpijar di hati kita. Kita songsong kehidupan baru yang penuh ketenangan dan kedamaian. Kita
sambut semangat baru untuk berbuat kebaikan. Dan, lebih dari semua itu, kita dapat menunjukkan
pengabdian kepada Allah, meraih rida-Nya, dan menjadikan Dia segala-galanya tanpa butuh kepada
yang lain.
Semua itu menanti kehadiran kita jika kita benar-benar menunjukkan perhatian yang besar terhadap
Al-Quran.
Jika Al-Quran diperlakukan semestinya, ia akan memberi kita kebaikan yang tak terhingga. Bila
seluruh air laut dijadikan tinta dan semua pohon dijadikan pena untuk menulis semua makna firmanNya, niscaya air laut itu akan lebih dulu habis sebelum rahasia dan makna firman-Nya itu tuntas
dituliskan.
Bila benar-benar menaruh perhatian kepada Al-Quran maka kita akan merasakan nikmatnya
bermunajat kepada Allah dan nikmatnya merenungi kalam-Nya melebihi kenikmatan apa pun, serta
mendapatkan pencerahan yang tak terduga.
Al-Quran bukan lembaran-lembaran teori. Ia tidak akan mewujud dalam kenyataan jika kita tidak
bersungguh-sungguh memetik manfaatnya.
Ya, mulai saat ini kita harus bertekad untuk itu. Kita berdoa dengan rendah hati dan sungguhsungguh agar Allah membuka hati kita untuk menerima cahaya Al-Quran. Kita songsong Al-Quran dan
kita baca dengan pembacaan baru: pembacaan untuk mendapatkan petunjuk, obat jiwa, dan perubahan
diri. Itu harus kita lakukan secara giat dan terus-menerus.
Yakinlah, jika itu kita lakukan, cahaya Al-Quran akan menyemburat dari hati kita, memunculkan
kehidupan baru dan melahirkan kembali diri kita yang sejati yang akan mengantarkan kepada
keberhasilan dan kebahagiaan.
Ingatlah, Saudaraku ... Kebaikan umat tergantung kepada kebaikan kita. Kebaikan kita tergantung
kepada keimanan kita. Dan Al-Quran adalah tulang punggung keimanan kita.
Lalu, Apalagi yang kita tunggu?!
Umat ini sedang terjebak di dalam gua, dan sebuah batu raksasa menutup jalan keluarnya?
Semuanya berteriak, "Adakah jalan keluar?!"
Apakah kita akan mencari jalan keluar itu, atau kita akan menyerah sambil membentangkan kain
kafan sambil menunggu kematian?
Saudaraku, petunjuk jalan keluar itu sudah ada. Keberadaannya sangat dekat dengan kita, dan
mampu membawa kita keluar dari gua itu.
kita.
Al-Quran! Ya, jalan keluar itu adalah Al-Quran! Allah dan Rasulullah telah mengabarkannya kepada
Mari kita mulai dari diri kita sendiri. Kita jadikan Al-Quran obat jiwa. Kita hancurkan batu raksasa
agar bisa keluar dari gua, sehingga kita bisa merasakan hangatnya cahaya matahari dan menghirup
udara segar. Hati kita menjadi hidup, jiwa kita menjadi tenang. Kita tuntun saudara-saudara kita keluar
dari gua yang gelap dan pengap.
Semoga Allah mencurahkan salawat dan salam kepada pemimpin kita, Nabi Muhammad beserta
segenap keluarga dan para sahabat beliau.
Senarai Rujukan
Al-Qur'an al-Karim.
Al-Itqdn fi 'Ulum al-Qur'dn, Jalai al-Din al-Suyuthi, Dar al-Nadwah, Beirut.
Ihyd' 'Ulum al-Din, Abu Hamid al-Ghazali, Dar al-Hadits, cet. ke-I, 1412 H.
Akhldq Jumlah al-Qur'dn, Abu Bakr al-Ajiri, Dar alKitab al-Arabi, Lebanon.
Istinsydq Nasim al-Uns, Ibn Rajab al-Hanbali, al-Maktab al-Islami, cet. ke-I, 1411 H.
Ighdtsah al-Lahfdn, Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Maktab al-Islami, Beirut, cet. ke-2, 1409 H.
Al-Intishdr H al-Qur'dn, al-Qadhi al-Baqlani, Dar ibn Hazm, Beirut, dengan telaah dari Dr. Muhammad
'Isham al-Qudhah.
Ayat al-Khusyu f i al-Qur'dn, Abd Allah al-Maghri-bi, Bayt al-Afkar al-Duwaliyyah, Yordania.
Al-Biddyah wa al-Nihdyah, al-Hafizh ibn Katsir, Dar al-Fajr li al-Turats, Kairo, cet. kel-, 2003.
Al-Burhdn f i 'Ulum al-Qur'dn, al-Zarkasyi, Dar al-Hadits, Kairo, 1427 H.
280
Senarai Rujukan
Al-Tibydn ft Aqsdm al-Qur'dn, Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Dar al-Iman, Iskandaria. Al-Tuhfah al-Trdqiyyah fi al-Nmdl al-Qawliyyah, Ibn
Taymiyyah, al-Mathba'ah al-Salafiyyah, Kairo,
cet. ke-3, 1402. Tadabbur al-Qur'dn, Sulayman ibn 'Amr al-Sunaydi,
al-Muntada al-Islami, cet. ke-I, 1422 H. Al-Tawhid wa al-Wisdthah fi al-Tarbiyyah al-Da awiyyab, Farid al-Anshari, Dar al-Kalimah, al-Manshurah, Mesir. Al-Tidzkdr fi Afdhal al-Adzkdr, al-Qurthubi, Maktabah Dar al-Bayan, Damaskus, cet. ke-3, 1407
H.
Al-Tashwir al-Fanni fi al-Qur'dn, Sayyid Quthb, Dar
al-Syuruq, Kairo. Al-Ta bir al-Qur'dni wa al-daldlab al-Nafsiyyah, 'Abd
Allah al-Juyusyi, Dar al-Ghawtsani, Damaskus,
cet. ke-2, 2007. Tasir al-Qur'dn al-Azhim, al-Hafizh Ibn Katsir, Maktabah al- Ubaykan, Beirut, cet. ke-2, 1417 H. Tafsir Surah al-Fdtihah wa Juz Amma, al-Imam
Muhammad Abduh, al-Hay'ah al-'Ammah li Qushur al-Tsaqafah, Mesir. Talbis Iblis, Ibn al-Jawzi, al-Mathba'ah al-Muniriyyah, Kairo.
Taysir al-Karim al-Rahmdn fi Tafsir Kalam al-Man-ndn, Abd al-Rahman al-Sa'di, Muassasah al-Ri-salah, cet.
ke-I, 1420 H.
(
Jami al-Baydn al-Tlm wa Fadhlih, Ibn 'Abd al-Barr, Dar Ibn al-jawzi, Saudi Arabia, cet. ke-3, 1997.
Al-Jdmi' li Abkdm al-Qur'dn, al-Qurthubi, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, cet. ke-5, 1417 H.
Jdmi' al-'Ulum wa al-Hikam, Ibn Rajab al-Hanbali, Dar Ibn al-Jawzi, Saudi Arabia, cet. ke-2, 1420 H.
Hadits al-Qur'dn 'an al-Qur'dn, Muhammad al-Rawi, Maktabah al-'Ubaykan, Riyad, cet. ke-1, 1415 H.
Hasan al-Bana wa Manhajuh fi al-Tafsir, Dar al-Tawzi' wa al-Nasyr al-Islamiyyah, Kairo. Al-Hawddits wa al-Bida', Abu Bakr al-Thurthusyi,
Dar al-Maghrib al-Islami, cet. ke-1, 1410 H. Hayat al-Sbahabah, Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Syirkah al-Riyadh, Saudi Arabia, cet. ke1, 1998.
Al-Durr al-Mantsur ft al-Tafsir bi al-Ma'tsur, al-Su-yuthi, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, cet. ke-1, 2000.
Al-Dzull wa al-Inkisdr li al-'Aziz al-Jabbdr, Ibn Rajab, Maktabah al-Taw'iyyah al-Islamiyyah, Kairo, cet. ke-1,
1414 H.
Rasdil min al-Sijn li Ibn Taymiyyah, Dar al-Arqam, Kuwait, cet. ke-3, 1408 H.
Ruhbdn al-Layl, Sayyid al-'Afani, Maktabah Ibn Taymiyyah, Kairo, cet. ke-4, 1418 H.
Rawdi' Iqbal, Abu al-Hasan al-Nadwi, Dar al-Qa-lam, Damaskus, cet. ke-1, 1420 H.
Zdd al-Ma'dd fi Hudd Khayr al-Tbdd, Ibn al-Qayyim, Muassasah al-Risalah, Beirut.
Al-Zuhd, Abd Allah Ibn al-Mubarak, dengan telaah dari Ahmad Farid, Dar al-Aqidah, Iskandariah, cet.
ke-14, 1425.
Al-Zawdjir an Iqtirdf al-Kabdir, Ibn Hajar al-Makki al-Haytsami, Dar al-Sya'b, Kairo, 1400 H.
Silsilah al-Ahddits al-Shahihah, Muhammad Nashir al-Din al-Albani, Maktabah al-Ma'arif, Riyad, 1415 H.
Silsilah al-Ahddits al-Dha'ifab, Muhammad Nashir al-Din al-Albani, Maktabah al-Ma'arif, Riyad.
Siyar A'ldm al-Nubala', al-Hafizh al-Dzahabi, Muassasah al-Risalah, Beirut, cet. ke-1, 1429 H.
Al-Sunnah wa Makdnatuhd fi al-TasyrV al-Islami, Mushthafa al-Siba'i, al-Maktab al-Islami, Beirut, cet. ke-4,
1405.
Al-Sirah al-Nabawiyyah, Ibn Hisyam, Dar al-Turats al-Arabi, Kairo.
Sunan al-Ddrimi, Dar al-Ma'rifah, Beirut, cet. ke-1, 1421 H.
Shahih al-]dmi al-Shaghir wa Ziyddatuh, al-Albani, al-Maktab al-Islami, Damaskus, cet. ke-3, 1408.
Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Dar al-Ma'rifah, Beirut, cet. ke-3, 1417 H.
Shahdbah Rasulilldh saw. wa Juhuduhum fi Ta'lim al-Qur'dn al-Karim, Anas Ahmad Karzun, Dar Ibn Hazm,
Beirut.
6
'Azhamab al-Qur'dn al-Karim, Mahmud al-Du-siri, Dar Ibn al-Jawzi, Saudi Arabia, cet. ke-1, 1426.
Awn al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Ddwud, Syams al-Haq Abadi, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, cet. ke-1,
1410 H.
Fath al-Bdri, Ibn Hajar al-'Asqalani, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, cet. ke-1, 1410 H.
Fadhdil al-Qur'an, Abu 'Ubayd al-Qasim al-Harwi, Dar Ibn Katsir, Damaskus, cet. ke-2, 1420 H.
Fadhdil al-Qur'an, Ibn Katsir, Dar al-Ma'rifah, Beirut, cet. ke-2, 1407.
Fadhdil al-Qur'an, Ibn al-Dhars, Dar al-Fikr, Damaskus.
Fadhdil Suwar al-Qur'an al-Karim, Ibrahim Ali al-Sayyid 'Isa, Dar al-Salam, Kairo, cet. ke-2, 2005.
Fadhdil al-Qur'an, al-Farbabi, Maktabah al-Rusyd,
Riyad, cet. ke-2, 1421. Fadhdil al-Qur'an, al-Mustaghfiri, dengan telaah
dari Ahmad Islum, Dar Ibn Hazm, Beirut, cet.
ke-1, 2006.
Fadhl Tim al-Salaf ald al-Kbalaf, Ibn Rajab al-Hanbali, Dar al-Hadits, Kairo. Fi Zhildl al-Qur'an, Sayyid Quthb, Dar al-Syuruq,
Kairo, cet. ke-15, 1408 H. Fiqf al-Sirah, Muhammad al-Ghazali, Dar al-Qalam,
Damaskus, cet. ke-6, 1416 H.
s
Faydh al-Qadir Sayrh al-Jdmi al-Shagir, al-Mina-wi, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, cet. ke-1, 1415 H.
Qd'idah fi Fadhdil al-Qur'dn, Ibn Taymiyyah, Maktabah al-Zhilal, Ihsa', Saudi Arabia.
Kulliyydt Rasdil al-Nur, Isyarat al-I'jaz, al-Nursi, Syirkah Suzlar, Kairo, cet. ke-1, 2004.
Kulliyydt Rasdil al-Nur, Sirah Dzatiyyah, al-Nursi, Syirkah Suzlar, Kairo, cet. ke-1, 2004.
Kayf Nata'dmal ma al-Qur'dn?, Muhammad al-Ghazali, Dar al-Wafa', Mesir, cet. ke-2, 1412 H.
Kayf Nata'dmal ma al-Qur'dn al-Karim, Yusuf al-Qaradhawi, Dar al-Syuruq, Mesir.
Kun Ka Ibn Adam, Jaudat Sa'id, Dar al-Fikr, Damaskus, cet. ke-1, 1419 H.
Lambat al-Anwar wa Nafhdt al-Azhdr, al-Ghafiqi, Dar al-Basyair al-Islamiyyah, Beirut, cet. ke-1, 1997.
Lambat min Tarikh al-Sunnah, Abd Fattah Abu Ghuddah, Maktab al-Mathbu'at al-Islamiyyah, Halb, cet. ke1.
Mabdhits fi 'Ulum al-Qur'dn, Manna' al-Qaththan, Muassasah al-Risalah, cet. ke-21, 1407 H.
Majmu Rasdil Ibn Rajab, al-Faruq al-Haditsah, Syibra, Kairo, 2002.
Al-Mahdwir al-Khamsah fi al-Qur'dn, Muhammad al-Ghazali, Dar al-Wafa', Mesir, cet. ke-2, 1989.
e
(
(
Majma' al-Zawdid wa Manba' al-Fawdid, al-Hayt-sami, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, 1408 H.
Maddrij al-Sdlikin, Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut.
Mukhtashar Qiydm al-Layl, Muhammad ibn Nashr al-Marwazi, Muassasah al-Risalah, cet, ke-2, 1414 H.
Al-Madkhal li Dirdsah al-Qur'dn al-Karim, Muhammad Abu Syuhbah.
Al-Madkhal ild al-Dirdsdt al-Qur'dniyyah, Abu al-Hasan al-Nadawi, Muassasah al-Risalah, Beirut, cet. ke-1,
2004.
Al-Mursyid al-Wajiz ild Ulum Tata allaq hi al-Ki-tdb al-Aziz, Abu Syamah, Dar Shadir, Beirut, 1975.
Ma al-Qur'dn wa Hamlatuh fi Hayat al-Salaf alShdlih, 'Abd al-Sya'bi, Dar al-Wathan li al-Nasyr, Saudi Arabia. Ma alim fi al-Thariq, Sayyid Quthb, Dar al-Syuruq,
Kairo, cet. ke-10, 1403. Al-Mu)izah al-Qur'dniyyah, Muhammad Hasan
Heto, Muassasah al-Risalah, Beirut, cet. ke-3,
1419.
Muqaddimah fi Ushul al-Tafsir, Ibn Taymiyyah, Dar
al-Turats al-Islami, Kairo. Muqawwamat al-Tashawwur al-Isldmi, Sayyid
Quthb, Dar al-Syuruq, Kairo.
c
Manhaj al-Salaf ft al-Tndyah bi al-Qur'dn al-Karim, Badr Nashir al-Badr, Dar al-Fadhilah, al-Man-shurah, cet.
ke-1, 1424 H.
Nazhariyyah al-Yjdz al-Qur'dni, Ahmad Sayyid Ammar, Dar al-Fikr, Damaskus, cet. ke-1, 1998.
Nazhardt fi Kitab Allah li al-Imdm al-Syahid Hasan al-Bana, dihimpun oleh 'Isham Talimah, Dar al-Tawzi' wa
al-Nasyr, Kairo.
Hajr al-Qur'dn (Fath al-Rahmdn fi Bayan Hajr al-Qur'dn), Muhammad Fathi dan Mahmud al-Mallah, Dar
Thaybah al-Khadhra', Makkah.
Majallah al-Zuhur al-Mishriyyah, edisi 78 tahun ke-7, Rabi' al-Akhir 1428/ Mei 2007.
Majallah al-Ikhwdn al-Muslimin, edisi 21 tahun ke-1, 18 Ramadhan 1362/18 September 1943, dikutip dari
situs online Ikhwan.
zaman
asyiknya belajar Islam www.penerbitzaman.com
ISBN: 978-979-024-217-3
9789790H242173>