Você está na página 1de 13

Download the Rappler App for Android

BAHASA INDONESIA

Artjog, Freeport, dan Papua


Anak muda Papua bicara soal ArtJog dan Freeport. Apa kata mereka?
Ligia Judith Giay
Published 11:32 AM, June 15, 2016
Updated 11:35 AM, June 15, 2016

Pemerintahan Jokowi tampak lebih mengurusi bisnis Freeport dibanding menegakkan HAM di Papua.
Ilustrasi oleh Sketsagram

Dari waktu ke waktu laman Facebook saya ramai dengan hal yang sama. Minggu ini,
laman ramai dengan foto bersama Andy Noya, foto ibu-ibu dan jajanannnya yang jadi
korban lemahnya iman orang lain, penembakan di Orlando dan kunjungan (Menteri
Koordinator Politik Hukum dan HAM) Luhut beserta tim HAM ke Australia.
Yang sempat luput adalah isu Freeport menjadi sponsor ArtJog. Kalau tidak
diberitahu teman, mungkin saya tidak sadar akan isu ini.
Saya menangkap kesan bahwa ini isu yang lebih mengena untuk teman-teman yang
di Jawa.
Zely Ariane, seorang teman (yang terlibat dalam gerakan Papua Itu Kita) merespon
dengan bilang toh masih ada acara seni alternatif.
Sebagai orang yang awam tentang isu seni, saya tidak tahu apakah memang benar
ada banyak acara seni.
Sepengertian saya ada satu poin dan yang dipermasalahkan oleh para seniman di
ArtJog ketika mengetahui Freeport terlibat yakni soal independensi.
Saya mengerti rasa prihatin teman-teman. Di satu sisi, mencari sponsor acara seni
mungkin memang sulit (sebagai orang awam, tahu apalah saya ini).
Tapi di sisi lain, sponsorship Freeport? Sesulit itukah? Semahal itukah ArtJog?
Mungkinkah ArtJog sekarang sudah too big for its own good?
Ayah seorang teman memiliki motto yang sederhana: dont bite the hands that feed
you, jangan gigit tangan yang memberimu makan. Masalahnya yang terlibat dalam
proses pencarian sponsorship hanya beberapa orang, tapi semua yang terlibat mau
tidak mau pun ikutan makan.
Sekarang ketika begitu banyak orang "diberi makan" Freeport, apa yang terjadi pada
seniman yang rajin mengkritisi Freeport? Apa mungkin ini tidak mempengaruhi kritik
terhadap Freeport?
Saya sempat bergurau dan bilang mungkin sponsorship adalah hak jawab. Dan
Next
alangkah
efektifnya
Artjog,
Freeport,
dan Papua hak jawab ini, kalau itu benar; ia menggangsir semua kritik
terhadap Freeport hanya dengan menunjukkan sponsorship.
NOW READING

Saya tidak sepenuhnya menyalahkan penyelenggara ArtJog, dapur memang harus


ngebul. Kita harus makan dan idealisme bukan lahan yang basah.
Di Papua sendiri. sekelompok pegiat HAM yang datang ke Australia bersama
Menkopolhukam pun ikut menuai kritik.
Bagaimana seorang pegiat HAM bisa bekerjasama dengan pihak yang harusnya dia
awasi dan kritisi? Saya pikir bagi yang berangkat, dapur juga jadi soal pertimbangan.
Tapi tetap saja, agak sulit untuk menggigit yang memberi kita makan. Dengan
sekedar menjadi sponsor, Freeport dan Menkopolhukam masuk dalam ranah yang
(seharusnya) bukan ranah mereka.
Menerima sponsorship adalah membuka pintu itu, lantas kritik kita bagaimana?
Sebagai seniman atau manusia kritis yang sudah ikut makan, masih bisakah kita
berkaca dan menatap diri sendiri dengan lurus? Saya tidak punya jawaban untuk
pertanyaan ini.
Tapi ada poin lain yang mau saya sampaikan: bahwa isu ini tidak otomatis isu
Papua. Freeport = Papua, tidak selalu.
Masih ingat heboh kasus Papa Minta Saham yang digawangi Setya Novanto? Di
mana Papua dalam isu itu?
Seorang teman yang suaminya kerja di Freeport marah-marah, karena mereka yang
di Jakarta ribut-ribut Freeport tapi orang di Papua dan para karyawan tidak
dilibatkan. Saya hanya menanggapi dengan tawa, isu saham bukan isu kita.
Kita tidak hidup di level itu.
Isu Freeport yang menyangkut kita adalah soal orang-orang yang meninggal ketika
bekerja. Isu kita soal meminimalisir efek keberadaan Freeport di sini.
Isu kita soal orang-orang yang ditangkap ketika mendulang emas secara ilegal di
tanah sendiri (ya, ternyata itu bisa terjadi).
Isu kita soal tanah yang sudah rusak. Isu kita soal orang-orang yang harus mati
untuk membuktikan bahwa ya, Papua perlu campur tangan militer.

Isu kita soal tanah yang masih kita huni tapi bukan milik kita lagi.
Isu saham Freeport itu isu Jakarta. Isu pajak Freeport itu isu Jakarta. Isu Freeport
ternyata penghasil emas dan bukan hanya tembaga itu isu Jakarta.
Dan saya tidak sedang bilang bahwa masalah di Papua sama sekali tidak ada
hubungan dengan Freeport (kita hanya perlu ingat Yosepha Alomand untuk
menyanggah itu).

Yosepha Alomang atau Mama Yosepha adalah seorang perempuan tokoh


Amungme, Papua. Ia terkenal karena perjuangannya membela hak-hak asasi
manusia, khususnya masyarakat di sekitar PT Freeport Indonesia.
Saksikan wawancara dengan Yosepha Alomang dalam video berikut:

Pesan dari Papua Mama Yosepha Alomang

Saya juga tidak bilang bahwa sudah sepatutnya ArtJog memperoleh sponsorship
Freeport. Tidak pula saya mengatakan bahwa isu tersebut bukan masuk dalam
permasalahan kehidupan kita sehari-hari.
Laman Facebook saya senyap soal kongsi antara ArtJog dan Freeport. Yang protes
adalah mereka yang di Jawa, mereka yang seniman. Untuk mereka, saya ucapkan

terimakasih untuk solidaritas dengan kami. Ini memang isu integritas seniman, tapi
saya khawatir ini bukan isu Papua, bukan isu kami.
Teman saya yang suaminya pegawai Freeport tenang-tenang saja. Seni bukan
urusan dia. Integritas seniman bukan urusan dia. Dan Freeport sudah lama di luar
kendalinya.
Mungkin hidup lebih mudah seandainya musuh kita, sumber masalah kita di Papua
hanya Freeport.
Semoga ini masuk akal.

*Ligia Judith Giay lahir dan besar di Jayapura. Ia adalah sarjana S1 jurusan Sejarah
dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Saat ini, ia sedang menempuh
pendidikan S2 di Colonial and Global History department, Leiden University.
BAGAIMANA CERITA INI MEMBUAT ANDA MERASA?

0%
Senang

21%
Sedih

0%
Marah

0%
Tidak
Peduli

68%
Terinspirasi

5%
Takut

ARTIKEL INI MEMBUAT PEMBACA TERINSPIRASI

Show 2 Comments

6%
Terhibur

0%
Terganggu

Ayo langganan Indonesia wRap


Masukkan email Anda
Suka
Follow @rapplerid

Berlangganan!
85 rb

18.5K followers

BAHASA INDONESIA

Kronologi negosiasi perpanjangan kontrak Freeport


Indonesia
Menanggapi kritik yang dilontarkan Menko Rizal Ramli, Menteri Sudirman Said
paparkan kronologi perundingan antara pemerintah dengan Freeport. Beragam
kepentingan mengepung prosesnya
Uni Lubis
@unilubis
Published 9:36 AM, October 13, 2015
Updated 9:36 AM, October 13, 2015

JANGKA PANJANG. Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia sepakati perpanjangan kontrak
karya pada 8 Oktober 2015. Foto dari website Freeport Indonesia

JAKARTA, Indonesia Mulai dari politisi yang mengatasnamakan presiden dan


wakil presiden untuk minta jatah saham, sampai keinginan menguasai pasokan
bisnis listrik ke raksasa tambang yang berlokasi di Timika, Papua, adalah kerumitan
yang dihadapi dalam proses renegosasi perpanjangan kontrak karya Freeport.
Bukan rahasia lagi jika politisi dan penguasa selama lima pemerintahan, mulai dari
era Suharto sampai era Susilo Bambang Yudhoyono memiliki kepentingan besar
dengan kelanjutan operasional PT Freeport Indonesia.
Senin malam, 12 Oktober, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said
memaparkan cerita di balik proses negosiasi yang berujung dengan pengumuman
pada tanggal 8 Oktober lalu, yang menyatakan bahwa pemerintah dan PT Freeport
sepakat melanjutkan operasi dan menambah investasi.
Dalam seluruh proses ini, kami berpegang kepada perintah langsung dari Bapak
Presiden, bahwa perlu dicari solusi terbaik, dan jangan melanggar hukum dan
perundang-undangan yang berlaku, kata Sudirman.
Beberapa kali dia menegaskan bahwa dia hanya tunduk kepada apa yang sudah
digariskan oleh presiden.

Berikut kronologi perundingan pemerintah dan PT Freeport Indonesia:

19 Desember 2012. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM


mengundang PT Freeport Indonesia untuk membahas 6 isu strategis renegosiasi
amandemen kontrak karya (luas wilayah, kelanjutan operasi, penerimaam negara,
divestasi, pengolahan pemurnian, dan penggunaan barang, jasa serta tenaga kerja
dalam negeri).

25 Juli 2014. Memorandum of Understanding (MoU) renegosiasi amandemen


kontrak karya antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah ditandatangani,
wilayah kontrak karya (WKK) disepakati 90.360 hektare dan projek area 36,640
hektare, divestasi 30 persen, pajak badan nailed down, Penerimaan Negara Bukan
Pajak dan Pajak lainnya prevailing sampai dengan tahun 2021, kelanjutan operasi
pertambangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pengolahan
dan pemurnian akan dilaksanakan di dalam negeri dengan mewujudkan suatu
fasilitas pemurnian tembaga tambahan di Indonesia dengan mengutamakan
penggunaan tenaga kerja, barang, dan jasa dalam negeri.

23 Desember 2014. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia, dengan melibatkan


pemerintah daerah (kepala dinas Energi dan Sumber Daya Mineral), melakukan rapat
membahas perkembangan naskah amandemen kontrak karya PT Freeport
Indonesia.

23 Januari 2015. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia memperpanjang MoU


renegosiasi amandemen kontrak karya untuk memberikan kesempatan kepada para
pihak untuk menyepakati amandemen kontrak karya.

9 Juli 2015. Surat PT Freeport Indonesia mengenai Permohonan Perpanjangan


Operasi.

31 Agustus 2015. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mengirimkan teguran


keras kepada PT Freeport Indonesia atas ketidaktaatan PT Freeport Indonesia dalam
menyelesaikan amandemen kontrak karya dan ketidakpatuhan dalam menjalankan
amanat UU Minerba.

11 September 2015. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menanggapi


surat PT Freeport Indonesia atas Permohonan Perpanjangan Operasi.

7 Oktober 2015. PT Freeport Indonesia mengirimkan surat ke Menteri ESDM terkait


Permohonan Perpanjangan Operasi.

7 Oktober 2015. Menteri ESDM mengirimkan surat kepada PT Freeport Indonesia


yang menyatakan bahwa PT Freeport Indonesia dapat terus melakukan kegiatan
operasinya hingga 30 Desember 2021 dan PT Freeport Indonesia berkomitmen untuk
melakukan investasi dan meneruskan renegosiasi untuk menyesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan yang ada.

Perkembangan proses negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia. Foto
oleh Uni Lubis

Surat yang dikirimkan Menteri ESDM itu ditujukan kepada James R. Moffett, Ketua
Dewan Direksi Freeport McMoran, induk PT Freeport Indonesia. Ada 4 poin penting
dalam surat yang membalas permohonan perpanjangan operasi itu.
1. Sambil melanjutkan proses penyelesaian aspek legal dan regulasi, pada
dasarnya PT Freeport Indonesia dapat terus melakukan kegiatan operasinya
sesuai dengan kontrak karya hingga Desember 2021.
2. Pemerintah telah menerima permohonan perpanjangan operasi PT Freeport
Indonesia melalui surat tertanggal 9 Juli 2015, sebagaimana kami sampaikan
dalam surat tanggapan No. 6665/05/MEM/2015 tanggal 11 September 2015.
3. Pemerintah Indonesia akan menyelesaikan penataan ulang regulagi bidang
mineral dan batubara, agar lebih sesuai dengan semangat menarik investasi di

bidang sumber daya alam di Indonesia. PT Freeport Indonesia dapat segera


mengajukan permohonan perpanjangan operasi pertambangan, setelah
diimplementasikannya penataan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut
dipahami bahwa persetujuan atas permohonan tersebut nantinya akan
memberikan kepastian dalam aspek keuangan dan hukum sejalan dengan isi
kontrak yang saat ini berlaku.
4. Dapat ditegaskan bahwa terkait permohonan perpanjangan kontrak PT Freeport
Indonesia, kami memahami bahwa Pemerintah Indonesia dan PT Freeport
Indonesia telah berdiskusi dan menyepakati seluruh aspek dalam Naskah
Kesepakatan Kerjasama yang ditandatangani pada 25 Juli 2014. Pemerintah
Indonesia juga berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan investasi asing di
Indonesia, namun karena perlunya penyesuaian peraturan yang berlaku di
Indonesia, maka persetujuan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia akan
diberikan segera setelah hasil penataan peraturan dan perundang-undangan di
bidang mineral dan batubara diimplementasikan. Sebagai konsekuensi atas
persetujuan tersebut PT Freeport Indonesia berkomitmen untuk
menginvestasikan dana tambahan sebesar 18 miliar dolar AS untuk kegiatan
PT Freeport Indonesia selanjutnya.
Dalam surat saya, tidak ada kata atau kalimat yang menyebutkan bahwa PT
Freeport Indonesia mendapatkan hak perpanjangan, sebagaimana yang diramaikan
oleh media hari-hari ini, kata Sudirman. Surat itu ditembuskan ke Presiden Republik
Indonesia.
Sekitar empat kali saya bertanya kepada Bapak Presiden, apakah kontrak Freeport
akan diperpanjang? Beliau selalu mengatakan, tidak ada niat untuk menghentikan.
Tapi, pada saat ini secara peraturan dan perundang-undangan memang belum
memungkinkan, kata Sudirman.
Senin kemarin, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengkritik keras
Sudirman yang dianggap terlalu membela Freeport dan memberikan perpanjangan
kontrak.
Kontrak Karya antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia memang
memungkinkan raksasa tambang itu mengajukan perpanjangan kontrak setiap saat.
Kontrak Karya ini diteken pada 30 Desember 1991, ketika posisi Menteri
Pertambangan dijabat Ginandjar Kartasasmita. Pasal 31 dalam kontrak karya itu
mengatur mengenai jangka waktu, yang bunyinya adalah:

1. Persetujuan ini mulai berlaku secara efektif pada tanggal penandatanganan


persetujuan ini.
2. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum, Persetujuan ini akan
mempunyai jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun sejak tanggal penandatanganan
persetujuan ini; dengan ketentuan bahwa Perusahaan akan diberi hak untuk
memohon dua kali perpanjangan masing-masing 10 (sepuluh) tahun atas
jangka waktu tersebut secara berturut-turut, dengan syarat disetujui
Pemerintah. Pemerintah tidak akan menahan atau menunda Persetujuan
tersebut secara tidak wajar. Permohonan tersebut dari Perusahaan dapat
diajukan setiap saat selama jangka waktu Persetujuan ini, termasuk setiap
perpanjangan sebelumnya.
Sementara itu, Kementerian ESDM kini sedang berdiskusi dengan DPR tentang
penyesuaian UU.
Dengan pihak DPR kami tengah membicarakan pemyesuaian UU dan aturan. Bukan
hanya untuk Freeport, tapi untuk sektor mineral dan pertambangan secara
keseluruhan. Soalnya, tidak mungkin sebuah investasi miliaran dolar, hanya dapat
persetujuan perpanjangan izin usaha, dua tahun sebelum kontraknya berakhir.
"Lagipula, sesuai dengan pasal dalam Pasal 31 KK yang sampai kini masih berlaku,
PT Freeport Indonesia memang boleh mengajukan perpanjangan setiap saat.
Tergantung pemerintah bagaimana menyikapinya, kata Sudirman. Rappler.com

BACA JUGA:
5 poin penting dalam kesepakatan baru Indonesia-Freeport
Freeport, Pak JK, dan Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah
ANALYSIS: US mining giant's deal with gov't a victory for Jokowi
BAGAIMANA CERITA INI MEMBUAT ANDA MERASA?

Tidak
Senang

Sedih

Marah

Peduli

Terinspirasi

Takut

Terhibur

Terganggu

Ayo langganan Indonesia wRap


Masukkan email Anda
Suka

Berlangganan!
85 rb

Follow @RapplerID

kcaB

nial gnaro taubmem ini atirec-atireC


!akerem askireP

Tentang Kami
Selamat datang di Rappler Indonesia. Rappler adalah jaringan berita sosial di mana berita dan cerita
menginspirasi komunitas dan memicu aksi nyata untuk perubahan sosial.

Baca selengkapnya

Rappler ID Facebook
Instagram

Twitter
Email

Você também pode gostar