Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAHASA INDONESIA
Pemerintahan Jokowi tampak lebih mengurusi bisnis Freeport dibanding menegakkan HAM di Papua.
Ilustrasi oleh Sketsagram
Dari waktu ke waktu laman Facebook saya ramai dengan hal yang sama. Minggu ini,
laman ramai dengan foto bersama Andy Noya, foto ibu-ibu dan jajanannnya yang jadi
korban lemahnya iman orang lain, penembakan di Orlando dan kunjungan (Menteri
Koordinator Politik Hukum dan HAM) Luhut beserta tim HAM ke Australia.
Yang sempat luput adalah isu Freeport menjadi sponsor ArtJog. Kalau tidak
diberitahu teman, mungkin saya tidak sadar akan isu ini.
Saya menangkap kesan bahwa ini isu yang lebih mengena untuk teman-teman yang
di Jawa.
Zely Ariane, seorang teman (yang terlibat dalam gerakan Papua Itu Kita) merespon
dengan bilang toh masih ada acara seni alternatif.
Sebagai orang yang awam tentang isu seni, saya tidak tahu apakah memang benar
ada banyak acara seni.
Sepengertian saya ada satu poin dan yang dipermasalahkan oleh para seniman di
ArtJog ketika mengetahui Freeport terlibat yakni soal independensi.
Saya mengerti rasa prihatin teman-teman. Di satu sisi, mencari sponsor acara seni
mungkin memang sulit (sebagai orang awam, tahu apalah saya ini).
Tapi di sisi lain, sponsorship Freeport? Sesulit itukah? Semahal itukah ArtJog?
Mungkinkah ArtJog sekarang sudah too big for its own good?
Ayah seorang teman memiliki motto yang sederhana: dont bite the hands that feed
you, jangan gigit tangan yang memberimu makan. Masalahnya yang terlibat dalam
proses pencarian sponsorship hanya beberapa orang, tapi semua yang terlibat mau
tidak mau pun ikutan makan.
Sekarang ketika begitu banyak orang "diberi makan" Freeport, apa yang terjadi pada
seniman yang rajin mengkritisi Freeport? Apa mungkin ini tidak mempengaruhi kritik
terhadap Freeport?
Saya sempat bergurau dan bilang mungkin sponsorship adalah hak jawab. Dan
Next
alangkah
efektifnya
Artjog,
Freeport,
dan Papua hak jawab ini, kalau itu benar; ia menggangsir semua kritik
terhadap Freeport hanya dengan menunjukkan sponsorship.
NOW READING
Isu kita soal tanah yang masih kita huni tapi bukan milik kita lagi.
Isu saham Freeport itu isu Jakarta. Isu pajak Freeport itu isu Jakarta. Isu Freeport
ternyata penghasil emas dan bukan hanya tembaga itu isu Jakarta.
Dan saya tidak sedang bilang bahwa masalah di Papua sama sekali tidak ada
hubungan dengan Freeport (kita hanya perlu ingat Yosepha Alomand untuk
menyanggah itu).
Saya juga tidak bilang bahwa sudah sepatutnya ArtJog memperoleh sponsorship
Freeport. Tidak pula saya mengatakan bahwa isu tersebut bukan masuk dalam
permasalahan kehidupan kita sehari-hari.
Laman Facebook saya senyap soal kongsi antara ArtJog dan Freeport. Yang protes
adalah mereka yang di Jawa, mereka yang seniman. Untuk mereka, saya ucapkan
terimakasih untuk solidaritas dengan kami. Ini memang isu integritas seniman, tapi
saya khawatir ini bukan isu Papua, bukan isu kami.
Teman saya yang suaminya pegawai Freeport tenang-tenang saja. Seni bukan
urusan dia. Integritas seniman bukan urusan dia. Dan Freeport sudah lama di luar
kendalinya.
Mungkin hidup lebih mudah seandainya musuh kita, sumber masalah kita di Papua
hanya Freeport.
Semoga ini masuk akal.
*Ligia Judith Giay lahir dan besar di Jayapura. Ia adalah sarjana S1 jurusan Sejarah
dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Saat ini, ia sedang menempuh
pendidikan S2 di Colonial and Global History department, Leiden University.
BAGAIMANA CERITA INI MEMBUAT ANDA MERASA?
0%
Senang
21%
Sedih
0%
Marah
0%
Tidak
Peduli
68%
Terinspirasi
5%
Takut
Show 2 Comments
6%
Terhibur
0%
Terganggu
Berlangganan!
85 rb
18.5K followers
BAHASA INDONESIA
JANGKA PANJANG. Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia sepakati perpanjangan kontrak
karya pada 8 Oktober 2015. Foto dari website Freeport Indonesia
Perkembangan proses negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia. Foto
oleh Uni Lubis
Surat yang dikirimkan Menteri ESDM itu ditujukan kepada James R. Moffett, Ketua
Dewan Direksi Freeport McMoran, induk PT Freeport Indonesia. Ada 4 poin penting
dalam surat yang membalas permohonan perpanjangan operasi itu.
1. Sambil melanjutkan proses penyelesaian aspek legal dan regulasi, pada
dasarnya PT Freeport Indonesia dapat terus melakukan kegiatan operasinya
sesuai dengan kontrak karya hingga Desember 2021.
2. Pemerintah telah menerima permohonan perpanjangan operasi PT Freeport
Indonesia melalui surat tertanggal 9 Juli 2015, sebagaimana kami sampaikan
dalam surat tanggapan No. 6665/05/MEM/2015 tanggal 11 September 2015.
3. Pemerintah Indonesia akan menyelesaikan penataan ulang regulagi bidang
mineral dan batubara, agar lebih sesuai dengan semangat menarik investasi di
BACA JUGA:
5 poin penting dalam kesepakatan baru Indonesia-Freeport
Freeport, Pak JK, dan Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah
ANALYSIS: US mining giant's deal with gov't a victory for Jokowi
BAGAIMANA CERITA INI MEMBUAT ANDA MERASA?
Tidak
Senang
Sedih
Marah
Peduli
Terinspirasi
Takut
Terhibur
Terganggu
Berlangganan!
85 rb
Follow @RapplerID
kcaB
Tentang Kami
Selamat datang di Rappler Indonesia. Rappler adalah jaringan berita sosial di mana berita dan cerita
menginspirasi komunitas dan memicu aksi nyata untuk perubahan sosial.
Baca selengkapnya
Rappler ID Facebook
Instagram
Twitter
Email